A Sabroni Al Fajri, Dafina Ainani Zahra, Jilan Ratu Nur Hamidah Sidiki
UIN Sunan Ampel Surabaya, Indonesia
Abtract
According to Ibnu Taimiyah, the Salaf are those who think that there is no
way to know aqidah, law, and what is related to them, except by using the
Qur'an and Hadith. The Salaf accepted all the information contained in the
Qur'an and Hadith. Refusing means letting go of religious ties. Reason has
no power to interpret, interpret, or judge the Quran. Reason is only capable
of justifying, obeying, and explaining the approach between the arguments
of reason (contextual), and the arguments of the Qur'an and Hadith (textual)
with no difference between the arguments of reason and the arguments of
the Qur'an and Hadith. Reason has a position as a witness, not a judge, as a
determinant and reinforcement, not an opponent, as an explanation of the
arguments contained in the Qur'an. The Salaf have always put reason behind
the Qur'an and Hadith..
Article History: Reccived 30 May 2023, Revised: 05 June 2023, Accepted: 06 June 2023,
Available online 27 June 2023
https://doi.org/10.15642/jitp.2023.2.1.1-26
A Sabroni Al Fajri, Dafina Ainani Zahra, Jilan Ratu Nur Hamidah Sidiki
A. Pendahuluan
Setelah tersebarnya Agama Islam ke penjuru dunia, baik melalui penaklukan,
perdagangan atau dakwah islamiyah, dan terjadinya hubungan langsung dengan
budaya, agama, dan kecenderungan filsafat yang berbeda, seperti Yahudi, Kristen,
dan Zoroaster. Kaum Muslim dihadapkan dengan situasi dan tantangan intelektual
baru yang harus ditanggapi dengan respons yang mencerminkan keimanan Islam.
Dengan semakin jauhnya kaum muslimin dari masa kenabian, maka semakin
pudar pula kemurnian agama, banyak bermunculan paham dan aliran baru yang
menyimpang dari aqidah Islam. Syariat Islam yang suci sudah mulai ternodai
dengan muculnya Takhayyul, Bid’ah dan Khurafat. Persoalan di atas telah
memunculkan semangat keagamaan baru untuk kembali kepada ajara salaf,
kembali kepada tiga generasi pertama umat Islam, semangat pembaharuan ini
selalu digaungkan oleh kelompok yang menamakan diri mereka salafiyun atau
salafi (pengikut ajaran salaf). Namun banyak kalangan yang menganggap bahwa
eksklusifitas intelektual yang ditunjukan golongan ini terhadap umat Islam lain
yang menyebabkan mereka cenderung tidak mengakui otoritas ulama di luar
komunitas mereka.1 Dengan latar belakang demikian, tulisan ini ingin memahami
kembali istilah salaf dalam literatur klasik, membaca ulang perkembangan sejarah
”salafiyah” dan membincang beberapa hal yang terkait erat dengan salafiyah
dalam bentuknya yang dikenal sekarang.
Ibnu Taimiyah lahir di kota Harran pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 661
H. Beliau memiliki nama lengkap Taqiy Ad-Din Abu Al-Abbas, Ahmad bin Abd
Al-Halim ibnu Abd As-Salam ibnu Abdillah bin Al-Khidhr ibnu Muhammad bin
Al-Khidrh ibnu Ali bin Taimiyah Al-Harrany. Keluarga Ibnu Taimiyah ini
memang dikenal sebagai orang-orang yang sangat memperhatikan dan
menghargai ilmu. Kakeknya Majd Ad-Din Abd As-Salam bin Abdillah (w. 652
H) adalah seorang ulama di zamannya. Sedangkan ayahnya Syihab Ad-Din Abd
Al-Halim bin Abd’ As-Salam (w. 682 H) adalah imam di bidang tafsir, menonjol
dalam madzhab dank hilaf, nahwu dan bahasa. Ibnu Taimiyah memiliki tiga orang
1
Muhammad Imdad Robbani, Salafiyah: Sejarah dan Konsepsi, Vol. 1, No. 2, Jurnal Tasfiyah
(Agustus 2017), hal. 247
saudara. Saudara seibunya yaitu Badr Ad-Din Abu al-Qasim Muhammad bin
Khalid Al-Harrany,Zaid Ad-Din Abd Ar-Rahman bin Abd Al-Halim dan Syaraf
Ad-Din Abdullah bin Abd Al-Halim.
1. Syaraf Ad-Din Al-Maqdisi, Ahmad bin As-Syaikh Kamal Ad-Din Ahmad bin
Ni’mah ibnu Ahmad Asy-Syafi’I (w. 699 H) yang merupakan seorang khatib
dan mufti Damaskus sekaligus penghulu ulama madzhab Syafi’I disana
2. Syams Ad-Din Abu Abdillah, Muhammad bin Abd Al-Qawiy bin Badran bin
Abdillah Al-Maqdisi (w. 699 H) yang merupakan seorang faqih, muhaddits
dan ahli nahwu
3. Taqiy Ad-Din Abu Abdillah, Abu Ishaq, Ibrahim bin Ali bin Ahmad bin
Fadhl As-Shalhiy Al-Habaly (w. 692 H)
4. Syams Ad-Din, Abu Abdillah, Muhammad bin Ismail bin Abi Sa’ad bin Ali
Asy-Syaibani Al-Amidy (w. 704)
5. Zaid Ad-Din, Abu Al-Barakat, Al-Manja bin Usman bin As’ad At-Tanukhi
Ad-Dimasyqi (w. 695 H)2
2
Muhammad Ikhsan, Belajar Toleransi dari Ibnu Taimiyah, (Jakasta: Pustaka Al-Kautsar 2014)
hal. 65-68
3
Bukhori At-Tunisi, Konsep Teologi Ibn Taimiyah, (Yogyakarta: DEEPUBLISH 2017) hal. 7-8
4
Munawir Sjadzali, “Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah dan pemikiran” (Jakarta : UI
Press,1990), hal. 79
Sewaktu ayahnya wafat pada tahun 682H / 1284M, Ibnu Taimiyyah yang
ketika itu berumur 21 tahun, menggantikan jabatan penting ayahnya sebagai
pemegang Madrasah Dar al-Hadits as-Sukariyyah. Setelah Setahun lamanya
kemudian pada tanggal 10 Safar 684 H / 17 April 1285 M, Ibnu Taimiyyah juga
mulai memberikan kuliah umum di masjid Umayyah Damaskus dalam mata
kuliah tafsir Al-Qur’an.7
5
Adiwarman Azwar Karim,”Sejarah pemikiran Ekonomi Islam”, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,2006), hal. 352
6
Euis Amalia, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kotemporer”,
(Depok: Gramata Publishing, 2010), hal. 206
7
B. Lewis,et. All,”the Encyclopedia of Islam”, (Laiden:E.J.Brill,1979), hal. 951
8
Muhammad Iqbal,”100 Tokoh Terhebat dalam sejarah Islam”, (Jakarta: Inti Media,2003), hal.
149
karya lainnya, tetapi kemudian jiwanya tersiksa, karena ketika itu ia tidak
diizinkan lagi menulis dan seluruh tinta yang disediakan untuknya diambil
semuanya. Tidak lama kemudian Ibnu Taimiyyah jatuh sakit dalam penjara, dua
puluh hari lebih ia sakit, kemudian menteri Syamsuddin menjenguknya. Setelah
duduk disamping Ibnu Taimiyyah, ia meminta maaf atas kesalahannya, Lalu Ibnu
Taimiyyah mengatakan kepadanya bahwa ia telah memaafkannya karena ia
melakukan kesalahannya bukan atas inisiatif pribadinya akan tetapi ikut orang
lain. Setelah beberapa hari Ibnu Taimiyyah meninggal pada malam senin tanggal
20 Dzulqa’dah tahun 728 Hijriyah. Setelah kitab-kitabnya dikeluarkan dari
penjara, ia terus membaca Al-Qur’an dan menghatamkannya setiap sepuluh hari
sekali.9
C. Pengertian Salafi
Secara bahasa salafi berasal dari bahasa Arab salafa, yaslifu salafan yang
memiliki arti yang terdahulu. Kata salaf ini ditemukan dalam Al-Qur’an surat Az-
Zukhruf ayat 56 yang berbunyi:
Pengertian salaf dalam ayat tersebut adalah umat para Nabi dan Rasul
terdahulu yang mana mereka dianggap panutan dalam ketaatan dan kekufuran.
Kata salaf juga disebutkan dalam hadis sebagai berikut:
ي ٍ َعن مسر، َعن َع يام ٍر، حدَّثَنَا فيراس،َ َعن أيَِب َعوانَة،حدَّثَنَا موسى
،نَ ةةُ أُ ا ُ اُُْممنيي
َ َح َّدثَ ْن ي ي َعاشي،وق ُْ َ ْ ْ ٌ َ َ َ ْ َ ُ َ
ت فَ ي ََل تُغَادر يمنَّا و ي،َجيعا ي ي ي
ُاط َمة ْ َ فَأَقْبَ ل،ٌاح َدة َ ْ َ ْ ً َ ُصلَّى هللاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ع ْن َده اج الني يي
َ َّب َ إي ََّّن ُكنَّا أَ ْزَو:ت
ْ َقَال
ي ول َّي اَّلل َما ََتَْفى يم ْةيَ نُ َها يم ْن يم ْةيَ ية ر ُس ي الَ و َّي،السالَ ُ َتَْ يةي
َ فَ لَ َّما َر،صلَّى هللاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم
هَا َ اَّلل َ َ ُ َّ َعلَْي َها
فَ لَ َّما، ًدا،اَ َي يد ً َ ُت ب ْ َ َ فَب،ارََا َّ ُُثَّ َس،س َها َع ْن ََيييني يه أ َْو َع ْن يِشَالي يه ْ « َم ْر َحبًا يِببْ نَ يت» ُُثَّ أ:ال
َ ََجل َ َب ق َ َر َّح
ول َّي َّ ََ :ساشييه
َّ ي ي يي ْ َ فَيإ َذا يَ َي ت،َارََا الثَّانييَة
ُصلَّى هللا َ اَّلل ُ ك َر ُس َ ْت ََلَا أَ ََّن م ْن بَ ْن ن
ُ فَ ُقل،ك ُ ض َح َّ َرأَى ُح ْزنَ َها َس
َع َّما:صلَّى هللاُ َعلَْي يه َو َسلَّ َم َسأَلْنُ َها ول َّي ُُثَّ أَنْ ي ي،لس ير يمن ب ينينَا ي ي
َ اَّلل ُ ا ُ َر ُسَ َ فَلَ َّما ق،ن َ ت تَ ْب ْ َ ْ َعلَْيه َو َسلَّ َم يِب ي ي
9
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Jakarta:Mitra Pustaka, 2006), hal. 807
10
Al-Qur’an Surat Az-Zukhruf Ayat 56
ي َّ ي ول َّي
َّ َ اَّلل ت يِلُفْ يةي َعلَى ر ُس ي ْ َار يك؟ قَال
:ْت ََلَا
ُ قُل،ِّ َ فَ لَ َّما تُ ُويي،ُصلى هللاُ َعلَْيه َو َسل َم س َّره َ َ ُ َما ُك ْن:ت َّ َس
ي ي
نَ أ ََّما ح:ت ْ َ قَال، فَأَ َْبَ َرتْ ي ي، أ ََّما اآل َن فَ نَ َع ْم:ت ْ َ قَال،ك يم َن احلَ ييق لَ َّما أَ َْبَ ْرت ي ي
ك يِبَا يِل َعلَْي ي ت َعلَْي ي
ُ َع َزْم
ٍ ي «أ َّ ي: فَيإنَّهُ أَ َْب ريِن،اريِن يِّ اِل َْم ير اِل ََّو يل
ض ي ي َ َوإينَّهُ قَ ْد َع،ًضهُ يِبل ُق ْرهن ُك َّل َسنَة َم َّرة
َ ار ُ ُ َعا ير، ل َكا َن،
َ َن ج ْيْب ََ َّ َس
:ت
ْ َك» قَال أ أَ ََّن لَ ي
ُ َالسلَّ فَيإييِن ني ْع َم،ي، اصي يْبف َّ فَاتَّيقي،ب
ْ اَّللَ َو
ي
َ َج َل إيَّال قَد اقْنَ َر َ َوالَ أ ََرى اِل،ن ا ُ َم َّرتَ ْ ي
َ الع
ي
َ بيه
ن أَ ْن تَ ُ يوِن
َْض
«َي فَ ي:ال
َ أَالَ تَ ْر،ُاط َمة ي
َ َ َ ق،َاريِن الثَّانيَة َّ فَلَ َّما َرأَى َج َز يعي َس،ت ْ ي،َي رأ، ت ب َ اشيي الَّ يذف
َ ُ ُ فَ بَ َ ْي
11 ي
»س ياَ ََ يذهي اِل َُّمة ي ي
َ أ َْو َسي َدةَ ن،ن
سي َدةَ ني ي ي
َ ساَ اُُْممني َ َي
“Telah menceritakan kepada kami Musa dari Abu 'Awanah, telah menceritakan kepada
kami Firas dari 'Amir dari Masruq, telah menceritakan kepadaku Ummul Mukminin
Aisyah dia berkata, 'Suatu ketika kami para istri Nabi ﷺsedang berkumpul dan berada di
sisi beliau, dan tidak ada seorang pun yang tidak hadir saat itu. Lalu datanglah Fatimah
'alaihi salam dengan berjalan kaki. Demi Allah, cara berjalannya persis dengan cara
jalannya Rasulullah ﷺ. Ketika melihatnya, beliau menyambutnya dengan mengucapkan,
"Selamat datang hai puteriku!" Setelah itu beliau mempersilakannya untuk duduk di
sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau. Lalu beliau bisikkan sesuatu kepadanya hingga
ia (Fatimah) menangis tersedu-sedu. Ketika melihat kesedihan Fatimah, beliau sekali
lagi membisikkan sesuatu kepadanya hingga ia tersenyum gembira. Lalu saya (Aisyah)
bertanya kepadanya ketika aku masih berada di sekitar istri-istri beliau-, 'Sesungguhnya
Rasulullah ﷺtelah memberikan keistimewaan kepadamu dengan membisikkan suatu
rahasia di hadapan para istri beliau hingga kamu menangis sedih.' -Setelah Rasulullah
berdiri dan berlalu dari tempat itu-, saya pun bertanya kepada Fatimah 'Sebenarnya apa
yang dibisikkan Rasulullah kepadamu?' Fatimah menjawab, 'Sungguh saya tidak ingin
menyebarkan rahasia yang telah dibisikkan Rasulullah kepada saya.' 'Setelah Rasulullah
ﷺmeninggal dunia, saya bertanya kepadanya, 'Saya hanya ingin menanyakan kepadamu
tentang apa yang telah dibisikkan Rasulullah kepadamu yang dulu kamu tidak mau
menjelaskannya kepadaku.' Fatimah menjawab, 'Sekarang, saya akan memberitahukan.
Lalu Fatimah memberitahukan kepadaku, ia berkata, 'Dulu, ketika Rasulullah ﷺ
membisikkan sesuatu kepadaku, untuk yang pertama kali, beliau memberitahukan bahwa
Jibril biasanya bertadarus Al-Qur'an satu atau dua kali dalam setiap tahun dan kini
beliau bertadarus kepadanya sebanyak dua kali, maka aku tahu bahwa ajalku telah
dekat. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya
sebaik-baik pendahulumu adalah aku.' Fatimah berkata, 'Mendengar bisikan itu, maka
saya pun menangis, seperti yang kamu lihat dulu. Ketika beliau melihat kesedihanku,
maka beliau pun membisikkan yang kedua kalinya kepadaku, sabdanya: 'Hai Fatimah,
tidak maukah kamu menjadi pemimpin para istri orang-orang mukmin atau menjadi
sebaik-baik wanita umat ini?”12
11
Muhammad bin Ismail, Sahih Bukhari, No. Indeks 6285 Hal 64 Juz 8 Bab Turunnya Wahyu
Kepada Rasulullah SAW
12
Terjemah Ensiklopedia Hadis, Sahih Bukhari, No. Indeks 6285 Hal 64 Juz 8 Bab Turunnya
Wahyu Kepada Rasulullah SAW
Dalam hadis diatas Rasulullah SAW bersabda kepada putrinya yaitu Fatimah
bahwa sebaik-baik pendahulumu adalah aku. Rasulullah menyebutkan bahwa
sebaik-baik salaf adalah dirinya sendiri13
Akar kata s-l-f yang memiliki arti mendahului sedangkan kata al-Salaf orang-
orang yang telah berlalu. Dalam ilmu fiqh kata al-Salaf adalah nama bagi setiap
orang yang diikuti pendapatnya dalam masalah agama. Tetapi hal ini berbeda
pada setiap madzhab. Misalnya Imam Hanafi menggunakan kata al-Salaf yang
digunakan bagi para ulama yang hidup di masa Imam Abu Hanifah dan
Muhammad bin al-Hasan. Sedangkan dalam madzhab Syafi’I, beliau merujuk
pada ulama yang hidup sampai abad tiga hijriyah, yang didalamnya mencakup
sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Secara istilah, kata salaf dapat memiliki makna
yang berbeda sesuai madzhab14
D. Sejarah Salafi
13
Suaib Tahir,”Gerakan Dakwah Salafiyyah dan Pokok-pokok Pemikirannya”, Jurnal Mumtaz
Vol.1 No.2 (2017) hal. 143-145
14
Muhammad Imdad Rabbani, op. cit., hal. 249-250
15
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, 1984), hal. 696
16
John L. Esposito, Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), Jilid 5, hal. 104
jejak generasi salaf mulai terjadi. Pada abad ini, ada kemajuan berpikir yang luar
biasa dan munculnya paham baru di kalangan umat Islam, baik yang dipengaruhi
atau tidak oleh ajaran non-Islam. Pada abad ini Ahmad ibnu Hanbal, pendiri
mazhab keempat sunni adalah pelopornya, ia dikenal dengan perjuangannya
melawan doktrin Mu’tazilah tentang penciptaan Qur’an. Sikap Ibnu Hanbal yang
dengan keberanian dan tak takut mati mempertahankan keyakinannya tersebut,
membuat Ibnu Hanbal mempunyai banyak pengikut di kalangan umat Islam yang
tak sepaham dengan Mu’tazilah. Paham ini selanjutnya dikenal dengan Salafiyah
klasik.17
17
Suhilman, Sejarah Perkembangan Pemikiran Gerakan Salafiyyah, Jurnal Islamika : Jurnal Ilmu-
Ilmu Keislaman Vol 17 No.1 (Juli 2019), hal. 70
18
Abu Bakar Aceh, Salaf: Islam dalam Masa Murni, (Solo: Ramadhani, 1985), hal. 28
19
John L. Esposito, op. cit., hal. 105
Untuk menangani kerusakan moral dan sosial umat Islam, muncul reformasi
pada abad ke-12 H/18 M. Gerakan Wahabiyah adalah yang paling signifikan.
Muhammad Ibnu Abdul Wahab, pendiri, 1703–1792 M. Beliau membangun
negara Islam di Semenanjung Arab dengan menggunakan ajaran Ibnu Hanbal dan
Ibnu Taimiyah untuk menghilangkan praktik non-Islam dan membangun negara
Islam yang menyerupai negara yang didirikan Nabi Muhammad saw. Gerakan
reformasi lainnya, seperti Sanusiyah dan Mahdiyah, memiliki kecenderungan
sufi.20 Gerakan yang sama dengan Wahabiyah bermunculan di luar dunia Arab.
Gerakan Usuman dan Fodio (1754-1817 M) di Nigeria. Gerakan Ahmad Sirhindi
(1564-1624 M), Syah Wali Allah (1702-1752 M), dan Sayyid Ahmad Barelwi
(1786-1831 M) di anak benua India. Gerakan tersebut menganjurkan pemurnian
agama, reformasi moral, dan sosial, serta persatuan Muslim. Namun, gerakan
tersebut tetap menafsirkan agama secara harfiah dan terikat pada masa lalu;
berjuang bukan untuk membangun model yang bisa hidup pada masa depan,
melainkan menciptakan kembali model awal seperti masa nabi dan para
sahabatnya.21
Meskipun demikian, gerakan tersebut meninggalkan warisan yang mengilhami
gerakan Salafiyah Modern, yang muncul pada abad ke-19 dan 20 M. Jamaluddin
al-Afghani (1839–1897 M) dan Muhammad Abduh (1849–1905 M) adalah
pendiri gerakan Salafiyah modern. Tujuan utama gerakan Salafiyah modern
adalah untuk menghilangkan mentalitas taqlid (imitasi buta) dan jumud (stagnasi),
mengembalikan Islam ke bentuk aslinya, dan mengubah kondisi moral, budaya,
dan politik kaum Muslim. Reinterpretasi Islam, kelemahan kaum Muslim, dan
reformasi institusional yang menyeluruh semuanya termasuk di antaranya.22
Salafiyah modern berpendapat bahwa penyebab yang membawa kepada
kemunduran kaum Muslim adalah sikap jumud yang terdapat pada diri umat
Islam. Jumud mengandung arti keadaan membeku, statis, dan tak ada perubahan.
Oleh karena sikap jumud, umat Islam tidak menghendaki adanya perubahan,
sebaliknya umat Islam hanya menerima tradisi yang berkembang pada saat itu.23
20
Ibid, hal.105
21
Ibid, 105-106
22
Ibid
23
Harun Nasution, Pengembangan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), hal. 62
Pertama, sumber pengambilan dan rujukan aqidah islam terbatas pada wahyu,
yaitu Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama salaf. Menurut manhaj salafi, akiqah
adalah perkara yang tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i. Mereka juga
memiliki pandangan bahwa tidak ada keselamatan kecuali dengan berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah. Selain itu, para sahabat Nabi terdidik atas dan
Sunnah serta mereka tidak berpaling dari kedua itu25. Dalam hal ini mengandung
beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Keselamatan dalam hidup dan ridha Allah SWT hanya bisa didapatkan
dengan iman kepada keduanya dan mengamalkan apa yang terdapat dari
keduanya
2. Agama Islam itu sempurna, seperti yang ada dalam Q.S Al-Maidah ayat 15-
16 yang berbunyi26:
ۤ ِ ّي لَ ُكم َكثِْي را ِِِّمَّا ُكْن تُم ُتْ ُف ْو َن ِمن الْ ِكت ۤ
ٰب َويَ ْع ُف ْوا َع ْن َكثِ ْريەۗ قَ ْد َجاءَ ُك ْم َ ْ
ِ ي انل
ُو سر م ك
ُ ء ا ِ ِ
ً ْ ُ ِّ َُ َ ْ ُ َ ْ َ ٰاٰيَ ْه َل الْكتٰب قَ ْد َج
ب
ن ِ ِ ٰ ِمن
ٌْ ِٰب ُّمب
ّي ٌ اّلل نُ ْوٌر َّوكت
ِّ َ ِّ
”Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan
kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula)
24
Ibid, 63
25
Fadlan Fahamsyah, “Dinamika dan Sejarah Pemikiran Salafi”, Jurnal Al-Fawaid Vol. 10 No. 2
(September 2020) hlm 35
26
Izzuddin Washil dan Ahmad Khoirul Fata, ”Pemikkiran Teologi Kaum Salafi: Studi atas
Pemikiran Kalam Ibn Taimiyyah”, Jurnal Ulul Albab Vol.19 No.2 (2018) hlm 324
yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab
yang menjelaskan27”
”Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti
keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke
jalan yang lurus”28
Kedua, berittiba’ mengikuti Rasulullah dan para salaf baik dalam agama,
ibadah, aqidah dan meninggalkan takhayyul, bid’ah dan khurafat. Dalam
pandangan ulama salaf, bid’ah adalah bentuk perusakan dan penodaan terhadap
murninya agama dan orisinalitas agama. Secara garis besar bid’ah dapat diartikan
sebagai hal baru dalam agama dan bertentangan denga,n Al-Qur’an dan Sunnah29.
27
Q.S Al-Maidah ayat 15
28
Q.S Al-Maidah ayat 16
29
Asep Saifuddin Chalim, ASWAJA, (Jakarta: Penerbit Erlangga 2017) hlm 17
1. Sifat-sifat Allah
Menurut Ibnu Taimiyah, termasuk iman kepada Allah adalah iman kepada
sifat-sifatNya, sebagaimana yang tertulis dalam kitabNya dan melalui lisan
RasulNya yaitu Muhammad SAW31. Percaya dengan sepenuh hati terhadap
sifat-sifat Allah SWT yang Ia sendiri atau RasulNya yang menyifati. Sifat-
sifat yang dimaksud disini adalah seperti sifat-sifat salbiyah, sifat ma’ani, sifat
khabariyah dan sifat dhafiyah serta percaya dan menerima sepenuhnya nama-
nama dan sifat-sifat Allah tanpa mengubah maknya, tidak menghilangkan
pengertian lafazh, tidak mengingkarinya, tidak menggambarkan bentuk tuhan
dan tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhlukNya.
30
Fadlan Fahamsyah, “Dinamika dan Sejarah Pemikiran Salafi”, Jurnal Al-Fawaid Vol. 10 No. 2
(September 2020) hlm 35-38
31
Izzuddin Washil dan Ahmad Khoirul Fata, ”Pemikkiran Teologi Kaum Salafi: Studi atas
Pemikiran Kalam Ibn Taimiyyah”, Jurnal Ulul Albab Vol.19 No.2 (2018) hlm 325
sifat Allah SWT harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya dengan
catatan tidak menyerupakan sifat-sifat Allah SWT dengan sifat-sifat
makhlukNya32.
Tetapi di sisi lain Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa bahwa hamba
adalah pelaku yang sebenarnya. Dalam hal ini Al-Hanbali juga mengakatan
“Dan hamba adalah pelaku yang sejati”. Apa yang menjadi pendiriannya
mengenai kehendak Allah ini sangat mirip dengan kalangan Jabariyah yang
berpendapat bahwa manusia itu terpaksa dalam segala tindakannya dan tidak
ada pilihan kebebasan dalam kekuasaan dalam bertindak. Sementara itu
pendapat Ibnu Taimiyah mengenai kebebasan dalam bertindak yang hampir
sama dengan kalangan Qadariyah. Kalangan Qadariyah berpendapat bahwa
manusia itu tidaklah terpaksa, tetapi setiap hamba bebas untuk memilih
perbuatan-perbuatannya.
32
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia 2014) hlm 140-141
Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal dalam masalah keterpaksaan dan ikhtiar
manusia, yaitu Allah pencipta segala sesuatu, hamba adalah pelaku perbuatan
yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak dan memiliki
tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya34.
4. Makna Iman
33
Izzuddin Washil dan Ahmad Khoirul Fata, ”Pemikkiran Teologi Kaum Salafi: Studi atas
Pemikiran Kalam Ibn Taimiyyah”, Jurnal Ulul Albab Vol.19 No.2 (2018) hlm 326-329
34
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia 2014) hlm 141
1. Meyakini dengan sepenuh hati rukun iman, yaitu iman kepada Allah,
malaikat-malaikatNya,kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir dan
qadha’ dan qadlar’
2. Mencintai sahabat-sahabat Rasulullah, karena para sahabat adalah
golongan yang paling sempurna iman dann kebaikannya. Imam
Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa diantara pokok ajaran salaf
adalah mencintai sahabat Nabi, meneladani mereka, tidak boleh
mencela, tidak boleh melaknat dan mendo’akan mereka.
3. Mencintai keluarga Nabi dan memuliakannya. Menurut Ibnu Taimiyah
diantara manhaj salaf adalah mencintai keluarga Nabi, menjaga wasiat
Nabi, selain itu kaum salafi juga loyal kepada istri-istri Nabi karena
mereka adalah ibu-ibu orang yang beriman.
4. Mengimani semua nama-nama dan sifai-sifat Allah tanpa
menyerupakan, mengganti maknanya dan tanpa meniadakannya
5. Berkaitan dengan kepemimpinan dan kekuasaan, kaum salafi
mengatakan bahwa taat kepada para pemimpin kaum muslimin
hukumnya wajib, selama mereka tidak mengarah ke kemaksiatan.
6. Dalam masalah mencintai dan membenci, kaum salaf membaginya
menjadi tiga kelompok. Yang pertama mereka yang mendapat cinta
yang mutlak adalah mereka yang beriman kepada Allah SWT. Kedua,
mereka yang mendapatkan cinta dan disisi lain juga mendapatkan
benci adalah muslim yang ahli maksiat, yang melakukan kewajiban
tetapi melakukan apa yang diharamkan.Ketiga, mereka yang
mendapatkan kebencian adalah mereka yang kafir.
35
Izzuddin Washil dan Ahmad Khoirul Fata, ”Pemikkiran Teologi Kaum Salafi: Studi atas
Pemikiran Kalam Ibn Taimiyyah”, Jurnal Ulul Albab Vol.19 No.2 (2018) hlm 330
7. Kaum salaf meyakini bahwa sihir dan tukang sihir itu ada. Menurut
manhaj salaf, barangsiapa yang melakukan sihir dan percaya bahwa ia
bisa memberikan manfaat tanpa izim Allah, berarti dia telah kafir
8. Menjauhi ahl al-ahwa wa al-bida’ (pengikut hawa nafsu dan bida’).
Bid’ah menurut manhaj salaf adalah perkara yang diada-adakan dalam
perkara agama yang tidak ada dizaman Nabi dan sahabat
9. Mengimani berita-berita yang dikabar oleh Rasululllah SAW, tanpa
mengingkari sedikitpun selama berita-berita bersumber dari teks
agama yang valid, seperti berita tentang adzab, nikmat kuburm, hari
kebangkitan, padang mahsyar dll
10. Manhaj salafi mengimani dan meyakini adanya mukjizat dan karamah
para wali, akan tetapi bagi mereka karamah wali itu tidak selalu berupa
perkara atau kejadian, tetapi karamah yang paling tinggi adalah mereka
yang istiqomah dan konsisten dalam menjalankan perintah agama36
F. Kesimpulan
Secara bahasa salafi berasal dari bahasa Arab salafa, yaslifu salafan yang
memiliki arti yang terdahulu. Akar kata s-l-f yang memiliki arti mendahului
sedangkan kata al-Salaf orang-orang yang telah berlalu. Dalam ilmu fiqh kata al-
Salaf adalah nama bagi setiap orang yang diikuti pendapatnya dalam masalah
agama. Tetapi hal ini berbeda pada setiap madzhab. Misalnya Imam Hanafi
menggunakan kata al-Salaf yang digunakan bagi para ulama yang hidup di masa
Imam Abu Hanifah dan Muhammad bin al-Hasan. Sedangkan dalam madzhab
Syafi’I, beliau merujuk pada ulama yang hidup sampai abad tiga hijriyah, yang
didalamnya mencakup sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Secara istilah, kata salaf
dapat memiliki makna yang berbeda sesuai madzhab.
36
Fadlan Fahamsyah, “Dinamika dan Sejarah Pemikiran Salafi”, Jurnal Al-Fawaid Vol. 10 No. 2
(September 2020) hlm 38-40
yang menyifati. Yang kedua, tentang kebebasan Allah dan Manusia, Ibnu
Taimiyah mengakui tiga hal dalam masalah keterpaksaan dan ikhtiar manusia,
yaitu Allah pencipta segala sesuatu, hamba adalah pelaku perbuatan yang
sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak dan memiliki tanggung
jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Yang ketiga, tentang Al-Qur’an dan
Kalam Allah, Menurut Ibnu Taimiyah, Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad itu adalah kalam Allah yang sebenarnya, bukan kalam selain Allah.
Maka dari itu tidaa boleh ada yang berpendapat atau berpikiran bahwa Al-Qur’an
itu adalah hikayat atau ungkapan dari kalam Allah, atau terjemah dari Allah. Yang
keempat, makna iman. Menurut Ibnu Taimiyah, ulama salaf mendefinisikan iman
sebagai perkataan dan perbuatan, yakni perkataan hati dan lisan, serta perbuatan
hati dan anggota badan
Daftar Pustaka
Ikhsan, Muhammad. (2014). Belajar Toleransi dari Ibnu Taimiyah. Pustaka Al-
Kautsar.
Sjadzali, Munawir. (1990). Islam dan Tata Negara : Ajaran Sejarah dan
Pemikiran. Jakarta: UI Press.
Amalia, Euis. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga
Kotemporer. Depok: Gramata Publishing.
Iqbal, Muhammad. (2003). 100 Tokoh Terhebat dalam sejarah Islam. Jakarta: Inti
Media.
Farid, Syaikh Ahmad. (2006). 60 Biografi Ulama Salaf. Jakarta: Mitra Pustaka.
Muhammad bin Ismail, Sahih Bukhari, No. Indeks 6285 Hal 64 Juz 8 Bab
Turunnya Wahyu Kepada Rasulullah SAW
Terjemah Ensiklopedia Hadis, Sahih Bukhari, No. Indeks 6285 Hal 64 Juz 8 Bab
Turunnya Wahyu Kepada Rasulullah SAW
Aceh, Abu Bakar. (1985). Salaf: Islam dalam Masa Murni. Solo: Ramadhani.
Fahamsyah, Fadlan. (2020). Dinamika dan Sejarah Pemikiran Salafi. Jurnal Al-
Fawaid, 10(2). 35.
Washil, Izzuddin & Fata, Ahmad Khoirul. (2018). Pemikkiran Teologi Kaum
Salafi: Studi atas Pemikiran Kalam Ibn Taimiyyah. Jurnal Ulul Albab,
19(2). 330.
Rozak, Abdul., dan Anwar, Rosihon. (2014). Ilmu Kalam. Bandung : CV. Pustaka
Setia