MAKALAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Ibu Ulpah Maspupah M.Pd
3 PBA A
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Tersusunnya makalah ini tentunya banyak kekurangan dan kesalahan karena kurangnya
pengalaman dan wawasan saya sebagai pemula. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk membangun dan menambah pengetahuan dan wawasan saya. Dan semoga
dibuatnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Pemakalah
A. PENDAHULUAN
Menurut Ibnu Taimiyah, kelompok salaf memiliki kekhasan yang
membedakannya dari kelompok-kelompok Islam lainnya. Dalam hal ini, Ibnu
Taimiyah membagi ulama dalam memahami akidah Islam ke dalam empat kategori.
Keempat, kelompok orang yang beriman kepada Alquran, baik akidah maupun
dalilnya, tetapi mempergunakan dalil rasional di samping dalil Alquran itu.
Dari pembagian ini, Ibnu Taimiyah pun menegaskan bahwa kelompok salaf
tidaklah termasuk salah satu di antara empat kategori di atas, karena mereka
mempunyai metode (manhaj) tersendiri dalam rumusan-rumusan kalam-nya. Makalah
ini ingin membahas manhaj Salafî tersebut melalui pemikiran tokoh utamanya, Ibnu
Taimiyah.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Salaf
“Salaf” dalam Al-Qur’an, kata “salafa” dalam bentuk kata kerja lampau
sederhana yang bermakna telah lewat dan berlalu.1
Namun dalam penerapannya di kalangan para tokoh aliran ini sendiri, metode
ini tidak selalu membuahkan hasil yang sama. Hal ini disebabkan mereka tidak
luput dari pengaruh situasi kultural dan struktural pada masanya. Misalnya, di
kalangan aliran salaf ada golongan yang disebut al-Hasyawiyah, yang cenderung
kepada anthropomorfisme dalam memformulasikan sifat-sifat Tuhan, seperti
1
Imdad Rabbani, ‘Salafiyah: Sejarah Dan Konsepsi’, Tasfiyah, 1.2 (2017), 245
<https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v1i2.1853>.
mereka berpandangan bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang bersifat
mutasyabbihat harus dipahami menurut pengertian harfiyahnya. Akibatnya ada
kesan bahwa Tuhan memiliki sifat-sifat seperti bertangan, bermuka, datang, turun,
dan sebagainya.
Ibnu Taimiyah dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal
tahun 661 H. Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang
memberikan ruang gerak pada akal. Beliau adalah murid yang muttaqi, wara, dan
zuhud serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartar yang pemberani. Ia
dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir (Ahli tafsir Al-Quran berdasarkan
hadits), faqih, teologi, bahkan memiliki pengetahuan yang luas tentang filsafat.
2
Muhammadin, ‘ALIRAN KALAM SALAFIYAH Oleh : Muhammaddin 1’, April 2014, 2014, 1–12.
Ibnu Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun ia telah
dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai masalah
hukum secara resmi. Para ulama merasa sangat risau oleh serangan-serangannya
serta iri hati terhadap kedudukannya di istana gubernur Damaskus karena telah
menjadikan pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah sebagai landasan untuk
menyerangnya. Dikatakan oleh lawan-lawannya bahwa pemikiran Ibnu Taimiyah
sebagai klenik, antropomorpisme sehingga pada awal 1306 M Ibn Taimiyah
dipanggil ke Kairo kemudian dipenjara.3
3
Muhammadin.
4
Izzuddin Washil and Ahmad Khoirul Fata, ‘PEMIKIRAN TEOLOGIS KAUM SALAFÎ: Studi Atas
Pemikiran Kalam Ibn Taymiyah’, ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 19.2 (2018), 315–42
<https://doi.org/10.18860/ua.v19i2.5548>.
7. Al-Radd 'ala Falsafah ibn Rushd (jawaban terhadap falsafah Ibn Rushd)
8. Al-Iklil fi al-Mushabahah wa al-Ta’wil (suatu pembicaraan mengenai ayat
mutasyabih dan ta’wil)
9. Al-jawab al-Sahih li Man Baddala Iman al-Masih (jawaban yang benar
terhadap orang-orang yang menggantikan iman terhadap al masih)
10. Al-Radd ‘ala al-Nusairiah (jawaban terhadap paham nusairiah)
11. Risalah al-Qubrusiyyah (risalah tentang paham qubrusiyah)
12. Ithbat al-Ma’ad (menentukan tujuan)
13. Thubut al-Nubuwwat (eksistensi kenabian)
14. Ikhlas al-Ra’i wa Ra’iyat (keikhlasan pemimpin dan yang dipimpin)
15. Al-Siyasah al-Shar'iyyah fi Islah al-Ra'i wa al-Ra'iyah (politik yang
berdasarkan syari'ah bagi perbaikan penggembala dan gembala). Kitab ini
merupakan kitab yang sangat penting, karena di dalam kitab ini menunjukkan
bahwa tujuan gerakan Ibnu Taimiyyah adalah memperbaiki moral dan sosial
dari segala kerusakan sebagai akibat dari malapetaka yang menimpa umat Islam
karena perang dengan Krusades dan juga serbuan dari bangsa Tatar.5
5
Meriyati, ‘Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam’, Islamic Banking, 2.1 (2016), 23–34.
dengan makhlukNya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn
Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau kembali.
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah:
1. Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah
sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu
binafsihi dan wahdaniyyat.
b. Sifat Ma’ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan kalam.
c. Sifat Khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun
akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang
menyatakan bahwa Allah ada di langit, Allah di Arasy, Allah turun ke langit
dunia, Allah dilihat oleh orang yang beriman di surga kelak, wajah, tangan,
dan mata Allah.
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada
makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
2. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya
sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3. Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan :
a. Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafadz
(min ghoiri tashrif/ tekstual).
b. Tidak menghilangkan pengertian lafadz (min ghoiri ta’thil).
c. Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad).
d. Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati,
apalagi dengan indera (min ghairi takyif at-takyif).
e. Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat
makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb ‘alal ‘alamin).
Berdasarkan alasan di atas, Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat
Mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah
harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsim-
kan, tidak menyerupakan-Nya dengan Makhluk, dan tidak bertanya-tanya
tentangnya.
Dalam masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal:
1. Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
2. Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan
serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas
perbuatannya.
3. Allah meridhai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.6
Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pemikiran dari Ibnu
Taimiyah, dalam hal ini berpikir masalah Ilmu Kalam atau Teologi, beliau
menjaukan hal-hal yang merejuk pada pemikiran seorang manusia. Beliau lebih
mengutamakan peran dari Al Qur’an dan Hadits. Seperti yang dijelaskan pada buku
“Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” karangan Yazid bin Abdul Qadir
Jailani menyatakan bahwa barang siapa yang pendapatnya sesuai dengan Al Qur’an
dan As-Sunnah mengenai aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf,
maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya
barang siapa yang pendapatnya menyalahi Al Qur’an dan As-Sunnah, maka ia
bukan seorang salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in.
6
Muhammadin.
C. KESIMPULAN
Kata salaf secara etimologi dapat diterjemahkan menjadi "terdahulu" atau
"leluhur". Menurut Thablawi Mahmud Sa’ad, Salaf artinya ulama terdahulu. Salaf
terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, para
pemuka abad ke-3 H dan para pengikutnya pada abad ke-4 yang terdiri dari atas para
muhadditsin dan lainnya.
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin
Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim
Al Khadar bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah. Nama Taimiyah
dinisbatkan kepadanya karena moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar
melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima’. Sekembalinya dari haji, ia mendapati
isterinya melahirkan seorang anak wanita yang kemudian diberi nama Taimiyah. Sejak
saat itu keturunannya dinamai Ibnu Taimiyyah sebagai peringatan perjalanan haji
moyangnya itu. Selain kegigihannya dalam menuntut ilmu, beliau juga memiliki karya-
karya yang kurang lebih mencapai 500 jilid.
Pemikiran Ibnu Taimiyah, dalam hal ini berpikir masalah Ilmu Kalam atau
Teologi, beliau menjaukan hal-hal yang merejuk pada pemikiran seorang manusia.
Beliau lebih mengutamakan peran dari Al Qur’an dan Hadits. Seperti yang dijelaskan
pada buku “Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” karangan Yazid bin Abdul
Qadir Jailani menyatakan bahwa barang siapa yang pendapatnya sesuai dengan Al
Qur’an dan As-Sunnah mengenai aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman
Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya.
Sebaliknya barang siapa yang pendapatnya menyalahi Al Qur’an dan As-Sunnah, maka
ia bukan seorang salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in.
DAFTAR PUSTAKA
Meriyati, ‘Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam’, Islamic Banking, 2.1 (2016), 23–34
Muhammadin, ‘ALIRAN KALAM SALAFIYAH Oleh : Muhammaddin 1’, April 2014, 2014,
1–12
Rabbani, Imdad, ‘Salafiyah: Sejarah Dan Konsepsi’, Tasfiyah, 1.2 (2017), 245
<https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v1i2.1853>
Washil, Izzuddin, and Ahmad Khoirul Fata, ‘PEMIKIRAN TEOLOGIS KAUM SALAFÎ:
Studi Atas Pemikiran Kalam Ibn Taymiyah’, ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, 19.2
(2018), 315–42 <https://doi.org/10.18860/ua.v19i2.5548>