Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum .Wr.Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Perkembangan
dan Pertumbuhan Madzhab Fiqih di Kalangan Sunni”

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalh ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalammu’alaikum , Wr. Wb.

Pontiana
k, 21 Oktober 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belakangan ini penelitian tentang sejarah fiqih islam mulai dirasakan
penting. Paling tidak, karena pertumbuhan dan perkembangan fiqih
menunjukkan pada suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri. Hal
tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah usai dimanapun dan
kapanpun, terutama dalam masyarakat-masyarakat agama yang sedang
mengalami medernisasi di lain pihak, evolusi historikal dari perkembangan
fiqih secra bersungguh-sungguh telah menyediakan wadah bagi pemikiran
islam, atau lebih tepatnya actual working bagi karakteristik perkembangan
islam itu sendiri.
Kehadiran fiqih ternyata mengiringgi pasang surut perkembangan islam,
bahkan secara amat dominan, fiqih abad pertengahan mewarnai dan
memberikan corak bagi perkembangan islam dari masa ke masa. Karena
itulah, kajian-kajian mendalam tentang masalah-masalah kesejahteraan fiqih
tidak semata-mata bernilai historis, tetapi dengan sendirinya menawarkan
kemungkinan baru bagi perkembangan islam berikutnya.
Jika kita telusuri sejak saat kehidupan Nabi Muhammad Saw, para
sejarahwan sering membaginya dalam dua periode yakni periode Makkah dan
Madinah. Pada periode pertama risalah kenabian berisi ajaran-ajaran akidah
dan akhlak, sedangkan pada periode kedua risalah kenabian lebih banyak
berisi hukum-hukum. Dalam mengambil keputusan masalah analiyah sehari-
hari para sahabat tidak perlu melakukan ijtihad sendiri. Karena mereka dapat
langsung bertanya kepada Nabi jika mereka mendapati suatu masalah yang
belum mereka ketahui.
Sampai dengan masa empat Khalifah pertama hukum-hukum syariah itu
belum dibukukan, dan belum juga diformulasikan sebagi sebuah ilmu yang
sistematis. Kemudian pada masa-masa awal periode tabi’in (masa dinasti
Ummayah) muncul aliran-aliran dalam memahami hukum-hukum syariah
serta dalam merespon persoalan-persoalan baru yang muncul sebagai akibat
semakin luasnya wilayah islam, yakni Ahl Al-Hadits dan Ahl Al-ra’yi. Aliran
pertama yang berputar di Hijaz (Mekkah-Madinah), banyak menggunakan
hadis dan pendapat-pendapat sahabat, serta memahami secara harfiah .
B. Rumusan Masalah
1. Mazhab apa saja yang ada di kalangan sunni ?
2. Jelaskan madzhab yang ada di kalangan sunni ?
3. Jelaskan biografi dari madzhab yang ada di kalangan sunni ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang empat mazhab yang ada di kalangan sunni.
2. Mengetahui isi dari empat mazdhab tersebut.
3. Mengetahui siapa pendiri dari masing masing mazhab.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Madzhab Sunni


Dimasa Tabi’in tokoh –tokoh antara lain adalah Said bin Musayyab (w. 94
H), Abu Bakar bin Abdurrahman (w. 95 H), dll. Namun saat itu belum
dikenal istilah Madzhab, kemudian berkembang pesat pada abad ke-2 hingga
ke-4 H, dan dalam periode inilah tampil tokoh-tokoh mujtahid yang paling
berpengaruh dalam perkembangan fiqih, selanjutnya mereka dikenal sebagai
pendiri dan imam-imim Madzhab yaitu :
1. Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit (80H-150 H)
2. Imam Malik bin Anas (93 H-179 H)
3. Imam Muhammad bin Iddris as Syafi’I (150 H-204 H)
4. Imam Ahmad bin Hanbal (164 H – 241 H)

Madzhab sunni sendiri dikenal sebagai madzhab, antara lain Madhzab


Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali. Mazhab Sunni adalah istilah dari Mahzab
Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Kata ahlu sunnah wal jamaah ini terdapat dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani tentang terpecahnya umat
islam menjadi 73 golongan. Semuanya sesat kecuali golongan ahli sunnah
wal jamaah. Golongan ahlu sunnah wal jamaah adalah mereka yang
mengikuti sunah Rasul dan para sahabatnya termasuk para tabi’in dalam ayat
Al-qur’an terutama ayat-ayat yang bersifat mutasyabihat/ samar.

Namun dalam prakteknya, mahzab-mahzab yang termasuk kategori ahli


sunnah wal jama’ah terbagi menjadi 2 golongan besar:

1. Golongan ahli Hadits. Golongan ini cenderung menggunakan hadits


sebagai patokan menetapkan sebuah hukuman dari pada rasio.
2. Golongan ahli ra’yu/akal. Golongan ini lebih dominan menggunakan
akal/ rasio dalam memetapkan hukum namun tetap tidak bertentangan
dengan hukum –hukum yang sudah jelas.
Berikut ini merupakan penjelasan tentang 4 madzhab yang ada di
kalangan sunni :

1. Madhzab Maliki
Mazhab Maliki merupakan salah satu mazhab dari golongan sunni.
Nama Mazhab ini dinisbatkan dari nama seorang ulama Iman Malik bin
Anas (93H-179H). Beliau lahir di Madinah dan menjadi ahli fiqh yang
terkenal. Ayah beliau adalah seorang pengrajin panah. Imam Maliki
termasuk orang yang sangat kuat hafalannya. Di usia remaja beliau mulai
menghapal Al-Quran dan menjadi Hafidz yang baik. Selain itu, beliau juga
cepat menghapal hadits yang diajarkan oleh para gurunya seperti Ibnu
Syihab Az zuhri, Ibnu Hurmuz, dan Nafi. Sementara guru beliau dalam
bidang Fiqh adalah Rabiah dan Yahya bin Sa’id al Anshari. Imam Maliki
dikenal sangat hati hati dalam meriwayatkan hadits. Imam Maliki pernah
berkata :” Saya tidak member fatwa dan meriwayatkan hadits sehingga 70
ulama membenarkan dan mengakui”.
Pemikiran-pemikiran Imam Maliki dapat dilihat dalam karyanya
al-Muwaththa’, suatu kitab yang berisi tentang hadits dan fiqh sekaligus.
Khalifan Harun ar-Rasyid pernah menginginkan kitab ini sebagai kitab
hukum yang diterapkan dan berlaku di seluruh wilayah negeri tersebut,
namun keinginan itu tidak disetujui oleh Imam Malik. Imam Malik
meninggal dunia pada tahun 179 H di Madinah, karena sakit dan
dimakamkan di al Baqi’.
Metode pengajaran yang dilakukan oleh Imam Maliki didasarkan pada
ungkapan hadits dan pembahasan atas makna maknanya lalu dikaitkan
dengan konteks permasalahan yang ada pada saat itu. Kadang, beliau juga
menelaah masalah-masalah yang terjadi di daerah asal murid muridnya,
kemudian mencarikan hadits atau atsar-atsar (pernyataan sahabat) yang
bisa digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Imam Malik
sangat menghindari spekulasi, oleh karenanya Madhzab Maliki dikenal
sebagai Ahl al hadits atau ahlul hadits (aliran).
Dalil dalil yang digunakan oleh madzhab Maliki dalam menetapkan
suatu hukum di antaranya;
o Al- Quran
Imam Maliki meletakkan Al Quran sebagai dalil dan dasar tertinggi
di atas dalil dalil yang lain.
o As-Sunnah
Imam Malik menjadikan As-Sunnah sebagai dalil yang kedua
setelah Al-Quran. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang
mensyaratkan penggunaan As-Sunnah dengan kualifikasi tertentu,
Imam Malik meskipun menggunakan al Hadits yang mutawatir dan
masyuhr juga bisa menerima al-Hadits yang ahad sekalipun asalkan
tidak bertentangan dengan amal ahli Madinah.
o Amal ahli Madinah (Praktik Masyarakat Madinah)
Imam Malik berpendapat bahwa Madinah merupakan tempat
Rasulullah SAW menghabiskan sepuluh tahun akhir hidupnya,
maka praktik yang dilakukan masyarakat Madinah mesti
diperbolehkan oleh Nabi SAW, atau bahkan bisa jadi dianjurkan
oleh Nabi SAW sendiri, oleh karena itu imam Malik menganggap
bahwa praktik masyarakat Madinah,merupakan bentuk As-Sunnah
yang sangat otentik yang diriwayatkan dalam bentuk tindakan.
Imam Malik lebih mendahulukan dan mengutamakan tradisi
masyarakat Madinah ini daripada hadits yang ahad.
o Fatwa Sahabat
Seperti halnya Imam Abu Hanifah, Imam Malik juga menggunakan
dan menjadikan fatwa sahabat ini sebagai dalil dalam menetapkan
hukum Islam.
o Al-Qiyas
Apabila dalam praktik masyarakat Madinah dan fatwa para sahabat
tidak ditemukan hukum atas persoalan yang ada, maka Imam
Maliki menggunakan Al-Qiyas.
o Al-Mashlahah al-Mursalah
Al-Mashlahah al Mursalah yakni menetapkan hukum atas berbagai
persoalan yang tidak ada petunjuk nyata dalam nash, dengan
pertimbangan kemashlahatan, yang proses analisisnya lebih banyak
ditentukan oleh nalar Mujtahidnya.
o Al-Istihsan
Imam Malik juga menggunakan Al-Istihsan sebagaimana
pendahulunya, Imam Abu Hanifah.
o Adz-Dzari’ah
Secara etimologi kata Adz-dzari’ah berarti sarana, sedangkan
secara terminologi para ahli ushul adalah sarana atau jalan untuk
sampai pada suatu tujuan. Adapun tujuan tersebut bisa berupa
kebaikan yang berarti mashlahah dan bisa pula maksiat yang berarti
mafsadah. Apabila sarana tersebut membawa pada kemaslahatan,
maka harus dibuka peluang untuk melakukannya, dalam ilmu
Ushul Fiqh disebut fath adz-dzari’ah, sedangkan sarana yang
membawa pada kemafsadatan, maka harus ditutup jalan untuk
sampai kepadanya, dalam ilmu Ushul Fiqh disebut sad adz-
dzari’ah. Imam Malik ketika menetapkan hukum dengan
mempertimbangkan kemungkinan kemungkinan yang akan timbul
dari suatu perbuatan. Jika perbuatan itu akan menimbulkan
mafsadah meski hukum asalnya boleh, maka hukum perbuatan tadi
adalah haram. Sebaliknya, jika akan menimbulkan maslahah, maka
hukum perbuatan tadi tetap boleh atau bahkan dianjurkan atau bisa
meningkat lagi menjadi wajib.

Murid murid Imam Maliki antara lain : Abd ar-Rahman bin Al-
Qasim, Ibnu Wahab dan as-Syafii. Mazhab Maliki ini sampai saat ini
masih banyak pengikutnya dan mereka tersebar di beberapa negeri antara
lain Mesir, Sudan, Kuwait, Bahrain, Maroko dan Afrika.
2. Madzhab Syafi’i
Sebagai orang yang hidup di zaman meruncingnya pertentangan
antara aliran Ahlulhadits dan Ahlurra’yi, Imam asy-Syafi ’i berupaya
untuk mendekatkan pandangan kedua aliran ini. Karenanya, ia belajar
kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlulhadits dan Imam Muhammad bin
Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlurra’yi.
Prinsip dasar Mazhab Syafi’i dapat dilihat dalam kitab usul fiqh ar-
Risalah. Dalam buku ini asy-Syafi’i menjelaskan kerangka dan prinsip
mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far’iyyah (yang
bersifat cabang). Dalam menetapkan hukum Islam, Imam asy-Syafi’i
pertama sekali mencari alasannya dari Al-Qur’an. Jika tidak ditemukan
maka ia merujuk kepada sunnah Rasulullah SAW. Apabila dalam kedua
sumber hukum Islam itu tidak ditemukan jawabannya, ia melakukan
penelitian terhadap ijma’ sahabat.
Ijma’ yang diterima Imam asy-Syafi’i sebagai landasan hukum
hanya ijma’ para sahabat, bukan ijma’ seperti yang dirumuskan ulama usul
fiqh, yaitu kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu
hukum, karena menurutnya ijma’ seperti ini tidak mungkin terjadi. Apabila
dalam ijma’ tidakjuga ditemukan hukumnya, maka ia menggunakan qiyas,
yang dalam ar-Risalah disebutnya sebagai ijtihad. Akan tetapi, pemakaian
qiyas bagi Imam asy-Syafi’i tidak seluas yang digunakan Imam Abu
Hanifah, sehingga ia menolak istihsan sebagai salah satu cara meng-
istinbat-kan hukum syara’. Penyebarluasan pemikiran Mazhab Syafi’i
berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki. Diawali melalui kitab usul
fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqihnya al-Umm, pokok pikiran dan prinsip
dasar Mazhab Syafi’i ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan oleh
para muridnya. Tiga orang murid Imam asy-Syafi ’i yang terkemuka
sebagai penyebar luas dan pengembang Mazhab Syafi’i adalah Yusuf bin
Yahya al-Buwaiti (w. 231 H./846 M.), ulama besar Mesir; Abi Ibrahim
Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H./878 M.), yang diakui oleh Imam
asy-Syafi ’i sebagai pendukung kuat mazhabnya; dan ar-Rabi bin
Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.), yang besar jasanya dalam
penyebarluasan kedua kitab Imam asy-Syafi ’i tersebut.
Landasan dari mazhab yang dibuat oleh Syafi’i adala Al Qur’an, As
Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Perkembangan mazhab Syafii terdapat di
sebagian negeri Mesir, Palestina, Yaman, sedikit terdapat di Irak, Pakistan
dan Saudi Arabia. Mazhab ini mayoritas dianut oleh Negara Indonesia,
Malaysia dan Brunei Darussalam.
3. Madzhab Hanafi
Kufah, merupakan tempat kediaman kebanyakan para fuqaha Islam.
Umar bin Khattab telah mengutus Abdullah ibn Mas'ud kesana pada tahun
32 H. Sebagai guru dan hakim, beliau juga seorang ahli hadits dan fiqh.
Kemudian termasyhurlah diantara murid-muridnya dan masyhurlah pula
murid-muridnya dan murid dari murid-muridnya, seperti Alqamah,
Masruq, Hammad (gurunya Abu Hanifah), dsb.
Hammad ibn Sulaiman menyatukan fiqh An Nakha'y dengan fiqh Asy
Sya'by dan memberikan fiqh yang sudah dicampur itu kepada muridnya
diantaranya yaitu Abu Hanifah An Nu'man yang kemudian menggantikan
gurunya setelah meninggal sebagai pemegang madrasah. Diantara murid
Abu Hanifah yang terkenal ialah Abu Yusuf, Muhammad, Zufar dan
Hasan ibn Zijad. Mereka bersama Abu Hanifah membentuk mazhab
Hanafi pada abad kedua hijrah di akhir pemerintahan Amawiyah.
Abu Hanifah mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam
menggunakan mantik dan menetapkan hukum Syara dengan Qiyas dan
Istihsan. Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang
Qiyas dan Istihsan. Beliau menggunakan Qiyas dan Istihsan apabila beliau
tidak memperoleh nash dalam kitabullah, sunatullah atau ijma. Dasar-dasar
hukum fiqh mazhab beliau adalah Al-Qur’an, As Sunah. Ijma, Qiyas,
Istihsan.
Murid-murid beliau yang paling terkenal ialah:
o Abu Yusuf Ya'kub ibn Ibrahim al Anshary al Kufu (113 H-182 H).
Beliaulah yang telah berjasa besar dalam mengembangkan mazhab
Abu Hanifah. Pendapat-pendapat beliau dapat dipelajari dalam
kitab fiqh Hanafi. Kitabnya yang ditulis dengan tangannya sendiri
yang sampai ke tangan kita sekarang ialah kitab Al Kharaj.
o Muhammad ibn al Hasan asy Syabany. Beliau tidak lama menyertai
Abu Yusuf dan pernah belajar pada Imam Malik, tetapi beliaulah
yang telah berusaha membukukan mazhab Hanafi. Kitab-kitab
yang beliau bukukan ada dua macam, yaitu; yang diriwayatkan
kepada kita oleh orang-orang kepercayaan. Kitab-kitab ini
dinamakan kitab Dhahirriwayah atau Masa Ilul Ushul, yang
diriwayatkan kepada kita oleh orang-orang yang tidak kepercayaan
yang dinamakan Masailun Nawadir. Kitab-kitab Dhahirriwayah
ada 6 macam, yaitu Al Mabsuth, Al Jami'ul Kabir, Al Jami'ul
Shaghir, Al Sijarul Kabir, Al Shirajush Shaghir, Az Ziyadat.
o Al Hasan ibn Zijad al Lu'luy. Beliau belajar pada Abu Hanifah dan
meriwayatkan pendapatnya. Akan tetapi, para fuqaha tidak
menyamakan riwayatnya dengan riwayat oleh Muhammad ibn al
Hasan pada kitab Dhahirriwayah. Diantara kitabnya ialah Adabul
Qalil, Ma'anil Iman, An nafaqat, dsb.
Pada masa sekarang ini, mazhab Hanafi adalah mazhab resmi di
Mesir, Turki, Syiria, dan Libanon. Mazhab inilah yang dianut oleh
sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, muslimin India
dan Tiongkok. Lebih dari sepertiga muslimin di dunia juga memakai
mazhab ini.
4. Mazhab Hambali
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal adalah penyusun mazhab
Hambali. Semenjak kecil beliau belajar di Baghdad, Syam, Hijaz dan
Yaman. Beliau adalah murid dari Imam Syafi’i. Murid dari Ahmad bin
Hanbal banyak dan terkemuka, diantaranya yaitu Bukhari dan Muslim.
Ahmad bin Hanbal menyusun mazhab berdasar 4 hal yaitu: Dasar
pertama adalah Al-Quran dan Hadis. Dalam soal yang beliau hadapi,
beliau selidiki ada atau tidaknya nas, kalau ada beliau berfatwa menurut
nas. Dasar kedua adalah fatwa sahabat. Dalam satu peristiwa, apabila tidak
ada nas yang bersangkutan dengan peristiwa itu, beliau mencari fatwa dari
sahabat. Apabila fatwa salah seorang sahabat tidak memperoleh bantahan
dari sahabat-sahabat lain maka ia menghukumkan berdasarkan fatwa
sahabat itu tadi. Jika fatwa itu berbeda antara beberapa sahabat, beliau
pilih yang lebih dekat pada kitab dan sunnah. Dasar ketiga adalah hadis
mursal atau lemah, apabila tidak bertentangan dengan dalil-dalil lain.
Dasar keempat adalah qiyas. Beliau tidak memakai qiya kecuali apabila
tidak ada jalan lain.
Beliau sangat hati-hati dalam melahirkan fatwa, kehati-hatiannya itu
yang menyebabkan mazhabnya lambat tersebar ke daerah-daerah yang
sangat jauh, apalagi murid murid beliau juga sangat berhati-hati. Mazhab
Hambali banyak tersebar di Jazirah Arab, di daratan Mesir serta di
Damaskus (Syuriah). Para pengembang Mazhab Hanbali generasi awal
(sesudah Imam Ahmad bin Hanbal) diantaranya adalah al-Asram Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani al-Khurasani al-Bagdadi (w. 273
H.), Ahmad bin Muhammad bin al-Hajjaj al-Masruzi (w. 275 H.), Abu
Ishaq Ibrahim al-Harbi (w. 285 H.), dan Abu al-Qasim Umar bin Abi Ali
al-Husain al-Khiraqi al-Bagdadi (w. 324 H.). Keempat ulama besar
Mazhab Hanbali ini merupakan murid langsung Imam Ahmad bin Hanbal.
Tokoh lain yang berperan dalam menyebarluaskan dan
mengembangkan Mazhab Hanbali adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim
al-Jauziah. Sekalipun kedua ulama ini tidak selamanya setuju dengan
pendapat fiqh Imam Ahmad bin Hanbal, mereka dikenal sebagai
pengembang dan pembaru Mazhab Hanbali. Disamping itu, jasa
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam pengembangan dan penyebarluasan
Mazhab Hanbali juga sangat besar. Pada zamannya, Mazhab Hanbali
menjadi mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi.
B. Biografi Para Tokok Madzhab Sunni
1. Imam Abu Hanafi
Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi, lebih dikenal dengan
nama Abu Hanifah, lahir di Kufah, Irak pada 80 H / 699 M meninggal
di Baghdad, Irak, 148 H / 767 M merupakan pendiri dari Madzhab Hanafi.
Imam Abu Hanafi adalah seorang yang berjiwa besar dalam arti kata
seorang yang berhasil dalam hidupnya, dia seorang yang bijak dalam
bidang ilmu pengetahuan, tepat dalam memberikan keputusan bagi suatu
masalah atau peristiwa yang dihadapi. Karena ia seorang yang berakhlak
atau berbudi pekerti yang luhur, ia dapat menggalang hubungan yang erat
dengan pejabat pemerintah, ia mendapatkan tempat yang baik dalam
masyarakat pada masa itu, hingga beliau telah berhasil manyandang
jabatan atau gelar yang tertinggi yaitu Imam Besar ( Al Imam Al
–‘Adham )atau ketua Agung.
Beliau hidup selama 52 tahun pada zaman Ummayah dan 18 Tahun pada
zaman Abbasyiah. Selama hidupnya ia melakukan ibadah haji 55 kali.
beliau diberi gelar Abu Hanafih, karena diantara putranya ada yang
bernama Hanafih. Selain itu menurut riwayat lain beliau bergelar Abu
Hanafiah, karena beliau begitu taat beribadah kepada Allah, yaitu berasal
dari bahasa arab “ haniif ” yang artinya cenderung kepada yang benar.
Pada awalnya Imam Hanafi adalah seorang pedagang, atas anjuran Al-
Syabi ia kemudian menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih
kepada ulama aliran Irak. Semua ilmu yang ia pelajari berkaitan dengan
agama. Mula - mula ia mempelajari hukum agama, kemudian ilmu kalam.
Akan tetapi, tanpa mengecilkan arti ilmu yang lain dan Abu Hanifah
sendiri memang sangat tertarik mempelajari ilmu fiqih yang merangkum
berbagai aspek kehidupan.
2. Imam Hanbali
Madzhab Hanbali dibagun oleh Imam Abu Abidillah Ahmad bin
Muhammad bin Asad Asy-syaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164
H dan meinggal di tempat yang sama pada tahun 214 H. Beliau adalah
keturunan Arab asli dari garis ayah dan ibunya, bernasab kepada Kabilah
Syaiban. Imam Ahmad telah diperkenalkan dengan ilmu sejak usia dini,
apalagi keluarganya memiliki kemampuan untuk itu.
Imam Ahmad sudah mulai belajar Al-Quran sejak masih kecil, belajar
bahasa Arab dan hadits, riwayat para sahabat dan tabi’in dan sudah terlihat
tanda kecerdasan sejak usianya masih kanak-kanak, selain itu juga tekun
belajar. Beliau belajar hadits dari para ulama yang ada di Bagdad,
kemudian merantau untuk mencari ke Basrah, Hijaz, Kufah, dan Yaman
bahkan sampai merantau lima kali ke Basrah dan Hijaz. Di Mekkah ia
bertemu dengan Imam Asy-Syafi’i dan selama rantauannya banyak
mendapatkan ujian dan kesulitan.
3. Imam Maliki
Malik ibn Anas bin Malik bin ‘Amr al - Asbahi atau Malik bin
Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin ‘Amr, al-Imam, Abu
‘Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), lahir di Madinah pada
tahun 714M / 93H, dan meninggal pada tahun 800M / 179H. Ia adalah
pakar ilmu fikih dan hadis, serta pendiri Mazhab Maliki. Kedua orang
tuanya merupakan keturunan Arab. Ayahnya berasal dari kabilah Dzi
Ashbah yang ada di Yaman , dan ibunya bernama Aliyah binti Syuraik
dari Kabilah Azdi.
Beliau sudah hafal Al-qur’an dalam usia yang sangat dini, belajar dari
Rabi’ah Ar-Ra’yi ketika beliau masih sangat muda, berpindah dari satu
ulama keulama yang lain untuk mencari ilmu sampai beliau bertemu ber-
mulazamah dengan Abdurrahman bin Hurmuz.
Imam Malik mengawali pelajarannya dengan menekuni ilmu riwayat
hadis, mempelajari fatwa para sahabat dan dengan inilah beliau
membangun Madzhabnya. Imam Malik tidak hanya berhenti sebatas itu,
beliau mengkaji ilmu yang ada hubungannya dengan ilmu syariat. Beliau
memiliki firasat yang tajam dalam menilai orang dan mengukur kekuatan
ilmu fiqih mereka.
Imam Malik mendapatkan ilmu fiqih dan sunnah dari para gurunya,
diantaranya abdurrahman bin Murmuz, Muhammad bin Muslim bin
Syihab Az-Zuhriy, Abu Az-Zannad, Abdullah bin Dzakwan (belajar hadis)
Yahya bin Sa’id (belajar ilmu fiqih dan periwayatan), Rabi’ah bin
Abdirrahman darinya Imam Malik belajar Fiqih logika yang sangat
ternama sehingga beliau dijuluki Rabi’ah logika.
4. Imam Syafi’i
Imam Syafi’i dilahirkan di Gazah pada tahun 150H/ 767 M dan wafat
di Mesir pada tahun 204 H/ 819 M. Ia mempelajari Quran pada Ismail ibn
Qastantin (Qari’ di Kota Mekkah). Kemudian ia mempelajari hadits dari
Imam Malik di Madinah. Sebelumnya ia pernah belajar hadits kepada
Sufyan ibn Uyainah salah seorang ahli hadits di Mekkah. Tahun 195 H
imam Syafi’i pergi ke Baghdad dan menetap disana selama 2 tahun setelah
itu kembali ke Mekkah. Pada tahun 198 H ia kembali lagi ke Baghdad
untuk menetap disana beberapa bulan, kemudian pergi ke Mesir dan
menetap di sana sampai wafatnya.
Pengalaman dan pengetahuan Imam Syafi’i tentang masalah
kemasyarakatan sangat luas, ia menyaksikan langsung kehidupan
masyarakat desa dan menyaksikan juga kehidupan masyarakat yang sudah
maju peradabannya pada tingkat awal di Irak dan Yaman. Juga
menyaksikan kehidupan masyarakat yang sudah sangat kompleks
peradabannya seperti yang ada di Irak dan Mesir. Pengetahuan Imam safi’I
dalam bidang kehidupan ekonomi dan kemasyarakat yang bermacam-
macam itu, memberikan bekal baginya dalam ijtihadnya pada masalah-
masalah hukum yang benraneka ragam. Ia belajar hukum fiqih islam dari
para mujtahid madhzab Hanafi dan Malik bin Anas. Karena itupula ia
mengenal baik kedua aliran itu baik tentang sumber hukum metode yang
mereka gunakan dan dapat menyatukan kedua aliran itu serta merumuskan
sumber-sumber hukum islam.
Imam Syafi’I mendapatkan ilmunya dari banyak guru yang tersebar
diseluruh negeri islam dan para fiqaha’ yang tersebar. Di Mekkah beliau
belajar dari Muslim bin Khalid Az-zanji, seorang mufti mekkah dan beliau
belajar dengannya dalam waktu yang lama sehingga imam Syafi’I dapat
menguasainya, bahkan Muslim bin Kalid Az-zanji memberikan izin agar
memberi fatwa. Imam Syafi’I juga belajar dengan Muhammad bin al –
Hasan Asy- syaibani, sahabat Imam Abu Hanifah. Selain itu beliau juga
mengambil ilmu Sufyan Bin Uyainah dan Abdurrahman bin Mahdi. Dari
semuanya dia memuji Imam Asy-Syafi’I atas keluasan ilmunya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
o Di kalangan sunni terdapat empat madzhab yaitu madzhab Maliki, madzhab
Hambali, madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i.
o Dari keempat madzhab tersebut memiliki prinsip dasarnya masing masing.
o Tokoh pendiri madhab di kalangan sunni antara lain yaitu, Imam Anas bin
Maliki, Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Imam Abu Hanifah, dan
Imam Ahmad bin Hambal.

Anda mungkin juga menyukai