Anda di halaman 1dari 5

NAMA : MUH RIFKI ADLIYA

JURUSAN: PAI.1.1

MATKUL: Metodologi Studi Islam

MAZHAB HAMBALI

Imam Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbal dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H atau 780 M. Beliau
adalah keturunan Arab asli dari suku Shayban. Ayahnya meninggal saat Imam Ahmad masih balita. 

Imam Ahmad adalah seorang imam dari mazhab fikih ke empat dalam Islam. Beliau dikenal sebagai
pendiri mazhab fikih ke-empat dan juga mufti negara Irak.

Petualangan Mencari Ilmu

Imam Ahmad bin Hanbal adalah penghafal Al-Qur’an dan juga pembelajar bahasa. Ketika usianya masih
14 tahun, beliau telah menulis diwan (prosa). Beliau adalah seorang penuntut ilmu sejati, hidupnya
diwakafkan untuk mencari dan mencintai ilmu. 

Beliau selalu bekerja keras untuk mencari ilmu pengetahuan. Tak jarang karena hal itu, sang ibu merasa
terharu melihat perjuangan sang anak. Bahkan beliau memiliki kebiasaan untuk keluar rumah sebelum
fajar terbit untuk menuntut ilmu. Dan sang ibu pernah memintanya agar menunggu sejenak sampai orang-
orang terbangun dari tidurnya barulah pergi.

Pada awal mula pencariannya terhadap ilmu pengetahuan, Imam Ahmad bin Hanbal menyalin kitab-kitab
yang bernuansa pemikiran. Setelah itu, beliau kemudian memfokuskan dirinya untuk mempelajari hadis.

Ketika usia Imam bin Hanbal menginjak usia 15 tahun, beliau mulai mempelajari hadis Nabi Muhammad
‫ﷺ‬. Beliau melanglang buana untuk berguru pada ulama-ulama yang luar biasa pada saat itu.

Untuk mendapatkan guru-guru yang hebat, Imam Ahmad bin Hanbal melakukan perjalanan keliling dari
satu negeri ke negeri yang lain. Beliau pernah berkunjung ke Kuffah (133 H) dan ke Basrah (186 H) di
Irak; Mekah, Hijaz, dan Madinah di Arab; dan Yaman serta Suriah. 

Beliau setidaknya pernah lima kali melakukan ziarah (kunjungan) ke Mekah, tiga di antaranya dengan
berjalan kaki. Kondisi ekonomi yang kurang beruntung tidak lantas menyurutkan semangat beliau untuk
mengembara ke berbagai negara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

PERKEMBANGAN MAZHAB HAMBALI


Mazhab Hambali pertama kali berkembang di Baghdad, Irak yang mana di sanalah tempat asal Imam
Hambali. Pada awal abad ke-4 mazhab Hambali mulai menyebar ke kawasan Nejd, lalu kemudian
ke Mesir. Menurut Muhammad Hasbi As Shiddieq yang mengutip dari para ulama-ulama sejarah Tajrie',
mazhab Hambali kurang banyak pengikutnya dan kurang luas persebarannya.

Kurang luasnya penyebaran mazhab Hambali dikarenakan Imam Hambali begitu tegas bepegang tegus
pada riwayat, dan tidak mau berfatwa jika tidak berlandaskan pada nash Al-Qur'an dan hadis marfuk.
Selain itu, Imam Hambali juga sangat sedikit melakukan ijtihad, beliau juga menggunakan kias hanya
ketika terpaksa saja.

Menurut Muhammad Hasbi Ash' Shiddiqy, pendirian Imam Hambali tegas itulah yang sebenarnya
membuat beliau berbeda dengan imam-imam mazhab yang lain. Walaupun imam-imam yang lain
menggunakan kias jugadisebabkan karena tidak menemukannya dalam nas Al-Qur'an dan Hadis.
Pendirian Imam Hambali ini pula yang membuat beliau menjadi imam mazhab yang paling banyak
mengumpulkan hadis diantara imam mazhab yang lain.Beberapa ulama mazhab lain pun, juga terkadang
melihat mazhab Hambali untuk menemukan beberapa hadis yang sesuai untuk perkara-perkara tertentu.

Mazhab Hambali kemudian menemukan momentumnya untuk tumbuh dan berkembang ketika Arab
Saudi berdiri. Kerajaan Arab Saudi yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Saud berdiri di kawasan Hijaz dan
Nejd bermazhab Hambali. Karena pengaruh pemerintahan Arab Saudi yang menggunakan mazhab
Hambali, maka mazhab ini kemudian mulai mendapatkan kedudukan yang istimewa di masyarakat,
khususnya di Arab Saudi.

PRINSIP DASAR MAZHAB HAMBALI

Pada dasarnya prinsip-prinsip dasar dalam mazhab Hambali hampir sama dengan Mazhab Syafi’i
hal ini dikarenakan Imam Hambali berguru pada Imam Syafi'i. Mazhab Hambali memiliki 5 dasar
yang utama, yaitu:

1. Nas Al qur’an dan Hadits marfuk. Bila Imam Hambali mendapatkan suatu hadis, beliau
kemudian berfatwa (beriftâ) dengan tidak memperdulikan keterangan-keterangan yang
menyalahinya. Hal tersebut dilakukan Imam Hambali karena beliau memilih untuk
mengabaikan perbuatan-perbuatan yang menyalahi hadis. Imam Hambali juga tidak
mendahulukan suatu pendapat, baik qiyas ataupun perkataan sahabat diatas kedudukan
hadis yang shahih.
2. Fatwa Sahabat. Bila Imam Hambali mendapat fatwa atau perkataan dari seorang sahabat
Rasul, dan beliau tidak mengetahui pendapat sahabat lain yang bertentangan dengannya,
maka beliau jadikan fatwa sahabat itu sebagai hujan
3. Pendapat Sahabat. Bila Imam Hambali mendapati adanya pendapat dari para sahabat
Rasul, maka beliau memilahnya dengan mempertimbangkan mana yang lebih dekat dengan
Al-Qur'an dan Hadis. Imam Hambali juga tidak meninggalkan perkataan para Sahabat untuk
membuat ijtihad sendiri. Jika ada pendapat para Sahabat yang tidak sesuai atau kurang
sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis, maka Imam Hambali akan menerangkan kekhilafan
atau kekeliruan dengan tidak menegaskan pendapat mana yang akan diambil.
4. Hadis mursal dan hadis daif Imam Hambali tetap mempertimbangkan hadis mursal dan
hadis daif apabila tidak didapati keterangan-keterangan yang menolak hadis tersebut. Bagi
Imam Hambali berhujah dengan hadis daif tidak masalah, selama hadis daif tersebut tidak
bathil, tidak munkar, dan tidak ada perawi-perawinya yang dituduh dusta. Bagi Imam
Hambali melihat dan merujuk pada hadis mursal dan hadis daif lebih utama dari kias.
5. Kias. Imam Hambali menggunakan kias bila dalam keadaan mendesak atau darurat saja.
Kondisi darurat yang dimaksud adalah ketika beliau tidak mendapati hadis (baik hadis
sahih, hadis mursal, dan hadis daif) atau perkataan sahabat yang bisa dipakai. Imam
Hambali juga tidak menggunakan kias bila dalil-dalil yang didapatnya saling bertentangan
satu sama lain.
KITAB – KITAB

Sebenarnya Imam Hambali melarang murid-muridnya untuk mencatat fatwa-fatwa yang beliau
katakan, hal ini dikarenakan Imam Hambali khawatir fatwanya akan menjadi panduan fikih yang
umum dan tetap untuk segala zaman. Imam Hambali juga khawatir jika diantara fatwa-fatwa beliau
ada yang keliru dan sudah diubah dengan fatwa-fatwa yang lain.

Meskipun melarang muridnya untuk mencatat perkataannya, Imam Hambali tetap menulis kitab
hadis yang diberinama Al-Musnad atau yang dikenal juga dengan nama Musnad Ahmad. Kitab
tersebut berisi 40.000 hadis.] Imam Hambali berkata dalam musnadnya:

"Aku telah kumpulkan dalam Musnad ini segala hadis Nabi. Tidak ada di dalam kitabku, hadis yang
tidak dapat dijadikan hujah."

Al-Musnad ini adalah kitab hadis yang terbesar diantara kitab-kitab fikih mazhab lainnya. Selain itu
kitab Al-Musnad ini juga adalah kitab hadis terbesar yang masuk dalam percetakan modern.

Pada periode awal mazhab hanbali, banyak diantara murid-murid Imam Ahmad yang membukukan


pendapat-pendapat beliau dalam kitab-kitab masail, diantaranya karya Imamd Abu Dawud. Adapun
kitab-kitab mazhab hanbali yang populer pada periode ini diantaranya Jami' Ar-Riwayat karya
Imam al-Khallal dan al-Mukhtashar al-Khiraqi. Jami' Ar-Riwayat merupakan himpunan pendapat
yang diriwayatkan dari Imam Ahmad, sedangkan Mukhtashar al-Khiraqi berisi hasil ijtihad Imam Al-
Khiraqi dalam menguatkan salah satu dari sekian pendapat Imam Ahmad dalam suatu bab.

Pada periode berikutnya (pertengahan), para ulama hanabilah mulai menyusun ushul


fikih mazhab hanbali, diantaranya Al-Qadi Abu Ya'la. Mukhtashar al-Khiraqi dijabarkan oleh Syaikhul
Islam al-Muwaffaq Ibnu Qudamah dalam syarahnya, al-Mughni. Al-Mughni merupakan salah satu
karya terbesar di kalangan para ulama Hanabilah yang berisi perbandingan pendapat antar mazhab,
baik yang empat maupun yang lainnya. al-Muwaffaq juga menulis kitab al-'Umdah, al-Muqni' dan al-
Kafi yang merupakan satu rangkaian kurikulum bertingkat. Keluarga Qudamah bin Miqdam juga
berandil besar melalui kitan 'Umdah al-Ahkam karya al-Hafizh Abdul Ghani al-Maqdisi yang berisi
hadits-hadits hukum.
REFERESI

https://kesan.id/feed/feed-imam-ahmad-bin-hanbal-imam-mazhab-hanbali-i-90a8

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Hambali#:~:text=satu%20sama%20lain.-,Perkembangan,Nejd
%2C%20lalu%20kemudian%20ke%20Mesir.

https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Hambali

Ash Shiddiqy, M. Hasbi. Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Islam. 1962.

Al- Qaththan, Syaikh Manna'. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2013.

Anda mungkin juga menyukai