Anda di halaman 1dari 4

Nama : Mala Hudzaifah

Kelas : PMH B / semester 2


NIM : 1203040066
Dosen : Dr. Ayi Yunus Rusyana, M.Ag.

UAS MATA KULIAH PENGANTAR PERBANDINGAN MADZHAB


Jejak Teladan Sang Imam Mujtahid
“Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i”

Jejak Teladan Imam Abu Hanifah

Di salah satu kota besar di Irak yakni Kufah, lahir an-Nu’man bin Tsabit bin
Zuwatha’ pada tahun 80 H/ 659 M salah satu ulama mujtahid yang berpengaruh dalam
perkembangan madzhab, ia dikenal dengan nama Imam Abu Hanifah. Beliau sosok yang
terkenal mempunyai akhlak mulia dan saudagar yang dermawan. Walaupun beliau sebagai
seorang pedagang, namun Abu Hanifah tidak pernah melepaskan perhatian nya terhadap
ilmu, ia tekun dalam menghafal Al-Qur’an begitu juga membacanya.

Hingga dalam perjalanan hidupnya, Abu Hanifah bertemu sesosok yang dapat
mengubah seluruh cerita hidupnya, sosok tersebut adalah asy-Sya’bi yang menganjurkan
untuk mencurahkan perhatiannya kepada ilmu. Dengan begitu, Abu Hanifah mulai terjun
dalam dunia keilmuan. Pada waktu itu, Abu Hanifah menekuni ilmu fikih di Kufah yang
cenderung berpikiran rasional. Setelah Kufah, lalu Bashrah beliau pergi ke Makkah dan
Madinah dimana pusat ajaran agama Islam berkembang, Abu Hanifah kemudian menjadi
murid dari ‘Atha bin Abi Rabah salah satu ulama terkenal.

Adapun guru yang mengajarkannya ilmu fiqih adalah Imam Hamdan bin Abu
Sulaiman (wafat pada tahun 120 H), Abu Hanifah berguru kepada beliau selama 18 tahun.
Beliau banyak berguru kepada para Tabi’in, hingga banyak ulama yang mengambil riwayat
hadits dari Imam Abu Hanifah. Hal ini dikarenakan Imam Abu Hanifah semasa hidupnya
pernah berjumpa dengan sekelompok sahabat, contohnya sahabat Nabi yang bernama Anas
bin Malik.

Tentu saja dalam kehidupan kita sebagai umat manusia pasti akan mengalami ujian,
hal ini juga yang dialami oleh Imam Abu Hanifah. Saat itu, Gubernur Kufah yang menjabat
adalah Yazid bin Hurairah Al-Fazzari dari Dinasti Umayyah, ingin memberinya jabatan
menjadi sekretaris wilayah, namun jabatan tersebut ditolak oleh Abu Hanifah karena bukan
jabatan yang beliau inginkan didunia ini. Hingga akhirnya, beliau dijatuhi hukuman dengan
ditangkap dan dijebloskan ke penjara hingga mendapat pukulan dan siksaan. Tak hanya
sampai disitu, saat kekuasaan berganti menjadi Dinasti Abbasiyah, khalifah Al-Mansur
menginginkannya menjadi seorang hakim, namun lagi-lagi Abu Hanifah menolak posisi
tersebut dan dijatuhi hukuman cambuk dan masuk penjara. Para penguasa negeri tersebut,
berpikir bahwa penolakan Abu Hanifah adalah bentuk dari tidak taatnya pada pemimpin dan
memandangnya sebagai sebuah penghinaan.

Imam Abu Hanifah adalah imam yang pertama muncul diantara 4 imam madzhab
yang kita kenal saat ini. Sampai di detik terakhirya, beliau syahid dalam keteguhannya untuk
tidak menerima posisi jabatan yang ditawarkan dan sedang menjalani masa hukumannya.
Semoga surga adalah hadiah untuknya, aamiin.

Jejak Teladan Imam Syafi’i

Hanya kekuasaan Allah yang mampu menjadikan bumi tetap disinari oleh cahaya
keilmuan, ketika Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H, pada tahun yang sama seorang
ulama mujtahid dilahirkan di Tanah Gaza, Palestina. Beliau bernama Muhammad bin Idris
bin Al-Abbas As-Syafi’i, ia merupakan keturunan Bani Muthalib. Tentu saja nasab mulia
yang bertemu dengan nasab Rasulullah, nasab tersebut bertemu di Abdul Manaf. Al-
Muthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris As-Syafi’i adalah saudara kandung
Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad SAW.

Seperti kata pepatah yang terkenal “Al-ummu madrasatu al-ula” seorang ibu adalah
sekolah pertama bagi anak-anaknya. Hal inilah yang dilakukan oleh Fatimah binti Ubaidillah
Azdiyah, sesosok ibu dari Imam Syafi’i. Fatimah membesarkannya hanya seorang diri,
karena Idris bin Abbas ayah Imam Syafi’i meninggal dunia. Dengan kondisi seorang diri dan
serba kekurangan. Ibunda Imam Syafi’i memberikan segala yang terbaik untuk anaknya, dan
satu keinginannya adalah agar kelak Imam Syafi’i akan menjadi teladan hebat dan figur yang
bermanfaat bagi semua.

Mereka berpindah ke Makkah, ibunda Imam Syafi’i menginginkannya untuk belajar


bahasa Arab dan agar lebih dekat dengan keluarga besarnya yang berasal dari Suku Quraisy,
yakni Bani Muthalib. Hingga akhirnya, Imam Syafi’i dikenal dengan kefasihan bahasanya
dan juga menjadi pakar seni dan sastra Arab. Imam Syafi’i dengan kecerdasannya yang turun
dari sang ibunda, beliau mampu menghafalkan Al-Qur’an pada usia 7 tahun, 3 tahun
berikutnya beliau sudah hafal kitab Al-Muwatha’ karya Imam Malik. Padahal dengan
keterbatasan hidupnya yang miskin, karena tidak adanya seorang ayah , hal tersebut tidak
menghalanginya untuk tetap menuntut ilmu. Semangat belajarnya dalam menuntut ilmu patut
untuk diteladani oleh umat islam, khususnya kita para penuntut ilmu.

Imam Syaafi’i tak hanya berguru di kota Makkah, beliau mencari guru lagi di
Madinah untuk mengajarkannya ilmu. Hingga di Madinah, beliau bertemu dengan Imam
Malik kemudian menjadi salah satu muridnya. Dari Madinah lah beliau belajar ilmu fiqh dan
hadits. Selain Madinah, Imam Syafi’i melalang buana hingga ke negeri Yaman, lalu Irak
tepatnya di Baghdad, dan Mesir. Beliau mampu memadukan fiqh diantara negara-negara
yang pernah beliau singgahi. Hingga menerbitkan karya tulis (buku) yang berjudul Ar-
risalah, buku tersebut adalah buku pertama tentang ushul fiqh. Dan ada juga Al-Umm ,yang
didalamnya berisi ijtihad Imam Syafi’i tentang catatan-catatan madzhab fiqhnya.
Madzhab Imam Syafi’i cepat berkembang, ini dikarenakan murid-murid beliau yang
banyak tersebar di berbagai negeri lain. Karena keberadaan murid-muridnya lah, penyebaran
Madzhab Syafi’i menjadi mudah. Madzhab Syafi’i banyak tersebar di banyak negara
khususnya di wilayah Asia, termasuk Indonesia sebagai penganut terbanyak ajaran Madzhab
Syafi’i.

Teladan yang dapat kita ambil adalah :

Pertama, bahwa kekurangan dalam bentuk kemiskinan tidak seharusnya membuat kita
turun semangat untuk menuntut ilmu dan sebagai seorang muslim kita wajib menuntut ilmu
hingga ajal menjemput. Bisa dilihat bahwa Imam Syafi’i demi menuntut ilmu dan berguru ia
rela menghabiskan waktunya hingga melakukan perjalanan ke berbagai negara. Imam Syafi’i
hidup di zaman yang belum canggih tidak seperti sekarang yang sudah ada kendaraan, tentu
saja perjalanan yang ditempuh tidaklah mudah. Sungguh perjuangan yang luar biasa. Hingga
sampai dititik perjuangannya dalam menuntut ilmu dapat membuahkan hasil yaitu sebagai
penggagas pertama ilmu ushul fiqh yang tertuang dalam karyanya yaitu Ar-Risalah. Dan
bukan hanya Ar-Risalah, masih banyak lagi karya-karya tulis yang sudah Imam Syafi’i
hasilkan.

Yang kedua adalah kita bisa mencontoh ibunda dari Imam Syafi’i, membesarkan buah
hati seorang diri, tanpa didampingi oleh seorang suami. Beliaulah yang berpengaruh besar
sebagai orang pertama yang membimbing dan mendorong Imam Syafi’i menjadi seorang ahli
ilmu, hingga menjadi ulama besar yang berpengaruh di dunia. Tak hanya ahli ilmu, beliau
juga kaya akan akhlaknya yang luhur dan mulia.

Kemudian selanjutnya, pelajaran yang dapat kita teladani dari Abu Hanifah adalah ia
sama sekali tidak menginginkan posisi dan jabatan politik, saat ia ditunjuk menjadi qadhi
beliau menolaknya karena khawatir dengan apa yang akan diputuskannya tidak akan mampu
atau tidak sesuai dengan ketentuan syariat. Karena hal tersebut adalah amanah yang sangat
berat dilakukan dan dipertanggungjawabkan di akhirat, tentu saja karena menyangkut
masalah kepentingan umat.

Dengan awalnya sebagai seorang pedagang tidak menjadikannya Imam Abu Hanifah
sebagai orang yang tidak perhatian terhadap ilmu, beliau belajar kemudian menjadi guru,
sebagai pengamalannya terhadap ilmu yang ia peroleh, dan mengabdikan diri sebagai pewaris
nabi (ahli ilmu) dengan tidak tergiur dan tidak mau sama sekali terhadap apa yang ditawarkan
oleh dunia yaitu posisi jabatan. Padahal hakikat manusia biasanya selalu tergiur dengan posisi
jabatan yang ada di dunia.

Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i adalah kedua diantara banyak ulama mujtahid
yang sampai akhir hidupnya, memperjuangkan tonggak keislaman, memperjuangkan agama
Allah dan menjadi ahli waris para Nabi. Dengan melihat kehidupan serta perjuangan beliau,
kita bisa mengambil hikmah kehidupan serta mencontoh keteladan dalam akhlak mereka.
Berkat ijtihad mereka, kita bisa merasakan mudahnya menuntut ilmu, tanpa harus mencari-
cari dari Al-Qur’an atau Sunnah langsung. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada
mereka semua.
Daftar Pustaka

- Al-Baihaqi, Ahmad. (2016). Biografi Imam Syafi’i. Jakarta : Shahih. Tersedia dari
Play Books.
- Jauhari, Wildan. (2018). Biografi Imam Abu Hanifah. Jakarta : Rumah Fiqih. Tersedia
dari Play Books.
- Jauhari, Wildan. (2018). Biografi Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. Jakarta :
Rumah Fiqih. Tersedia dari Play Books.
- Suwaidan, Tariq. (2013). Biografi Imam Abu Hanifah. Jakarta : Zaman.
- Al-Audah, Salman Syaikh. (2016). Jejak Teladan Bersama Empat Imam Madzhab.
Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.

Anda mungkin juga menyukai