Disusun oleh :
M. Zaki Rainur Hakim 3120220063
Shafira Ramadhani 3120220090
Zuan Zunanto 3120220133
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya ilmu kalam lahir banyak persoalan yang timbul dikalangan masyarakat, karena itulah
muncul berbagai pendapat dan pemikiran, sehingga terbentuk aliran-aliaran pemikiran para ulama.
termasuk aliran teologi yang untuk menyelesaikan masalah-masalah kalam tersebut.
Hal ini berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, baik berupa potensi biologis
maupun psikologis dan terus berkembang untuk mencari nilai-nilai kebaikan. Ilmu kalam dengan
perkembangannya menimbulkan permasalaan, kemudian berkembang menjadi beberapa aliran, hal ini
disebabkan karena perbedaan-perbedaan yang dimulai oleh para ulama kalam.
Disini kita akan menggali lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran yang mereka jalani, Aliran-aliran
tersebut masing-masing mempunyai landasan yang dijadikan dasar mereka dalam ber-hujjah. Baik itu
Al-Qur’an maupun Hadits.
Diantara aliran-aliran tersebut adalah aliran Salafiyah. Ada banyak sekali ulama-ulama salaf yang
tersebar di seluruh dunia, dan pada makalah ini akan dibahas dua ulama yaitu Imam Ahmad Bin
Hanbali dan Ibnu Taimiyah. Disamping biografi dan riwayat hidup dari dua ulama di atas juga akan
dibahas tentang pemikirannya, seperti Imam Ahmad Bin Hanbali yaitu tentang ayat-ayat mutasyabihat
dan kemakhlukan al-qur’an sedangkan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat allah dan lainnya.
Namun sebelum pembahasan tentang ulama-ulama salaf beserta pemikirannya didalam makalah ini
akan dibahas tentang pengertian salaf itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian salaf ?
2. Siapa biografi ulama salaf dan pemikirannya?
3. Bagaimana perkembangan salafiyah di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian salaf.
2. Untuk mengetahui biografi dan pemikiran ulama salaf
3. Untuk mengetahui perkembangan salafiyah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Salaf
Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan
kebaikan. Berkata Ibnul Mandzur : “Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari
nenek moyang, orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu dan memiliki umur
lebih serta keutamaan yang lebih banyak”. Oleh karena itu, generasi pertama dari Tabi’in
dinamakan As-Salafush Shalih. Adapun secara istilah, maka dia adalah sifat pasti yang khusus untuk
para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka diikut sertakan karena mengikuti mereka. Al-
Qalsyaany berkata dalam Tahrirul Maqaalah min Syarhir Risalah : As-Salaf Ash-Shalih adalah
generasi pertama yang mendalam ilmunya lagi mengikuti petunjuk Rasulullah dan menjaga
sunnahnya. Allah SWT telah memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan meridhoi mereka
sebagai imam-imam umat.
Salafiyah adalah sikap atau pendirian para ulama Islam yang mengacu kepada sikap atau pendirian
yang dimiliki para ulama generasi salaf itu. Kata salafiyah sendiri berasal dari bahasa Arab yang
berarti ‘terdahulu’, yang maksudnya ialah orang terdahulu yang hidup semasa dengan Nabi
Muhammad SAW, Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in.[1]
Menurut Thabawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk
merujuk generasi sahabat, tabi’i, tabi’ tabi’in, para pemuka abad ke-3 H dan para pengikutnya pada
abad ke-4 H yang terdiri atas para muhadditsin dan lainnya. Salaf berarti pula ulama-ulama saleh yang
hidup pada tiga abad pertama islam. Sedangkan menurut As-Syahrastani, ulama salaf adalah ulama
yang tidak menggunakan ta’wil (dalam menafsirkan ayat-ayat yang mutasyabihat) dan tidak
mempunyai faham tasybih (anthropomorphisme). Sedangkan Mahmud Al-Bisybisyi dalam Al-Firaq
Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’ tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya
menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu
yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya. W. Montgomery watt menyatakan bahwa
gerakan salafiyah berkembang terutama di bagdad pada abad ke-13.[2]
Ibrahim Madzkur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut :
1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (naql) daripada dirayah(aql).
2. Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan-persoalan cabang agama
(furu’ad-din), mereka hanya bertolak dari penjelasan Al-Kitab dan As-Sunnah.
3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang dzat-Nya) dan tidak pula
mempunyai faham anthropomorphisme.
4. Mereka mengimani ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya, dan tidak berupaya
untuk menakwilkannya.
Menurut Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari Imam Ahmad bin Hanbal. Lalu
ajarannya dikembangkan Imam Ibn Taimiyah, kemudian disuburkan oleh Imam Muhammad bin
Abdul Wahab, dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara sporadis.
Bila Salafiyah muncul pada abad ke-7 H, hal ini bukan berarti tercampuri masalah baru. Sebab pada
hakikatnya mazhab Salafiyah ini merupakan kelanjutan dari perjuangan pemikiran Imam Ahmad bin
Hanbal. Atau dengan redaksi lain, mazhab Hanbalilah yang menanamkan batu pertama bagi pondasi
gerakan Salafiyah ini. Atas dasar inilah Ibnu Taimiyah mengingkari setiap pendapat para filosof
Islam dengan segala metodenya. Pada akhir pengingkarannya Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tidak
ada jalan lain untuk mengetahui aqidah dan berbagai permasalahannya hukum baik secara global
ataupun rinci, kecuali dengan Al-Qur’an dan Sunnah kemudian mengikutinya. Apa saja yang
diungkapkan dan diterangkan Al-Qur’an dan Sunnah harus diterima, tidak boleh ditolak. Mengingkari
hal ini berarti telah keluar dari agama.[3]
2. Ibn Taimiyah
a. Riwayat Singkat Hidup Ibn Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim binTaimiyah. Dilahirkan
di Harran pada hari senin tanggal 10 rabiul awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam
senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H. Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh penduduk
Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin
Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan
hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa ibn Taimiyah merupakan seorang tokoh salaf yang ekstrim
karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara,
dan zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang berani. Selain itu ia dikenal
sebagai seorang muhaddits mufassir, faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan luas tentang filsafat.
Ia telah mengkritik khalifah Umar dan khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al-Ghazali dan
Ibn Arabi. Kritikannya ditujukan pula pada kelompok-kelompok agama sehingga membangkitkan
para ulama sezamannya. Berulangkali Ibn Taimiyah masuk kepenjara hanya karena bersengketa
dengan para ulama sezamannya.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salaf bukanlah suatu “harakah”, bukan pula manhaj hizbi (fanatisme golongan), dan bukan
pula manhaj yang mengajarkan taklid, kekerasan. Tetapi manhaj Salaf adalah ajaran Islam
sesungguhnya yang dibawa oleh Nabi SAW dan difahami serta dijalankan oleh para salafush-shalih-
radhiyalahu ‘anhum, yang ditokohi oleh para sahabat, kemudian oleh para Tabi’in dan
selanjutnya Tabi’i Tabi’in.
Imam hanbali adalah salah seorang tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas dalam pemikirannya
yaitu lebih menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, kemudian beliau
menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian ulama salaf lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang
ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi,
wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak
menyetujui penafsiran ayat- ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-
sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan,
tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.
Untuk memahami latar belakang perkembangan, pemikiran dalam masyarakat islam, tentu salah
satu cara yang bisa kita gunakan adalah dengan melihat materi-materi agama yang menjadi konsern
umat islam. terutama semua materi yang menjadi konsern umat islam dinyatakan merujuk pada Al-
Qur’an dan hadis.