Anda di halaman 1dari 15

Nama : Wahidah Choerunnisa

Kelas : Administrasi Publik 1/E


NIM : 1198010226
Dosen Pengampu : H. Wawan Setiawan Abdillah, S.Pd.i, M.Ag
Mata Kuliah : Fiqh

PERBEDAAN MADZHAB

A. Pengertian Mazhab

Menurut bahasa, mazhab "mazhab" berasal dari shughah mashdar mimy (kata
sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dar fiil
madhy "dzahaba" yang berarti "pergi". Bisa juga berarti alra’yu yang artinya
"pendapat".

Sedangkan pengertian mazhab menurut istilah, ada beberapa rumusan, antara


lain:

1. Menurut Said Ramadhany al-Bathy, mazhab adalah jalan pikiran


(paham/pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menetapkan
suatu hukum Islam dari al. Qur'an dan Hadits.
2. Menurut K. H. E. Abdurahman, mazhab dalam istilah Islam berarti pendapat,
paham atau aliran seorang alim besar dalam Islam yang digelari Imam seperti
mazhab Imam Abu Hanifah, mazhab Imam Ahmad Ibn Hanbal, mazhab Imam
Syafi'i, mazhab Imam Malik, dan lain-lain.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud


dengan mazhab menurut istilah yaitu:

Mazhab adalah jalan pikiran, metode, fatwa atau pendapat yang ditempuh oleh
seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu perstiwa berdasarkan
kepada al-Our'an dan Hadits.
Jadi mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam
Mujathid dalam memecahkan masalah, atau meng istinbathkan hukum Islam.
Selanjutnya Imam mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi
kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau
mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.

B. Perkembangan Mazhab

Pada masa Tabi'-tabi'in yang dimulai pada awal abad kedua Hijriyah,
kedudukan ijtihad sebagai istinbatb hukum sermakin bertambah kokoh dan
meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam,
baik dari golong an Ahl al-Hadits, maupun dari golongan Ahli al-Ra'yi. Di
kalangan Jumhur pada masa ini muncul tiga belas mazhab, yang berarti pula telah
lahir tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari jumlah itu, ada Sembilan imam mazhab
yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan
pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan fiqh, berikut pembukuannya mulai
dikodifikasikan secara baik, sehingga memungkinkan semakin berkembang pesat
para pengikutnya yang semakin banyak dan kokoh. Mereka yang dikenal sebagai
peletak ushul dan manhaj (metode) fiqh adalah:

a. Imam Abu Sa'id al-Hasan bin Yasar al-Bashry (wafat 110 H.).

b. Imam Abu Hanifah al-Nu'man bin Tsabr bin Zauthy (wafat 150 H.).

c. Imam Auza'iy Abu Amr Abd. Rahman bin 'Amr bini Muhammad, (wafat 157
H.).

d. Imam Sufyan bin Sa'id bin Masriq al-Tsaury (wafat 160 H.).

e. Imam al-Laits bin Saad (wafat 175 H.). Imam Malik bin Anas al-Ashbahy
(wafat 179 H.).

f. Imam Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H.).

g. Imam Muhammad bin Idris al-Syafi'i (wafat 204 H.).


h. Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H.).

Selain itu, masih banyak lagi mazhab lainnya ang dibina oleh para imam
mazhab namun mazhab lain yang tidak masyhur dan tidak banyak pengikutnya,
atau kurang dikenal sebagaimana lazimnya para pengikut mazhab-mazhab
masyhur yang sering tampak sebagai muqallidin. Munculnya mazhab-mazhab
tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam pada waktu
itu. Hal ini terutama disebabkan adanya tiga faktor yang sangat menentukan bagi
perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rasulullah SAW. yaitu:

1. Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakupi wilayah-wilayah di


semenanjung Arab, Irak, Mesir, Syam, Parsi dan lain-lain.

2. Pergaulankaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukkan nya. Mereka


terpengaruh oleh budaya, adat istiadat, serta tradisi bangsa tersebut.

3. Akibat jauhnya negara-negara yang ditaklukkan itu dengan ibu kota khilafah
(pemerintahan) Islam, membuat para gubernur, para hakim dan para ulama
harus melakukan ijitihad guna memberikan jawaban terhadap problem dan
masalah-masalah baru yang dihadapi.

Perkembangan mazhab-mazhab itu tidaklah sama. Ada yang dari asal masing-
masing mendapat sambutan dan memilki pengikut yang mengembangkan serta
meneruskannya, namun adakalanya suatu mazhab kalah pengaruhnya oleh
mazhab-mazhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikutnya menjadi surut.
Mereka hanya disebut saja pendapatnya di sela-sela lembaran kitab-kitab para
Imam Mazhab, bahkan ada yang hilang sama sekali. Mazhab yang dapat bertahan
dan berkembang terus sampai sekarang serta banyak dikutioleh umat Islam di
seluruh dunia, hanya empat mazhab yaitu :

1. Mazhab Hanafi, pendirinya Imam Abu Hanifah.

2. Mazhab Maliki, pendirinya Imam Malik.

3. Mazhab Syafi'i, pendirinya Imam Syafi'i.


4. Mazhab Hanbali, pendirinya Imam Ahmad bin Hanbal.

Perkembangan keempat mazhab ini sangat ditentukan sekali oleh beberapa


faktor yang merupakan keistimewaan tertentu bagi keempat mazhab tersebut.
Faktor-faktor itu menurut Khudhan Bek, adalah :

1. Pendapat-pendapat mereka dikumpulkan dan dibukukan. Hal ini tidak terjadi


pada ulama salaf.

2. Adanya murd-mrid yang berusaha menyebarluaskan pendapat mereka,


mempertahankan dan membelanya. Mereka dalam organisasi sosial dan
pemerintahan sehingga mempunyai kedudukan yang menjadikan pendapat itu
berharga.

3. Adanya kecenderungan jumhur ulama yang menyarankan agar keputusan yang


diputuskan oleh hakim harus berasali dari suatu mazhab, sehingga dalam
berpendapat, tidak ada dugaan yang negatif, karena mengkuti hawa nafsu
dalam mengadili. Hal ini hanya tidak akan dapat terjadi bila tidak terdapat
mazhab yang pendapat-pendapatnya dibukukan.

Mazhab-mazhab tersebut tersebar ke seluruh pelosok negara yang


berpenduduk Muslim. Dengan tersebarnya mazhab-mazhab tersebut, berarti
tersebar pula syan'at lslam ke pelosok dunia yang dapat mempermudah umat
Islam untuk melaksanakannya. Selain dampak positif tersebut adapula dampak
negatif dari munculnya perbedaan mazhab. Setelah munculnya mazhab-mazhab
dalam hukum Islam dan hasil ijtihad para imam mazhab telah banyak dibukukan,
ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan hasil
ijtihadiyah para mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin sebagian dari hasil
ijtihad mereka yang sudah lama kurang atau tidak sesuai lagi dengan kondisi yang
dihadapi ketika masa sekarang. Lebih dari itu, sikap toleransi bermazhab pun
semakin menipis di kalangan sesama pengikut pengkut mazhab fiqh yang ada,
bahkan seringkali timbul persaingan dan permusuhan sebagai akibat dari
fanatisme mazhab yang berlebihan. Kemudian berkembang pandangan bahwa
mujtahid hanya boleh melakukan penafsiran kermbali terhadap hukum-hukum
fiqh dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh imam-imam mazhab yang
dianutnva. Hal ini mengakibatkan kemunduran fiqh Islam yang berlangsung sejak
pertenghan abad ke4 sampai akhir abad ke-13 Hijriyah ini sering disebut sebagai
"Periode Taqlid" dan "Penutupan Pintu Jjtihad" Disebut demikian, karena sikap
dan paham yang mengikut pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap
sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat.

C. Biografi Tokok-Tokoh Madzhab

IMAM ABU HANIFAH (80- 150 H/699 –767M)

Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) adalah Abu Hanifah AlNu‟man
bin Tsabit bin Zufi Al-Tamimi. Beliau masih mempunyai pertalian hubungan
kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali bahkan pernah berdoa
bagi Tsabit, yakni agar Allah memberkahi keturunannya. Tak heran jika kemudian
dari keturunan Tsabit ini, muncul seorang ulama besar seperti Abu Hanifah.
Dilahirkan di Kufah pada tahun 150 H/699 M. pada masa pemerintahan Al-Walid
bin Abdul Malik, Abu Hanifah selanjutnya menghabiskan masa Kecil dan tumbuh
menjadi dewasa di sana. Sejak masib kanak-kanak beliau telah mengaji dan
menghafal Al-Quran, Beliau dengan tekun senantiasa mengulangulang bacaannya
sehingga ayat-ayat suci tersebut tetap tejaga dengan baik dalam ingatannya
sekaligus mejadikan beliau lebih mendalami makna yang dikandung ayat-ayat
tersebut. Dalam hal memperdalam pengetahuannya tentang Al-Quran beliau
sempat berguru kepada Imam „Asim, seorang ulama terkenal pada masa itu.

Keluarga Abu Hanifah sebenarnya adalah keluarga pedagang. Beliau sendiri


sempat terlibat dalam usaha perdagangan, namun hanya sebentar sebelum beliau
memusatkan perhatian pada soal-soal keilmuaan. Beliau juga dikenal sebagai
orang yang sangat tekun dalam mempelajari ilmu. Sebagai gambaran, beliau
Pernah be1ajar fiqh kepada ulama yang paling terpandang pada masa itu, yakni
Humad bin Abu Sulaiman tidak kurang dari 18 tahun lamanya. Setelah wafat
gurunya, Imam kemudian mulai mengajar di banyak majlis ilmu di Kufah.
Sepuluh tahun sepeninggal gurunya, yakni pada tahun I30 H. Imam Abu
Hanifah pergi meninggalkan Kufah menuju Makkah. Beliau tinggal beberapa
tahun dan bertemu dengan salah seorang murid Abdullah bin Abbas ra. (Ahli
Tafsir, sahabat dan keponakan Nabi)Semasa hidupnya, Imam Abu Hanifah dikenal
sebagai seorang yang sangat dalam ilmunya, zuhud, sangat tawadhu, dan sangat
teguh memegang ajaran agama. Beliau tidak tertarik dengan jabatan-jabatan resmi
kenegaraan; beliau menolak tawaran sebagai Qadhi (Hakim Agung) yang
ditawarkan Khalifah AlManshur. Karena penolakannya itulah beliau kemudian
dipenjarakan hingga akhir hayatnya.

Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada usia 70 tahun. Beliau
dimakamkan di pekuburan Khizra. Pada tahun 450 H/767 M, didirikanlah sebuah
sekolah yang diberi nama Jami‟ Abu Hanifah.

Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap tersebar melalui muridmuridnya


yang cukup banyak. Di antara murid-murid Abu Hanifah yang terkenal adalah
Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarak, Waid' bin Juab Ibn Hasan AI-Syaibani, dan
lain-lain. Abu Yusuf malah diangkat menjadi Qadhi, yang karenanya
berkesempatan luas menyebarkan mazhab Hanafi. (Abul A`la Maududi, 1988).
Sedang di antara kitab-kitab Imam Abu Hanifah adalah: Al-Musuan (kitab hadits,
dktumpulkan oleh muridnya), Al-Makharij (buku ini dinisbahkan kepada Imam
Abu Hanifah, diriwayatkan oleh Abu Yusuf), dan Fiqh Akbar (kitab fiqh yang
lengkap).

Pokok fikih mazhab Hanafi bersumber pada tiga hal:

1. Sumber-sumber naqliyah, yang meliputi Al-Quran, al-Sunnah, ijma, dan


pendapat para sahabat. Abu Hanifah berkata, "Aku mengambil dari al-Kitab,
jika aku dapatkan di dalamnya. Bila tidak, aku ambil Sunnah Rasulullah dan
hadits-hadits yang shahih, yang disampaikan oleh orang-orang yang dapat
dipercaya. Jika tidak aku dapatkan dalam al-Kitab dan Sunnah Rasulullah aku
mengambil pendapat para sahabat yang aku kehendaki dan meninggalkan
yang tidak aku kehendaki. Aku tidak keluar dari pendapat sahabat kepada
pendapat yang lain. Bila sudah sampai pada tabi'in, mereka berijtihad dan aku
pun berijtihad,"

2. Sumber-sumber ijtihadiyah, yakni dengan menggunakan qiyas dan istihsan.


Al-'Urf, yakni adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan nash, terutama
dalam masalah perdagangan. Abu Hanifah bahkan menganjurkan beramal
dengan 'urf.

IMAM MALIK BIN ANAS (93-179 H./712-795 M.)

Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki, dilahirkan di Madinah, pada
tabun 93 H. Beliau berasal dari Kabilah Yamniah. Sejak kecil beliau telah rajin
menghadiri majlis-majlis ilmu pengetahuan, sehingga sejak kecil itu pula beliau
telah hafal Al-Quran. Tak kurang dari itu, ibundanya sendiri yang mendorong
Imam Malik untuk senantiasa giat menuntut ilmu.

Pada mulanya beliau belajar dari Ribiah, seorang ulama yang sangat terkenal
pada waktu itu. Selain itu, beliau juga memperdalam hadits kepada Ibn Syihab,
disamping itu juga mempelajari ilmu fiqh dari para sahabat. Karena ketekunan
dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama yang terkemuka,
terutama dalam bidang ilmu hadits dan fiqh. Bukti atas hal itu adalah ucapan Al-
Dahlami ketika dia berkata: "Malik adalah orang yang paling ahli dalam bidang
hadits di Madinah, yang paling mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar,
yang paling mengerti tentang pendapat pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah ra,
dan sahabat-sahabat mereka, atas dasar itulah dia memberi fatwa. Apabila
diajukan kepada suatu masalah, dia menjelaskan dan memberi fatwa".

Setelah mencapai tingkat yang tinggi dalam bidang ilmu itulah, Imam Malik
mulai mengajar, karena beliau merasa memiliki kewajiban untuk membagi
pengetahuannya kepada orang lain yang membutuhkan. Meski begitu, beliau
dikenal sangat berhati-hati dalam memberi fatwa. Beliau tak lupa untuk terlebih
dahulu meneliti hadits-hadits Rasulullah saw, dan bermusyawarah dengan ulama
lain, sebelum kemudian memberikan fatwa atas suatu masalah. Diriwayatkan.
Bahwa beliau mempunyai tujuh puluh orang yang biasa diajak bermusyawarah
untuk mengeluarkan suatu fatwa. Imam Malik dikenal mempunyai daya ingat
yang sangat kuat. Pernah beliau mendengar tiga puluh satu hadits dari Ibn Syihab
tanpa menulisnya. Dan ketika kepadanya diminta mengulangi seluruh hadits
tersebut, tak satu pun dilupakannya. Imam Malik benar-benar mengasah
ketajaman daya ingatannya, terlebih lagi karena pada masa itu masih belum
terdapat suatu kumpulan hadits secara tertulis. Karenanya karunia tersebut sangat
menunjang beliau dalam menuntut ilmu.

Selain itu, beliau dikenal sangat ikhlas di dalam melakukan sesuatu. Sifat
inilah kiranya yang memberi kemudahan kepada beliau di dalam mencari ilmu
pengetahuan. Beliau sendiri Pernah berkata: “ ilmu itu adalah cahaya; ia mudah
dicapai dengan hati yang takwa dan khusyu” Beliau juga menasihatkan untuk
menghindari keraguan, ketika beliau berkata: "Sebaik-baik pekerjaan adalah yang
jelas. Jika engkau menghadapi dua hal, dan salah satunya meragukan, maka
kerjakanlah yang lebih meyakinkan ".

Karena sifat ikhlasnya yang besar itulah maka Imam Malik tampak enggan
memberi fatwa yang berhubungan dengan soal hukuman. Seorang muridnya, Ibn
Wahab, berkata: "Saya mendengar Imam Malik (jika ditanya mengenai hukuman),
beliau berkata: Ini adalah urusan pemerintahan." Iman Syafi`i sendiri pernah
berkata: "Ketika aku tiba di Madinah aku bertemu dengan Imam Malik. Ketika
mendengar suaraku, beliau memandang diriku beberapa saat, kemudian bertanya:
Siapa namamu? Akupun menjawab: Muhammad! Dia berkata lagi: Wahai
Muhammad, bertaqwalah kepada Allah, jauhilah maksiat karena ia membebanimu
hari demi hari".

Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam
ilmu hadits dan fiqh. Beliau mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam kedua
cabang ilmu tersebut. Imam Malik bahkan telah menulis kitab Al-Muwaththa',
yang merupakan kitab hadits dan fiqh.
Imam Malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian, mazhab
Malik tersebar luas dan dianut di banyak bagian di seluruh penjuru dunia,
terutama Afrika Utara.

IMAM SYAFI`I (150-204 H./769-820 M.)

Imam Syafi`i (pendiri mazhab Syafi`i) adalah Muhammad bin Idris al-Syafi`i
al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H, bertepatan dengan
wafatnya Imam Abu Hanifah. Meski dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam
satu keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri, apalagi
malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadits dari ulama-ulama hadits
yang banyak terdapat di Makkah. Pada usianya yang masih kecil beliau hafal Al-
Quran.

Pada usianya yang ke-20, beliau meninggalkan Makkah menuju Madinah


mempelajari ilmu fiqh dari Imam Malik. Merasa masih harus memperdalam
pengetahuannya, beliau kemudian pergi ke Iraq, sekali lagi mempelajari fiqh, dari
murid Imam Abu Hanifah yang masih ada. Dalam perantauannya tersebut, beliau
juga sempat mengunjungi Persia dan beberapa tempat lain.Setelah wafat Imam
Malik (179 H), beliau kemudian pergi Yaman, menetap dan mengajarkan ilmu di
sana. Khalifah Harun al-Rasyid - yang mendengar tentang kehebatan beliau -
memintanya untuk datang ke Baghdad. Imam Syafi`i memenuhi undangan
tersebut. Sejak saat itu beliau dikenal secara lebih luas dan banyak orang belajar
kepadanya. Pada waktu itulah mazhab beliau mulai dikenal. Tak lama setelah itu,
Imam Syafi’i kembali ke Makkah dan mengajar rombongan jamaah haji yang
datang dari berbagai penjuru. Melalui mereka itulah mazhab Syafi`i menjadi
tersebar luas ke pejuru dunia.

Pada tahun 198 H, beliau pergi ke Mesir. Beliau mengajar di masjid Amru bin
As. Beliau juga menulis kitab Al-Um, Amali Kubra, Risalah, Ushul Al-Fiqh, dan
memperkenalkan Qaul Jadid sebagai mazhab baru. Dalam Ushul Fiqh Imam
Syafi`i dikenal sebagai orang pertama yang mempelopori penulisan kitab ini.
Di Mesir inilah akhimya Imam Syafi`i wafat, setelah menyebarkan ilmu dan
memberikan manfaat kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga kini dibaca
orang, dan makam beliau di Mesir sampai detik ini ramai di ziarahi orang.
Sedangkan murid-murid beliau yang terkenal, di antaranya adalah: Muhamad bin
Abdullah bin al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya al-Muzani, Abu Ya'qub
Yusuf bin Yahya al-Buwaki dan lain sebagainya.

Pokok-pokok fikih Syafi`i ada lima:

1. Al-Quran dan al-Sunnah;

2. al-Ijma';

3. Pendapat sahabat yang tidak ada yang menentangnya;

4. Ikhtilaf sahabat Nabi;

5. Qiyas.

IMAM AHMAD HANBALI (164 -241 HI 780 - 855 M)

Imam Ahmad Hanbali adalab Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal bin Hilal Al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul
Awal tahun 164 H (780 M).

Ahmad bin Hanbali dibesarkan ibunya dalam keadaan yatim, karena ayahnya
meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil beliau telah menunjukkan sifat
dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil
itu pula beliau telah menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan,
kebetulan pada saat itu Baghdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau
memulai dengan belajar menghafal Al-Quran, kemudian belajar bahasa Arab,
Hadits, sejarah Nabi dan sejarah sahabat serta para tabi 'in. Untuk memperdalam
ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali. Di sanalah beliau bertemu
dengan Imam Syafi`i. Beliau pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di
antaranya guru beliau yang lain adalah Yusuf al-Hasan bin Ziad, Husyain, Umair,
Ibn Humam dan Ibn Abbas.

Imam Ahmad bin Hanbal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan
beliau tidak mengambil hadits, kecuali hadits-hadits yang sudah jelas shahih-nya.
Oleh karena itu, beliau mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama
Musnad Ahmad Hanbali.

Beliau mulai mengajar ketika berusia empat puluh tahun. Pada masa Khalifah
Al-Muktasim (dinasti Abbasiyah) beliau di penjara, karena sependapat dengan
opini yang menyatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Beliau dibebaskan pada
masa Khalifah Al-Mutawakkil

Imam Ahmad Hanbali wafat di Bagdad pada usia 77 tahun pada tahun 241 H
(855 M) pada masa pemerintahan Khalifah Al-Wathiq. Sepeninggal beliau,
mazhab Hanbali berkembang luas dan menjadi satu mazhab yang memiliki
banyak penganut.

Pokok-pokok fikih mazhab Hanbali:

1. Al-Nushush;

2. Fatwa sahabat;

3. Ikhtilaf sahabat;

4. Hadits mursal dan dha'if;

5. Qiyas.

D. Faktor-Faktor Terjadinya Perbedaan Madzhab

1. Perbedaan Arti dari beberapa kata Arab.


Al-Qur’an banyak terdapat kata-kata yang mempunyai arti ganda, seperti kata “al-
quruu’u” yang mempunyai makna “suci” dan juga “haid”. Para Sahabat dalam
memberikan makna al-quru’ yang berkaitan dengan masalah iddah wanita yang
dicerai suami berbeda pendapat.

Ummul Mukminin Aisyah, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit ra. memberi makna al-
quru’ suci. Sedang Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib memberikan makna al-quru’ sebagai haid.

Perbedaan ini berlanjut sampai imam-imam mazhab. Imam Malik, Imam


Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengikuti pendapat kelompok yang
pertama, sementara Imam Abu Hanifah mengikuti pendapat kelompok kedua.

2. Perbedaan Riwayat.

Sebuah hadis kadang kala dapat diketahui oleh ulama tertentu saja, tetapi hadis
tersebut tidak diketahui oleh ulama yang lainnya. Atau sampainya hadis tersebut
kepada sebagian ulama melalui jalur sanad yang lemah. Sedangkan yang lain
menerimanya melalui jalur sanad yang kuat.

3. Perbedaan Sumber.

Dalam berijtihad, terdapat sumber-sumber dalil yang telah disepakati oleh ulama
mujtahid, seperti al-Qur’an, Sunah, ijmak dan qiyas. Namun di samping sumber-
sumber tersebut, ada beberapa sumber yang masih diperselisihkan seperti istihsan,
maslahah mursalah, syar’u man qablana, `urf, dan lain-lain.

Dalam menyikapi sumber-sumber tersebut, ada golongan yang menerima dan ada
juga yang menolak, atau yang menerima tetapi bersyarat.

4. Perbedaan kaidah-kaidah usul fikih.

Ulama usul misalnya berbeda dalam menyikapi kalimat atau kata umum, sebagian
berpendapat tidak dapat dijadikan dalil secara mutlak, sebagian lain mengatakan
boleh menjadi dalil. Contoh lain misalnya pendapat madzhab Dhahiri yang
mengatakan: “al-Mafhum al-Muwafaqah” tidak dapat dipakai sebagai dalil
istinbath. Tetapi mazhab-mazhab lain dapat menerimanya sebagai dalil.

5. Ijtihad dengan dasar Qiyas.

Masalah ini banyak membuka perbedaan dalam skala yang luas. Persoalan ini
membuka peluang terjadinya perbedaan di antara ulama. Misalnya madzhab
Syafi’i mengatakan, bahwa tertib dalam melakukan wudu adalah fardu, apabila
hal tersebut diabaikan maka wudunya tidak sah. Pendapat tersebut didasarkan
dalil kias dalam melakukan tata cara ibadah yang lainnya, seperti ibadah sa’i.

6. Kontradiksi dan Pengunggulan Dalil.

Contohnya Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan
bahwa, orang yang sedang melakukan ihram, tidak boleh menikah atau
menikahkan, dengan dasar hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Utsman bin Affan
ra. bahwa Rasulullah bersabda:

‫لل یلننككحح نالْحمنحكرحم لولل یحننككحح‬

Artinya: orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan menikahka". (HR.
Imam Muslim)

Hadis lain juga menjelaskan hal yang sama, yaitu hadis riwayatkan Oleh Yazid bin
al-A’sham dari Maimunah ra. Hadis tersebut bermakna bahwa, Nabi menikahinya
setelah tahallul, dan kumpul dengan beliau dalam keadaan halal (bebas ihram)”.
(HR. Imam Ahmad dan Imam Turmudzi).

Sedangkan Imam Abu Hanifah, membolehkan nikah ketika sedang melakukan


ihram, atas dasar hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra, yaitu Nabi Muhammad
SAW menikahi Maimunah ketika Rasul sedang ihram”. (HR. Bukhari). Dalam
contoh tersebut di atas, nampak adanya dua dalil yang kontradiktif, dan terjadi
perbedaan di antara ulama dalam memilih dalil yang unggul

E. Contoh Perbedaan Mazhad Dalam Sholat

Diantara yang membatalkan Sembahyang ialah :

1. Berbicara dengan sekurang-kurangnya kalimat yang terdiri dari dua huruf,


baik ada artinya atau satu huruf yang ada artinya, seperti "qi" , karena qi itu
adalah fiil amar dari "waqinya, yang artinya pelihara.

2. Tidak membatalkan Sembahyang mengucapkan suatu kalimat karena lupa,


asal sedikit jangan banyak. Dan tidak batal Sembahyang karena daham, karena
ada keperluannya atau tidak.

Dibolehkan berdo'a ditengah Sembahyang, meminta kebajikan dan ampunan


dari Allah Ta'ala. Dan tidak batal Sembahyang dengan mengucapkan tasbih.
Makan dan minum tentu saja membatalkan Sembahyang.

Tetapi Imamiyyah menerangkan, bahwa makan dan minum yang membatalkan


Sembahyang itu jika betul-betul seperti orang makan dan teratur. Selanjutnya
Imamiyyah menerangkan, bahwa yang membatalkan Sembahyang adalah ria,
berulang-ulang dalam mengucapkan niat, niat memutuskan Sembahyang, niat
menukarkan Sembahyang dengan salah satu sembahyang lain, menambah
banyak takbiratul Ihram, menambah rukun, kena najis yang tidak dimaafan,
tayammum dan Sembahyang dan pada tengah Sembahyang ada air buat
berwudhu, kekurangan pakaian yang menutup aurat atau keadaan tempat yang
dirampas, kentut, membalikkan badan seluruhnya kebelakang, atau kekanan
atau kekiri, sehingga tidak menghadap qiblat lagi, sengaja berbicara dan
menangis karena perkara dunia, tertawa terbahak-bahak.

3. Melebihi atau mengurangi bagian Sembahyang dengan sengaja meninggalkan


sebuah dari lima rukun sengaja atau lupa
Lima rukun itu ialah niat, takbiratul Ihram, berdiri, ruku', dua sujud dari rakaat
pertama atau kedua, semua ini dengan pengatahuan bahwa niat itu adalah
qasad yang penting dalam Sembahyang tidak mungkin ditambah atau
dikurangi.

4. Dilalui orang

Sepakat semua fuqaha', bahwa jika ada seseorang lalu didepan orang yang
sedang Sembahyang, Sembahyang orang itu tidak batal, tetapi perbuatan
orang yang berjalan didepan orang yang Sembahyang itu adalah haram
hukumnya. Imamiyyah menerangkan, tidak haram melewati orang
Sembahyang, tetapi sunat bahwa orang yang Sembahyang itu mengadakan sitr
sitr itu boleh terdiri dari tiang, dinding, atau sesuatu barang yang diletakkan
didepan tempat sujud orang Sembahyang). Tidak haram itu. Jika tidak ada sitr
dihadapan orang yang Sembahyang, yang dapat menceraikan antara orang
yang Sembahyang dengan orang yang lewat, dan antara hadapan orang yang
Sembahyang kepada Tuhannya.

Imam Syafi'i menerangkan, bahwa haram melewati hadapan orang yang


sedang Sembahyang, jika orang yang sedang Sembahyang itu tidak
meletakkan dihadapan tempat sujudnya sitr. Adapun kalau sitr itu ada dan
orang melewati juga hadapan orang Sembahyang itu maka apa kala ia lewati
diluar sitr itu tidak haram dan tidak makruh.

Anda mungkin juga menyukai