Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Islam sangat berpengaruh terhadap
setiap orang yang hidup di wilayah muslim, sehingga Islam merupakan suatu
“warisan” tersendiri yang sangat berarti. Prinsip-prinsip ajaran Islam telah
mewarnai kehidupan sosial sepanjang sejarah dan ke seluruh pelosok dunia. Islam
terus menerus berhasil mengemban misi pengentasan bagi persoalan hidup
manusia semenjak masyarakat Islam pertama kali di Madinah dibawah pimpinan
Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah wafat, sekelompok sahabat yang mengetahui fiqh dan
ilmu serta lama menemani Rasulullah dan faham akan al-Qur’an dan hukum-
hukumnya dihadapkan untuk memberikan fatwa dan membentuk hukum untuk
kaum muslimin. Karena penyebaran Islam ini tidak hanya melalui penaklukan ke
daerah-daerah saja, tetapi juga perlu adanya jerih payah dari tangan para ulama
dan fuqoha’ untuk menyebarkan ajaran dan prinsip agama Islam.
Dan penyiaran ajaran Islam oleh para mubaligh ini akan selalu bertalian
erat dengan para pakar-pakar mazhab dalam al-Fiqhul Islamy. Sehingga tidak
layak bagi kita bila tidak mencoba mengungkap bagaimana para pakar mazhab
mengawalida’watul Islam.
Kemudian, pada makalah ini kami mencoba menguraikan tentang imam
mazhab keempat yakni Imam Ahmad bin Hanbal, yang biasa dikenal oleh
masyarakat luas sebagai seseorang yang ahli di bidang ilmu fiqh dan sekaligus
juga seorang ilmuwan hadist. Bagaimana tentang kehidupan sosial, budaya serta
politik pada masa beliau dan juga tentang istinbat-istinbat hukum yang dipakainya
untuk memecahkan masalah kemanusiaan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Imam Ahmad Ibn Hanbal
1. Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal
Nama lengkap Ahmad Ibn Hanbal ialah Ahmad Ibn Muhammad Ibn
Hanbal Ibn Asad Ibn Idris Ibn Abdullah Ibn Hasan al-Syaibani. Panggilan sehari-
harinya Abu Abdullah. Ahmad bin Hanbal dilahirkan di Baghdad pada bulan
Rabi’ul Awal tahun 164 Hijriah (780 Masehi). Ayahandanya bernama
Muhammad al-Syaibani telah meninggalkan beliau sebelum dilahirkan ke dunia
fana ini. Sehingga beliau tumbuh remaja hanya dalam asuhan ibundanya, Syarifah
Maimunah binti abd al-Malik al-Syaibani.
Imam Ahmad ibn Hanbal sejak kecil telah kelihatan sangat cinta kepada

ilmu dan sangat rajin menuntutnya. Ia terus menerus dan tidak jemu menuntut

ilmu pengetahuan sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkan mata

pencariannya.

Imam Ahmad ibn Hanbal adalah Imam yang keempat dari fuqaha’ Islam.
Ia adalah orang yang mempunyai sifat-sifat luhur dan budi pekerti yang tinggi.
Imam Ahmad juga adalah seorang yang zuhud, bersih hatinya dari segala macam
pengaruh kebendaan. Beliau juga dikenal seorang yang pendiam tetapi beliau
tertarik untuk selalu berdiskusi dan tidak segan meralat pendapatnya sendiri
apabila jelas bahwa pendapat orang lain lebih benar. Beliau adalah orang yang
berwawasan luas, ulama yang sangat dalam pemahamannya terhadap ruh syariat.
Selama hayatnya, Imam Ahmad cinta sekali kepada sunnah Rasulullah SAW,
sehingga mendorongnya untuk banyak meniru Rasulullah dalam segala urusan
agama dan dunia. Beliau tidak hafal satu hadispun kecuali
mengamalkannya. Sehingga ada suatu kalangan yang lebih melihat beliau sebagai
seorang ilmuwan hadist daripada ilmuwan fiqh.
Sebagian fuqoha’ berkata tentang beliau, “Ahmad menguasai seluruh
ilmu”. Selain itu Imam Syafi’i selaku gurunya juga mengungkapkan, “ketika saya

2
meninggalkan Baghdad, disana tidak ada orang yang lebih pandai dibidang fiqih
dan lebih alim ketimbang Ahmad bin Hanbal”.

2. Latar Belakang Pendidikannya


Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. Ibunya,
Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik al-Syaibaniy, berperan penuh
dalam mendidik dan membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah meninggalkan
untuk mereka dua buah rumah di kota Baghdad. Yang sebuah mereka tempati
sendiri, sedangkan yang sebuah lagi mereka sewakan dengan harga yang sangat
murah. Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan keadaan syaikhnya, Imam
Syafi‘i, yang yatim dan miskin, tetapi tetap mempunyai semangat yang tinggi.
Keduanya juga memiliki ibu yang mampu mengantar mereka kepada kemajuan
dan kemuliaan.
Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad, saat
itu kota Baghdad selain merupakan kota yang besar dan ramai, juga merupakan
pusat ilmu pengetahuan dan merupakan pusat peradaban dunia Islam.
Setamatnya menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di
al-Kuttab saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan.
Beliau terus menuntut ilmu dengan penuh azzam yang tinggi dan tidak mudah
goyah. Sang ibu banyak membimbing dan memberi beliau dorongan semangat.
Tidak lupa dia mengingatkan beliau agar tetap memperhatikan keadaan diri
sendiri, terutama dalam masalah kesehatan. Tentang hal itu beliau pernah
bercerita, “Terkadang aku ingin segera pergi pagi-pagi sekali mengambil
(periwayatan) hadits, tetapi Ibu segera mengambil pakaianku dan berkata,
‘Bersabarlah dulu. Tunggu sampai adzan berkumandang atau setelah orang-
orang selesai shalat subuh.”
Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan
mengambil hadits dari para perawinya. Beliau mengatakan bahwa orang pertama
yang darinya beliau mengambil hadits adalah al-Qadhi Abu Yusuf, murid/rekan
Imam Abu Hanifah.

3
Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 Hijriyah saat
berumur 16 tahun. Beliau terus berada di kota Baghdad mengambil hadits dari
syaikh-syaikh hadits kota itu hingga tahun 186. Beliau
melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim al-
Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183. Disebutkan oleh putra beliau
bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar tiga ratus ribu hadits lebih.

Pada tahun 186 Hijriyah, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari


hadits) ke Bashrah lalu ke negeri Hijaz, Yaman, dan selainnya. Tokoh yang paling
menonjol yang beliau temui dan mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke
Hijaz dan selama tinggal di sana adalah Imam Syafi‘i. Beliau banyak mengambil
hadits dan faedah ilmu darinya. Imam Syafi‘i sendiri amat memuliakan diri beliau
dan terkadang menjadikan beliau rujukan dalam mengenal keshahihan sebuah
hadits. Ulama lain yang menjadi sumber beliau mengambil ilmu adalah Sufyan
bin ‘Uyainah, Ismail bin ‘Ulayyah, Waki‘ bin al-Jarrah, Yahya al-Qaththan, Yazid
bin Harun, dan lain-lain. Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan
Imam Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah.
Dan saya tidak sempat pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah
menggantikannya dengan Ismail bin ‘Ulayyah.”
Demikianlah, beliau amat menekuni pencatatan hadits, dan ketekunannya
itu menyibukkannya dari hal-hal lain sampai-sampai dalam hal berumah tangga.
Beliau baru menikah setelah berumur 40 tahun. Ada orang yang berkata kepada
beliau,“Wahai Abu Abdillah, Anda telah mencapai semua ini. Anda telah menjadi
imam kaum muslimin.” Beliau menjawab, “Bersama mahbarah (tempat tinta)
hingga ke maqbarah (kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk
liang kubur.” Dan memang senantiasa seperti itulah keadaan beliau: menekuni
hadits, memberi fatwa, dan kegiatan-kegiatan lain yang memberi manfaat kepada
kaum muslimin. Sementara itu, murid-murid beliau berkumpul di sekitarnya,
mengambil darinya (ilmu) hadits, fiqih, dan lainnya. Ada banyak ulama yang
pernah mengambil ilmu dari beliau, di antaranya kedua putra beliau, Abdullah dan
Shalih, Abu Zur ‘ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.

4
Beliau menyusun kitabnya yang terkenal, al-Musnad, dalam jangka waktu
sekitar enam puluh tahun dan itu sudah dimulainya sejak tahun tahun 180 saat
pertama kali beliau mencari hadits. Beliau juga menyusun kitab al-Manasik ash-
Shagir dan al-Kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-Radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-
Zindiqah (Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-
Sunnah, kitab al-Wara‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah,
satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah

B. Pola Pemikiran, Metode Istidlal dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Imam Ahmad ibn Hanbal dalan Menetapkan Hukum Islam
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah seorang pemuka Ahlu-al Hadits yang
telah disepakati oleh para ulama, namun sebagai seorang ahli fiqih masih
diperselisihkan. Oleh karena itu, Imam ibn Jarir al-Thabary tidak
memperhitungkan pendapat-pendapatnya dalam menghadapi khilaf dalam
masalah fiqh dikalangan para fuqaha’. Menurutnya , Imam Hanbali termasuk ahlu
al-hadits, bukan ahlu al-Fiqh.
Imam hanbali pada dasarnya tidak menulis kitab fiqh secara khusus karena
semua masalah fikih yang dikaitkan dengannya sebenarnya berasal dari fatwanya
sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang pernah ditanyakan kepadanya.
Sedangkan yang menyusunnya sehingga menjadi sebuah kitab fikih adalah para
pengikutnya. FIqih Ahmad ibn Hanbal dapat dipastikan sangat diwarnai oleh
hadits.
Adapun aliran keagamaan Islam Imam Ahmad ibn Hanbal menurut ulama
kalam adalah termasuk aliran Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah. Tetapi Ibnu
Taimiyah mengatakan bahwa imam Ahmad ibn Hanbal tidak termasuk aliran
Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah, melainkan hnya orang yang pendapatnya sesuai
dengan pendapat Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah. Al-Syahrastaniy memasukan
Imam Ahmad dalam kelompok Ashab al-Hadits. Atas dasar itu, maka jelas
bahwa Imam Ahmad adalah termasuk dalam aliran Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah.

5
Sebagai ulama dari golongan Ashab al-Hadits, apalagi dikatakan Imam
Ahmad itu termasuk Imam Ahlu al-Sunnah pada zamannya, sehingga
sebagai Muhadditsin, tentulah ia akan sangat besar pengaruhnya terhadap
pendapatnya.
Imam Ahmad ibn Hanbal sebagaimana disebutkan di atas, lahir dan hidup
di kota Baghdad. Kota Baghdad sebagai ibukota khilafah Islamiyah pada masa itu,
jelas lebih ramai dan kebudayaannya lebih maju dari pada Hijaz pada umumnya,
demikian pula masyarakatnya pun sudah sangat heterogen. Masalah hukum yang
timbul di Baghdad , jelas lebih banyakdibandikan yang timbul di Madinah aytau
Hijaz pada umumnya. Dalam keadaan seperti inilah Imam Ahmad ibn Hanbal
mengembangkan ajaran agamanya. Tetapi karena ia terkenal
sebagai Muhadditsin, bahkan sebagai Imam al-Sunnah pada masanya, kita akan
dapat melihat perbedaan hasil ijtihad antara para imam Mazhab yang empat itu,
khususnya antara Imam Abu Hanifah dengan Imam Ahmad ibn Hanbal yang
sama-sama hidup di kota Baghdad, namun yang satu termasuk Ahl-al-Ra’yi dan
yang lainnya Ahl al-Hadits. Karena Imam Ahmad termasuk Ahl al-Hadits, bukan
Ahli Fikih menurut sebagian ulama , maka tampak jelas bahwa sunnah sangat
mempengaruhinya dalam menetapkan hukum. Tetapi karena ia termasuk Imam al-
Rihalah, ada pula pengaruhnya dalam menghadpi perubahan keadaan yang sudah
jauh berbeda dari keadaan pada zaman Rasulullah SAW., yang diketahui dari
hasits-hadits, terutama dalam bidang siyasah . karena itu dalamsiyasah ini Imam
Ahmad sering menggunakan Mashlahah Mursalah dan Istihsan sebagai dasar
hukum bila tidak ditemukan nash atau qaul sahabat. Karena Imam Ahmad
sebagai Ahl al-Hadits, maka ia sangat kuat berpegang kepada hadits, bahkan hal
tersebut menjadikan ia terlalu takut untuk menyimpang dari ketentuan hadits,
bahkan ketentuan atsar, hal tersebut tampak jelas, ketika ia menghadapi
perbedaan pendapat yang terjadi di antara para Tabiín dimana ia tidak berani
memilih salah satu di antara pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para
Tabiín tersebur, apalagi pendapat para sahabat Nabi SAW.
Adapun metode Istidlal Imam Ahmad ibn Hanbal dalam menetapkan
hukum adalah:

6
1. Al-Qur’an dan Al-Sunnah Al-Shahih
Jika Imam Ahmad Ibn Hanbal sudah menemukan Nash, baik dari Al-Qur’an
maupun dari al-Hadis al-Shahih, maka dalam menetapkan hukum islam beliau
akan menggunakan Nash tersebut sekalipun ada faktor lain yang bisa dipakai
bahan pertimbangan. Seperti dalam masalah iddah wanita hamil yang ditinggal
mati suaminya. Dan tidak memakai fatwa Abdullah bin Abbas sama dengan Imam
Asy-Syafi’i yang berpendapat bahwa masa iddahnya adalah rentang waktu
terpanjang dari dua ketentuan masa iddah dan tetap berpegang pada nash Al-
Qur’an, yaitu empat bulan sepuluh hari.
2. Fatwa para Sahabat Nabi SAW
Apabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari Al-Qurán maupun
dari hadits sahih , maka ia menggunakan fatwa-fatwa dari para Sahabat Nabi yang
tidak ada perselisihan diantara mereka.
3. Fatwa para Sahabt Nabi yang timbul dalam perselisihan diantara mereka yang
diambilnya yang lebih dekat kepada nash Al-Qurán dan sunah. Apabila Imam
Ahmad tidak menemukan fatwa para sahabat Nabi yang disepakati sesame
mereka, maka beliau menetapkan hukum dengan cara memilih dari fatwa-fatwa
mereka yang dipandang lebih dekat kepada Al-Qurán dan Sunnah.
4. Al-Hadis al-Mursal dan al-Hadis a-Dhaif
Menggunakan hadis mursal dan hadis dhaif jika tidak ada dalil lain yang
menguatkannya didsahulukan daripada qiyas. Adapun hadis dhaif menurut versi
Imam Ahmad bukan hadis batil atau munkar, atau ada perawinya yang dituduh
dusta serta tidak boleh diambil hadisnya. Namun yang beliau maksud kandungan
hadis dhaif adalah orang yang belum mencapai derajat tsiqah, tetapi tidak sampai
dituduh berdusta dan jika memang demikian maka beliaupun bagian dari hadis
yang Shahih.
5. Qiyas
Apabila Iman Ahmad tidak mendapatkan nash, baik Al-Qurán dan Sunnah
yang sahih serta fatwa-fatwa sahabt, maupun hadits dhaíf dan mursal, maka
Imam Ahmad dalam menetapkan hukum menggunakan qiyas. Kadang-kadang
Imam Ahmad pun menggunakan al-Maslahih al-Mursalah terutama dalam

7
bidang siyasah. Sebagai contoh, Imam Ahmad pernah menetapkan hukum Ta’zir
terhadap orang yang selalu berbuat kerusakan dan menetapkan hukum had yang
lebih berat terhadap orang yang minum khamar pada siang hari di bulan
Ramadhan. Cara tersebut banyak diikuti oleh pengikut-pengikutnya. Begitu pula
dengan Istihsan, Istishab, dan sad al-Dzaraí, sekalipun Imam Ahmad itu sangat
jarang menggunakannya dalam menetapkan hukum.
Imam Ahmad ibn Hanbal mengkaji serta meneliti dengan cermat hadits-
hadits yang ada kaitannya dengan halal dan haram. Begitu pula terhadap sanad-
sanad hadits itu , tetapi beliau agak longgar sedikit dalam menerima hadits-hsdits
yang berkaitan dengan ajran-ajaran akhlak dan keutamaan-keutamaan dalam amal
ibadah dan adat istiadat yang terpuji, sebgaimana Imam Ahmad menyebutkan
sebagai berikut: “Apabila kami terima dari Rasulullah hadits yang mennerangkan
halal dan haram , juga menerangkan tentang Sunnah dan hukum-hukum , kami
menelitinya dengan sangat hati-hati dan begitu juga sanad-sanadnya, tetapi
apabila kami menerima hadits tentang masalah yang tidak berkaitan dengan
hukum, kami longgarkan sedikit”.
C. Penulisan Madzhab Imam Ahmad
Imam Ahmad tidak menuliskan madzhabnya, bahkan beiau tidak suka ada
yang menulis pendapat dan fatwanya. Kalaupun ada, hanya berupa catatan kecil
khusus untuknya yang memuat beberapa masalah fiqh, dan tidak boleh dituls
hanyalah Al-Qur’an dan sunnah agar beliau tetap menjadi referensi utama
masyarakat untuk mempelajari hukum taklif.
Adapun orang pertama yang menyebarkan madzhab Imam Ahmad adalah
putranya yang bernama Shahih bin Ahmad bin Hanbal (wafat 266 H). Beliau
menyebarkan madzhab ayahnya dengan cara mengirim surat kepada orang yang
bertanya dengan jawaban yang pernah disampaikan ayahnya, beliau pernah
menjabat sebagai hakim, mencuplik pendapat ayahnya dan diterapkan langsung.
Putra Imam Ahmad yang bernama Abdullah bin Ahmad (wafat 290 H) juga
melakukan hal yang sama dengan mengumpulkan kitab Al-Musnad dab
menyusunnya serta menukilkan fiqh ayahnya walaupun beliau lebih banyak
meriwayatkan hadis.

8
Beberapa murid Imam Ahmad yang giat menulis madzhab dan menyebarkannya
antara lain:
1. Abu Bakar Al-Asyram (wafat 261 H), ia berguru pada Imam Ahmad sangat lama
sekali.
2. Abdul Malik Al-Maimuni (wafat 274 H), ia berguru kepada Imam Ahmad
selama 20 tahun.
3. Abu Bakar Al-Marwaruzi (wafat 275 H), termasuk mmurid yang paling
istimewah bagi Imam Ahmad. Ia meriwayatkan banyak masalah dari Imam
Ahmad.
Disamping mereka masih ada lagi para fuqaha’ yang menjadi murid Imam
Ahmad. Mereka menulis dan mengumpulkan pendapat sang imam kemudian
membuat penjelasan.
Disamping mereka , masih ada lagi para Fuqaha’ yang menjadi murid Imam
Ahmad. Mereka menulis dan mengumpulkan pendapat sang Imam kemudian
membuat penjelasan. Salah satu diantara mereka adalah Umar ibn Abi Ali Al
Husain Al-Hazmi (wafat 234 H) yang menulis kitab Monumental, Mukhtasahar
Al-Khiraqi yang lebih lanjut disyarahi oleh Ibnu Qudamah menjadi kitab Al-
Mughni.
Setelah mereka datanglah dua imam besar yang mengafiliasikan diri pada mazhab
Imam Ahmad ibn Hanbal, yaitu Ahmad Taqiyuddin Ibn Taimiyah (wafat 728 H)
dan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah (wafat 751 H). Keduanya dikenal sebgai orang
yang memisahkan diri pada mazhab hanbali, baik dalam dasarnya dan kaidahnya.
Akan tetapi, keduanya memiliki manhaj sendiri dalam istibat.
D. Musnad Imam Ahmad
Musnad adalah kumpulan beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad. Ia mulai mengumpulkannya sejak pertama kali belajar hadis dan terus
berlanjut akhir hayatnya. Imam Ahmad menulisnya tidak beraturan dan tidak
tersusun rapi dan ketika usianya sudah senja dan takut ada yang hilang, lalu ia pun
membacakannya pada anak-anaknya serta keluarganya secara tidak beraturan
seperti pada mulanya, kemudian datanglah Abdullah ananknya yang enyusunnya
semula sesuai dengan klasifikasinya. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan

9
bahwa Abdullah bin Ahmad yang mengumpulkan kitab Al-Musnad dan
menyuusunnya dengan gaya yang agak asing dari kebiasaan para ahli hadis sebab
semua kitab hadis shahih disusun berdasarkan susunan bab fiqh sehingga mudah
dipahami. Sedangkan susunan kitab Al-Musnad disusun berdasarkan sahabat,
hadis yang diriwayatkan oleh Abu bakar dan sunnah yang diriawyatkan darinya
disusun dalam bab yang diberi nama musnad Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan
demikianlah seterusnya. Tentu cara ini menyulitkan orang lain untukmencari
temanya sesuai dengan kandungan hadis Nabi SAW, tetapi bisa jadi ada manfaat
lain bagi yang ingin melihat pendapat fiqh seorang sahabat.
Imam Ahmad telah mencurahkan pengorbanan yang sangat banyak dan
manhaj yang betul dalam menulis kitab Al-Musnad. Beliau meriwayatkan dari
yang tsiqah dizamanya dengan syarat hadisnya bersambung kepada Nabi SAW
dan setiap yang tidak bersambung sanadnya maka dianggapnya hadis dhaif,
walaupun perawihnya tsiqah. Dan dengan cara ini beliau berhasil mengumpulkan
banyak hadis, memilihnya yang sudah dikumpulkannya, menghapus sebagian
yang meragukan dan terus dilakukannya, bahkan sampai beliau sakit yang
berujung dengan kematiannya.

E. Karya-karya Imam Ahmad ibn Hanbal


Imam Ahmad ibn Hanbal selain seorang ahli mengajar dan ahli mendidik ,
ia juga seorang pengarang. Ia mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan
telah direncanakannya, yang isinya sangat berharga bagi masyarakat umat yang
hidup sesudahnya. Diantara kitab-kitabnya adalah sebagai berikut :
1. Kitab al-Musnad.
2. Kitab Tafsir al-Qurán.
3. Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh.
4. Kitab al-Muqaddam wa al-Muakhkhar fi al-Qurán.
5. Kitab Jawabu al-Qurán.
6. Kitab at-Tarikh
7. Kitab Manasiku al-Kabir.
8. Kitab Manasiku al-Shaghir.

10
9. Kitab Thaátu al Rasul.
10. Kitab al-Íllah.
11. Kitab al-Shalah.
Ulama-ulama besar yang pernah mengambil ilmu dari Imam Ahmad ibn
Hanbal antara lain adalah : Imam al Bukhari, Imam muslim, Ibn Abi al-Dunya
dan Ahmad ibn Abi Hawarimy.
Imam Ahmad ibn Hanbal menurut Shubhiy Mahmasaniy secara mapan
mengajar ajaran keagamaannya adalah di Baghdad. Kalau terbukti bahwa
pengikut Imam Ahmad ibn Hanbal ini tidak sebanyak imam-imam mazhab yang
lainya, kiranya dapat dimengerti, karena untuk masyarakat yang sudah kompleks
kehidupannya seperti di Baghdad bahkan di Irak pada umumnya, tentu tidak
semudah masyarakat yang masih sederhana seperti di Madinah atau di Hijaz. Pada
umunya untuk menerima hadits sebgai sumber hukum dalam menghadapi
kehidupan. Mazhab Hanbali termasuk paling sedikit jumlah pengikutnya. Sampai
dengan tahun 1968 tidak lebih dari 10 Juta orang saja.
F. Peta Penyebaran Mazhab Hanbali
Madzhab Imam Ahmad tersebar di berbagai negeri islam, antara lain; Irak,
Mesir, Semenanjung Arab, dan Syam. Selanjutnya dengan kemunculan Imam
Muhammad bin Abdul Wahab pendiri dakwah salafiyah yang wafat pada tahun
1206 H, madzhab Imam Ahmad menjadi madzhab resmi kerajaan Saudi Arabia
sampai sekarang, sehingga beliau menjadi semakin kuat dan terus berkembang.
Tersiarnya mazhab Hanbali , tidak seperti tersiarnya mazhab lainnya.
Mazhab ini mulai tersebar di kota Baghdad tempat kediaman Imam Ahmad ibn
Hanbal, kemudian berkembang pula ke negri Syam. Oleh karena para Sahabat
Imam Ahmad ibn Hanbal sebagian berada di Baghdad, maka berkembanglah
mazhabnya dengan pesat di negeri ini yang disebarluaskan oleh murid-murisnya.
Mazhab ini tidak berkembang keluar negeri Irak, melainkan pada abad ke empat
Hijriyah. Kemudian berkembang ke Mesir pada abad ke Tujuh Hijriyah dan
pada saat sekarang , pengikutnya makin sedikit.
Diantara para ulama yang telah berjasa mengembangkan mazhab Imam
Ahmad ibn Hanbal adalah: al-Atsram Abu Bakar Ahmad ibn Hardi al-Khurasaniy,

11
Ahmad ibn Muhammad ibn al-Hajjaj al-Mawarniy, Ibn Ishaq al-Harbiy, al-Qasim
Umar ibn Abi Ali husein al-Khiraqy, Abd Aziz ibn Ja’far dan sebagai penerus
mereka yaitu Muwaffaqu al-Din, Ibn Qudamah dan Syamsu al-Din ibn Qudamah
al-Maqdisiy. Keduanya adalah tokoh yang memperbaharui, membela,
mengembangkan dan membuka mata manusia untuk memperhatikan ajaran-ajaran
mazhab Hanbali , terutama dalam bidang muamalah.
Sekarang Mazhab Hanbali adalah mazhab resmi dari pemerintah Saudi
Arabia dan mempunyai pengikut yang tersebar di Jazirah Arab, Palestina, Syria,
dan Irak.

12
BAB III
PENUTUP
Dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka kita dapat mengetahui
bahwasanya Ahmad Ibnu Hanbal merupakan seorang ilmuwan hukum yang relatif
paling tektual dalam memahami al-Qur’an dan sunah. Akan kecintaan beliau
kepada sunnah dan hadits Nabi, sehingga tidak heran bila ada suatu golongan
yang menyebutnya sebagai ilmuwan hadits daripada ilmuwan fiqih. Sebagai
pembela hadits Nabi yang sangat gigih dapat dilihat dari cara-cara yang digunakan
dalam memutuskan hukum, yakni tidak menggunakan akal kecuali dalam keadaan
sangat terpaksa.
Fatwa-fatwa Ahmad bin Hanbal didasarkan atas 5 hal :
Ø Nash Al-Qur’an dan Hadits Marfu’
Ø Fatwa para sahabat
Ø Bila ada perselisihan diambil yang paling dekat dengan nash al-Qur’an atau hadits
Ø Hadits Mursal dan hadits Dha’if
Ø Qiyas

13
[1] Huzaimah, T.Yanggo. Pengantar Perbandingan Mazhab, Ciputat : GAUNG
PERSADA, 2011, Hal 154
[2] Ibid, Hal. 156
[3] Http://abuzubair.wordpress.com/2007/07/22/biografi-imam-ahmad-bin-
hambal/
[4]Ibid.
[5] Huzaimah, T.Yanggo. Pengantar Perbandingan Mazhab, Ciputat : GAUNG
PERSADA, 2011, Hal 157
[6] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, Jakarta; Amzah, 2009, Hal.195
[7] http://economy-syariah-fclass.blogspot.com/2011/04/sejarah-intelektual-
imam-ahmad-bin.html
[8] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, Jakarta; Amzah, 2009, Hal.198
[9] http://economy-syariah-fclass.blogspot.com/2011/04/sejarah-intelektual-
imam-ahmad-bin.html
[10] http://economy-syariah-fclass.blogspot.com/2011/04/sejarah-intelektual-
imam-ahmad-bin.html
[11] Huzaimah, T.Yanggo. Pengantar Perbandingan Mazhab, Ciputat : GAUNG
PERSADA, 2011, Hal. 164

14

Anda mungkin juga menyukai