Anda di halaman 1dari 9

ISTIMBAT HUKUM MADZHAB IMAM HAMBALI

Disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Ushul Fiqih

Disusun Oleh :

Isna Fina Zulfatun

1917501072

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

JURUSAN QUR’AN DAN HADIST

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PURWOKERTO

2020

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, banyak berkembang keilmuan islam dengan
berbagai persoalan yang terjadi. Salah satu persoalan adalah tentang penetapan hukum dalam
Islam. Hal ini juga didesak meluasnya Islam ke berbagai daerah, yang memberi ragam
pendekatan atas sumber hukum Islam.

Madzhab Hanbali adalah salah satu madzhab yang merupakan bagian dari perkembangan
keilmuan islam setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw dalam bidang penetapan hukum yang
banyak diikuti dan masih eksis hingga hari ini. Tokoh pendirinya bernama Imam Ahmad bin
Hambal. Ahmad bin Hambal lahir di Baghdad, pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Pada
nasabnya, ia bernama Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal dari kalangan Bani
Syaiban, salah satu kabilah di Arab. Nama Ahmad bin Hambal ini disandarkan pada
kakeknya.

Dalam makalah ini akan membahas tentang Madzhab Hambali serta istimbat hukum islam
dari madzhab yang didirikan oleh Imam Ahmad bin Hambal tersebut.
BAB 1I
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Ahmad bin Hambal


Sebagaimana dicatat Adz Dzahabi dalam kitab Siyar A’lam an Nubala’, ayahnya
adalah seorang pimpinan militer di Khurasan. Saat masih kanak-kanak, Ahmad bin
Hanbal ditinggal wafat oleh ayahnya yang gugur dalam pertempuran melawan
Bizantium. Sedangkan kakeknya, Hambal, adalah seorang gubernur pada masa Dinasti
Umayyah. Banyak ulama menyebutkan bahwa Imam Ahmad mencari ilmu di Baghdad
dan sekitarnya sampai usia 19 tahun. Setelah menghafal Al Quran di usia belia, ia
mulai mengumpulkan hadis dan mendalami fikih sejak umur 15 tahun.
Para periwayat hadis banyak sekali tercatat pernah tinggal, atau setidaknya, singgah di
Baghdad. Para tokoh ulama ini diabadikan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh
Baghdad. Oleh sebab itu Ahmad bin Hambal begitu terpengaruh oleh mereka, dan
nantinya merupakan salah satu kalangan ahlul hadits terkemuka. Kekayaan ilmu
Ahmad Ibn Hanbal diperoleh di kota kelahirannya, Baghdad. Berkat ketekunannya
mengumpulkan hadis, Ahmad bin Hambal memiliki hafalan hadis yang banyak sekali.
Ini membuatnya sangat kompeten dalam periwayatan hadis, dan segera menjadi salah
satu tokoh terkemuka di bidang tersebut.
Di samping itu, ilmu fikih mulai banyak dikembangkan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyah. Saat Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan mengambil alih
kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib, pusat pemerintahan dipindahkan dari Madinah ke
Damaskus. Kemudian ketika Abbasiyah mengambil alih kekuasaan dari Bani
Umayyah, pusat kerajaan atau ibu kota politik dunia islam dipindah ke kota Baghdad.
Beliau belajar kepada para guru seperti Syekh Abu Yusuf, salah satu murid utama Abu
Hanifah, kemudian Abdur Razzaq, salah satu generasi pemula penyusun kitab hadis, serta
Imam asy Syafi’i. Ketika Imam asy-Syafi’i tinggal di Baghdad, Ahmad Ibn Hambal
rajin mengikuti halaqahnya. Kedalaman ilmu fikih dan hadisnya menjadikan pribadi
Ahmad ibn Hanbal sebagai pribadi yang unggul di majelis Imam asy-Syafi’i.
Imam Syafi’i memuji sosok Imam Ahmad bin Hambal: “Aku keluar dari Irak, dan tiada
kutemui orang yang lebih mumpuni ilmunya dan zuhud dibanding Ahmad bin
Hambal,” tutur beliau. Ia digambarkan para muridnya sebagai pribadi yang wara’,
santun, dan ramah. Ahmad bin Hambal fokus menimba ilmu, dan baru menikah pada
usia 40 tahun. Di usia itu, dengan perbendaharaan ilmu yang kaya khususnya dalam
bidang hadis dan fikih, Ahmad mendirikan majelis tersendiri di kota Baghdad. Dari
majelis ini, Ahmad bin Hambal mulai merumuskan dasar-dasar mazhabnya,
mengeluarkan fatwa, dan membimbing murid-muridnya.
B. Persebaran Madzhab Hambali
Mazhab Hambali tersebar luas di negeri Syam. Secara geografis, antara Syam dengan
Baghdad memiliki jarak yang cukup dekat. Jarak yang dekat memungkinkan
penyebaran di masa itu (+ abad 3-4 H).
Dalam perkembangannya, pada abad ke-4 H Mazhab Hambali sudah dapat ditemukan
di Bashrah, sebuah negeri yang berada di tepi pantai Arab. Selain itu, pada masa ini
juga Mazhab Hambali mulai sampai ke Mesir.
Mazhab Hambali baru tersebar ke luar Irak sejak abad ke 4 H. Setidaknya, mazhab ini
dapat dijumpai di Syam, Bashrah, dan Mesir. Hal ini menunjukan bertambahnya
pengikut mazhab ini seiring berjalannya waktu.
Seiring perjalanan waktu, ketenaran dan perkembangan Mazhab Hambali mulai
memudar sejak abad ke 7 H. Bahkan hampir jarang ditemui orang penganut mazhab
ini setelah abad tersebut, terutama di daerah-daerah luar Irak seperti Syam, Bashrah,
dan Mesir.
Menurut Abu Zahrah ada 3 faktor yang menyebabkan penyusutan penganut Madzhab
Hambali yaitu Pertama, keterlambatan lahirnya Mazhab Hambali. Mazhab ini
merupakan mazhab terakhir yang muncul setelah 3 mazhab fikih sebelumnya (Hanafi,
Maliki, dan Syafi’i). Ketiga mazhab tersebut telah berkembang lebih dulu di berbagai
daerah di jazirah Arab sebelum lahirnya Mazhab Hambali.
Kedua, tidak ada perwakilan dari pengikut Mazhab Hambali yang menjadi hakim,
terutama saat mazhab ini sudah menyebar ke luar Irak. Padahal, posisi hakim cukup
sentral dan strategis dalam menyebarkan pendapat mazhab yang dianutnya.
Ketiga, kuatnya fanatisme pengikut Mazhab Hambali. Ini terbukti ketika ada orang
lain yang berbeda pendapat, mereka bukan membantahnya dengan argumen, tapi
justru bersikap kasar dan keras dengan dalih al-amr bil ma’ruf wa nahy ‘anil munkar
(perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal
yang buruk).
C. Istimbat Hukum Madzhab Hambali
Adapun sumber hukum dan metode istinbath Imam Ahmad ibn Hambal dalam
menetapkan hukum adalah:
a. Nash dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih.
Apabila beliau telah mendapati suatu nash dari Al-Qur’an dan dari Sunnah Rasul yang
shahihah, maka beliau dalam menetapkan hukum adalah dengan nash itu.
b. Fatwa para sahabat Nabi SAW
Apabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari Al-Qur’an maupun dari
hadits shahih, maka ia menggunakan fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi yang tidak
ada perselisihan di kalangan mereka. Apabila terdapat perbedaan di antara fatwa para
sahabat, maka Imam Ahmad ibn Hambal memilih pendapat yang lebih dekat kepada
Al-Qur’an dan Sunnah.
c. Hadits Mursal dan Hadits Dha’if
Apabila ia tidak menemukan dari tiga poin di atas, maka beliau menetapkan hukum
dengan hadits mursal dan hadits dha’if. Dalam pandangan Imam Ahmad ibn Hambal,
hadits hanya dua kelompok yaitu, hadits shahih dan hadits dha’if.
d. Qiyas
Apabila Imam Ahmad ibn Hanbal tidak mendapatkan nash dari hadits mursal dan
hadits dha’if, maka ia menganalogikan / menggunakan qiyas. Qiyas adalah dalil yang
digunakan dalam keadaan dharurat (terpaksa)
e. sadd al-dzara’i
yaitu melakukan tindakan preventif terhadap hal-hal yang negatif.

D. Contoh Istimbat Hukum Madzhab Hambali


Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 43 Allah SWT berfirman :
‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَ ْق َربُوا الصَّالةَ َوَأ ْنتُ ْم سُكارى َحتَّى تَ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ َوال ُجنُبا ً ِإالَّ عابِ ِري َسبِي ٍل َحتَّى تَ ْغتَ ِسلُوا َوِإ ْن‬
َ ‫ُك ْنتُ ْم َمرْ ضى َأوْ عَلى َسفَ ٍر َأوْ جا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغاِئ ِط َأوْ ال َم ْستُ ُم النِّسا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
‫حُوا‬w‫ا ً فَا ْم َس‬w‫ص ِعيداً طَيِّب‬
ً‫بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوَأ ْي ِدي ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ كانَ َعفُ ًّوا َغفُورا‬

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian salat, sedang kalian dalam keadaan
mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri
masjid) sedang kalian dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu saja, hingga
kalian mandi. Dan jika kalian sakit atau sedang dalam musafir atau seseorang di antara
kalian datang dari tempat buang air atau kalian telah menyentuh perempuan, kemudian
kalian tidak mendapat air, maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang baik (suci);
sapulah muka kalian dan tangan kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun”.
Istimbat hukum dalam kalimat ‫ا َء‬ww‫تُ ُم النِّس‬ww‫ ال َم ْس‬menurut Imam Ahmad bin Hambal
menyentu perempuan ajnabiyah dan mahrom dapat membatalkan wudlu dengan syarat
adanya syahwat, jika tidak adanya syahwat maka tidak membatalkan wudlu.
Wallahu’alam.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Imam Ibnu Hanbal merupakan seorang ahli sunnah dan ahli Atsar, dan beliau sangat keras
terhadap penggunaan ra’yu, Imam Ibnu Hanbal paling keras terhadap taqlid buta dan orang
yang bertaqlid terhadap urusan agama. Pendirian beliau yang seperti itu dapat dibuktikan
dengan ucapannya yang beliau sampaikan kepada salah atu muridnya seperti Imam Abu
Dawud pernah mendengar bahwa Imam Ibnu Hanbal Berkata “janganlah engkau bertaqlid
kepada saya, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan janganlah pula kepada Tsauri tetapi ambillah
olehmu darimana mereka Itu mengambil”. Dari perkataan beliau, jelas ras terhadap beliau
melarang keras terahadap taqlid, dan beliau memerinntahkan supaya orang mengambil
segala sesuatu dari sumber yang telah mereka ambil (para Imam).
Mazhab Hanbali tersebar luas di negeri Syam. Secara geografis, antara Syam dengan
Baghdad memiliki jarak yang cukup dekat. Jarak yang dekat memungkinkan penyebaran di
masa itu (+ abad 3-4 H).
Adapun sumber hukum dan metode istinbath Imam Ahmad ibn Hanbal dalam menetapkan
hukum adalah:
a. Nash dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih.
b. Fatwa para sahabat Nabi SAW
c. Hadits Mursal dan Hadits Dha’if
d. Qiyas
e. sadd al-dzara’i
DAFTAR PUSTAKA

Iqbal Syauqi al-Ghifari, Muhammad. 2018. “Mengenal Ahmad bin Hanbal, imam Mazhab
Hanbali” dalam https://lokadata.id/artikel/mengenal-ahmad-bin-hanbali-imam-mazhab-
hanbali diakses pada 13 juni 2020

Nurdri, Cindra. 2017. “Dasar-dasar Istimbath Hukum Imam Empat Madzhab” dalam
http://cindranurdi.blogspot.com/2017/01/dasar-dasar-istinbath-hukum-imam-empat.html
diakses pada 17 Juni 2020
Siswandi. 2012. “Sistem Istinbath Hukum Empat Imam Mazhab” dalam
https://siswady.wordpress.com/makalah/sistem-istinbath-hukum-empat-imam-mazhab/
diakses pada 13 Juni 2020

Syarofuddin Firdaus, Muhammad. 2018. ” Pasang surut Mazhab Hanbali” dalam dalam
https://lokadata.id/artikel/mengenal-ahmad-bin-hanbali-imam-mazhab-hanbali diakses
pada 13 juni 2020

-. 2015. “Tafsir Surat An-Nisa, ayat 43” dalam http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-


surat-nisa-ayat-43.html diakses pada 17 Juni 2020

Anda mungkin juga menyukai