Anda di halaman 1dari 4

4.

Aliran Hanbali

Aliran ini didirikan oleh Ahmad ibn Hanbal, yang nama lengkapnya adalah Abu 'Abd Allal Ahmad ibn
Hanbal ibn Hilal ibn Asad A Saibani A-Marwazi (164-241 H). la di lahirkan di Bagdad pada tahun 164 H. Ia
dikenal sebagai imam hadis dan memiliki kitab Al Masmad. Pada masanya, kekhalifahan umat Islam
dipegang oleh Al Mu'tashim Billah yang berpaham (berpihak kepada) Muktazilah.Paham Mu tazilah
dijadikannya sebagai mazhab negara, bahkan ajarannya dijadikan alat untuk melakukan mihnah.

la termasuk ulama ahli hadis dan fikih yang sudah dikenal dan berpengaruh di masyarakat. Karena itu,
ia pun terkena miknah tentang kemakhlukan Al-Qur'an (khalą A-Qur'an: apakah Al-Qur'an itu mahluk
atau kadim. Menurut Mu'tazilah, Al-Qur'an adalah makhluk; karena itu ia baru, tidak qudim. Sedangkan
selain Ma'tazilah (Asy'ariyah dan Salafiah), berpendapat bahwa A-Qur'an itu qadim, bukan makhluk.
Ketika ditanya tentang Al-Qur'an,Ahmad ibn Hanbal tidak menjawab. Akhirnya ia dipenjara. la tinggal di
penjara selama Al-Mu'tashim masih hidup. Setelah meninggal dunia, ia digantikan oleh Ai-Watsiq. Pada
masa Ai-atsiq, Ahmad ibn Hanbal hanya dikenai tahanan rumah. Kemudian A-Watsiq diganti oleh Al-
Mutawakkil, khalifah yang sangat menghormati Ahmad. A-Mutawakkil pula yang menghapuskan Ahmad
bin Hanbal meninggal pada masa Abbasiah sedang diambang kehancuran.

a. Guru dan murid Ahmad ibn Hanbal

Dalam setiap perjalanan Ahmad bin Hanbal ke berbagai negeri, ia banyak berguru kepada ulama yang
disinggahinya. Misalnya, ia berguru kepada Al-Syafii dalam bidang fikih. Dalam bidang hadis. ia banyak
meriwayatkannya dari Hasyim, Ibrahim ibn Sa'd, dan Sufyan ibn Uyainah. Menurut Abu Zahrah, ia
berguru kepada Abu Yusuf ,la juga memiliki banyak pengikut dan murid, di antaranyaYusuf (pengikut
mazhab Hanafi) dalam bidang fikih.

la juga memiliki banyak pengikut dan murid, di antaranya Shalih ibn Ahmad ibn Hanbal, anak Ahmad ibn
Hanbal (w. 266 H), Abd Allah ibn Ahmad ibn Hanbal, anak Ahmad ibn Hanbal (w. 290 H), Ahmad ibn
Muhammad ibn Hani Abu Bakr AlAtsrami, seorang teman Ahmad ibn Hanbal (w. 261 H), "Abd Al-Malik
ibn Abd A-Hamid ibn Mahran Al-Maimanui, salah seorang sahabat Ahmad ibn Hanbal (w. 271 H), Ahmad
ibn Muhammad ibn AlHajaj yang populer dengan sebutan Abu Bakar A-Mawardzi (w. 275 H).

b. Cara ijtihad Ahmad iba Hanbal

Menurut Al Ulwani, cara ijtihad Ahmad ibn Hanbal sangat dekat dengan cara ijtihad yang dilakukan Al-
Syafi'i. Menurut Manna' AlQaththan, fikih Ibn Hanbal, dilihat dari segi gurunya,termasuk kibar al-
muhadditsin. Ibn Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan, pendapat-pendapat Ahmad ibn Hanbal dibangun
atas lima dasar, yaitu

(a) nash Al-Qur'an dan Al-sunnah. Apabila telah ada ketentuan di dalam keduanya, ia berpendapat
sesuai dengan makna yang tersurat; makna yang tersirat diabaikannya;
(b) apabila tidak didapatkan dalam dua nash itu, ia menukil fatwa sahabat, memilih pendapat sahabat
yang disepakati sahabat lainnya;

(c) apabila fatwa sahabat berbeda-beda, ia memilih salah satu pendapat yang lebih dekat kepada dua
nash tadi;

(d)menggunakan hadis mursal dan da'if ,apabila tidak ada atsar, qaul sahabat, atau ijma' yang
menyalahinya

(e)Qiyas, jika tidak ada nash dari Alquran dan sunnah, atau pendapat sahabt atau hadis mursal atau
hadis dhaif maka ia baru mengambil qiyas.

Salah satu juga pokok ajaran dalam mazhab hambali ialah wajib membaca Al-fatihah pada setiap rakaat,
dan sesudahnya disunahkan membaca surat Al-Qur’an pada dua rakaat yang pertama. Dan pada sholat
subuh, serta dua rakaat pertama pada sholat magribdan isya’ disunahkan membacanya dengan
nyaring.Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak
boleh dengan keras.

Qunut hanya pada sholat witir bukan pada sholat- sholat lainnya.Sedangkan menyilangkan dua tangan
disunatkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan tangannya yang kanan
pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan dibawah pusar. (Mughniyah:2001).

C. Fikih Ahmad Ibn Hanbal

Ibrahim Dasuqi Al-Syahawi menjelaskan tentang syarat-syarat penegakan sanksi potong


tangan. Dari sisi pelaku pencurian, syarat-syarat yang mesti dipenuhi yaitu pencurinya sudah
mukalaf, dapat memilih, merdeka, dan bukan pemilik, meskipun syubhat. Adapun syarat dari
segi benda yaitu benda yang dicuri berupa harta dan mencapai nishab.

Menurut Ahmad Ibn Hambal nishab harta curian yang pencurinya harus dikenai sanksi
potong tangan adalah ¼ dinar atau 3dirham. Menurutnya, pencuri yang kadar curiannya
mencapai seperempat dinar harus dipotong tanga meski tidak sebanding dengan seperempat
dinar. Adapun nisab bagi pencuri selain barang tambang adalah seharga 1/4 dinar atau 3 dirham.

Dalam bidang pemerintahan Beliau berpendapat bahwa khalifah harus dari kalangan
Quraisy. Menurutnya, ketaatan pada khalifah itu mutlak meskipun khalifah termasuk fajir.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, ia mewajibkan umat Islam taat pada imam dan Amirul
Mu’minin. Orang yang tidak taat kepada imam dipandang telah berlaku maksiat. Dan apabila
seseorang meninggal dalam keadaan tidak taat kepada pemimpin, makai a meninggal dalam
keadaan jahiliyah. Karena Nabi Muhammad SAW bersabda “Jika orang yang keluar dari
ketaatan kepada imam meninggal dunia, maka ia mati sebagai jahiliyah.”

Dalam bidang muamalah, terutama tentang Khiyar Al-Majlis ia berpendapat bahwa jual
beli belum dianggap apabila penjual dan pembeli masih satu tempat Ketika akad dilakukan.
Apabila keduanya atau salah satunya sudah tidak ditempat lagi, maka akad sudah lazim.
Alasannya, hadist Riwayat Malik dari Nafi’ dan ‘Abd Allah Ibn Umar yang menyatakan bahwa
Nabi Muhammad bersabda “Penjual dan pembeli mempunysi hak khiyas (pilik) selama
keduanya belum pisah.”

D. Kitab-kitab Hanabillah

Gagasan-gagasan Ahmad Ibn Hanbal yang dilestarikan dalam beberapa kitab, sebagai
berikut :

Mukhtaskar Al-Khurky (Karya Abau Al Qasim ‘Umar ibn Al Husain Al-Khurqi, w.334
H)

Majmu’ Fatawa ibn Taimiyyah (Karya Ibn Taimiyyah, w.728H )

5. Aliran Al-Zhahiri

Aliran ini didirikan oleh Daud ibn ‘Ali Al-Ashbahani (220-270 H) yang nama
lengkapnya Abu Sulaiman Daud Ali ibn ‘Ali ibn Khalaf Al-Ashbahani Al-Baghdadi. Aliran ini
dikembangkan oleh Ibn Hazm (384-458 H) ia digelari dengan nama Al-Zhahiri yang juga
menjadi nama aliran tersebut. Karena pendapatnya tentang cara memahami Al-Qur’an dan Al-
Sunnah dengan menggunakan makna zhahir Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Seperti ulama lainnya, ia sering melakukan perjalanan ke berbagai wilayah. Ia pertama


kali belajar fikih Al-Syafi’i kepada gurunya di Bagdad, kemudian melakukan perjalanan ke
Naisabur untuk belajar habist. Setelah itu, ia keluar dari aliran Syafi’i dan membangun satu
pendirian yang dikenal dengan Al-Zhahiri. Adapun alas an ia keluar dari aliran Syafi’i karena
nash bagi Al-Syafi’i dapat dipahami secara tersurat atau tersirat, sedangkan ia menolak pendapat
ini. Menurutnya syariah hanya terkandung dalam nash tidak ada wilayah ra’yu dalam syariah.
Akhirnya ia membatalkan qiyas dan tidak mau menggunakannya. Ketika ditanya tentang qiyas
yang digunakan Al-Syafi’i ia menjawab “ saya mengambil dalil Al-Syafi’i untuk membatalkan
istinsan. Saya mendapatkan alasan itu untuk menolak qiyas.”

Daftar Pustaka

Supiana, Drs., M.Ag, M. Karman, MAg. Materi Pendidikan Agama Islam.Bandung PT. Remaja Rosdakarya,
Cet. 5, Tahun 2021.

Nasution, Harun.Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah AnalisaPerbandingan.Jakarta :UI Press,2002.

Anda mungkin juga menyukai