Disusun Oleh :
Abdul Gopur
AL-MASTHURIYAH
Tipar Cisaat Kotak Pos 33 Sukabumi 43101 Telp. (0266) 210612 Jawa Barat
e-mail : stai.almasth@gmail.com
2
b. Pasca Nabi tiada, terjadi gejolak politik. Terlebih pasca terbunuhnya
Utsman bin Affan yang kemudian memunculnya pertikaian antara Ali bin
Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan sehingga terjadi perang
Siffin dan kemudian terjadi peristiwa politik yang terkenal, yaitu tahkim
atau arbitrase. Akibat ini munculnya kelompok Khawarij, Syiah, Murji’ah,
dan Mu’tazilah.
4. Untuk menambah pengetahuan, silakan dibaca buku-buku Ilmu Kalam,
termasuk yang berikut ini
a. Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung
b. Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung
c. Taib Thahir Abd Mu’in, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta
3
نزلlllا * ثم أغفلت مlllحح حكمlllه كي تصlllتطلب الفق
األحكام
Artinya, “Wahai para pemula. Hendaklah menuntut suatu ilmu*semua ilmu
hamba bagi ilmu kalam//kau menuntut fiqih agar kau dapat mengesahkan suatu
hukum*kemudian kau lalaikan (Zat) yang menurunkan hukum.” (Lihat Syekh
Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatu Tahqiqil Maqam ala Kifayatil Awam, [Surabaya,
Maktabah M bin Ahmad Nabhan wa Auladuh: tanpa tahun], halaman 24).
Imam Al-Qusyayri dalam kitab risalahnya yang terkenal mengutip
keutamaan makrifatullah dalam pengertian ilmu tauhid atau ilmu kalam. Dengan
meminjam pendapat Ibnu Abbas, ia menyebut makrifatullah dalam pengertian
ilmu tauhid atau ilmu kalam sebagai tujuan penciptaan manusia dan kemudian
dilanjutkan dengan ibadah sebagai turunannya.
“Hatim As-Shufi mendengar Abu Nashr At-Thusi mengatakan bahwa
ketika ditanya perihal kewajiban pertama Allah atas makhluk-Nya, Ruaim
menjawab, ‘Makrifat,’ karena firman Allah, ‘Wa mā khalaqtul jinna wal insa illā
li ya‘budūn.’ Ibnu Abbas menafsirkan ‘li ya‘budūn’ dengan ‘illā li ya‘rifūn.’”
(Al-Imam Abul Qasim, Abdul Karim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyah,
[Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 5).
Sebagian orang mengecilkan urgensi ilmu tauhid yang dirumuskan ahli
kalam (teolog) dalam kajian ilmu kalam. Padahal, urgensi itu tampak pada
ulama yang memandang besarnya keutamaan ilmu tauhid.
اllرر مllابوه من ضllه إذا عllا عليllاسٌ ال خالق لهم * ومllعاب الكالم أن
ضر شمس الضحى في األفق طالعة * أن ال يرى ضوءها من ليس ذا
بصر
Artinya, “Mencela (ilmu) kalam oleh sekelompok orang yang tidak memiliki
bagian*dan tidak ada padanya ketika mereka mencela mudharat
sedikitpun//tidaklah memudharatkan matahari dhuha pada ufuk terbit*bahwa
tidak memandang cahayanya oleh orang yang tidak dapat melihat.” (Lihat Al-
Baijuri, Tahqiqil Maqam: 17).
Oleh karena besarnya keutamaan ilmu tauhid itu, tidak sedikit ulama
yang menulis pada awal karya fiqihnya dengan pengantar dasar ilmu kalam atau
4
sekadar menganjurkan pembacanya untuk mempelajari ilmu kalam agar tidak
dilewatkan. Tetapi banyak juga dari mereka yang menulis karya secara khusus
perihal ilmu tauhid atau ilmu kalam.
Ilmu tauhid ini penting untuk memahami kedudukan dan pengaruh
makhluk terhadap apa yang terjadi di dunia, termasuk memahami mukjizat para
nabi, keramat para wali, dan istidraj orang-orang fasik. Ilmu kalam ini penting
untuk mengingatkan kita mana soal aqidah dan mana bukan masalah aqidah.
Demikian juga ilmu ini mengajarkan agar kita tidak jatuh pada
kemusyrikan, mendudukkan soal wasilah atau tawasul secara klir, mendudukkan
soal khilafah atau politik atas nama Islam (politisasi agama) secara gamblang,
atau terhindar dari su’uzhan terhadap Allah. Wallahu a‘lam. (Alhafiz
Kurniawan)
5
DAFTAR PUSTAKA
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/keutamaan-ilmu-kalam-atau-ilmu-tauhid-
yxy4w