PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan pendapat yang paling pokok dalam madzab terletak pada penafsiran
teks-teks. Di satu titik ekstrim, tedapat kaum bathiniyah, yang menganggap bahwa
dalam banyak kasus, sisi eksoteris yang teramati atau yang nampak (Dhahir),
menunjukkan sebuah makna batin (bathin) yang kerap dikaitkan dengan
signifikansi osoteris, mistis, dan perlambang dari ungkapan keluar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Imam Ahmad Bin Hanbal?
2. Bagaimana karakteristik pemikiran hukum islam Imam Ahmad bin
Hanbal?
3. Bagaimana biografi Imam Dawud ad-Dzahiri?
4. Bagaimana karakteristik pemikiran hukum islam Dawud ad-Dzahiri?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui biografi Imam Ahmad bin Hanbal
2. Untuk mengetahui karakteristik pemikiran hukum islam imam Ahmad
bin Hanbal
3. Untuk mengetahui biografi Imam Dawud ad-Dzahiri
4. Untuk mengetahui karakteristik pemikiran hukum islam Imam Dawud
ad-Dzahiri
BAB II
PEMBAHASAN
3 Ibid., h. 283.
Imam Syafii menyebarkan madzhabnya. Pertemuannya dengan Imam Syafii
yang mementahkan fiqih rasional memberikan pengaruh pada pemikiran
Imam Ahmad. Ia pun mengembangkan fiqih tradisional dengan lebih banyak
mempergunakan al-Sunnah sebagai rujukan dalam memberikan fatwa.
4 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam (Surabaya: IAIN SA
Press, 2011), h. 213-214.
5 Ibid., h. 216.
Diantara guru-guru Imam Ahmad bin Hanbal adalah (1) Abu Yusuf, (2)
Muhammad bin idris al-Syafii, (3) Hasyim, (4) Ibrahim bin Saad, (5)
Sufyan bin Uyainah.
Ahmad bin hanbal mempunyai beberapa murid yang meneruskan dan
mengembangkan ajarannya, diantaranya:
a. Shalih bin Ahmad bin Hanbal (anak Ahmad bin Hanbal), w. 266 H.
b. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (anak Ahmad bin hanbal), w. 290 H.
c. Ahmad bin Muhammad bin Hani Abu Bakr al-Atsrami (salah seorang
teman Ahmad bin Hanbal), w. 261 H.
d. Abd al-Malik bin Abd al-Hamid bin Mahran al-Maimanui (salah
seorang sahabat Ahmad bin Hanbal), w. 271 H.
e. Ahmad bin Muhammad bin al-Hajaj atau lebih dikenal dengan Abu
Bakar al-Mawardzi, w. 275 H.
f. Ibrahim bin Ishaq al-Harbi, seorang pakar bahasa Arab, w. 285 H.6
Karya Imam Ahmad yang terkenal adalah al-Musnad. Kitab ini
merupakan kumpulan hadits-hadits yang diterima Imam Ahmad sejak
pertama kali ia menerima hadits pada umur 16 tahun pada tahun 180 H
sampai akhir hayatnya. Imam Ahmad memang tidak suka mencatat dan
menulis, kecuali menulis hadits nabi. Al-Musnad yang ditulis sepanjang
hidupnya berserakan di berbagai bahan.
Pada saat merasa ajalnya sudah dekat, Imam Ahmad mengumpulkan
anak-anak dan murid pilihannya. Ia mendiktekan kepada mereka hadits-hadits
yang dicatatnya hingga menjadi sebuah kumpulan catatan hadits, namun
belum tersusun secara sistematis. Karena itu, penyusun al-Musnad yang
diterima hingga saat ini adalah putera Imam Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin
Ahmad.7
Imam Ahmad bin Hanbal mulai memberikan fatwa ketika menginjak umur
40 tahun. Sebenarnya sebelum umur tersebut ia sudah memiliki kapasitas
Pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal dalam bidang hukum Islam dapat
dirangkum sebagai berikut:
10 Ibid, H. 123
dari pengajian Imam Ahmad, Imam dawud membuat pemikirannya sendiri.
Imam Dawud belajar hadits kepada para pakar hadits di Baghdad dan
Nisabur, Iran.
Selain memiliki pengikut yang cemerlang seperti Ibnu Hazm, Imam Dawud
juga memili sejumlah karya, antara lain: Kitab al-Hujjah, Kitab al-Khabar al-
Mujib li al-Ilmi, Kitab al-Khushush wa al-Umum, Kitab al-Mufassar wa al-
Mujmal, Kitab Ibthal al-Taqlid, Kitab Ibthal al-Qiyas, dan Kitab Khabar al-
Wahid. Karya-karya Imam Dawud saat ini sudah tidak bisa ditemukan lagi.14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imam Ahmad adalah tokoh pendiri madzhab Hambali. Ia bernama
lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al-
Syaibani al-Mawarzi. Kelahiran Baghdad tahun 164 H dan meninggal
pada tahun 241 H di Baghdad.
Pemikiran Beliau dalam bidang hukum Islam dapat dirangkum sebagai
berikut:
1) Al-Quran dan al-Sunnah lebih diutamakan oleh Imam Ahmad bin
Hanbal daripada perkataan para sahabat Nabi saw.
2) Pendapat sahabat Nabi diterima oleh Imam Ahmad selama tidak
terbantah oleh pendapat sahabat lainnya.
3) Hadits Mursal (perawi tingkat sahabat Nabi tidak disebutkan)
dijadikan sebagai rujukan dalam penyelesaian kasus hukum.
4) Fatwa murid sahabat Nabi juga diakui oleh Imam Ahmad.
5) Qiyas diambil dalam keadaan terpaksa, yakni jika semua rujukan di
atas tidak menyatakan langsung tentang ketentuan-ketentuan
hukum atau persoalan-persoalan yang dihadapi.