Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-
Bukhari. Ia lahir di Bukhara, Uzbekistan, pada 21 Juli 810.
Tidak lama setelah lahir, ia harus kehilangan penglihatan. Beruntung, berkat doa sang
ibu dan izin dari Allah, ia sembuh dari kebutaan.
Sedari kecil, Bukhari telah dididik oleh ayahnya, Ismail bin Ibrahim, yang merupakan
seorang ulama dan juga murid Imam Malik bin Anas, untuk selalu taat beragama.
Ayahnya dikenal sebagai orang yang sangat berhati-hati, terutama dalam hal yang
bersifat tidak pasti hukumnya, terlebih lagi yang haram.
Karena sang ayah meninggal saat ia masih kecil, Bukhari menimba ilmu dengan
berguru kepada ulama ahli hadis terkenal di Bukhara, Syekh Ad-Dakhili.
Ia mulai belajar ilmu hadis pada usia 11 tahun. Bahkan, saat masih anak-anak,
Bukhari telah menghafal karya-karya Abdullah bin al-Mubarak.
Mengumpulkan hadis Sewaktu masih berusia 16 tahun, Bukhari pergi ke Mekkah dan Madinah
untuk memperdalam ilmu hadisnya. Sepeninggal ayahnya, ia selalu bepergian dengan sang ibu.
Dua tahun kemudian, Bukhari berhasil menerbitkan kitab hadis pertamanya yang bertajuk Kazaya
Shahabah wa Tabi'in.
Selama bertahun-tahun berikutnya, Bukhari menghabiskan waktu untuk mengunjungi berbagai
kota guna menemui para periwayat hadis, mengumpulkan, dan memilih hadis-hadisnya. Seperti
diketahui, hal luar biasa yang dilakukan Imam Bukhari untuk mendapatkan keterangan yang
lengkap tentang suatu hadis dan orang yang meriwayatkannya adalah dengan bertemu langsung.
Beberapa kota yang ia singgahi adalah Bashrah, Mesir, Hijaz, Kufah, Baghdad, hingga Asia Barat.
Di Baghdad, Bukhari bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, yaitu Ahmad bin
Hanbal atau Imam Hambali. Sementara di kota-kota lain, ia bertemu dengan sebanyak 80.000
periwayat hadis dan berhasil mengumpulkan serta menghafal ratusan ribu hadis.
Menyusun Shahih Bukhari Setelah melakukan perjalanan selama hampir 16 tahun, Imam Bukhari
kembali ke kampung halamannya di Bukhara. Di sana, ia melakukan seleksi terhadap hadis-hadis
yang didapatkan dari para priwayat atau perawi hadis. Pada akhirnya, setelah melakukan seleksi
dengan sangat ketat, Bukhari menuangkan sebanyak 7.275 hadis ke dalam karya monumentalnya
bertajuk Al Jami'al-Shahih atau dikenal dengan Shahih Bukhari.
Kitab tersebut menjadi koleksi hadis yang dianggap memiliki kualitas terbaik dan autentik oleh
kalangan Muslim Sunni. Selain Shahih Bukhari, karya terkenal Imam Bukhari lainnya adalah Al-
Adab al-Mufrad.
WAFAT
Wafat Pada tahun 864, Imam Bukhari pergi ke Nisyapur di Iran. Kedatangannya disambut dengan
sangat baik dan meriah oleh masyarakat.
Namun, karena masalah politik, ia terpaksa pindah ke Khartank, sebuah desa dekat Samarkand.
Imam Bukhari tinggal di tempat tersebut hingga meninggal pada 870, di usia 62 tahun. Makamnya
terletak di dalam Kompleks Imam al-Bukhari, di Desa Hartang, 25 kilometer dari Samarkand.
2. Imam muslim
Beliau termasuk Al Qusyairi. Yakni penisbatan kepada kabilah Qusyair bin Ka’ab bin
Rabi’ah. Kabilah yang banyak melahirkan ulama.
Ayahnya, Al Hajjaj, adalah seorang guru dan termasuk ulama. Maka sejak kecil Muslim bin
Al Hajjaj hidup dalam suasana cinta ilmu.
Keluarganya juga termasuk kaya. Keluarga pedagang. Kelak Muslim bin Al Hajjaj juga
menjadi seorang pedagang pakaian yang sukses. Pebisnis kaya raya yang hidup berkecukupan
dan mampu membiayai perjalanan rihlah serta dakwahnya sendiri.
Sejak kecil, Muslim bin Al Hajjaj tekun belajar. Pada usia 12 tahun ia mulai belajar hadits
sehingga meskipun tidak ada tahun pasti kapan ia hafal Al Qur’an, hampir pasti ia sudah hafal
Al Qur’an di masa kecil. Sebagaimana para ulama besar lainnya.
Rihlah ke Berbagai Negeri
Ciri khas ulama ahli hadits adalah rihlah. Mereka bepergian ke berbagai negeri dalam rangka
mencari dan memvalidasi hadits. Sebagaimana Imam Bukhari melakukannya, Imam Muslim
juga melakukannya.
Pada usia 18 tahun, Muslim sudah belajar dari ulama ternama Yahya bin Yahya At Tamimi.
Pada usia 20 tahun, ia menunaikan ibadah haji kemudian belajar kepada para ulama di
Makkah. Terutama kepada Al Qa’nabi.
Sebelum genap 30 tahun, ia telah melakukan rihlah ke berbagai negeri sehingga mendapatkan
banyak hadits dan ilmu dari banyak ulama. Mulai di Kharasan, Ray, Hijaz, Mesir dan
wilayah-wilayah lain. Rihlah juga ia lakukan setelah usia itu.
Tidak mengherankan jika pakaiannya bagus sebab Muslim adalah seorang pedagang kain
yang kaya raya. Ia juga terkenal sebagai dermawan yang banyak menggunakan kekayaannya
untuk sedekah dan membantu orang yang membutuhkan.
Beliau seorang ulama yang dihormati para pembesar kerajaan. Mereka mempersilakan beliau
untuk memimpin shalat dan kaum muslimin dalam jumlah besar mengikutinya.
Beliau juga orang yang terkenal sangat jujur dan penuh kemuliaan. “Kami tidak akan pernah
sepi dari kebaikan selama Allah masih memberikan kesempatan kepadamu berada di tengah-
tengah kaum muslimin,” kata Abu Amr Ahmad bin Al Mubarak.
“Orang paling hafizh di dunia ini ada empat; Abu Zar’ah di Ray, Muslim di Naisabur, Ad
Darimi di Samarkand dan Muhammad bin Ismail di Bukhara,” kata Muhammad bin Basyar.
Muhammad bin Abdul Wahab Al Farra, mengatakan tentang muridnya: “Muslim adalah
ulamanya manusia dan gudang ilmu. Saya tidak mengetahuinya kecuali kebaikan.”
Imam Muslim hafal 300.000 hadits. Dari hadits sebanyak itu beliau kemudian menyeleksinya
dan hanya memasukkan sekitar 7.500 hadits dalam Shahih Muslimtermasuk pengulangan.
“Aku telah menulis kitab karyaku (Shahih Muslim) ini dari 300.000 hadits pilihan
yang masmu’ah,” kata beliau.
Penyusunan kitab Shahih Muslim sendiri memakan waktu 15 tahun. Waktu yang cukup lama
untuk menulis sebuah kitab. Namun karena ini adalah kitab hadits yang penyusunannya
sangat teliti, ia tergolong cepat. Sebagian ulama menyebutkan, untuk bisa menyusun kitab
hadits seotentik Shahih Muslim, butuh waktu 200 tahun.
Ia juga berguru kepada Imam Bukhari. Bahkan Imam Bukhari termasuk ulama yang paling
berjasa dalam membentuk keilmuannya.
“Kalau tidak ada Imam Bukhari, Imam Muslim tidak akan bisa seperti ini dan tidak akan
menghasilkan karya seperti Shahih Muslim ini,” kata Ad Daruquthni.
Imam Muslim juga berguru kepada sebagian gurunya Imam Bukhari. Karenanya tidak
mengherankan jika sebagian hadits dalam kedua Shahih itu sama.
Sedangkan murid-muridnya, jumlahnya sangat banyak. Di antaranya adalah nama-nama besar
sebagai berikut:
Imam Tirmidzi
Ibrahim bin Ishaq Ash Shairafi
Ibrahim bin Abi Thalib
Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah
Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan Al Faqih
Abu Hamid Ahmad bin Hamdun Al A’masyi
Abu Al Fadhl Ahmad bin Salamah Al Hafizh
Abu Amr Ahmad bin Nashr Al Khafaf Al Hafizh
Abu Sa’id Hatim bin Ahmad
Dll
Namun demikian, ada sebagian ulama yang lebih mengutamakan Shahih Muslim. Di
antaranya adalah para ulama Maroko.
Al Hafizh Abu Ali An Naisaburi mengatakan, “Tidak ada kitab di kolong langit ini yang lebih
shahih dibandingkan Shahih Muslim.”
Selain itu, ia sangat jeli membedakan haddastana dan akhbarana. Baginya, haddatsana tidak
boleh digunakan kecuali seseorang mendengar hadits dari seorang Syaikh secara sendirian.
Sedangkan akhbarana jika Syaikh mendiktekan hadits pada banyak orang.
Imam An nawawi mengakui keunggulan ilmu dan sistematika ini. “Melalui Shahih Muslim,
dapat diketahui betapa kokoh keilmuan Imam Muslim. Sistematika yang tertib serta
periwayatan hadits yang baik dan belum pernah ada sebelumnya adalah bukti nyata.”
Namun beliau meluruskan, meskipun ada keunggulan Shahih Muslim atas Shahih Bukhari,
secara keseluruhan Shahih Bukhari tetap lebih unggul. Pertama, kriteria penerimaan hadits
Imam Bukhari lebih ketat. Bagi Imam
Bukhari, ‘an’anah bukan muttashil sebagaimana sami’tukecuali terbukti bahwa kedua perawi
pernah bertemu.
Kedua, Shahih Bukhari lebih shahih daripada Shahih Muslim sebagaimana pendapat jumhur
ulama.
Ketiga, Imam Muslim adalah murid Imam Bukhari dan mengakui keunggulan gurunya.
Beliau memilih hadits atas petunjuk Imam Bukhari. Baru setelah itu mengoreksi dan memilih
hadits-hadits riwayatnya selama sekitar 16 tahun dari ribuan kitab hadits.
Kisahnya, sewaktu beliau mengajar, ada murid menanyakan sebuah hadits yang beliau belum
mengetahuinya. Beliau lantas masuk kamar dan semalaman mencari hadits itu.
Saat meneliti hadits tersebut, beliau disuguhi kurma hadiah dari seseorang. Sambil meneliti
semalaman, beliau menghabiskan satu per satu kurma tersebut.
Paginya, Imam Muslim menemukan hadits tersebut. Namun sejak saat itu beliau sakit perut.
Sebagian ulama menyebutkan dua hal itu sebagai faktor penyebab sakitnya. Yakni kelelahan
dan makan kurma tersebut.
Akhirnya Imam Muslim wafat pada Ahad petang, 4 Rajab 261 Hijriyah. Beliau dimakamkan
keesokan harinya, 5 Rajab 261. Begitu banyak orang yang datang untuk turut sholat
jenazah dan memakamkan. Beliau tiada, tapi ilmunya ‘abadi’ sepanjang masa. Pahala jariyah
terus mengalir saat kaum muslimin terus mempelajari hadits dari Shahih Muslim karyanya.
3. Abu Dawud
Kehidupan awal
Imam Abu Dawud lahir pada tahun 202 H atau 817 M di Sijistan, timur Iran (sekarang
Provinsi Sistan dan Baluchestan).
Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin
Amar Al-Azdi As-Sijistani.
Sejak kecil, Abu Dawud sudah sangat mencintai ilmu dan suka belajar karena
kedekatannya dengan para ulama.
Begitu dirasa umurnya cukup, Abu Dawud pergi untuk belajar dengan para ulama
yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Sagar, dan Khurasan.
Guru Abu Dawud Selama mengembara ke berbagai negeri, Abu Dawud berguru kepada banyak
ulama, mereka adalah: Imam Al Hasan bin Muhammad As Shabah Azza'Farani Imam Bukhari
Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman At Tujibi Imam Abu Ali Husein bin Ali Alkarabisi
Harmalah bin Yahya bin Abdullah At Tujibi Imam Ahmad bin Hanbal Muhammad bin Syafi'I
Ishaq bin Rohaweh Abu Ya'qub bin Yusuf bin Yahya Albuwaiti Abdullah bin Zubair bin Isa Abu
Bakar Al Humaidi Rabi' bin Sulaiman Abu Hatim Al Hafidh Ad Darimi Imam Ahmad bin Hambal
Al-Qa’nabi Abu Amr Adh-Dhariri Abu Tsur Alkalbi Al Baghdadi Abu Walid Ath-Thayalisi
Sulaiman bin Harb Abu Zakariya Yahya bin Ma’in Ibnu Abi Hatim Abu Khaitsamah Zuhair bin
Harb Ad-Darimi Abu Ustman Sa’id bin Manshur Ibnu Abi Syaibah
Pengarang Kitab Sunan Abu Dawud Sunan Abu Dawud adalah kitab hadis karangan Imam Abu
Dawud, yang merupakan salah satu dari kitab hadis kanonik atau enam koleksi hadis utama
Muslim Sunni. Kitab ini memuat sekitar 4.800 hadis yang telah diseleksi dari sekitar 50.000 hadis
yang ia kumpulkan selama mengembara sejak remaja. Hal itu diketahui saat umurnya belum
genap 20 tahun, Abu Dawud sudah berada di Bagdad, yang saat itu merupakan pusat ilmu
pengetahuan.
Ia menyusun Kitab Sunan Abu Dawud karena minatnya terhadap syariat. Jadi, kitab ini mayoritas
berisi hadis tentang syariat. Setiap hadis yang ia kumpulkan, diperiksa dan diteliti kesesuaiannya
dengan Al-Qur'an, begitu pula sanadnya. Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia
Muslim sebagai salah satu kitab hadis yang paling autentik.
Banyak ulama yang meriwayatkan hadis dari kitabnya, di antaranya adalah Imam Turmudzi dan
Imam Nasa'i. Selain itu, para ahli hadis juga memuji Kitab Sunan Abu Dawud sebagai sebaik-baik
tulisan. Salah satunya adalah ulama hadis terkemuka, Ahmad bin Hambal atau Imam Hambali,
yang terkesan dengan kitab tersebut. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa Kitab Sunan Abu
Dawud sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Karya Abu Dawud Selama mengembara untuk mencari dan mengumpulkan hadis, Abu Dawud
tidak hanya menulis Kitab Sunan Abu Dawud. Ia diketahui menulis beberapa buku sebagai cara
untuk menyampaikan ilmu yang didapatkan, seperti berikut.
Kitab As-Sunan (Sunan Abu Daud) Kitab Al-Marasil, Kitab Al-Qadar An-Nasikh Wa Al-
Mansukh Fada'ilul A’mal Kitab Az-Zuhud Dalailun Nubuwah Ibtida’ul Wahyu Ahbarul Khawarij
Imam Abu Dawud wafat pada 16 Syawal 275 H atau 889 M di Basrah, Irak, di usia 72 tahun. Ia
meninggalkan seorang putra bernama Abu Bakar Abdullah bin Abu Dawud
4. Imam at tirmidzi
Salah satu ulama besar yang dimiliki kaum muslimin ini bernama lengkap Muhammad bin
‘Isa bin Saurah bin Musa as-Sulami at-Tirmidzi. Dan beliau memiliki nama kunyah Abu
‘Isa.
Imam ahli hadis ini dilahirkan pada tahun 209 Hijriyah di sebuah daerah bernama Tirmidz.
Dan nama beliau tersebut dinisbatkan kepada sebuah sungai yang ada di daerah tersebut
yang sering dikenal dengan nama Jaihun. Para ulama berbeda pendapat akan kebutaan
yang beliau alami pada waktu itu. Ada yang mengatakan bahwa beliau mengalami kebutaan
sejak beliau lahir. Akan tetapi yang benar adalah beliau mengalami kebutaan pada masa
tua beliau, yaitu masa setelah beliau banyak melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu.
Pada zaman kita saat ini, sangat jarang kita temukan ada seorang anak muda yang sudah semangat
menuntut ilmu agama di umurnya yang masih belia. Biasanya, pada usia yang masih belia, mereka
lebih menyukai kebebasan bermain dan beraktivitas. Akan tetapi, dahulu para ulama kita memiliki
semangat untuk menuntut ilmu agama sejak usia mereka yang masih muda. Termasuk di
antaranya adalah Imam Tirmidzi. Beliau memulai jihadnya dengan belajar agama sejak beliau
masih muda. Beliau mengambil ilmu dari para syekh yang ada di negara beliau.3
Kemudian beliau memulai melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu ke berbagai negara yang
ada di muka bumi ini. Yang mana perjalanan beliau itu hanya ditujukan untuk menimba ilmu
agama. Beberapa daerah yang pernah beliau datangi pada saat itu adalah Khurasan, Iraq, Madinah,
Mekkah, dan yang lainnya. 4
Guru Beliau
Bagi seorang penuntut ilmu, tidak bisa hanya mencukupkan diri dengan membaca buku-buku
dalam rangka menimba ilmu agama. Karena jika hal tersebut dilakukan, maka kesalahanlah yang
akan banyak dia dapat daripada kebenaran. Oleh karena itu para penuntut ilmu itu sangat
membutuhkan kehadiran seorang guru dalam perjalanannya menuntut ilmu.
Begitu pula apa yang telah dilakukan oleh Imam Ahli Hadis ini. Berbagai negara telah beliau
singgahi, sehingga beliau telah banyak menimba ilmu dari para gurunya. Di antara para guru
beliau adalah:
Ishaq bin Rahawaih, yang merupakan guru pertama bagi Imam Tirmidzi.
.
.
Imam Bukhari. Imamnya para ahli hadis ini adalah termasuk salah satu imam besar yang mana
Imam Tirmidzi mengambil ilmu darinya. Beliau adalah guru yang paling berpengaruh bagi Imam
Tirmidzi. Dari beliaulah Imam Tirmidzi mengambil ilmu ‘ilalul hadits.
.
.
Imam Muslim. Beliau dan Imam Bukhari adalah dua imam ahli hadis terkenal yang ada di muka
bumi ini. Kitab hadis karya mereka berdua adalah kitab yang paling benar setelah Alquran.
.
.
.
.
.
Dan masih banyak lagi yang lainnya. 5
Murid-murid beliau
Suatu keutamaan bagi orang yang berilmu adalah dia akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi
orang banyak dan keberadaannya sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang sadar akan pentingnya
ilmu. Setelah beliau menimba ilmu sekian lama dari para gurunya, beliau mengajarkan dan
menyebarkan ilmu-ilmunya kepada manusia. Dan di antara muridnya adalah:
.
.
.
.
Salah satu hal yang menyebabkan orang berilmu akan selalu terkenang namanya dan terus
mengalir pahalanya adalah apabila dia menulis ilmu-ilmunya dalam suatu buku yang akan dibaca
oleh manusia hingga akhir zaman. Dan di antara karya-karya beliau yang sampai saat ini
dimanfaatkan oleh kaum muslimin terutama para ulama adalah:
Al-Jami’ (Sunan at-Tirmidzi). Kitab yang satu ini adalah kitab beliau yang paling monumental dan
paling bermanfaat.
.
.
Al-‘Ilal.
.
.
Al-‘Ilal al-Kabir
.
.
Syamail an-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kitab ini termasuk kitab yang paling bagus yang
membahas tentang sifat-sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
.
.
At Tarikh
.
.
Az Zuhd
.
.
Beliau adalah seorang ulama yang memiliki banyak keutamaan sehingga para ulama banyak
memberikan pujian kepada beliau. Di antara keutamaan beliau dan pujian ulama kepadanya adalah
sebagai berikut:
Kitab beliau yang berjudul “Al-Jami’” menunjukkan akan luasnya pengetahuan beliau dalam ilmu
hadis, kefaqihan beliau dalam permasalahan fikih, dan juga luasnya wawasan beliau terhadap
permasalahan khilafiyah di kalangan para ulama fikih. Akan tetapi beliau cenderung bermudah-
mudahan dalam menilai sahih dan hasan suatu hadis.8
Abu Ahmad al-Hakim berkata bahwa beliau pernah mendengar ‘Umar bin ‘Allak berkata, “Tidak
ada seorang pun yang bisa menggantikan posisi Imam Bukhari sepeninggal beliau kecuali Abu
‘Isa (Imam Tirmidzi) dalam masalah ilmu, kuatnya hafalan, sifat zuhud dan wara’-nya. Beliau
menangis hingga matanya mengalami kebutaan, dan hal tersebut terus berlangsung beberapa tahun
hingga beliau wafat.”9
Abu Sa’d al-Idris mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam hadis yang dijadikan teladan
dalam masalah hafalan.12
Imam adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’, “Di dalam kitab tersebut
(Al-Jami’), terdapat banyak sekali ilmu yang bermanfaat, faedah yang melimpah, dan juga
terdapat pokok-pokok permasalahan dalam Islam. Seandainya saja kitab tersebut tidak dinodai
dengan adanya hadis-hadis yang lemah, yang di antaranya adalah hadis palsu dalam permasalahan
keutamaan-keutamaan amalan saleh.”13
Jasa-jasa beliau
Sesungguhnya jasa-jasa yang telah beliau berikan untuk kaum muslimin sangatlah banyak. Dan di
antara jasa yang pernah beliau lakukan untuk kaum muslimin adalah pembelaan beliau
untuk ahlussunnah wal jama’ah terhadap kelompok-kelompok sesat yang ada pada zaman beliau.
Di antara pembelaan tersebut adalah:
Beliau telah menulis sebuah kitab yang monumental yaitu Al-Jami’ yang di dalamnya beliau susun
hadis-hadis yang dikhususkan untuk membantah para ahli bid’ah.
Beliau telah menulis sebuah pembahasan yang luas dalam kitab tersebut yang dikhususkan untuk
membantah kelompok sesat “Al-Qadariyyah” dan juga bantahan terhadap “Al-Murji’ah” yang
beliau beri nama “Kitab al-Iman”.
Beliau juga membuat pembahasan di akhir kitab beliau tersebut yang khusus membahas tentang
keutamaan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dua Imam ahli hadis kita,
Imam Bukhari dan Imam Muslim, untuk membantah kaum Syi’ah Rafidhah laknatullahi ‘alaihim.
Di dalam kitab Al-Jami’ tersebut juga terdapat banyak sekali hadis yang membantah
pemahaman Khawarij, Murji’ah, dan Qadariyyah. Dan beliau mengkhususkan pada “Kitab al-
Qadr”untuk membantah pemahaman Qadariyyah yang mendustakan takdir Allah.14
5. Imam an nasai
Nama lengkapnya adalah Aḥmad ibn Syu`aib ibn `Alī ibn Sīnān Abū `Abd ar-Raḥmān
al-Nasā’ī, lahir pada tahun 215 H. Ia dikenal dengan nama Nasa’i yang dinisbahkan
kepada kota Nasa’i, salah satu kota di Khurasan. Imam Nasa’i menerima Hadiṡ dari
Sa’id, Ishaq bin Rawahih, dan ulama lainnya dari tokoh Hadiṡ di Khurasan, Hijaz,
Irak, Mesir, Syam, dan Jazirah Arab.
Imam Nasa’i terkenal karena ketinggian sanad Hadiṡnya. Kitab Sunān an-Nasā’ī
memuat lebih sedikit Hadiṡ ḍaifnya, setelah Kitāb Ṣaḥīḥ Bukārī dan Kitāb Ṣaḥīḥ
Muslim.
Para guru tempatnya belajar antara lain: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq
bin Rawahih al-Hariṡ bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Daud, dan Imam Abu
Isa at-Tirmiżi. Sedangkan ulama-ulama yang pernah berguru kepadanya adalah: Abu
al-Qasim at-Tabarani (pengarang Kitāb Mu’jam), Abu Ja’far at-Ṭahawi, Al-Hasan bin
al-Khadir as-Suyuṭi, Muhammad bin Mu’awiyah bin al-Aḥmar al-Andalūsī, Abu Nāṣr
ad-Dalabī, dan Abu Bakar bin Ahmad as-Sunni.
Kitab-kitab Hadiṡ karya An-Nasa’i diantaranya: 1) As-Sunān al-Kubrā (yang dikenal
dengan Sunān An-Nasā’ī); 2) As-Sunān al-Mujtaba; 3) Kitāb at-Tamyīz; 4) Kitāb aḍ-
Ḍu’afā’; 5) Khaṣā’iṣ Alī; 6) Musnad Alī; 7) Musnad Mālik; dan 8) Manasik al-Ḥajj
GURU-GURU
5. MURID-MURID
MERIWAYATKAN HADITS
sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu darinya begitu banyak dan
para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat
ilmu ini.
Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar
dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia
dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi
Harits, kecuali Imam an-Nasa`i mendengar dari belakang pintu atau lokasi
1. KELAHIRAN
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabi’ bin Majah Al-Qazwinî Al-
Hâfidz, atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Majah lahir pada tahun 207
‘Iraq).
dengan sebutan Majah Maula Rab’at. Ada juga yang mengatakan bahwa
yang lebih shahih. Kata “Majah” adalah gelar ayah Muhammad, bukan
gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn
Imam Ibnu Majah wafat pada hari Senin tanggal 22 Ramadhan 273
Qazwîn, Iraq.
namun pendapat yang pertama lebih valid. Walaupun beliau sudah lama
dikenang dan disanjung oleh seluruh umat Islam dunia. Dan ini adalah
3. PENDIDIKAN
usia remaja, dan menekuni pada bidang hadits sejak menginjak usia 15
tahun pada seorang guru yang ternama pada kala itu, yaitu Ali bin
Muhammad At-Tanafasy (wafat tanggal 233 H). Bakat dan minat yang
dengan menulis beberapa buku Islam, seperti buku fikih, tafsir, hadits, dan
sejarah.
Dalam bidang sejarah Imam Ibnu Majahmenulis buku “At-Târîkh” yang
mengulas sejarah atau biografi para muhaddits sejak awal hingga masanya,
dalam bidang tafsir beliau menulis buku “Al-Qur’ân Al-Karîm” dan dalam
Ibnu Majah meniti jalan ahli ilmu pada zaman tersebut, yaitu mengadakan
Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar. Hal inilah yang
kunjungi, antara lain: Khurasan; Naisabur dan yang lainnya. Ar Ray Iraq;
Baghdad, Kufah, Wasith dan Bashrah. Hijaz; Makkah dan Madinah. Syam;
4. GURU-GURU
mempunyai guru yang sangat banyak sekali. Diantara guru beliau adalah;
‘Ali bin Muhammad ath Thanâfusî, Rabi' bin Sulaiman, Jabbarah bin AL
Mughallas, Mush’ab bin ‘Abdullah az Zubair, Suwaid bin Sa’îd, Abdullah
bin Zubair bin Isa Abu Bakar Al Humaidi, Abdullâh bin Muawiyah al
Muhammad bin Abdullah bin Numair, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Ibnu
Abid Dunya, Hisyam bin ‘Ammar, Abu Sa’id Al Asyaj, Abu Tsur Alkalbi Al
5. MURID-MURID
Keluasan ‘ilmu Ibnu Majah membuat para penuntut ilmu yang haus akan
ilmu berkeliling dalam majlis yang beliau dirikan. Maka sangat banyak
bin Yazid al Fami, ‘Ali bin Ibrahim al Qaththan, Ishaq bin Muhammad,
Muhammad bin ‘Isa ash Shiffar, ‘Ali bin Sa’îd al ‘Askari, Ibnu Sibuyah,
KARYA-KARYA
1. Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab
Hadits yang Pokok).
2. Kitab Tafsir Al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti
diterangkan Ibn Kasir.
3. Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.
7. Imam malik
Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al- Asbahi
al-Madani lahir di Madinah pada tahun 93 H / 714 M dan wafat pada tahun 179 H /
800 M. Beliau adalah pendiri Maẓhab Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis.
Beliau juga merupakan penyusun kitab al-Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40
tahun dan kitabnya telah diperlihatkan kepada 70 ahli fikih di Madinah.
Anas, ayah beliau merupakan periwayat hadis dan Malik bin ‘Amr, kakek beliau
adalah ulama dari kalangan tabi’in. Kakeknya banyak meriwayatkan hadis dari tokoh-
tokoh besar sahabat, seperti Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin
‘Ubaidillah, Ummul Mukminin ‘Aisyah, Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit dan ‘Uqail
bin Abi Thalib.
Imam Malik merupakan pribadi yang tekun. Saat masih kecil, Imam Malik sudah
hafal al-Qur’an lalu beliau beralih menghafal hadis setelahnya. Selain menghafal,
Imam Malik juga rajin belajar ilmu fikih. Beliau belajar ilmu fikih kepada Rabi’ah bin
Abdurrahman. Beliau juga belajar di halaqah Abdurrahman bin Hurmuz selama 13
tahun tanpa diselingi belajar kepada guru lain. Beliau juga tidak pernah mengembara
ke negeri lain untuk mencari ilmu. Beliau hanya mencukupkan belajar ilmu kepada
tokoh dan ulama dari kalangan tabiin di Madinah.
Sebelum beliau wafat, beliau meninggalkan beberapa karya yang dapat dinikmati
yaitu kitab Al-Muwattha` dan Maẓhab Maliki.
Ia belajar ilmu qiraat pada Nafi’ bin Abi Nuaim, belajar hadits pada Nafi’ bin
Sarjis (hamba sahaya Ibnu Umar), Sa’id al-Maqburi, Amir bin Abdullah bin
Ia juga belajar hadits dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah, Ayub bin Abi
Tamimah, al-Sakhtiyani, Ayub bin Hubaib al-Juhni (hamba sahaya Said bin
Malik), Ibrahim bin Uqbah dan banyak lagi dari kalangan tabiin. Dari
Juwairiyah bin Asma, al-Laits, Hammad bin Zaid, Ismail bin Ja’far, Sufyan
bin Uyainah, Abdullah bin Mubarok, Abu Abdillah al-Syafi’i (Imam Syafi’i)
Dari banyaknya murid Imam Malik, murid yang terakhir kali meninggal dari
para periwayat kitab al-Muwatha’ ialah Abu Hudzafah Ahmad bin Ismail al-
Sahami. Ia hidup 80 tahun setelah Imam MalikImam Malik wafat pada tahun
Awal kehidupan Nama lengkap Imam Hambali adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad bin Idris. Ia lahir pada tahun 780 di Turkmenia. Imam Hambali merupakan putra
dari seorang perwira tentara Abbasiyah. Ketika baru berusia 15 tahun, ia sudah menguasai
Alquran dan hafal setiap surat di dalamnya. Imam Hambali juga mulai mempelajari ilmu hadis di
usia remaja. Untuk mendalami hadis lebih lanjut, ia pergi merantau ke Suriah, Hijaz, Yaman, dan
negara-negara Arab lainnya. Usai mendalami ilmu hadis, Imam Hambali belajar di Baghdad. Ia
kemudian belajar ilmu fikih di bawah bimbingan Abu Yusuf, hakim agung di era Abbasiyah.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia mulai melakukan perjalanan ke Irak, Suriah, dan Arab,
guna mengumpulkan hadis-hadis Nabi Muhammad. Kala itu, total hadis yang berhasil dihafal
telah berjumlah ratusan. Dengan keahlian ini, Imam Hambali pun dikenal sebagai ahli hadis
terkemuka. Setelah banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan melakukan perjalanan, ia
kembali ke Baghdad untuk melanjutkan belajar bersama gurunya, Imam Syafi'i.
Ahli hadis sekaligus ahli fikih Diriwayatkan bahwa Imam Hambali mendapatkan gelar Al Hafidh,
yaitu gelar untuk ulama yang sudah hafal lebih dari 100.000 hadis. Pasalnya, selama hidupnya,
Imam Hambali diperkirakan telah menghafal setidaknya 750.000 hadis. Pencapaian itu melebihi
Muhammad al-Bukhari, Muslim bin al-Hajjaj, dan Abu Dawud al-Sijistani.
Selain itu, Imam Hambali disebut sebagai ahli fikih yang sederajat dengan gurunya, Imam Syafi'i,
Laits, dan Abu Yusuf. Hal ini sangat mungkin, karena sepanjang hidupnya, Imam Hambali belajar
kepada ratusan ulama dari berbagai negeri, mulai dari Mekkah, Kufah, Baghdad, Yaman, dan
masih banyak lainnya.
Karya Imam Hambali dikenal dengan karya tulis kitabnya yang bertajuk al-Musnad al-Kabir, yang
ditulis pada sekitar tahun 227 H atau 841 Masehi. Karya terbesar Imam Hambali ini termasuk
dalam salah satu kitab hadis Nabi yang terkenal dan kedudukannya menempati posisi yang
diutamakan serta dijadikan induk rujukan bagi kitab-kitab lain. Disebutkan bahwa ada kurang
lebih 40.000 hadis yang ditulis sesuai urutan nama para sahabat Nabi Muhammad. Kitab Musnad
terdiri dari 18 bagian. Bagian awal mengisahkan tentang sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk
surga dan ditutup dengan sahabat Nabi yang perempuan.
.
Adapun beberapa karya tulis lain yang dihasilkan Imam Hambali adalah sebagai berikut: Kitab at-
Tafsir Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh Kitab at-Tarikh Kitab Hadits Syu'bah Kitab al-Muqaddam
wa al-mu'akkhar fi al-Qur'an Kitab Jawabah al-Qur'an Kitab al-Manasik al-Kabir Kitab al-
Manasik as-Saghir Kitab Ushul as-Sunnah Kitab al-'Ilal Kitab al-Manasik Kitab az-Zuhd Kitab al-
Iman Kitab al-Masa'il Kitab al-Asyribah Kitab al-Fadha'il Kitab Tha'ah ar-Rasul Kitab al-Fara'idh
Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
Mazhab Hambali Imam Hambali mengembangkan Mazhab Hambali, yang pinsip-prinsip dasarnya
hampir sama dengan Mazhab Syafi'i. Hal itu karena Imam Hambali memang berguru pada Imam
Syafi'i. Mazhab Hambali pertama kali berkembang di Bagdad, Irak. Namun, mazhab ini tidak
begitu berkembang luas, karena Imam Hambali begitu tegas dalam berpegang teguh pada riwayat
dan tidak mau berfatwa jika tidak berlandaskan Alquran dan hadis marfuk. Kendati demikian,
mazhab ini pernah mendapatkan kedudukan istimewa di kalangan masyarakat Arab Saudi. Wafat
Imam Hambali wafat pada 2 Agustus 855 di Bagdad, Irak. Berdasarkan sejarah, pemakamannya
dihadiri oleh ratusan ribu orang. Makamnya berada di lokasi kuil Imam Ahmad bin Hanbal di
Distrik Ar-Rusafa.