BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
satu bukti dari sekian banyak ilmuan muslim yang terkemuka ialah Imam
Syafii. Selain dikenal sebagai salah seorang dari empat madzhab, Imam
baik.1
menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan ilmu dan hukum fiqih
1 Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Islam, Jilid 6, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2012,
hlm. 112
2
Maka selanjutnya akan dibahas mengenai biografi, corak pemikiran fiqih Imam
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut:
perkembangan fiqih ?
C. Tujuan
perkembangan fiqih
2 Moh Mukri, Benarkah Imam Syafii Menolak Maslahah ?, Pesantren Nawesea Press,
BAB II
PEMBAHASAN
waktu 100 tahun berkuasanya daulah bani Abbasiyah. Pada masa inilah muncul
ilmuan-ilmuan besar dengan berbagai bidang ilmunya salah satunya ialah Imam
Nama Imam Syafii ialah Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin al-
Abbas bin Utsman bin Syafii bin as-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin
Hasyim bin al-Mutthalib bin Abdi Manaf bin Qushai al-Quraisyi al-Muthalib
Syafii dinisbatkan kepada kakeknya yang ketiga, yaitu Syafii bin al-Saib bin
Abid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin Abdul Manaf.
Sedangkan ibunya bernama Fatimah binti Abdullah bin al Hasan bin Husain
bin Ali bin Abi Thalib. Dari keturunan ayahnya, Imam Syafii bersatu pada
keturunan Abdul Manaf, kakek Nabi Muhammad SAW yang ketiga. Sedangkan
dari pihak ibunya adalah cicit dari Ali bin Abi Thalib. Kedua orang tuanya
Imam Syafii dilahirkan tahun 150 H di Gaza suatu kota di tepi pantai
4 Asep Saifuddin, Kedudukan Madzhab dalam Syariat Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta,
1984, hlm. 56
4
yatim dan fakir hingga dewasa. Akan tetapi ia dilahirkan dengan keadaan nasab
yang tinggi. Di Mekah ia belajar pada Sufyan Ibn Uyaynah dan Muslim bin
Khalid. 5
Imam Syafii dikenal sebagai anak yang cerdas. Ia telah hafal seluruh isi
kuat dan menyadari bahwa al-Quran memiliki bahasa yang indah dan
memiliki makna yang sangat dalam, Imam Syafii berangkat ke dusun Badui,
Kabilah Hudzail untuk mempelajari bahasa Arab yang asli dan fasih. Selama
sangat mendalam.6
Imam Syafii menuntut ilmu di Mekah kepada para ahli fiqih dan ahli
hadits. Ketika mendengar terdapat ulama besar di Madinah, yakni Imam Malik,
5 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustahul Hadits, PT. Almaarif, Bandung, 2010, hlm. 370
7 Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 64
5
para ulama Irak, seperti Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Al-Hasan
(kedua orang sahabat sekaligus murid Abu Hanifah) tumbuh keinginan untuk
belajar ilmu Imam Abu Hanifah yang ada pada mereka. Ia kemudian
beberapa naskah dari kitab-kitab yang terdapat di rumah Ibnu Hasan, dan
seringkali membahas dan berunding masalah agama dengan para ulama Kufah
masa itu. Di Irak, Imam Syafii juga menambah pengetahuannya dan juga
itu, ia juga menambah wawasan tentang pergaulan dan adat istiadat di sana.9
Imam Syafii mempelajari fiqih Irak dan membaca buku Muhammad ibn
Hasan dan belajar secara langsung kepadanya. Imam Syafii kembali ke Mekah
Madinah (ahl al-hadits) dan fiqih Irak (ahl al-rayi). Kemudian ia pergi ke
Baghdad, karena di sana tempat berkumpulnya ulama ahl al-hadits dan ahl al-
keluar Jazirah Arab, kaum muslimin semakin dituntut untuk mampu menagani
Selama empat tahun lebih, ia membantu sebagai asisten Imam Malik sembari
belajar darinya. Pengajaran yang intens tersebut berakhir ketika Imam Malik
meninggal pada saat Imam Syafii berumur 28 tahun. Tidak diketahui apakah
karena kesedihan yang mendalam atau karena hal lain, Ia segera meninggalkan
sebagai penjabat negara dan guru besar. Ia belum beristri meski telah berumur
menikah dengan Hamidah binti Nafi (cucu Utsman bin Affan) dan dikaruniai
dan dibawa ke Baghdad tahun 184 H untuk diinterogasi dan terbukti ia tidak
bersalah. Khalifah pada saat itu, Harun ar-Rasyid melihat terdapat banyak
potensi pada diri Imam Syafii sehingga khalifah memintanya untuk mengajar
lainnya seperti Imam Waki bin Jarrah, Imam Abu Usamah, dan sebagainya.
fiqih Iraqi dan menetap selama belasan tahun. Murid yang diajarnya tidak
hanya penduduk Mekah, tetapi juga jamaah haji mancanegara yang datang
pada mutazilah yang justru dijauhi oleh Imam Syafii. Ia kurang menyukai
Fustat, Mesir. Imam Syafii wafat ketika berumur 54 tahun pada malam Jumat
dan dikebumikan setelah shalat ashar hari Jumat yang bertepatan dengan
Imam Syafii menerima fiqih dan hadits dari banyak guru yang
sama lain. Ia mengambil mana yang perlu diambil dan meninggalkan mana
Mekah, ulama Madinah, ulama Yaman dan ulama Irak yang antara lain sebagai
berikut:
a) Guru dari Mekah yaitu Sufyan bin Uyainah, Muslim bin Khalid al-Zanji,
Saad bin Salim al-Kadda, Daud bin Adb al-Rahman al-Attar dan Abd al-
b) Guru dari Madinah yaitu Malik bin Anas, Ibrahim ibn Saad al-Ansari, Abd
c) Guru dari Irak yaitu Waki ibn Jarrah, Abu Usamah, Hammad ibn Usamah,
d) Guru dari Yaman yaitu Mutarraf ibn Hazim, Hisyam ibn Yusuf, Umar ibn
Murid-murid Imam Syafii memiliki murid yang terbagi menjadi tiga golongan
diantaranya:
a) Murid Keluaran Mekah yaitu Abu Bakar Al-Humaidi, Abu Ishq Ibrahim bin
Muhammad, Abu Bakar Muhammad bin Idris, Abdul Walid dan Musa bin
Abu Jarud
b) Murid Keluaran Baghdad yaitu Abu Ali al-Hasan bin Muhammad ash-
Shahab az-Zafaraini, Abu Ali Hsan bin Ali al-Karabisi, Abu Tsaur Ibrahim
Ishaq
c) Murid keluaran Mesir yaitu Harmalah bin Yahya Abdullah at-Tujaibi, Ar-
Rabi bin Sulaiman bin Abdul Jabar bin Kamil al-Muradi, Abu Ibrahim
Ismail bin Yahya al-Muzani, Abu Yaqub Yusuf bin Yahya al-Buwaithi,
Muhammad bin Abdul Hakam, Ar-Rabi bin Sulaiman bin Daawul al-Lizi,
Yunus bin Abdul Ala ash-Shadafi, dan Ahmad bin Sibthi Yahya bin Al-
Qazir al-Mizri.16
tajam antara Madzhab Hanafi yang lebih mementingkan qiyas disatu sisi
dengan madzhab Maliki yang mementingkan hadits dan anti penggunaan qiyas
Quran dan Sunnah. Imam Syafii dianggap sebagai pihak yang cukup berhasil
dalam mengambil yang terbaik antara dua madzhab tersebut. Hal ini selain
karena ia telah belajar dengan cukup mendalam dengan Imam Malik, ia juga
Baghdad.17
hukum adalah apabila hadits tersebut dipandang tidak baik oleh salah satu
pihak, sementara pihak lain memandang shahih. Tetapi apabila kedua golongan
tersebut sepakat bahwa suatu hadits dipandang shahih maka hadits tersebut
didahulukan dari pada qiyas. Imam Syafii berkata kaum muslimin sependapat
bahwa manakala ternyata shahih suatu hadits bagi pandangan seorang muslim,
maka tidaklah akan ditinggalkan hadits tersebut oleh karena fatwa seseorang.
Dan apa yang disangka adanya perbuatan kaum muslimin yang bertentangan
dengan sunnah Rasul. Maka hal itu adalah disebabkan oleh karena mereka
tidak mengetahui adanya hadits Rasul atau hadits tersebut diketahui oleh
mereka tetapi mereka tidak memandangnya shahih, karena ada kelemahan dari
orang yang meriwayatkannya, atau karena ada cacat yang lain yang tidak
dipandang cacat oleh yang lainnya, atau karena ada hadits yang shahih yang
bertentangan dengan hadits yang dipandang shahih oleh ahlul hadits yang
lain.18
Al-Quran, as-Sunnah, ijma, dan qiyas. Imam Syafii menolak Istihsan dan
Malik yang tidak setuju dengan adanya istihsan dijadikan sebagai sumber
hukum. Ia berkata bahwa barang siapa yang melakukan istihsan, berarti ia telah
sumber hukum dengan syarat haditsnya shahih atau hasan meskipun tidak
19 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI- Press, Jakarta,
2012, hlm. 11
11
masyhur, selama perawi hadits tersebut dapat dipercaya, kuat ingatannya, dan
sampai pada Rasulullah. Ia mendahulukan hadits atas qiyas dan ijma ulama
Madinah.20
dua kategori:
1. Qaul qadim ialah pendapat lama Imam Syafii yakni ketika ia berada di
2. Qaul jadid ialah pendapat terbaru Imam Syafii yakni ketika ia berada di
Adanya qaul qadim dan qaul jadid menunjukkan bahwa pendapat seseorang
dapat berubah karena perubahan zaman dan tempat.21 Perombakan fatwa Imam
2. Boleh jadi Imam Syafii menyadari bahwa teks Al-Quran dan Sunnah
memiliki banyak pesan. Pesan yang ia pahami di Irak berbeda dengan pesan
teks yang ia pahami di Mesir. Hal ini bukanlah hal yang tercela bagi seorang
bahwa pesan-pesan yang berada di balik teks Al-Quran dan hadits semata-
Hal ini senada dengan apa yang diucapkan oleh Imam Syafii sendiri, ia
berkata aku rela meninggalkan pendapatku jika di suatu saat ditemukan saat
dengan berlandaskan ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang sama pula.24 Faktor
pada abad formative age keilmuan agama Islam tepatnya di zaman lahirnya
sedangkan di Mesir dengan adat istiadat campuran antara Mesir Kuno dengan
Romawi.25
22 Ahmad Faidy Haris, The Spirit Of Islamic Law, Suka Press UIN Sunan Kalijaga,
23 Ibid, hlm. 31
Syafii tersebut diantaranya ditulis sendiri dan dibacakan kepada orang banyak,
membukukannya.
a) Kitab Al-Umm, terdiri dari empat jilid yang diringkas oleh murid Imam
Syafii yang bernama Abu Ibrahim bin Yahya al-Muzani menjadi satu
kitab Jamiul Ilmi yang berisi pembelaan Imam Syafii terhadap sunnah
Nabi, kitab Ibthalul Istihsan yang berisi tangkisan Imam Syafii terhadap
ulama Irak yang sebagian dari mereka suka mengambil hukum dengan
cara Istihsan, kitab ar-Radu Ala Muhammad ibn Hasan yang berisi
kepada para ulama Madinah dan kitab Siyarul Auzai yang hanya berisi
ushul fiqh. Adanya kitab ini menjadikan Imam Syafii sebagai orang
hukum.
b) Mukhtaliful Hadits
c) As-Sunan 27
dan dijadikan kitab yang dikenal dengan Qaul Syafii Qadim dan yang
yang dikenal dengan Qadim Syafii Jadid. Perlu dipahami bahwa kitab Imam
Syafii yang berjudul Imla dan al-Hujjah, keduanya tidak dipakai karena
diantaranya seperti Al-Ghazali dengan kitab fiqih Al-Wajiz dan kitab ushul
banyak dari pada kitab fiqih madzhab lainnya. Kitab-kitab tersebut seperti Al-
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat dijunjung Islam, misi suci agama
28 Bahri Ghazali dan Djumadris, Perbandingan Madzhab, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta,
1991, hlm. 81
29 Rchmat Djatnika, dkk, Perkembangan Ilmu Fiqh di dalam Islam, Bumi Aksara,
ulama dalam hukum Islam yang hidupnya perpencar menjadi bukti nyata
bahwa Islam fleksibel dan elastis. Karenanya, selalu relevan untuk diamalkan
ilmu dapat dilihat dari peranan serta kontribusi yang disumbangkan kepada
mengajar dan memberi fatwa di Masjid Amr bin Ash), Baghdad, Khurasan,
digunakan oleh Imam Syafi lebih banyak dari imam lain karena banyak hadits
pengarang ulung dan ahli dalam ilmu tafsir, hadits, fiqih, bahasa, akhlak,
Teori Imam Syafii yang menggambarkan posisi tengah antara hadits dan
rayi sama sekali tidak diterima secara universal pada abad ke 2 H. Disalah satu
pihak ada sekelompok ulama yang berpendapat bahwa semua prilaku manusia
harus betul-betul diatur oleh teks-teks otoritatif dan bahwa pemikiran manusia
31 Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
27
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sumber hukum Imam Syafii terdiri dari Al-Quran, hadits, ijma dan qiyas,
ia dikenal sebagai peletak dasar bagi perumusan sistematis ilmu ushul fiqih.
B. Saran
jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh imam mujtahid dalam
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Faidy Haris, The Spirit Of Islamic Law, Suka Press UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2012.
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Islam, Jilid 6, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta,
2012.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI- Press,
Jakarta, 2012.
Rchmat Djatnika, dkk, Perkembangan Ilmu Fiqh di dalam Islam, Bumi Aksara,
Jakarta, 1991.
Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2001.