Anda di halaman 1dari 23

Awal kehidupan

Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-
Bukhari. Ia lahir di Bukhara, Uzbekistan, pada 21 Juli 810.

Tidak lama setelah lahir, ia harus kehilangan penglihatan. Beruntung, berkat doa sang
ibu dan izin dari Allah, ia sembuh dari kebutaan.

Sedari kecil, Bukhari telah dididik oleh ayahnya, Ismail bin Ibrahim, yang merupakan
seorang ulama dan juga murid Imam Malik bin Anas, untuk selalu taat beragama.

Ayahnya dikenal sebagai orang yang sangat berhati-hati, terutama dalam hal yang
bersifat tidak pasti hukumnya, terlebih lagi yang haram.

Karena sang ayah meninggal saat ia masih kecil, Bukhari menimba ilmu dengan
berguru kepada ulama ahli hadis terkenal di Bukhara, Syekh Ad-Dakhili.

Ia mulai belajar ilmu hadis pada usia 11 tahun. Bahkan, saat masih anak-anak,
Bukhari telah menghafal karya-karya Abdullah bin al-Mubarak.

Mengumpulkan hadis Sewaktu masih berusia 16 tahun, Bukhari pergi ke Mekkah dan Madinah
untuk memperdalam ilmu hadisnya. Sepeninggal ayahnya, ia selalu bepergian dengan sang ibu.
Dua tahun kemudian, Bukhari berhasil menerbitkan kitab hadis pertamanya yang bertajuk Kazaya
Shahabah wa Tabi'in.
Selama bertahun-tahun berikutnya, Bukhari menghabiskan waktu untuk mengunjungi berbagai
kota guna menemui para periwayat hadis, mengumpulkan, dan memilih hadis-hadisnya. Seperti
diketahui, hal luar biasa yang dilakukan Imam Bukhari untuk mendapatkan keterangan yang
lengkap tentang suatu hadis dan orang yang meriwayatkannya adalah dengan bertemu langsung.
Beberapa kota yang ia singgahi adalah Bashrah, Mesir, Hijaz, Kufah, Baghdad, hingga Asia Barat.
Di Baghdad, Bukhari bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, yaitu Ahmad bin
Hanbal atau Imam Hambali. Sementara di kota-kota lain, ia bertemu dengan sebanyak 80.000
periwayat hadis dan berhasil mengumpulkan serta menghafal ratusan ribu hadis.

Menyusun Shahih Bukhari Setelah melakukan perjalanan selama hampir 16 tahun, Imam Bukhari
kembali ke kampung halamannya di Bukhara. Di sana, ia melakukan seleksi terhadap hadis-hadis
yang didapatkan dari para priwayat atau perawi hadis. Pada akhirnya, setelah melakukan seleksi
dengan sangat ketat, Bukhari menuangkan sebanyak 7.275 hadis ke dalam karya monumentalnya
bertajuk Al Jami'al-Shahih atau dikenal dengan Shahih Bukhari.

Kitab tersebut menjadi koleksi hadis yang dianggap memiliki kualitas terbaik dan autentik oleh
kalangan Muslim Sunni. Selain Shahih Bukhari, karya terkenal Imam Bukhari lainnya adalah Al-
Adab al-Mufrad.
WAFAT
Wafat Pada tahun 864, Imam Bukhari pergi ke Nisyapur di Iran. Kedatangannya disambut dengan
sangat baik dan meriah oleh masyarakat.
Namun, karena masalah politik, ia terpaksa pindah ke Khartank, sebuah desa dekat Samarkand.

Imam Bukhari tinggal di tempat tersebut hingga meninggal pada 870, di usia 62 tahun. Makamnya
terletak di dalam Kompleks Imam al-Bukhari, di Desa Hartang, 25 kilometer dari Samarkand.

2. Imam muslim

Nama dan Nasab Imam Muslim


Nama lengkap beliau adalah Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kausyadz Al
Qusyairi An Naisaburi. Kausyadz kadang disebut dengan Kawisyadz.

Imam Muslim juga memiliki panggilan Abul Husain. Ia seorang imam


besar, hafizh, hujjah dan shadiq. Hafizh di masa lalu tidak sama dengan istilah hafizh di masa
sekarang. Jika di masa sekarang hafizh adalah seorang muslim yang hafal Al Qur’an 30 juz,
di masa para ulama terdahulu hafizh adalah seorang ulama yang hafal banyak hadits. Minimal
puluhan ribu hadits.

Beliau termasuk Al Qusyairi. Yakni penisbatan kepada kabilah Qusyair bin Ka’ab bin
Rabi’ah. Kabilah yang banyak melahirkan ulama.

Kelahiran dan Masa Kecil


Imam Muslim lahir pada tahun 204 hijriyah, tahun wafatnya Imam Syafi’i. Lahir kota
Naisabur, kota terbaik di Khurasan. Karenanya beliau adalah An Naisaburi.

Ayahnya, Al Hajjaj, adalah seorang guru dan termasuk ulama. Maka sejak kecil Muslim bin
Al Hajjaj hidup dalam suasana cinta ilmu.

Keluarganya juga termasuk kaya. Keluarga pedagang. Kelak Muslim bin Al Hajjaj juga
menjadi seorang pedagang pakaian yang sukses. Pebisnis kaya raya yang hidup berkecukupan
dan mampu membiayai perjalanan rihlah serta dakwahnya sendiri.

Sejak kecil, Muslim bin Al Hajjaj tekun belajar. Pada usia 12 tahun ia mulai belajar hadits
sehingga meskipun tidak ada tahun pasti kapan ia hafal Al Qur’an, hampir pasti ia sudah hafal
Al Qur’an di masa kecil. Sebagaimana para ulama besar lainnya.
Rihlah ke Berbagai Negeri
Ciri khas ulama ahli hadits adalah rihlah. Mereka bepergian ke berbagai negeri dalam rangka
mencari dan memvalidasi hadits. Sebagaimana Imam Bukhari melakukannya, Imam Muslim
juga melakukannya.

Pada usia 18 tahun, Muslim sudah belajar dari ulama ternama Yahya bin Yahya At Tamimi.
Pada usia 20 tahun, ia menunaikan ibadah haji kemudian belajar kepada para ulama di
Makkah. Terutama kepada Al Qa’nabi.

Sebelum genap 30 tahun, ia telah melakukan rihlah ke berbagai negeri sehingga mendapatkan
banyak hadits dan ilmu dari banyak ulama. Mulai di Kharasan, Ray, Hijaz, Mesir dan
wilayah-wilayah lain. Rihlah juga ia lakukan setelah usia itu.

Sifat dan Karakter Imam Muslim


Secara fisik, Imam Muslim memiki postur tubuh yang tinggi dan good looking.
Penampilannya rapi, wajahnya tampan. Pakaiannya juga bagus. Sering kali ujung surban
terurai di antara kedua pundaknya.

Tidak mengherankan jika pakaiannya bagus sebab Muslim adalah seorang pedagang kain
yang kaya raya. Ia juga terkenal sebagai dermawan yang banyak menggunakan kekayaannya
untuk sedekah dan membantu orang yang membutuhkan.

Beliau seorang ulama yang dihormati para pembesar kerajaan. Mereka mempersilakan beliau
untuk memimpin shalat dan kaum muslimin dalam jumlah besar mengikutinya.

Beliau juga orang yang terkenal sangat jujur dan penuh kemuliaan. “Kami tidak akan pernah
sepi dari kebaikan selama Allah masih memberikan kesempatan kepadamu berada di tengah-
tengah kaum muslimin,” kata Abu Amr Ahmad bin Al Mubarak.

Keilmuan dan Kecerdasan Imam Muslim


Imam Muslim memiliki ingatan yang sangat kuat. Para ulama mengakui kecerdasan dan
kejeniusannya.

“Orang paling hafizh di dunia ini ada empat; Abu Zar’ah di Ray, Muslim di Naisabur, Ad
Darimi di Samarkand dan Muhammad bin Ismail di Bukhara,” kata Muhammad bin Basyar.
Muhammad bin Abdul Wahab Al Farra, mengatakan tentang muridnya: “Muslim adalah
ulamanya manusia dan gudang ilmu. Saya tidak mengetahuinya kecuali kebaikan.”

Imam Muslim hafal 300.000 hadits. Dari hadits sebanyak itu beliau kemudian menyeleksinya
dan hanya memasukkan sekitar 7.500 hadits dalam Shahih Muslimtermasuk pengulangan.

“Aku telah menulis kitab karyaku (Shahih Muslim) ini dari 300.000 hadits pilihan
yang masmu’ah,” kata beliau.

Penyusunan kitab Shahih Muslim sendiri memakan waktu 15 tahun. Waktu yang cukup lama
untuk menulis sebuah kitab. Namun karena ini adalah kitab hadits yang penyusunannya
sangat teliti, ia tergolong cepat. Sebagian ulama menyebutkan, untuk bisa menyusun kitab
hadits seotentik Shahih Muslim, butuh waktu 200 tahun.

Iman An Nawawi mengatakan, “Imam Muslim dalam mencantumkan hadits-hadits dalam


kitab karyanya Ash Shahih menempuh jalan yang sangat cermat, teliti dan wira’i dengan
pengetahuan yang dalam di bidang hadits.”

Guru dan Murid Imam Muslim


Penyusun Shahih Muslim ini memiliki guru yang sangat banyak. Setiap kali rihlah di satu
kota, ia berguru kepada banyak ulama di kota tersebut. Ia telah melakukan rihlah ke berbagai
kota dan mendapatkan guru-guru terbaik dalam jumlah besar.

Berikut ini sebagian guru beliau:

 Di Khurasan: Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rawahaih, dll


 Di Ray: Muhammad bin Mahran, Abu Ghassan, dll
 Di Hijaz: Said bin Manshur, Abu Mush’ab, dll
 Di Mesir: Amr bin Sawwad, Harmalah bin Yahya, dll

Ia juga berguru kepada Imam Bukhari. Bahkan Imam Bukhari termasuk ulama yang paling
berjasa dalam membentuk keilmuannya.

“Kalau tidak ada Imam Bukhari, Imam Muslim tidak akan bisa seperti ini dan tidak akan
menghasilkan karya seperti Shahih Muslim ini,” kata Ad Daruquthni.

Imam Muslim juga berguru kepada sebagian gurunya Imam Bukhari. Karenanya tidak
mengherankan jika sebagian hadits dalam kedua Shahih itu sama.
Sedangkan murid-muridnya, jumlahnya sangat banyak. Di antaranya adalah nama-nama besar
sebagai berikut:

 Imam Tirmidzi
 Ibrahim bin Ishaq Ash Shairafi
 Ibrahim bin Abi Thalib
 Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah
 Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan Al Faqih
 Abu Hamid Ahmad bin Hamdun Al A’masyi
 Abu Al Fadhl Ahmad bin Salamah Al Hafizh
 Abu Amr Ahmad bin Nashr Al Khafaf Al Hafizh
 Abu Sa’id Hatim bin Ahmad
 Dll

Antara Shahih Bukhari dan Shahih Muslim


Jumhur ulama sepakat bahwa Shahih Bukharimerupakan kitab paling shahih setelah Al
Qur’an. Baru setelahnya adalah Shahih Muslim. Mereka sepakat bahwa Shahih Bukhari lebih
unggul daripada Shahih Muslim.

Namun demikian, ada sebagian ulama yang lebih mengutamakan Shahih Muslim. Di
antaranya adalah para ulama Maroko.

Al Hafizh Abu Ali An Naisaburi mengatakan, “Tidak ada kitab di kolong langit ini yang lebih
shahih dibandingkan Shahih Muslim.”

Di antara keunggulan Shahih Muslim adalah sistematika penyusunannya. Satu hadits


ditempatkan dengan berbagai macam sand dan aneka redaksi matannya. Sehingga orang yang
mempelajarinya lebih cepat memahami dan mengambil manfaatnya.

Selain itu, ia sangat jeli membedakan haddastana dan akhbarana. Baginya, haddatsana tidak
boleh digunakan kecuali seseorang mendengar hadits dari seorang Syaikh secara sendirian.
Sedangkan akhbarana jika Syaikh mendiktekan hadits pada banyak orang.

Imam An nawawi mengakui keunggulan ilmu dan sistematika ini. “Melalui Shahih Muslim,
dapat diketahui betapa kokoh keilmuan Imam Muslim. Sistematika yang tertib serta
periwayatan hadits yang baik dan belum pernah ada sebelumnya adalah bukti nyata.”

Namun beliau meluruskan, meskipun ada keunggulan Shahih Muslim atas Shahih Bukhari,
secara keseluruhan Shahih Bukhari tetap lebih unggul. Pertama, kriteria penerimaan hadits
Imam Bukhari lebih ketat. Bagi Imam
Bukhari, ‘an’anah bukan muttashil sebagaimana sami’tukecuali terbukti bahwa kedua perawi
pernah bertemu.

Kedua, Shahih Bukhari lebih shahih daripada Shahih Muslim sebagaimana pendapat jumhur
ulama.

Ketiga, Imam Muslim adalah murid Imam Bukhari dan mengakui keunggulan gurunya.
Beliau memilih hadits atas petunjuk Imam Bukhari. Baru setelah itu mengoreksi dan memilih
hadits-hadits riwayatnya selama sekitar 16 tahun dari ribuan kitab hadits.

Karya Imam Muslim


Mungkin sebagian kita hanya mengetahui Shahih Muslim sebagai karya beliau. Padahal
karyanya sangat banyak. Berikut ini sebagian karya beliau:

 Al Jami’ Ash Shahih (Shahih Muslim)


 Al Kuna wal Asma’
 Al Munfaradat wal Wihdan
 Rijal Urwah bin Az Zubair
 At Tamyiz
 Al Musnad Al Kabir ‘ala Ar Rijal
 Al Jami’ ‘alal Abwab
 Al Asma wal Kuna
 Auham Al Muhadditsin
 Thabaqatu At Tabi’in
 Al Mukhdharimin
 Al ‘Ilal
 Al Aqran
 Dll

Wafatnya Imam Muslim


Imam Muslim wafat pada usia 57 tahun. Sebelum wafat, beliau mengalami sakit perut setelah
kelelahan dan makan kurma hadiah.

Kisahnya, sewaktu beliau mengajar, ada murid menanyakan sebuah hadits yang beliau belum
mengetahuinya. Beliau lantas masuk kamar dan semalaman mencari hadits itu.

Saat meneliti hadits tersebut, beliau disuguhi kurma hadiah dari seseorang. Sambil meneliti
semalaman, beliau menghabiskan satu per satu kurma tersebut.
Paginya, Imam Muslim menemukan hadits tersebut. Namun sejak saat itu beliau sakit perut.
Sebagian ulama menyebutkan dua hal itu sebagai faktor penyebab sakitnya. Yakni kelelahan
dan makan kurma tersebut.

Akhirnya Imam Muslim wafat pada Ahad petang, 4 Rajab 261 Hijriyah. Beliau dimakamkan
keesokan harinya, 5 Rajab 261. Begitu banyak orang yang datang untuk turut sholat
jenazah dan memakamkan. Beliau tiada, tapi ilmunya ‘abadi’ sepanjang masa. Pahala jariyah
terus mengalir saat kaum muslimin terus mempelajari hadits dari Shahih Muslim karyanya.

3. Abu Dawud

Kehidupan awal

Imam Abu Dawud lahir pada tahun 202 H atau 817 M di Sijistan, timur Iran (sekarang
Provinsi Sistan dan Baluchestan).

Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin
Amar Al-Azdi As-Sijistani.

Sejak kecil, Abu Dawud sudah sangat mencintai ilmu dan suka belajar karena
kedekatannya dengan para ulama.

Sebelum menginjak usia dewasa, ia sudah mulai mempersiapkan diri mengembara ke


berbagai negeri.

Begitu dirasa umurnya cukup, Abu Dawud pergi untuk belajar dengan para ulama
yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Sagar, dan Khurasan.

Pengembaraannya itu bertujuan untuk mendapatkan hadis sebanyak-banyaknya,


kemudian diseleksi dan ditulis pada kitabnya.

Guru Abu Dawud Selama mengembara ke berbagai negeri, Abu Dawud berguru kepada banyak
ulama, mereka adalah: Imam Al Hasan bin Muhammad As Shabah Azza'Farani Imam Bukhari
Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman At Tujibi Imam Abu Ali Husein bin Ali Alkarabisi
Harmalah bin Yahya bin Abdullah At Tujibi Imam Ahmad bin Hanbal Muhammad bin Syafi'I
Ishaq bin Rohaweh Abu Ya'qub bin Yusuf bin Yahya Albuwaiti Abdullah bin Zubair bin Isa Abu
Bakar Al Humaidi Rabi' bin Sulaiman Abu Hatim Al Hafidh Ad Darimi Imam Ahmad bin Hambal
Al-Qa’nabi Abu Amr Adh-Dhariri Abu Tsur Alkalbi Al Baghdadi Abu Walid Ath-Thayalisi
Sulaiman bin Harb Abu Zakariya Yahya bin Ma’in Ibnu Abi Hatim Abu Khaitsamah Zuhair bin
Harb Ad-Darimi Abu Ustman Sa’id bin Manshur Ibnu Abi Syaibah

Pengarang Kitab Sunan Abu Dawud Sunan Abu Dawud adalah kitab hadis karangan Imam Abu
Dawud, yang merupakan salah satu dari kitab hadis kanonik atau enam koleksi hadis utama
Muslim Sunni. Kitab ini memuat sekitar 4.800 hadis yang telah diseleksi dari sekitar 50.000 hadis
yang ia kumpulkan selama mengembara sejak remaja. Hal itu diketahui saat umurnya belum
genap 20 tahun, Abu Dawud sudah berada di Bagdad, yang saat itu merupakan pusat ilmu
pengetahuan.

Ia menyusun Kitab Sunan Abu Dawud karena minatnya terhadap syariat. Jadi, kitab ini mayoritas
berisi hadis tentang syariat. Setiap hadis yang ia kumpulkan, diperiksa dan diteliti kesesuaiannya
dengan Al-Qur'an, begitu pula sanadnya. Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia
Muslim sebagai salah satu kitab hadis yang paling autentik.
Banyak ulama yang meriwayatkan hadis dari kitabnya, di antaranya adalah Imam Turmudzi dan
Imam Nasa'i. Selain itu, para ahli hadis juga memuji Kitab Sunan Abu Dawud sebagai sebaik-baik
tulisan. Salah satunya adalah ulama hadis terkemuka, Ahmad bin Hambal atau Imam Hambali,
yang terkesan dengan kitab tersebut. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa Kitab Sunan Abu
Dawud sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Karya Abu Dawud Selama mengembara untuk mencari dan mengumpulkan hadis, Abu Dawud
tidak hanya menulis Kitab Sunan Abu Dawud. Ia diketahui menulis beberapa buku sebagai cara
untuk menyampaikan ilmu yang didapatkan, seperti berikut.

Kitab As-Sunan (Sunan Abu Daud) Kitab Al-Marasil, Kitab Al-Qadar An-Nasikh Wa Al-
Mansukh Fada'ilul A’mal Kitab Az-Zuhud Dalailun Nubuwah Ibtida’ul Wahyu Ahbarul Khawarij
Imam Abu Dawud wafat pada 16 Syawal 275 H atau 889 M di Basrah, Irak, di usia 72 tahun. Ia
meninggalkan seorang putra bernama Abu Bakar Abdullah bin Abu Dawud

4. Imam at tirmidzi

Salah satu ulama besar yang dimiliki kaum muslimin ini bernama lengkap Muhammad bin
‘Isa bin Saurah bin Musa as-Sulami at-Tirmidzi. Dan beliau memiliki nama kunyah Abu
‘Isa.
Imam ahli hadis ini dilahirkan pada tahun 209 Hijriyah di sebuah daerah bernama Tirmidz.
Dan nama beliau tersebut dinisbatkan kepada sebuah sungai yang ada di daerah tersebut
yang sering dikenal dengan nama Jaihun. Para ulama berbeda pendapat akan kebutaan
yang beliau alami pada waktu itu. Ada yang mengatakan bahwa beliau mengalami kebutaan
sejak beliau lahir. Akan tetapi yang benar adalah beliau mengalami kebutaan pada masa
tua beliau, yaitu masa setelah beliau banyak melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu.

Kisah perjalanan beliau dalam menuntut ilmu

Pada zaman kita saat ini, sangat jarang kita temukan ada seorang anak muda yang sudah semangat
menuntut ilmu agama di umurnya yang masih belia. Biasanya, pada usia yang masih belia, mereka
lebih menyukai kebebasan bermain dan beraktivitas. Akan tetapi, dahulu para ulama kita memiliki
semangat untuk menuntut ilmu agama sejak usia mereka yang masih muda. Termasuk di
antaranya adalah Imam Tirmidzi. Beliau memulai jihadnya dengan belajar agama sejak beliau
masih muda. Beliau mengambil ilmu dari para syekh yang ada di negara beliau.3
Kemudian beliau memulai melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu ke berbagai negara yang
ada di muka bumi ini. Yang mana perjalanan beliau itu hanya ditujukan untuk menimba ilmu
agama. Beberapa daerah yang pernah beliau datangi pada saat itu adalah Khurasan, Iraq, Madinah,
Mekkah, dan yang lainnya. 4

Guru Beliau

Bagi seorang penuntut ilmu, tidak bisa hanya mencukupkan diri dengan membaca buku-buku
dalam rangka menimba ilmu agama. Karena jika hal tersebut dilakukan, maka kesalahanlah yang
akan banyak dia dapat daripada kebenaran. Oleh karena itu para penuntut ilmu itu sangat
membutuhkan kehadiran seorang guru dalam perjalanannya menuntut ilmu.

Begitu pula apa yang telah dilakukan oleh Imam Ahli Hadis ini. Berbagai negara telah beliau
singgahi, sehingga beliau telah banyak menimba ilmu dari para gurunya. Di antara para guru
beliau adalah:

Ishaq bin Rahawaih, yang merupakan guru pertama bagi Imam Tirmidzi.

.
.

Imam Bukhari. Imamnya para ahli hadis ini adalah termasuk salah satu imam besar yang mana
Imam Tirmidzi mengambil ilmu darinya. Beliau adalah guru yang paling berpengaruh bagi Imam
Tirmidzi. Dari beliaulah Imam Tirmidzi mengambil ilmu ‘ilalul hadits.

.
.

Imam Muslim. Beliau dan Imam Bukhari adalah dua imam ahli hadis terkenal yang ada di muka
bumi ini. Kitab hadis karya mereka berdua adalah kitab yang paling benar setelah Alquran.

.
.

Imam Abu Dawud.

.
.

Qutaibah bin Sa’id.

.
Dan masih banyak lagi yang lainnya. 5

Murid-murid beliau

Suatu keutamaan bagi orang yang berilmu adalah dia akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi
orang banyak dan keberadaannya sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang sadar akan pentingnya
ilmu. Setelah beliau menimba ilmu sekian lama dari para gurunya, beliau mengajarkan dan
menyebarkan ilmu-ilmunya kepada manusia. Dan di antara muridnya adalah:

Abu Bakar Ahmad bin Isma’il as Samarqand

.
.

Abu Hamid al Marwazi

.
.

Ar Rabi’ bin Hayyan al Bahiliy

Dan masih banyak lagi yang lainnya. 6

Karya-karya emas beliau

Salah satu hal yang menyebabkan orang berilmu akan selalu terkenang namanya dan terus
mengalir pahalanya adalah apabila dia menulis ilmu-ilmunya dalam suatu buku yang akan dibaca
oleh manusia hingga akhir zaman. Dan di antara karya-karya beliau yang sampai saat ini
dimanfaatkan oleh kaum muslimin terutama para ulama adalah:

Al-Jami’ (Sunan at-Tirmidzi). Kitab yang satu ini adalah kitab beliau yang paling monumental dan
paling bermanfaat.

.
.

Al-‘Ilal.

.
.

Al-‘Ilal al-Kabir

.
.

Syamail an-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kitab ini termasuk kitab yang paling bagus yang
membahas tentang sifat-sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

.
.

At Tarikh

.
.

Az Zuhd

.
.

Al-Asma’ wal-Kuna.7 Dll

Keutamaan beliau dan pujian ulama’ terhadap beliau

Beliau adalah seorang ulama yang memiliki banyak keutamaan sehingga para ulama banyak
memberikan pujian kepada beliau. Di antara keutamaan beliau dan pujian ulama kepadanya adalah
sebagai berikut:

Kitab beliau yang berjudul “Al-Jami’” menunjukkan akan luasnya pengetahuan beliau dalam ilmu
hadis, kefaqihan beliau dalam permasalahan fikih, dan juga luasnya wawasan beliau terhadap
permasalahan khilafiyah di kalangan para ulama fikih. Akan tetapi beliau cenderung bermudah-
mudahan dalam menilai sahih dan hasan suatu hadis.8


Abu Ahmad al-Hakim berkata bahwa beliau pernah mendengar ‘Umar bin ‘Allak berkata, “Tidak
ada seorang pun yang bisa menggantikan posisi Imam Bukhari sepeninggal beliau kecuali Abu
‘Isa (Imam Tirmidzi) dalam masalah ilmu, kuatnya hafalan, sifat zuhud dan wara’-nya. Beliau
menangis hingga matanya mengalami kebutaan, dan hal tersebut terus berlangsung beberapa tahun
hingga beliau wafat.”9


Imam Abu Isma’il ‘Abdullah bin Muhammad al-Anshoriy10memberikan sebuah rekomendasi


yang luar biasa terhadap beliau, di mana beliau pernah mengatakan bahwa Kitab ‘Al-Jami’ milik
Imam Tirmidzi lebih besar manfaatnya daripada kitab hadis yang dimiliki Imam Bukhari dan
Imam Muslim. Karena kedua kitab tersebut hanya bisa dimanfaatkan oleh orang yang alim yang
tinggi ilmunya, sedangkan kitab Al-Jami’milik beliau bisa dimanfaatkan oleh setiap orang yang
membacanya.11 Akan tetapi hal ini semata-mata hanyalah pendapat seorang ulama’ yang mungkin
beliau memandangnya dari sudut tertentu.


Abu Sa’d al-Idris mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam hadis yang dijadikan teladan
dalam masalah hafalan.12


Imam adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’, “Di dalam kitab tersebut
(Al-Jami’), terdapat banyak sekali ilmu yang bermanfaat, faedah yang melimpah, dan juga
terdapat pokok-pokok permasalahan dalam Islam. Seandainya saja kitab tersebut tidak dinodai
dengan adanya hadis-hadis yang lemah, yang di antaranya adalah hadis palsu dalam permasalahan
keutamaan-keutamaan amalan saleh.”13

Jasa-jasa beliau

Sesungguhnya jasa-jasa yang telah beliau berikan untuk kaum muslimin sangatlah banyak. Dan di
antara jasa yang pernah beliau lakukan untuk kaum muslimin adalah pembelaan beliau
untuk ahlussunnah wal jama’ah terhadap kelompok-kelompok sesat yang ada pada zaman beliau.
Di antara pembelaan tersebut adalah:

Beliau telah menulis sebuah kitab yang monumental yaitu Al-Jami’ yang di dalamnya beliau susun
hadis-hadis yang dikhususkan untuk membantah para ahli bid’ah.


Beliau telah menulis sebuah pembahasan yang luas dalam kitab tersebut yang dikhususkan untuk
membantah kelompok sesat “Al-Qadariyyah” dan juga bantahan terhadap “Al-Murji’ah” yang
beliau beri nama “Kitab al-Iman”.


Beliau juga membuat pembahasan di akhir kitab beliau tersebut yang khusus membahas tentang
keutamaan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dua Imam ahli hadis kita,
Imam Bukhari dan Imam Muslim, untuk membantah kaum Syi’ah Rafidhah laknatullahi ‘alaihim.


Di dalam kitab Al-Jami’ tersebut juga terdapat banyak sekali hadis yang membantah
pemahaman Khawarij, Murji’ah, dan Qadariyyah. Dan beliau mengkhususkan pada “Kitab al-
Qadr”untuk membantah pemahaman Qadariyyah yang mendustakan takdir Allah.14


5. Imam an nasai

Nama lengkapnya adalah Aḥmad ibn Syu`aib ibn `Alī ibn Sīnān Abū `Abd ar-Raḥmān
al-Nasā’ī, lahir pada tahun 215 H. Ia dikenal dengan nama Nasa’i yang dinisbahkan
kepada kota Nasa’i, salah satu kota di Khurasan. Imam Nasa’i menerima Hadiṡ dari
Sa’id, Ishaq bin Rawahih, dan ulama lainnya dari tokoh Hadiṡ di Khurasan, Hijaz,
Irak, Mesir, Syam, dan Jazirah Arab.

Imam Nasa’i terkenal karena ketinggian sanad Hadiṡnya. Kitab Sunān an-Nasā’ī
memuat lebih sedikit Hadiṡ ḍaifnya, setelah Kitāb Ṣaḥīḥ Bukārī dan Kitāb Ṣaḥīḥ
Muslim.

Para guru tempatnya belajar antara lain: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq
bin Rawahih al-Hariṡ bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Daud, dan Imam Abu
Isa at-Tirmiżi. Sedangkan ulama-ulama yang pernah berguru kepadanya adalah: Abu
al-Qasim at-Tabarani (pengarang Kitāb Mu’jam), Abu Ja’far at-Ṭahawi, Al-Hasan bin
al-Khadir as-Suyuṭi, Muhammad bin Mu’awiyah bin al-Aḥmar al-Andalūsī, Abu Nāṣr
ad-Dalabī, dan Abu Bakar bin Ahmad as-Sunni.
Kitab-kitab Hadiṡ karya An-Nasa’i diantaranya: 1) As-Sunān al-Kubrā (yang dikenal
dengan Sunān An-Nasā’ī); 2) As-Sunān al-Mujtaba; 3) Kitāb at-Tamyīz; 4) Kitāb aḍ-
Ḍu’afā’; 5) Khaṣā’iṣ Alī; 6) Musnad Alī; 7) Musnad Mālik; dan 8) Manasik al-Ḥajj

Imam An-Nasa’i wafat pada tahun 303 H/915 M. Ia dimakamkan di Baitul


Maqdis, Palestina.

GURU-GURU

Diantara guru-guru Imam an-Nasa`i:

1. Muhammad bin Syafi'i


2. Harmalah bin Yahya bin Abdullah At Tujibi
3. Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman At Tujibi
4. Abdullah bin Zubair bin Isa Abu Bakar Al Humaidi
5. Imam Abu Ibrahim Ismail bin Yahya Al Muzani

5. MURID-MURID

1. Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij


2. Ibnu Mundzir
3. Ibnul Qoshi
4. Abu Ishaq Al Marwazi
5. Al Mas'udi

MERIWAYATKAN HADITS

Pada saat itu Imam an-Nasa`i berumur 15 tahun. Beliau tinggal di

samping Qutaibah di negerinya Baghlan selama setahun dua bulan,

sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu darinya begitu banyak dan

dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.

Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki

oleh orang-orang pada zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki


kejelian dan keteliatian yang sangat mendalam. Imam an-Nasa`i dapat

meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa dengan

para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat

menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai

akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh derajat yang tinggi dalam disiplin

ilmu ini.

Beliau telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana Imam an-Nasa`i pun

telah menulis hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan

oleh ulama pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk

melakukan pekerjaan ini, bahkan Imam an-Nasa`i memiliki kekuatan

kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang digambarkan oleh al

Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar

sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu Lahi’ah

dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia

tidak meriwayatkan hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu

Lahi’ah yang dha’if.

Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi Imam an-Nasa`i bukan hanya

memperbanyak riwayat hadits semata, akan tetapi Imam an-Nasa`i

berkeinginan untuk memberikan nasehat dan menseterilkan syarea’at (dari

bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan).


Imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu

selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika Imam an-Nasa`i mendengar

dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi

Imam an-Nasa`i tidak mengatakan; ‘telah menceritakan kepada kami,’ atau

‘telah mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan tetapi dia

selalu berkata; ‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’

Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal

tersebut karena terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al

Harits, dan tidak memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al

Harits, kecuali Imam an-Nasa`i mendengar dari belakang pintu atau lokasi

yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan qari` dan Imam

an-Nasa`i tidak dapat melihatnya. Para ulama memandang bahwa kitab

hadits Imam an-Nasa`i “Sunan an-Nasa`i” sebagai kitab kelima dari

Kutubussittah setelah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu

Dawud dan Jami’ at-Tirmidzi.

Kitab-kitab Hasil karya Imam an-Nasa`i di antaranya adalah;

1. As Sunan Ash Shughra


2. As Sunan Al Kubra
3. Al Kuna
4. Khasha`isu ‘Ali
5. ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah
6. At Tafsir
7. Adl Dlu’afa wa al Matrukin
8. Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar
9. Tasmiyatu man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid
10. Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
11. Musnad ‘Ali bin Abi Thalib
12. Musnad Hadits Malik
13. Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum
14. Al Ikhwah
15. Al Ighrab
16. Musnad Manshur bin Zadzan
17. Al Jarhu wa ta’dil

6. Imam ibnu majah

1. KELAHIRAN

Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabi’ bin Majah Al-Qazwinî Al-

Hâfidz, atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Majah lahir pada tahun 207

H / 209 H di daerah Qazwin (salah satu kota yang terkenal di kawasan

‘Iraq).

Sebutan Majah dinisbatkan kepada ayahnya Yazid, yang juga dikenal

dengan sebutan Majah Maula Rab’at. Ada juga yang mengatakan bahwa

Majah adalah ayah dari Yazid. Walaupun demikian, tampaknya pendapat

yang lebih shahih. Kata “Majah” adalah gelar ayah Muhammad, bukan

gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn

Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.


2. WAFAT

Imam Ibnu Majah wafat pada hari Senin tanggal 22 Ramadhan 273

H/887 M. Almarhum dimakamkan hari Selasa di tanah kelahirannya

Qazwîn, Iraq.

Ada pendapat yang mengatakan beliau meninggal pada tahun 275 H,

namun pendapat yang pertama lebih valid. Walaupun beliau sudah lama

sampai ke finish perajalanan hidupnya, namun hingga kini beliau tetap

dikenang dan disanjung oleh seluruh umat Islam dunia. Dan ini adalah

bukti bahwa beliau memang seorang ilmuan sejati.

3. PENDIDIKAN

Imam Ibnu Majah mulai menginjakkan kakinya di dunia pendidikan sejak

usia remaja, dan menekuni pada bidang hadits sejak menginjak usia 15

tahun pada seorang guru yang ternama pada kala itu, yaitu Ali bin

Muhammad At-Tanafasy (wafat tanggal 233 H). Bakat dan minat yang

sangat besar yang dimilikinyalah yang akhirnya membawa Imam Ibnu

Majahberkelana ke penjuru negeri untuk menelusuri ilmu hadits.

Sepanjang hayatnya beliau telah mendedikasikan pikiran dan jiwanya

dengan menulis beberapa buku Islam, seperti buku fikih, tafsir, hadits, dan

sejarah.
Dalam bidang sejarah Imam Ibnu Majahmenulis buku “At-Târîkh” yang

mengulas sejarah atau biografi para muhaddits sejak awal hingga masanya,

dalam bidang tafsir beliau menulis buku “Al-Qur’ân Al-Karîm” dan dalam

bidang hadits beliau menulis buku “Sunan Ibnu Majah”. Disayangkan

sekali karena buku “At-Târîkh” dan “Al-Qur’ân Al-Karîm” tidak sampai

pada generasi selanjutnya karena dianggap kurang monumental.

Ibnu Majah meniti jalan ahli ilmu pada zaman tersebut, yaitu mengadakan

rihlah dalam rangka menuntut ilmu. Maka beliau pun keluar

meninggalkan negerinya untuk mendengar hadits dan menghafal ilmu.

Berkeliling mengitari negeri-negeri islam yang menyimpan mutiara hadits.

Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar. Hal inilah yang

membuat Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negeri guna

mencari, mengumpulkan, dan menulis Hadis. Puluhan negeri telah ia

kunjungi, antara lain: Khurasan; Naisabur dan yang lainnya. Ar Ray Iraq;

Baghdad, Kufah, Wasith dan Bashrah. Hijaz; Makkah dan Madinah. Syam;

damasqus dan Himsh. Mesir

4. GURU-GURU

Ibnu Majah sama dengan ulama-ulama pengumpul hadits lainnya, beliau

mempunyai guru yang sangat banyak sekali. Diantara guru beliau adalah;

‘Ali bin Muhammad ath Thanâfusî, Rabi' bin Sulaiman, Jabbarah bin AL
Mughallas, Mush’ab bin ‘Abdullah az Zubair, Suwaid bin Sa’îd, Abdullah

bin Zubair bin Isa Abu Bakar Al Humaidi, Abdullâh bin Muawiyah al

Jumahî, Muhammad bin Ramh, Ibrahîm bin Mundzir al Hizâmi,

Muhammad bin Abdullah bin Numair, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Ibnu

Abid Dunya, Hisyam bin ‘Ammar, Abu Sa’id Al Asyaj, Abu Tsur Alkalbi Al

Baghdadi, Harmalah bin Yahya bin Abdullah At Tujibi.

5. MURID-MURID

Keluasan ‘ilmu Ibnu Majah membuat para penuntut ilmu yang haus akan

ilmu berkeliling dalam majlis yang beliau dirikan. Maka sangat banyak

sekali murid yang mengambil ilmu darinya, diantara mereka adalah:

Muhammad bin ‘Isa al Abharî, Abu Thayyib Ahmad al Baghdadî, Sulaiman

bin Yazid al Fami, ‘Ali bin Ibrahim al Qaththan, Ishaq bin Muhammad,

Muhammad bin ‘Isa ash Shiffar, ‘Ali bin Sa’îd al ‘Askari, Ibnu Sibuyah,

Wajdî Ahmad bin Ibrahîm.

KARYA-KARYA

1. Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab
Hadits yang Pokok).
2. Kitab Tafsir Al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti
diterangkan Ibn Kasir.
3. Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.

7. Imam malik

Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al- Asbahi
al-Madani lahir di Madinah pada tahun 93 H / 714 M dan wafat pada tahun 179 H /
800 M. Beliau adalah pendiri Maẓhab Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis.
Beliau juga merupakan penyusun kitab al-Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40
tahun dan kitabnya telah diperlihatkan kepada 70 ahli fikih di Madinah.

Anas, ayah beliau merupakan periwayat hadis dan Malik bin ‘Amr, kakek beliau
adalah ulama dari kalangan tabi’in. Kakeknya banyak meriwayatkan hadis dari tokoh-
tokoh besar sahabat, seperti Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin
‘Ubaidillah, Ummul Mukminin ‘Aisyah, Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit dan ‘Uqail
bin Abi Thalib.

Imam Malik merupakan pribadi yang tekun. Saat masih kecil, Imam Malik sudah
hafal al-Qur’an lalu beliau beralih menghafal hadis setelahnya. Selain menghafal,
Imam Malik juga rajin belajar ilmu fikih. Beliau belajar ilmu fikih kepada Rabi’ah bin
Abdurrahman. Beliau juga belajar di halaqah Abdurrahman bin Hurmuz selama 13
tahun tanpa diselingi belajar kepada guru lain. Beliau juga tidak pernah mengembara
ke negeri lain untuk mencari ilmu. Beliau hanya mencukupkan belajar ilmu kepada
tokoh dan ulama dari kalangan tabiin di Madinah.

Dengan ketekunan tersebut menjadikan beliau pribadi yang berpengetahuan luas.


Ulama besar seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pernah menimba ilmu dan
belajar kepada beliau.

Sebelum beliau wafat, beliau meninggalkan beberapa karya yang dapat dinikmati
yaitu kitab Al-Muwattha` dan Maẓhab Maliki.

Ia belajar ilmu qiraat pada Nafi’ bin Abi Nuaim, belajar hadits pada Nafi’ bin

Sarjis (hamba sahaya Ibnu Umar), Sa’id al-Maqburi, Amir bin Abdullah bin

Zubair, Ibnu al-Munkadir, al-Zuhri, Abdullah bin Dinar.

Ia juga belajar hadits dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah, Ayub bin Abi

Tamimah, al-Sakhtiyani, Ayub bin Hubaib al-Juhni (hamba sahaya Said bin

Malik), Ibrahim bin Uqbah dan banyak lagi dari kalangan tabiin. Dari

mereka Imam Malik meriwayatkan hadits-hadits yang ditulisnya dalam kitab

hadits monumentalnya al-Muwaththa’


Di antara sahabat sekaligus murid dari Imam Malik ialah Ma’mar, Ibnu

Juraij, Abu Hanifah, Amr bin al-Harits, al-Auza’i, Syu’bah, al-Tsauri,

Juwairiyah bin Asma, al-Laits, Hammad bin Zaid, Ismail bin Ja’far, Sufyan

bin Uyainah, Abdullah bin Mubarok, Abu Abdillah al-Syafi’i (Imam Syafi’i)

dan masih banyak yang lainnya.

Dari banyaknya murid Imam Malik, murid yang terakhir kali meninggal dari

para periwayat kitab al-Muwatha’ ialah Abu Hudzafah Ahmad bin Ismail al-

Sahami. Ia hidup 80 tahun setelah Imam MalikImam Malik wafat pada tahun

179 H dalam usia 86 tahun. Ia dimakamkan di Baqi’ di sisi makam Ibrahim,

anak dari Rasulullah Saw.

8. Imam ahmad bin hambal

Awal kehidupan Nama lengkap Imam Hambali adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad bin Idris. Ia lahir pada tahun 780 di Turkmenia. Imam Hambali merupakan putra
dari seorang perwira tentara Abbasiyah. Ketika baru berusia 15 tahun, ia sudah menguasai
Alquran dan hafal setiap surat di dalamnya. Imam Hambali juga mulai mempelajari ilmu hadis di
usia remaja. Untuk mendalami hadis lebih lanjut, ia pergi merantau ke Suriah, Hijaz, Yaman, dan
negara-negara Arab lainnya. Usai mendalami ilmu hadis, Imam Hambali belajar di Baghdad. Ia
kemudian belajar ilmu fikih di bawah bimbingan Abu Yusuf, hakim agung di era Abbasiyah.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia mulai melakukan perjalanan ke Irak, Suriah, dan Arab,
guna mengumpulkan hadis-hadis Nabi Muhammad. Kala itu, total hadis yang berhasil dihafal
telah berjumlah ratusan. Dengan keahlian ini, Imam Hambali pun dikenal sebagai ahli hadis
terkemuka. Setelah banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan melakukan perjalanan, ia
kembali ke Baghdad untuk melanjutkan belajar bersama gurunya, Imam Syafi'i.

Ahli hadis sekaligus ahli fikih Diriwayatkan bahwa Imam Hambali mendapatkan gelar Al Hafidh,
yaitu gelar untuk ulama yang sudah hafal lebih dari 100.000 hadis. Pasalnya, selama hidupnya,
Imam Hambali diperkirakan telah menghafal setidaknya 750.000 hadis. Pencapaian itu melebihi
Muhammad al-Bukhari, Muslim bin al-Hajjaj, dan Abu Dawud al-Sijistani.

Selain itu, Imam Hambali disebut sebagai ahli fikih yang sederajat dengan gurunya, Imam Syafi'i,
Laits, dan Abu Yusuf. Hal ini sangat mungkin, karena sepanjang hidupnya, Imam Hambali belajar
kepada ratusan ulama dari berbagai negeri, mulai dari Mekkah, Kufah, Baghdad, Yaman, dan
masih banyak lainnya.

Karya Imam Hambali dikenal dengan karya tulis kitabnya yang bertajuk al-Musnad al-Kabir, yang
ditulis pada sekitar tahun 227 H atau 841 Masehi. Karya terbesar Imam Hambali ini termasuk
dalam salah satu kitab hadis Nabi yang terkenal dan kedudukannya menempati posisi yang
diutamakan serta dijadikan induk rujukan bagi kitab-kitab lain. Disebutkan bahwa ada kurang
lebih 40.000 hadis yang ditulis sesuai urutan nama para sahabat Nabi Muhammad. Kitab Musnad
terdiri dari 18 bagian. Bagian awal mengisahkan tentang sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk
surga dan ditutup dengan sahabat Nabi yang perempuan.
.

Adapun beberapa karya tulis lain yang dihasilkan Imam Hambali adalah sebagai berikut: Kitab at-
Tafsir Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh Kitab at-Tarikh Kitab Hadits Syu'bah Kitab al-Muqaddam
wa al-mu'akkhar fi al-Qur'an Kitab Jawabah al-Qur'an Kitab al-Manasik al-Kabir Kitab al-
Manasik as-Saghir Kitab Ushul as-Sunnah Kitab al-'Ilal Kitab al-Manasik Kitab az-Zuhd Kitab al-
Iman Kitab al-Masa'il Kitab al-Asyribah Kitab al-Fadha'il Kitab Tha'ah ar-Rasul Kitab al-Fara'idh
Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah

Mazhab Hambali Imam Hambali mengembangkan Mazhab Hambali, yang pinsip-prinsip dasarnya
hampir sama dengan Mazhab Syafi'i. Hal itu karena Imam Hambali memang berguru pada Imam
Syafi'i. Mazhab Hambali pertama kali berkembang di Bagdad, Irak. Namun, mazhab ini tidak
begitu berkembang luas, karena Imam Hambali begitu tegas dalam berpegang teguh pada riwayat
dan tidak mau berfatwa jika tidak berlandaskan Alquran dan hadis marfuk. Kendati demikian,
mazhab ini pernah mendapatkan kedudukan istimewa di kalangan masyarakat Arab Saudi. Wafat
Imam Hambali wafat pada 2 Agustus 855 di Bagdad, Irak. Berdasarkan sejarah, pemakamannya
dihadiri oleh ratusan ribu orang. Makamnya berada di lokasi kuil Imam Ahmad bin Hanbal di
Distrik Ar-Rusafa.

Anda mungkin juga menyukai