PERBEDAAN MADZHAB
A. Pengertian Mazhab
Menurut bahasa, mazhab "mazhab" berasal dari shughah mashdar mimy (kata
sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dar fiil
madhy "dzahaba" yang berarti "pergi". Bisa juga berarti alra’yu yang artinya
"pendapat".
Mazhab adalah jalan pikiran, metode, fatwa atau pendapat yang ditempuh oleh
seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu perstiwa berdasarkan
kepada al-Our'an dan Hadits.
Jadi mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam
Mujathid dalam memecahkan masalah, atau meng istinbathkan hukum Islam.
Selanjutnya Imam mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi
kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau
mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
B. Perkembangan Mazhab
Pada masa Tabi'-tabi'in yang dimulai pada awal abad kedua Hijriyah,
kedudukan ijtihad sebagai istinbatb hukum sermakin bertambah kokoh dan
meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam,
baik dari golong an Ahl al-Hadits, maupun dari golongan Ahli al-Ra'yi. Di
kalangan Jumhur pada masa ini muncul tiga belas mazhab, yang berarti pula telah
lahir tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari jumlah itu, ada Sembilan imam mazhab
yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan
pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan fiqh, berikut pembukuannya mulai
dikodifikasikan secara baik, sehingga memungkinkan semakin berkembang pesat
para pengikutnya yang semakin banyak dan kokoh. Mereka yang dikenal sebagai
peletak ushul dan manhaj (metode) fiqh adalah:
a. Imam Abu Sa'id al-Hasan bin Yasar al-Bashry (wafat 110 H.).
b. Imam Abu Hanifah al-Nu'man bin Tsabr bin Zauthy (wafat 150 H.).
c. Imam Auza'iy Abu Amr Abd. Rahman bin 'Amr bini Muhammad, (wafat 157
H.).
d. Imam Sufyan bin Sa'id bin Masriq al-Tsaury (wafat 160 H.).
e. Imam al-Laits bin Saad (wafat 175 H.). Imam Malik bin Anas al-Ashbahy
(wafat 179 H.).
Selain itu, masih banyak lagi mazhab lainnya ang dibina oleh para imam
mazhab namun mazhab lain yang tidak masyhur dan tidak banyak pengikutnya,
atau kurang dikenal sebagaimana lazimnya para pengikut mazhab-mazhab
masyhur yang sering tampak sebagai muqallidin. Munculnya mazhab-mazhab
tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam pada waktu
itu. Hal ini terutama disebabkan adanya tiga faktor yang sangat menentukan bagi
perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rasulullah SAW. yaitu:
3. Akibat jauhnya negara-negara yang ditaklukkan itu dengan ibu kota khilafah
(pemerintahan) Islam, membuat para gubernur, para hakim dan para ulama
harus melakukan ijitihad guna memberikan jawaban terhadap problem dan
masalah-masalah baru yang dihadapi.
Perkembangan mazhab-mazhab itu tidaklah sama. Ada yang dari asal masing-
masing mendapat sambutan dan memilki pengikut yang mengembangkan serta
meneruskannya, namun adakalanya suatu mazhab kalah pengaruhnya oleh
mazhab-mazhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikutnya menjadi surut.
Mereka hanya disebut saja pendapatnya di sela-sela lembaran kitab-kitab para
Imam Mazhab, bahkan ada yang hilang sama sekali. Mazhab yang dapat bertahan
dan berkembang terus sampai sekarang serta banyak dikutioleh umat Islam di
seluruh dunia, hanya empat mazhab yaitu :
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) adalah Abu Hanifah AlNu‟man
bin Tsabit bin Zufi Al-Tamimi. Beliau masih mempunyai pertalian hubungan
kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali bahkan pernah berdoa
bagi Tsabit, yakni agar Allah memberkahi keturunannya. Tak heran jika kemudian
dari keturunan Tsabit ini, muncul seorang ulama besar seperti Abu Hanifah.
Dilahirkan di Kufah pada tahun 150 H/699 M. pada masa pemerintahan Al-Walid
bin Abdul Malik, Abu Hanifah selanjutnya menghabiskan masa Kecil dan tumbuh
menjadi dewasa di sana. Sejak masib kanak-kanak beliau telah mengaji dan
menghafal Al-Quran, Beliau dengan tekun senantiasa mengulangulang bacaannya
sehingga ayat-ayat suci tersebut tetap tejaga dengan baik dalam ingatannya
sekaligus mejadikan beliau lebih mendalami makna yang dikandung ayat-ayat
tersebut. Dalam hal memperdalam pengetahuannya tentang Al-Quran beliau
sempat berguru kepada Imam „Asim, seorang ulama terkenal pada masa itu.
Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada usia 70 tahun. Beliau
dimakamkan di pekuburan Khizra. Pada tahun 450 H/767 M, didirikanlah sebuah
sekolah yang diberi nama Jami‟ Abu Hanifah.
Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki, dilahirkan di Madinah, pada
tabun 93 H. Beliau berasal dari Kabilah Yamniah. Sejak kecil beliau telah rajin
menghadiri majlis-majlis ilmu pengetahuan, sehingga sejak kecil itu pula beliau
telah hafal Al-Quran. Tak kurang dari itu, ibundanya sendiri yang mendorong
Imam Malik untuk senantiasa giat menuntut ilmu.
Pada mulanya beliau belajar dari Ribiah, seorang ulama yang sangat terkenal
pada waktu itu. Selain itu, beliau juga memperdalam hadits kepada Ibn Syihab,
disamping itu juga mempelajari ilmu fiqh dari para sahabat. Karena ketekunan
dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama yang terkemuka,
terutama dalam bidang ilmu hadits dan fiqh. Bukti atas hal itu adalah ucapan Al-
Dahlami ketika dia berkata: "Malik adalah orang yang paling ahli dalam bidang
hadits di Madinah, yang paling mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar,
yang paling mengerti tentang pendapat pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah ra,
dan sahabat-sahabat mereka, atas dasar itulah dia memberi fatwa. Apabila
diajukan kepada suatu masalah, dia menjelaskan dan memberi fatwa".
Setelah mencapai tingkat yang tinggi dalam bidang ilmu itulah, Imam Malik
mulai mengajar, karena beliau merasa memiliki kewajiban untuk membagi
pengetahuannya kepada orang lain yang membutuhkan. Meski begitu, beliau
dikenal sangat berhati-hati dalam memberi fatwa. Beliau tak lupa untuk terlebih
dahulu meneliti hadits-hadits Rasulullah saw, dan bermusyawarah dengan ulama
lain, sebelum kemudian memberikan fatwa atas suatu masalah. Diriwayatkan.
Bahwa beliau mempunyai tujuh puluh orang yang biasa diajak bermusyawarah
untuk mengeluarkan suatu fatwa. Imam Malik dikenal mempunyai daya ingat
yang sangat kuat. Pernah beliau mendengar tiga puluh satu hadits dari Ibn Syihab
tanpa menulisnya. Dan ketika kepadanya diminta mengulangi seluruh hadits
tersebut, tak satu pun dilupakannya. Imam Malik benar-benar mengasah
ketajaman daya ingatannya, terlebih lagi karena pada masa itu masih belum
terdapat suatu kumpulan hadits secara tertulis. Karenanya karunia tersebut sangat
menunjang beliau dalam menuntut ilmu.
Selain itu, beliau dikenal sangat ikhlas di dalam melakukan sesuatu. Sifat
inilah kiranya yang memberi kemudahan kepada beliau di dalam mencari ilmu
pengetahuan. Beliau sendiri Pernah berkata: “ ilmu itu adalah cahaya; ia mudah
dicapai dengan hati yang takwa dan khusyu” Beliau juga menasihatkan untuk
menghindari keraguan, ketika beliau berkata: "Sebaik-baik pekerjaan adalah yang
jelas. Jika engkau menghadapi dua hal, dan salah satunya meragukan, maka
kerjakanlah yang lebih meyakinkan ".
Karena sifat ikhlasnya yang besar itulah maka Imam Malik tampak enggan
memberi fatwa yang berhubungan dengan soal hukuman. Seorang muridnya, Ibn
Wahab, berkata: "Saya mendengar Imam Malik (jika ditanya mengenai hukuman),
beliau berkata: Ini adalah urusan pemerintahan." Iman Syafi`i sendiri pernah
berkata: "Ketika aku tiba di Madinah aku bertemu dengan Imam Malik. Ketika
mendengar suaraku, beliau memandang diriku beberapa saat, kemudian bertanya:
Siapa namamu? Akupun menjawab: Muhammad! Dia berkata lagi: Wahai
Muhammad, bertaqwalah kepada Allah, jauhilah maksiat karena ia membebanimu
hari demi hari".
Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam
ilmu hadits dan fiqh. Beliau mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam kedua
cabang ilmu tersebut. Imam Malik bahkan telah menulis kitab Al-Muwaththa',
yang merupakan kitab hadits dan fiqh.
Imam Malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian, mazhab
Malik tersebar luas dan dianut di banyak bagian di seluruh penjuru dunia,
terutama Afrika Utara.
Imam Syafi`i (pendiri mazhab Syafi`i) adalah Muhammad bin Idris al-Syafi`i
al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H, bertepatan dengan
wafatnya Imam Abu Hanifah. Meski dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam
satu keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri, apalagi
malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadits dari ulama-ulama hadits
yang banyak terdapat di Makkah. Pada usianya yang masih kecil beliau hafal Al-
Quran.
Pada tahun 198 H, beliau pergi ke Mesir. Beliau mengajar di masjid Amru bin
As. Beliau juga menulis kitab Al-Um, Amali Kubra, Risalah, Ushul Al-Fiqh, dan
memperkenalkan Qaul Jadid sebagai mazhab baru. Dalam Ushul Fiqh Imam
Syafi`i dikenal sebagai orang pertama yang mempelopori penulisan kitab ini.
Di Mesir inilah akhimya Imam Syafi`i wafat, setelah menyebarkan ilmu dan
memberikan manfaat kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga kini dibaca
orang, dan makam beliau di Mesir sampai detik ini ramai di ziarahi orang.
Sedangkan murid-murid beliau yang terkenal, di antaranya adalah: Muhamad bin
Abdullah bin al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya al-Muzani, Abu Ya'qub
Yusuf bin Yahya al-Buwaki dan lain sebagainya.
2. al-Ijma';
5. Qiyas.
Imam Ahmad Hanbali adalab Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal bin Hilal Al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul
Awal tahun 164 H (780 M).
Ahmad bin Hanbali dibesarkan ibunya dalam keadaan yatim, karena ayahnya
meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil beliau telah menunjukkan sifat
dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil
itu pula beliau telah menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan,
kebetulan pada saat itu Baghdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau
memulai dengan belajar menghafal Al-Quran, kemudian belajar bahasa Arab,
Hadits, sejarah Nabi dan sejarah sahabat serta para tabi 'in. Untuk memperdalam
ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali. Di sanalah beliau bertemu
dengan Imam Syafi`i. Beliau pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di
antaranya guru beliau yang lain adalah Yusuf al-Hasan bin Ziad, Husyain, Umair,
Ibn Humam dan Ibn Abbas.
Imam Ahmad bin Hanbal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan
beliau tidak mengambil hadits, kecuali hadits-hadits yang sudah jelas shahih-nya.
Oleh karena itu, beliau mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama
Musnad Ahmad Hanbali.
Beliau mulai mengajar ketika berusia empat puluh tahun. Pada masa Khalifah
Al-Muktasim (dinasti Abbasiyah) beliau di penjara, karena sependapat dengan
opini yang menyatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Beliau dibebaskan pada
masa Khalifah Al-Mutawakkil
Imam Ahmad Hanbali wafat di Bagdad pada usia 77 tahun pada tahun 241 H
(855 M) pada masa pemerintahan Khalifah Al-Wathiq. Sepeninggal beliau,
mazhab Hanbali berkembang luas dan menjadi satu mazhab yang memiliki
banyak penganut.
1. Al-Nushush;
2. Fatwa sahabat;
3. Ikhtilaf sahabat;
5. Qiyas.
Ummul Mukminin Aisyah, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit ra. memberi makna al-
quru’ suci. Sedang Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib memberikan makna al-quru’ sebagai haid.
2. Perbedaan Riwayat.
Sebuah hadis kadang kala dapat diketahui oleh ulama tertentu saja, tetapi hadis
tersebut tidak diketahui oleh ulama yang lainnya. Atau sampainya hadis tersebut
kepada sebagian ulama melalui jalur sanad yang lemah. Sedangkan yang lain
menerimanya melalui jalur sanad yang kuat.
3. Perbedaan Sumber.
Dalam berijtihad, terdapat sumber-sumber dalil yang telah disepakati oleh ulama
mujtahid, seperti al-Qur’an, Sunah, ijmak dan qiyas. Namun di samping sumber-
sumber tersebut, ada beberapa sumber yang masih diperselisihkan seperti istihsan,
maslahah mursalah, syar’u man qablana, `urf, dan lain-lain.
Dalam menyikapi sumber-sumber tersebut, ada golongan yang menerima dan ada
juga yang menolak, atau yang menerima tetapi bersyarat.
Ulama usul misalnya berbeda dalam menyikapi kalimat atau kata umum, sebagian
berpendapat tidak dapat dijadikan dalil secara mutlak, sebagian lain mengatakan
boleh menjadi dalil. Contoh lain misalnya pendapat madzhab Dhahiri yang
mengatakan: “al-Mafhum al-Muwafaqah” tidak dapat dipakai sebagai dalil
istinbath. Tetapi mazhab-mazhab lain dapat menerimanya sebagai dalil.
Masalah ini banyak membuka perbedaan dalam skala yang luas. Persoalan ini
membuka peluang terjadinya perbedaan di antara ulama. Misalnya madzhab
Syafi’i mengatakan, bahwa tertib dalam melakukan wudu adalah fardu, apabila
hal tersebut diabaikan maka wudunya tidak sah. Pendapat tersebut didasarkan
dalil kias dalam melakukan tata cara ibadah yang lainnya, seperti ibadah sa’i.
Contohnya Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan
bahwa, orang yang sedang melakukan ihram, tidak boleh menikah atau
menikahkan, dengan dasar hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Utsman bin Affan
ra. bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya: orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan menikahka". (HR.
Imam Muslim)
Hadis lain juga menjelaskan hal yang sama, yaitu hadis riwayatkan Oleh Yazid bin
al-A’sham dari Maimunah ra. Hadis tersebut bermakna bahwa, Nabi menikahinya
setelah tahallul, dan kumpul dengan beliau dalam keadaan halal (bebas ihram)”.
(HR. Imam Ahmad dan Imam Turmudzi).
4. Dilalui orang
Sepakat semua fuqaha', bahwa jika ada seseorang lalu didepan orang yang
sedang Sembahyang, Sembahyang orang itu tidak batal, tetapi perbuatan
orang yang berjalan didepan orang yang Sembahyang itu adalah haram
hukumnya. Imamiyyah menerangkan, tidak haram melewati orang
Sembahyang, tetapi sunat bahwa orang yang Sembahyang itu mengadakan sitr
sitr itu boleh terdiri dari tiang, dinding, atau sesuatu barang yang diletakkan
didepan tempat sujud orang Sembahyang). Tidak haram itu. Jika tidak ada sitr
dihadapan orang yang Sembahyang, yang dapat menceraikan antara orang
yang Sembahyang dengan orang yang lewat, dan antara hadapan orang yang
Sembahyang kepada Tuhannya.