BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Madzhab fiqih besar yang menempati urutan keempat berdasarkan periodisasi
kemunculannya adalah Madzhab Hambali, yang didirikan oleh muhaddits besar Imam Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini muncul di kota kelahiran pendirinya yaitu Baghdad, pada akhir
abad ketiga, yang bertepatan dengan masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Madzhab Hambali terkenal sangat ketat dan teguh dalam menggunakan dasar sunnah. Tak
mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab ini juga sering disebut dengan nama fiqh
assunnah. Oleh karenanya disini penulis akan mengulas sedikit lebih jauh mengenai madzhab ini.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Imam Hambali?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Biografi Imam Hambali
Kepandaian Imam Hambali dalam ilmu hadis tak diragukan lagi, menurut putra sulungnya
Abdullah bin Ahmad bahwa Imam Hambali telah hafal 700.000 hadis di luar kepala. Hadis sebanyak
itu kemudian diseleksinya secara ketat dan ditulis kembali dalam kitabnya Al Musnad berjumlah
40.000 hadis berdasarkan susunan nama-nama sahabat yang meriwayatkan. Dengan kemampuan
dan kepandaiannya, mengundang banyak tokoh ulama yang berguru kepadanya yang melahirkan
banyak ulama dan pewaris hadis terkenal semisal Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu
[3]
Daud.
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia 15 tahun,
beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah
tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Beliau
telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini beliau pernah pindah atau
menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang
sebanyak 12 buah sudah beliau hafal di luar kepala. Belaiu menghafal sampai sejuta hadits. Imam
Syafi'i mengatakan tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut :
"Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih
terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal"
Abdur Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru beliau pernah berkata,"Saya tidak
pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal".
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal,
ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya
masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai
kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”.
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal
dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushanaf
Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti
kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda
atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda
tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama
perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu
melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan
sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah
hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan
yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya
kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”. Imam Asy-Syafi’i
berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam
dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam
wara’ dan Imam dalam Sunnah”. Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin
Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan
dari berbagai disiplin ilmu”.
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja
membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung membeli
seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah
berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak
sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada
seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau
menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau
menerimanya.
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin
Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia
membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Beliau (Imam Ahmad)
mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan
popularitas”. Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih
mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang
perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang
fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”. Beliau
pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi
katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan
apa (jasa) saya?!”
Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang
melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat ldtih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam
Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzak”.
5. Imam Syafi'i
9. Abdurrazaq
2. Fatwa Sahabat.
Imam Ahmad bin Hambal menjadikan fatwa sahabat sebagai standar hukum yang nomor 3
setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena menurut Imam bin Hambal fatwa sahabat diambil dari
hadits sahih. Dalam hal ini ulama yang banyak mengeluarkan fatwa adalah “ Umar bin khaatab, ‘Ali
bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin abi mas’ud, ‘Abdullah bin bin Abbas, Zaid bin sabit sayidah ‘Aisyah
(ummul mu’miniin)” serta sahabat yang sedikit memberikan fatwa adalah Abu Bakar As-sidiq,
‘Usman bin ‘Affan mu’ad bin Jabal al-anshari, Sa’ad bin abi Waqasy, Talkhah bin ‘Ubaidillah, Zubair
binn ‘Awam, ‘Abdulah bin Umar bin al-‘as, dan Salman al-Farisi”.
Namun diantara kesekian banyaknya sahabat yang paling banyak mengeluarkan fatwanya
adalah ‘Umar bin Khatab dan ‘Ali bin Abi Thalib, karena mereka bredua merupakan hakim dari orang
[5]
muslim pada waktu itu maka tidak heran bila banyak sekali fatwa yang dikeluarkan oleh mereka
3. Qiyas
Jika tidak ada nash dari Al Qur’an dan Sunnah, atau pendapat sahabat atau hadits mursal
atau hadits dhaif maka beliau baru mengambil qiyas, tapi dalam hal ini Imam Hambali hanya
mengambil qias yang berasal dari ulama terdahulu.
Selain itu juga beliau menggunakan Hadits mursal dan hadits dhaif jika tidak ada dalil lain
yang menguatkannnya dan di dahulukan dari pada qiyas. Adapun hadits dhaif menurut imam
hambali bukanlah haits batil atau munkar, atau ada perawinya yang dituduh dusta serta tida boleh
diambil haditsnya. Namun yang beliau maksud kandungan hadits dhaif adalah orang yang belum
mencapai derajat tsiqqah, tetapi tidak sampai dituduh berdusta dan jika memang demikian maka ia
pun bagian dari hadits yang shahih.
4. Istiskhab
5. Syad adz-Zara’i
Maksudnya adalah menghambat, menghalangi dan menyumbat segala hukum yang menuju
kepada kerusakn atau maksiat.Tujuan dari metode ini adalah untuk menarik kemaslahatan dan
menjauhi karusakan. Pada awalnya perbuatan yang dimaksud tidak memiliki hukum, tapi apabila di
biarkan akan menjerumuskan manusia perbuatan dosa, seperti permainan yang lazimnya berujung
pada perjudian[7]
Dalam bidang pemerintahan Imam Ahmad berpendapat bahwa khalifah yang memimpin
adalah dari kalangan Quraisy sedangkan taat kepada khalifah adalah mutlak. Imam Ahmad
berpendapat :
“Mendengarkan dan taat kepada para imam dan amirul mu’minin (adalah wajib), baik ia seorang
yang baik maupun Fajir”
Dalam bidang Mu’amalah, terutama tentang Khiyar al-Majlis. Imam Ahmad berpendapat
bahwa jual beli belum dianggap lazim (meskipun telah terjadi ijab dan qabul) apabila penjual dan
pembeli masih dalam satu ruangan yang di tempat itu akad dilakukan. Apabila keduanya atau salah
satunya tidak di tempat itu lagi (berpisah) maka akad sudah lazim. Alasannya adalah hadist riwayat
Nafi’ dan ‘Abdullah ibn Umar r.a yang menyatakan bahwa nabi Muhammad Saw bersabda :
“Setiap penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar (pilih) selama keduanya belum berpisah“
Salah seorang muridnya yang bernama Ishaq Al Kusaj pernah menulis pendapatnya
kemudian menyebarkan di Khurasan. Mengetahui hal tersebut, Imam Hambali menunjukkan
ketidaksukaannya dan berkata,”saksikan bahwa saya sudah menarik kembali pendapat saya.”
Oleh karena itu, kalangan yang berjasa menuliskan madzhab Imam Hambali adalah murid-
muridnya. Merekalah yang mengumpulkan pendapat dan fatwa sang imam, lalu menyusunnya sesuai
dengan urutan bab fiqih. Adapun orang pertama yang menyebarkan madzhab imam hambali adalah
putranya yang bernama Shalih bin Ahmad bin Hanbal (wafat 290 H). Beliau menyebarkan madzhab
ayahnya dengan cara mengirimkan surat kepada orang yang bertanya dengan jawaban yang pernah
disampaikan oleh ayahnya, beliau pernah menjabat sebagai hakim, menukil pendapat ayahnya dan
diterapkan langsung.
Putra Imam Hambali yang bernama Abdulloh bin Ahmad (wafat 266 H) juga melakukan hal
yang sama dengan mengumpulkan kitab Al musnad dan menyusunnya serta menukilkan fiqih sang
ayah, walaupun beliau lebih banyak meriwayatkan hadits. Beberapa murid imam hambali yang
bergiat menulis madzhab dan menyebarkannya antara lain: Abu bakar Al Asyram, Abdul Malik Al
Maimuni, Abu bakar Al Mawaruzi.
Di samping mereka, masih ada lagi para fuqoha’ yang menjadi murid Imam Hambali. Mereka
menulis dan mengumpulkan pendapat sang imam kemudian membuat penjelasan. Salah satu di
antara mereka adalah Umar bin Ali bin Husain al Hazmi (wafat 234 H) yang menulis kitab
monumental, Mukhtashar Al Khiraqi yang lebih lanjut disyarahi oleh ibnu qudamah menjadi kitab Al
Mughni.
Setelah mereka datanglah dua imam besar yang mengafilisasikan diri pada madzhab Imam
Ahmad, yaitu Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) dan Ibnu al Qoyyim al Jauziyah (wafat
751 H). Keduanya dikenal sebagai orang yang menisbahkan diri pada madzhab hambali, baik dalam
[8]
dasar maupun kaidahnya
Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam
waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa
pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Mazhab ini dianut kebanyakan penduduk Hejaz, di
pedalaman Oman dan beberapa tempat sepanjang Teluk Persia dan di beberapa kota Asia Tengah.
Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut
terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia
bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits. Red.)”
(Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam, maka sesungguhnya dia
telah berada di tepi kehancuran.” (Ibnul Jauzi, 182).
Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa di dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa:65), dan firman-Nya: “Maka hendaklah orang-
orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. ” (An-
Nur:63).
Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya
dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan Kitab as-
Sunnah. Adapun beberapa karangannya adalah :
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh
ribu hadits.
4. Kitab at-Tarikh
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah
7. Kitab al-Fadha'il
9. Kitab al-Fara'idh
[9]
10. Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah.
BAB III
KESIMPULAN
Madzhab fiqih besar yang menempati urutan keempat berdasarkan periodisasi
kemunculannya adalah Madzhab Hambali, yang didirikan oleh muhaddits besar Imam Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini muncul di kota kelahiran pendirinya. Baghdad, pada akhir abad
ketiga dan awal abad kedua, yang bertepatan dengan masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Sumber-sumber yang di ambil oleh imam anbali adalah Al-Qur’an. As-sunnah, fatwa sahabat,
qiyas, istiskhab, dan syad adz-dzara’i.
Metode yang dikembangkan oleh ahmad bin hambal adalah metode Dialektika. Awal
perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang
sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja
Abdul Aziz As Su’udi. Mazhab ini dianut kebanyakan penduduk Hejaz, di pedalaman Oman dan
beberapa tempat sepanjang Teluk Persia dan di beberapa kota Asia Tengah. Dan masa sekarang ini
menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh
Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Madzhab Hambali terkenal sangat ketat dan teguh dalam menggunakan dasar sunnah. Tak
mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab ini juga sering disebut dengan nama fiqh assunnah
Daftar Pustaka
· Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal, oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin
'Abdul Muhsin At Turky, Rektor Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di
Arab Saudi
· Rasyad Hasan Khalil. Sejarah Legislasi Hukum Islam. (Jakarta: AMZAH, 2009)
· http://hasbiedaud.wordpress.com/2007/09/03/mazhab-hambali/
· http://zafaimoet.wordpress.com/category/biografi/
· http://zafaimoet.wordpress.com/category/biografi/dikutip tanggal 13 Juni 2011
· Dr. Syarbasyi akhmad, al-aimatul al- arba’ah jz 1, al-azhar, darr al-jaill, Bairut
· Dr. Musthofa as-saq’ah, imam akhmad bin hambal, jz 4 th 1998 , dar al-kitab, Bairut
· Forum pengembangan intelektual Islam, Sejarah Tasyri’ al- Islam (FPII), Lirboyo, 2006
· Mijib, ‘Abdullah M.Ag. , Kawasan dan Wawasan Study Islam, cet-2, thn 2007
· http://tarbiyyah-blog.blogspot.co.id/2012/05/ijtihad-imam-hanbali.html
(dikutip pada tanggal 9-10-2015)