Anda di halaman 1dari 167

1

2
Muqaddimah dan sekilas Tentang Syaikh Naasirussunnah Al
Qurasyi -rahimahullah-
Segala puji milik Allah Ta’ala, rahmat dan salam semoga
dilimpahkan kepada junjunan alam Rosulullah shallallahu alaihi
wasallam, juga kepada keluarganya, para shahabatnya, tabi’in dan
atba’uttabi’in semuanya, wa ba’du:
Tidak banyak diketahui tentang biografi beliau, di tulisan-tulisan
yang beliau tulis beliau mencantumkan namanya dengan
Nashirussunnah Al Qurasyi, beliau merupakan salah satu ulama
dan tentara D4ulah islam dan beroperasi di Syam, beliau aktif
menyebarkan tulisan-tulisannya di facebook, telegram dan tweeter
dengan akun nama ini.
Terakhir tersebar kabar gugurnya beliau pada tanggal 11
dzulhijjah 1444 H yang bertepatan dengan tanggal 28 juni 2023
M, sehari setelah Iedul Adha kemarin diakibatkan serangan udara
tentara koalisi -La’natullah ‘alaihim ajma’in-, semoga Allah
merahmati beliau dan memasukannya kebarisan syuhada dan
menjadikan ilmu yang beliau sebarkan bermanfaat.
Beliau juga meninggalkan beberapa tulisan dengan judul berikut
ini:
1. Al ‘Ain Al Baashiroh fii Kasyfi Watsaniyyatil Intikhobat
Al Mu’ashiroh yang terjemahannya ada dihadapan antum
ini. Kitab ini berisi bantahan beberapa syubhat yang
membolehkan pemilihan demokrasi, juga membantah mereka
yang menghukumi muslim para peserta PEMILU demokrasi
dengan alasan Jahil hal. Kitab ini selesai ditulis pada Sya’ban
1443 H.
2. Al Wijazaat Al Mardliyyah fii Taudlih Al Masail As-
Syar’iyyah, mengupas beberapa permasalah fiqih seperti
menghukumi manusia di daarul kufr thori, hukum
3
sembelihan, masjid dliror, hukum bekerja pada orang kafir
dll.
3. Al Indzar ‘An Khotho’i Man Samma Masaajidal
Muslimiin Bidl-dliror, membahasa hukum masjid dliror dan
rincian hukum masjid yang ada di negeri kaum muslimin
berikut hukum sholat disana dll.
4. Siham Al Haq Al Jaliyyah fii Hadmi Aqidah Al
Ijtinabiyyah, mengupas bahasan penjelasan kafir kepada
th09hut, rincian hukum bekerja pada t09hut dan orang kafir
secara umum dan membantah syubhat mereka yang
mengkafirkan orang muslim yang bekerja dibidang yang
mubah di sisi t09hut dll.
5. An-Naadzir fi Hukmil ‘Amal Fii Tahshinatil ‘aduw Al
Kafir, sesuai judulnya, membahas rincian hukum bekerja
sebagai buruh bangunan yang dibayar untuk membangun
benteng kafir.
6. Lathoiful Fushul Fii Ma’rifatil Ushul, isinya membantah
neo mu’tazilah yang mewajibkan bertauhid dengan sekedar
akal tanpa dalil syar’i.
7. Risalah-risalah, sya’ir dan khutbah termasuk khutbah Ied juga
kitab-kitab lain yang mungkin belum sampai kepada kami.
Demikianlah sekelumit tentang beliau, pastinya masih banyak
yang tidak kami ketahui tentang beliau yang mungkin pembaca
sudah lebih banyak tahu, dengan keterbatasan informasi yang
kami dapatkan ini kami ucapkan beribu ma’af kepada antum
semua, mudah-mudahan ini mencukupi untuk sekedar tahu siapa
beliau, kelip cahaya kunang-kunang ditengah pekatnya malam
masih lebih baik daripada meraba-raba ditengah kegelapan tanpa
sedikitpun cahaya.

4
Mudah-mudahan dengan diterjemahkannya tulisan beliau ini jadi
pelecut semangat bagi kita semua untuk mengkaji tulisan-tulisan
beliau juga ulama-ulama d4ul4h lainnya, sebab ulama yang
menggabungkan antara ilmu dan amal lebih layak untuk diikuti
dan lebih jujur dalam ilmunya daripada yang jauh dari amal.
Wa akhiiru da’waana ‘anilhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin.

NB: Terjemahan ini tidak mengatas-namakan organisasi


manapun apalagi d4ulah i5l4m, jadi jika didalamnya ada
kesalahan terjemah itu murni kesalahan pribadi penerjemah,
tidak membawa-bawa siapapun. Sebelumnya mohon beribu
ma’af atas segala kekhilafan, semoga antum berkenan
mengoreksi kekurangan apapun yang ada di terjemahan
sederhana ini melalui akun medsos yang menyebarkannya.
Jangan lupakan kami dalam untaian do’a-do’a antum yang tulus,
semoga Allah memberi petunjuk kepada kami dan juga antum
kepada jalan yang lurus...aamiin...
Akhukum:

Ahmad Hamzah

5
Diantara ucapan belasungkawa yang tersebar
di grup telegram saat tersiar kabar gugurnya
beliau:

6
‫الر ِحي ِْم‬
َّ ‫الر ْحمٰ ِن‬ ِ ‫ِبس ِْم ه‬
َّ ‫ّٰللا‬
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi,
dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang
kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu. Dia
menciptakan Makhluk karena menyendirinya Dia dengan sifat
yang menjadi kekhususan-Nya, maha suci Dia, Dialah Allah Rabb
yang kami ibadahi, milikNya lah semua kerajaan, maha suci Dia,
Dia mensyari'atkan dan memilih apa yang Dia kehendaki, Dia
tidak memiliki sekutu, tandingan ataupun lawan.

Siapa yang mentauhidkan-Nya maka dia akan didekatkan dan


barangsiapa menyekutukan-Nya maka dia akan dijauhkan, hanya
milik-Nya lah keputusan dan pensyari'atan, Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman:
‫الدي ُْن ْالقَ ِي ُم َو ٰلـ ِك َّن اَ ْكثَ َر النَّا ِس ََّل‬
ِ ‫لِل ۗ اَ َم َر اَ ََّّل تَ ْعبُد ْۤ ُْوا ا َّ َِّْۤل اِيَّاهُ ۗ ٰذ ِل َك‬
ِ ‫ا ِِن ْال ُح ْك ُم ا ََِّّل ِ ه‬
َ‫َي ْعلَ ُم ْون‬
"Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan
agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
(QS. Yusuf 12: Ayat 40)

Dan juga berfirman:


‫َو ََّل يُ ْش ِركُ فِ ْي ُح ْك ِم ْۤه اَ َحدًا‬
"Dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya
dalam menetapkan keputusan."
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 26)
7
Rahmat dan keselamatan yang paling sempurna semoga
dilimpahkan kepada pemimpin orang-orang yang bertauhid yang
menyeru kepada jalan Rabbul 'alamiin, yang telah mengajari
manusia segala kebaikan dan menyelamatkan mereka dari
kegelapan syirik kepada cahaya dan petunjuk islam, yang berkata:
"Sungguh para ulama adalah pewaris para nabi, sedangkan para
nabi tidaklah mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka
wariskan hanyalah ilmu, maka barang siapa yang telah
mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak."
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Dan diantara kewajiban orang yang mengambil ilmu warisan para


nabi adalah mengajak kepada tauhid, membelanya dan
membungkam syubhat-syubhat para penyeru diatas pintu
jahanam, yang mana tidaklah mereka meninggalkan kejelekan
kecuali akan mereka hiasi dan dibuat indah dalam pandangan
manusia, diantara hal paling buruk yang mereka sebarkan di
zaman sekarang adalah pemilihan umum yang musyrik agar
manusia terjerumus kedalam kekafiran dan kemurtadan baik
perorangan maupun berjama'ah, baik para penyerunya, orang-
orang yang menta'wilkannya, yang menyebarkannya, para
pemilihnya dan kandidat yang dipilih...

Dan sekarang kami akan menembak dengan anak panah dari


kantong panah Ahli sunnah wal jama'ah, menargetkan buih-buih
ahli fitnah dan orang-orang yang sepaham dengan mereka yang
mengira diatas ilmu dan mengklaim sebagai ahlinya, kami
haturkan ini dihadapan kalian wahai saudara kami ahli
sunnah...dengan kitab ini kami sangkal klaim-klaim mereka, kami
terkam gubuk-gubuk mereka yang rapuh lagi reyot, seraya

8
berharap kepada Allah 'Azza wa Jalla agar Dia berkenan untuk
menepatkan tembakan kami, meneguhkan pijakan dan
menurunkan ketenangan kepada hati ikhwan kami ahli sunnah
dan menyinari hati orang yang dikehendakinya dari kalangan
orang-orang yang terjatuh kedalam masalah ini dengan cahaya
petunjuk-Nya...Allahumma aamiin...

Judul-Judul Pokok Pembahasan di buku ini:


1. Muqaddimah penting untuk memahami bencana ini.......hal. 10
2. Pemotong tajam dalam membantah orang yang membolehkan
ikut pemilihan demokrasi.......................................................hal.31
3. Jawaban tertulis untuk orang yang membolehkan ikut
pemilihan karena alasan dlorurot...........................................hal 52
4. Membongkar syubhat para pembantu iblis........................hal 90
5. Menerapkan hukum atas turunan bul'am dan rakyat jelata yang
mempraktekan fatwa mereka..............................................hal 145
6. Kesimpulan, maka perhatikanlah wahai ahli islam.......hal 158

Materi-materi ini dikumpulkan dan diberi catatan penjelasan oleh


saudara kalian; Naashir As-Sunnah.

9
MUQADDIMAH PENTING UNTUK MEMAHAMI BENCANA INI

DEFINISI PEMILIHAN UMUM

Secara bahasa arab kata ‫ئ‬ َ ‫ش ْي‬َّ ‫َب ْال‬ َ ‫( اِ ْنتَخ‬intakhaba asy-syaia) artinya
memilih sesuatu, kata ‫( النُّ ْخ َبة‬an-nukhbah) artinya sesuatu yang
dipilih darinya, Al ‘Ashma’i berkata: dikatakan: ‫ُه ْم نُ َخبَةُ القَ ْو ِم‬
(nukhabah al qaum) dengan didlomahkan ‫ ن‬dan difatahkan ‫ خ‬nya,
Abu Mansur dan yang lainnya berkata: dan "nukhbatuhum"
artinya kalangan terbaik dari kaum itu, Al ashma'i berkata:
"dikatakan: hum nukhabatul qaum -dengan di dlomahkan huruf
nunnya dan difatahkan kha nya-," Abu Manshur dan yang lainnya
berkata: "dikatakan, ‫( نُ ْخ َبة‬nukhbah) -dengan disukunkan huruf ‫خ‬
nya-", sedangkan bahasa arab yang bagus adalah apa yang dipilih
Ashma'i, dikatakan: ‫ص َحا ِب ِه‬ ْ َ‫ب ا‬ ِ ‫( َجا َء ِف ْي نُ َخ‬jaa'a fii nukhabi ashhabihi)
artinya dia datang ditengah kawan-kawan terbaiknya, kata ‫نَ َخ ْبتُه‬
(nakhabtuhu) dan ُ‫( اَ ْن ُخبُه‬ankhubuhu) artinya aku mencabutnya,
sebab arti kata ‫ب‬ ُ ‫( النَّ ْخ‬nakhbu) adalah ُ‫ النَّ ْزع‬mencabut, maka kata
ِ ْ (intikhab) artinya ‫اْل ْنتِزَ اع‬
‫اْل ْنتِخَاب‬ ِ ْ mencabut, memilih, menyeleksi,
dari kata intikhab juga keluar kata ‫( النُّ َخ َبة‬an-nukhabah) yang
artinya sekelompok orang yang dipilih dari banyak orang lalu
diseleksi, dalam hadits Ali Radliyallahu anhu dikatakan bahwa
Umar berkata: ‫( خ ََر ْجنَا فِ ْي النُّ ْخبَ ِة‬kharajna fii an-nukhbah) (kami
keluar bersama sejumlah orang)", nukhbah artinya sejumlah
orang pilihan dari banyak orang hasil seleksi, dalam hadits Ibnu
Aqwa disebutkan: ‫ت َر ُجل‬ َ َ‫َب ِمنَ القَ ْو ِم ِمائ‬ َ ‫( اِ ْنتَخ‬intakhaba minal qaum
miata rajulin), artinya: dipilih dari kaum itu seratus laki-laki.
(Lisanul ‘Arab karya Ibnu Mandzur 1/752).

10
Maka kata intikhabat atau pemilihan merupakan istilah muhdats
(baru) yang makna syar'inya adalah memilih seorang muslim yang
akan mewakili mereka dan mengusahakan kepentingan mereka
dengan sesuatu yang tidak bertentangan dengan syari'at.

Sedangkan intikhabat/pemilihan dalam pemahaman zaman


sekarang adalah pemungutan suara rakyat untuk mengangkat
pembuat hukum selain Allah dan memilih t09hut yang
menentang Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengganti hukum Allah
dengan hukum yang tidak diturunkan Allah.

Apakah Ada Keterkaitan Antara PEMILU, Bai'at Dan Syuro?!

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


ُ ‫ص ٰلوةَ ۗ َواَ ْم ُر ُه ْم‬
‫ش ْو ٰرى بَ ْينَ ُه ْم ۗ َو ِم َّما َرزَ ْق ٰن ُه ْم‬ َّ ‫َوا لَّ ِذيْنَ ا ْستَ َجا بُوا ِل َربِ ِه ْم َواَ قَا ُم ْوا ال‬
َ‫يُ ْن ِفقُ ْون‬
"dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhan dan melaksanakan sholat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka,"
(QS. Asy-Syura 42: Ayat 38)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ْف‬ ُ ‫ب ََّل ْنفَض ُّْوا ِم ْن َح ْو ِل َك ۗ فَا ع‬ ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬َ ‫غ ِل ْي‬ ًّ َ‫ت ف‬
َ ‫ظا‬ َ ‫ت لَ ُه ْم ۗ َولَ ْو ُك ْن‬
َ ‫ّٰللا ِل ْن‬
ِ ‫فَ ِب َما َر ْح َمة ِمنَ ه‬
‫ب‬ُّ ‫ّٰللا يُ ِح‬ ِ ‫علَى ه‬
َ ‫ّٰللا ۗ ا َِّن ه‬ َ ‫ت فَتَ َو َّك ْل‬َ ‫عزَ ْم‬ َ ‫ع ْن ُه ْم َوا ْستَ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم ِفى ْاَّلَ ْم ِر ۗ فَ ِا ذَا‬
َ
َ‫ْال ُمتَ َو ِك ِليْن‬

11
"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.
Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk
mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang
yang bertawakal."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 159)
Orang yang meneliti PEMILU zaman sekarang berikut tujuannya
dia akan mengetahui dengan yakin bahwa terdapat perbedaan
antara PEMILU, Bai'at Umum dan Syuro dari segi hasilnya,
walaupun para ulama bul'am menutupinya dengan
menyederhanakan persamaan bentuk, tapi realitanya sangat jelas
perbedaannya dari banyak sisi:
1. Peserta PEMILU terdiri dari rakyat jelata, orang-orang bodoh
dan orang-orang kafir, sedangkan peserta bai'at dan syuro
hanyalah orang muslim yang adil, berilmu dan bertaqwa.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َ‫اَفَن َْج َع ُل ْال ُم ْس ِل ِميْنَ َكا ْل ُم ْج ِر ِميْن‬
"Apakah patut Kami memperlakukan orang-orang Islam itu
seperti orang-orang yang berdosa (orang kafir)?"
(QS. Al-Qalam 68: Ayat 35)

2. Tujuan utama PEMILU yaitu memilih t09hut yang akan


mengganti syari'at Allah dan tidak masalah jika yang dipilih itu
orang kafir dan para wakil para pembuat hukum selain Allah,
sedangkan tujuan bai'at dan syuro adalah memilih orang yang

12
akan memutuskan dengan hukum Allah, seorang yang bertauhid
dan melayani syari'at Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
‫ي‬ ‫ض‬ ِ ُ ‫ق‬َ ‫ل‬ ‫ل‬
ِ ‫ص‬
ْ َ ‫ف‬ ْ
‫ال‬ ُ ‫ة‬ ‫م‬
َ ‫ل‬
ِ َ
‫ك‬ َ
‫َّل‬ ‫و‬
ْ َ ‫ل‬ ‫و‬
َ ۗ ‫ّٰللا‬
ُ ‫ه‬ ‫ه‬
ِ ‫ب‬
ِ ْ
‫ن‬ َ ‫ذ‬ْ ‫الدي ِْن َما َل ْم َيأ‬ ُ ‫ش َر ٰ ٰٓك ُؤا ش ََر‬
ِ َ‫ع ْوا َل ُه ْم ِمن‬ ُ ‫اَ ْم َل ُه ْم‬
َ
‫عذَا ب اَ ِليْم‬ ‫َب ْينَ ُه ْم ۗ َواِ َّن ال ه‬
َ ‫ظ ِل ِميْنَ لَ ُه ْم‬
"Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang
menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan
(diridai) Allah? Dan sekiranya tidak ada ketetapan yang menunda
(hukuman dari Allah) tentulah hukuman di antara mereka telah
dilaksanakan. Dan sungguh, orang-orang zalim itu akan mendapat
azab yang sangat pedih."
(QS. Asy-Syura 42: Ayat 21)

3. Dasar hukum PEMILU adalah ajaran Demokrasi dan Undang-


Undang berhala, sedangkan dasar hukum bai'at dan syuro adalah
wahyu yang diturunkan Allah, yaitu Al Qur'an dan Hadits Nabi.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ب‬َ ‫ص ًل ۗ َوا لَّ ِذيْنَ ٰاتَ ْي ٰن ُه ُم ْالـ ِك ٰت‬
َّ َ‫ب ُمف‬َ ‫ي اَ ْنزَ َل اِلَ ْي ُك ُم ْالـ ِك ٰت‬
ْ ْۤ ‫ّٰللا اَ ْبتَ ِغ ْي َح َك ًما َّو ُه َو الَّ ِذ‬
ِ ‫اَفَغَي َْر ه‬
َ‫ـق فَ َل تَ ُك ْونَ َّن ِمنَ ْال ُم ْمتَ ِريْن‬ ِ ‫يَ ْعلَ ُم ْونَ اَنَّهٗ ُمن ََّزل ِم ْن َّر ِب َك ِبا ْل َح‬
"Pantaskah aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang
menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu secara rinci? Orang-
orang yang telah Kami beri Kitab mengetahui benar bahwa (Al-
Qur'an) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. Maka
janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 114)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman:


َ‫ع ٰلى ِع ْلم ُهدًى َّو َر ْح َمةً ِلـقَ ْوم يُّؤْ ِمنُ ْون‬
َ ُ‫ص ْل ٰنه‬
َّ َ‫َولَقَ ْد ِجئْ ٰن ُه ْم ِب ِك ٰتب ف‬

13
"Sungguh, Kami telah mendatangkan Kitab (Al-Qur'an) kepada
mereka, yang Kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 52)
4. Dalam PEMILU disamakan antara suara laki-laki dan
perempuan, bahkan membolehkan perempuan untuk menjabat
kekuasaan tertinggi padahal ini diharamkan.

Dari Abu Bakroh radliyallahu anhu berkata: "sungguh Allah telah


memberiku manfaat dengan satu kalimat yang aku dengar dari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat perang jamal setelah
hampir saja aku ikut bergabung dengan pasukan jamal (unta)
untuk berperang bersama mereka, dia (Abu bakroh) berkata:
"tatkala sampai berita kepada Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bahwa penguasa penduduk Persia adalah putri kisra,
beliau bersabda:
ً‫لَ ْن يُ ْف ِل َح قَ ْوم َولَّ ْوا أَ ْم َر ُه ْم ا ْم َرأَة‬
"tidak akan beruntung suatu kaum yang urusan mereka
dikendalikan oleh wanita. (HR. Bukhari 4425).

Metode pemilihan penguasa dalam islam:

1. Dengan Bai'at Ahlul Halli wal 'Aqdi seperti pengangkatan


Khalifah Abu Bakar Shiddiq radliyallahu anhu.
2. Dengan penunjukan langsung atas waliyyul 'ahdi seperti
penunjukan Abu Bakar atas Umar radliyallahu 'anhum saat masih
hidup, lalu Umar dibay'at oleh ahlul halli wal aqdi.
3. Penunjukan anggota majlis syuro untuk memilih salah satu
diantara mereka, lalu yang terpilih dibay'at oleh mereka, seperti

14
proses pengangkatan khalifah Utsman bin 'Affan radliyallahu
anhu dari antara 6 orang kandidat yang disebutkan Umar
radliyallahu anhum.
4. Kekuasaan penguasa yang menang melalui kekuatan.
Lebih dari seorang dari kalangan ulama mengutip Ijma' atas
sahnya membai'at penguasa yang menang dengan kekuatan.

Ibnu Umar berkata: “Aku tidak akan berperang di dalam fitnah


dan aku shalat di belakang pihak yang menang.” (At-Thabaqaat Al
Kubro 4/149)

Imam Ahmad rahimahullah (w.241 H) berkata: "Siapa saja yang


memberontak pemimpin kaum muslimin dan mereka telah
bersepakat atasnya dan mengakuinya sebagai khalifah dengan
cara apapun, baik dengan ridlo ataupun dengan kkekuata, maka
orang yang memberontaknya telah memecahkan tongkat kaum
muslimin dan menyelisihi hadits Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, jika si pemberontak ini mati maka dia mati sebagai
bangkai jahiliyyah. (Al Madkhal Ila Madzhabi Imam Ahmad bin
Hambal hal.80)

Ibnu Hajar menghikayatkan Ijma', beliau berkata: "Para fuqaha


telah sepakat atas wajibnya mentaati penguasa yang menang,
berjihad bersamanya dan mentaatinya lebih baik daripada
memberontaknya sebab dalam mentaatinya terlindungi banyak
darah dan menenangkan banyak orang. (Fathul Bari 13/7)

Kondisi-Kondisi yang Memungkinkan Terjadinya Hal-Hal ini


adalah:
1. Jika sistem pemerintahannya islam serta tunduk dan patuh

15
kepada hukum Allah Ta’ala.
2. Sistem pemerintahannya bukan islam atau mengaku dan
berpura-pura bersistemkan islam.

RINCIAN KONDISI-KONDISI INI BERIKUT DALILNYA;


KONDISI PERTAMA: jika sistem pemerintahannya islam dan
undang-undangnya tunduk dan patuh kepada hukum Allah Ta’ala
dan orang-orang yang dipilih memiliki sifat-sifat syar’i untuk
menjabat sebagai anggota Ahlul halli wal ‘aqdi seperti berilmu,
adil, istiqomah, berakal dan bijaksana, sedang mereka itu
memiliki kekuatan ditengah manusia yang mengatur berbagai
urusan dan menetapkannya, jika kondisinya demikian maka tidak
terlarang ikut berpartisipasi dalam pemilihan, ini tidak ada
bedanya dengan pemilihan yang terjadi di zaman
khulafaurrasyudin dan para imam yang mendapatkan petunjuk,
bahkan berpartisipasi dalam pemilihan seperti ini merupakan
bentuk dari menyampaikan amanah yang mana Allah Ta’ala telah
memerintahkan untuk menjaganya dan menyerahkannya kepada
ahlinya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ِ َ‫ٱلِل َي ۡأ ُم ُر ُك ۡم أَن ت ُ َؤدُّواْ ۡٱۡل َ ٰ َم ٰن‬
‫ت ِإلَ ٰ ٰٓى أَ ۡه ِل َها‬ َ َّ ‫ِإ َّن‬
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 58)
➢ Termasuk menunaikan amanat ialah memilih ahli ilmu
dan iman dan menyerahkan urusan kepemimpinan kepada
mereka, dalam musnad Imam Ahmad dan Shahih Bukhari

16
diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, dia
berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
‫عت ُ َها قَا َل ِإذَا ُو ِس َد ْاۡل َ ْم ُر ِإلَى‬
َ ‫ضا‬ َ ‫عةَ قَا َل َكي‬
َ ‫ْف ِإ‬ َّ ‫ت ْاۡل َ َمانَةُ فَا ْنتَ ِظ ْر ال‬
َ ‫سا‬ ُ ‫ فَإِذَا‬:‫قَا َل‬
ْ ‫ض ِي َع‬
َ‫عة‬
َ ‫سا‬ َّ ‫غي ِْر أَ ْه ِل ِه فَا ْنتَ ِظ ْر ال‬
َ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila sudah
hilang amanah maka tunggulah saat kehancurannya". Orang
itu bertanya: "Bagaimana hilangnya amanat itu?" Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Jika urusan
diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah saat
kehancurannya".

➢ Tercelanya berusaha mendapatkan jabatan dan


kekuasaan.
ِ‫ارة‬ ِ ْ ‫علَى‬
َ ‫اْل َم‬ َ َ‫صون‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ِإنَّ ُك ْم‬
ُ ‫ستَ ْح ِر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ َ‫ع ْن أَ ِبي ُه َري َْرة‬
َ ِ ‫ع ْن النَّ ِبي‬ َ
ِ َ‫ت ْالف‬
ُ‫اط َمة‬ ْ ‫س‬ ِ ‫ون نَ َدا َمةً َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة فَنِ ْع َم ْال ُم ْر‬
َ ْ‫ض َعةُ َو ِبئ‬ ُ ‫ستَ ُك‬
َ ‫َو‬
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal
jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari kiamat, ia adalah
seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan." (HR.
Bukhari no. 7148)

➢ Dalam islam, jabatan tidak diberikan kepada orang yang


menginginkannya.
َ ‫س ِن قَا َل َح َّدثَنِي‬
‫ع ْب ُد‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬
َ ‫س‬ ُ ُ‫ث َح َّدثَنَا يُون‬ ِ ‫ع ْب ُد ْال َو ِار‬َ ‫َح َّدثَنَا أَبُو َم ْع َمر َح َّدثَنَا‬
َ‫الر ْح َم ِن بْن‬ َ ‫سلَّ َم يَا‬
َّ ‫ع ْب َد‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬ ُ ‫س ُم َرةَ قَا َل قَا َل ِلي َر‬ َ ‫الر ْح َم ِن ب ُْن‬ َّ
‫غي ِْر‬ َ ‫ع ْن‬ ِ ‫ت ِإلَ ْي َها َو ِإ ْن أُع‬
َ ‫ْطيتَ َها‬ َ ‫ع ْن َم ْسأَلَة ُو ِك ْل‬َ ‫ْطيتَ َها‬ ِ ‫ارةَ فَإِ ْن أُع‬ ِ ْ ‫س ُم َرةَ ََّل تَ ْسأ َ ْل‬
َ ‫اْل َم‬ َ
‫ت الَّذِي ُه َو‬ ِ ْ‫غي َْرهَا َخي ًْرا ِم ْن َها فَأ‬ َ ‫ْت‬ َ ‫علَى يَ ِمين فَ َرأَي‬ َ ‫ت‬ َ ‫علَ ْي َها َو ِإذَا َحلَ ْف‬
َ ‫ت‬ َ ‫َم ْسأَلَة أ ُ ِع ْن‬
َۗ ‫َخيْر َو َك ِف ْر َع ْن يَ ِمينِك‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar telah mencerita
kan kepada kami 'Abdl Warits telah menceritakan kepada kam
i Yunus dari Al Hasan mengatkan telah menceritakan kepada
17
ku Abdurrahman
bin Samurah mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalla
m bersabda kepadaku: "Wahai Abdurrahman bin Samurah,
janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi
jabatan dengan meminta, maka kamu akan ditelantarkan,
dan jika kamu diberi dengan tanpa meminta, maka kamu
akan diotolong, dan jika kamu melakukan suatu sumpah,
lantas kau lihat selainnya lebih baik, maka lakukanlah yang
lebih baik dan bayarlah kafarat sumpahmu." (HR. Bukhari no.
6622)

➢ Wajib tidak memberikan jabatan kepada orang yang


menginginkannya, apalagi diserahkan kepada orang yang
mengharuskan dirinya diberi jabatan.
‫سلَّ َم أَنَا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ِ ‫علَى النَّبِي‬ َ ُ‫ع ْنهُ قَا َل َدخ َْلت‬ َ ‫ّٰللا‬
ُ َّ ‫ي‬
َ ‫ض‬ ِ ‫سى َر‬ َ ‫ع ْن أَبِي ُمو‬ َ
‫ّٰللا َوقَا َل ْاْلخ َُر ِمثْلَهُ فَقَا َل ِإنَّا‬ ُ ‫الر ُجلَي ِْن أَ ِم ْرنَا يَا َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َّ ‫َو َر ُج َل ِن ِم ْن قَ ْو ِمي فَقَا َل أَ َح ُد‬
‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ص‬ َ ‫سأَلَهُ َو ََّل َم ْن َح َر‬َ ‫ََّل نُ َو ِلي َهذَا َم ْن‬
Dari Abu
Musa radliallahu 'anhu mengatakan; aku menemui Nabi shalla
llahu 'alaihi wasallam bersama dua orang kaumku, lantas satu
diantara kedua orang itu mengatakan;
Jadikanlah kami pejabat ya Rasulullah? ' orang kedua juga me
ngatakan yang sama. Secara spontan Rasulullah Shallallahu'ala
ihiwasallam bersabda; "Kami tidak akan memberikan jabatan
ini kepada orang yang memintanya, tidak juga kepada orang
yang ambisi terhadapnya." (HR. Bukhari no. 7149)

18
Dalil-Dalil yang menunjukan bolehnya sekedar memilih selama
sesuai dengan batasan syar'i:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ت‬ َ ْ‫ب لَ ْو ِشئ‬ ِ ‫الر ْجفَةُ قَا َل َر‬ َّ ‫س ْب ِعيْنَ َر ُج ًل ِل ِم ْيقَا تِنَا ۗ فَلَ َّم ْۤا اَ َخذَتْ ُه ُم‬ َ ٗ‫َوا ْختَا َر ُم ْوسٰ ى قَ ْو َمه‬
‫ض ُّل‬ ِ ُ ‫ي ا ََِّّل فِتْنَـت ُ َك ۗ ت‬
َ ‫سفَ َها ٰٓ ُء ِمنَّا ۗ ا ِْن ِه‬ َ ‫اَ ْهلَـ ْكتَ ُه ْم ِم ْن قَ ْب ُل َواِ ي‬
ُّ ‫َّاي ۗ اَ ت ُ ْه ِل ُكنَا ِب َما فَ َع َل ال‬
َ‫ت َخي ُْر ْالغَا فِ ِريْن‬َ ‫ت َو ِليُّنَا فَا ْغ ِف ْر لَـنَا َوا ْر َح ْمنَا َواَ ْن‬ َ ‫شا ٰٓ ُء ۗ اَ ْن‬ َ َ‫ي َم ْن ت‬ْ ‫شا ٰٓ ُء َوتَ ْه ِد‬
َ َ‫ِب َها َم ْن ت‬
"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk
(memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan. Ketika mereka ditimpa gempa bumi, Musa berkata, "Ya
Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau binasakan
mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang yang kurang berakal di
antara kami? Itu hanyalah cobaan dari-Mu, Engkau sesatkan
dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri
petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah
pemimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat.
Engkaulah pemberi ampun yang terbaik." (QS. Al-A'raf 7: Ayat
155)

9081. Menceritakan kepadaku bapaku, menceritakan kepada


kami Abu Bakar bin Basyar, menceritakan kepada kami Yahya bin
Sa'id, menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq daru
'Ammarah dari Ali berkata: "berjalanlah Musa, Harun, Basyar dan
Basyir, berkata: "lalu mereka berjalan dan sampai ke lereng
gunung, lalu Harun tidur diatas tempat tidurnya kemudian Allah
mewafatkannya, tatkala Musa kembali ke Bani Israil mereka
bertanya, "kamu pasti telah membunuhnya karena dengki atas
akhlak dan kelembutannya -dan ucapan semisalnya-, musa

19
berkata: pilihlah sekelompok orang sekehendak kalian," lalu
mereka memilih 70 orang laki-laki dan itulah firman-Nya:
ۗ ‫س ْب ِعيْنَ َر ُج ًل ِل ِم ْيقَا تِنَا‬
َ ٗ‫َوا ْختَا َر ُم ْوسٰ ى قَ ْو َمه‬
"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk
(memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 155)
Ketika mereka sampai kepada Harun mereka bertanya, "siapa
yang telah membunuhmu?!", Harun menjawab: tidak ada
seorangpun yang membunuhku, aku diwafatkan Allah," mereka
berkata, "wahai musa, setelahnya kami tidak akan lagi
bermaksiat," lalu mereka ditimpa gempa bumi. (Tafsir Ibnu Abi
Hatim 35/157, Tafsir Ibnu Katsir)

Pertama: dizaman Nabi shallallahu alaihi wasallam.

1. Membai'at para ketua tatkala kaum Anshar hendak membai'at


Nabi di Aqabah.
• 22679. Menceritakan kepada kami Sufyan dari Yahya dari
Ubadah bin Al Walid bin Ubadan bin Shamit, dia mendengar
dari kakeknya, satu saat sufyan berkata, "dari kakeknya yaitu
ubadah", berkata sufyan, "Ubadah itu naqib (ketua), beliau
termasuk salah satu dari yang 7 orang, (Ubadah berkata): kami
membai'at Rasulullah untuk untuk mendengar dan ta'at,
disaat senggang ataupun sulit, saat semangat ataupun malas
dan kami tidak akan mencabut urusan ini dari ahlinya, kami
ucalkan al haq dimanapun kami ada, kami tidak takut di jalan
Allah celaan orang yang mencela, sufyan berkata, "sebagian

20
‫‪orang menambahkan: "selama kamu tidak melihat kekufuran‬‬
‫‪yang jelas." (Musnad Imam Ahmad).‬‬
‫‪• 22773. Aku mendengar Sufyan bin Uyainah menyebut para‬‬
‫‪ketua, beliau menyebut Ubadah bin Shamit termasuk diantara‬‬
‫‪mereka, sufyan berkata: "Ubadah itu orang yang hadir dalam‬‬
‫‪peristiwa ‘aqobah, perang uhud, perang badar, berbai'at‬‬
‫‪dibawah pohon, beliau juga naqib (ketua). (Musnad Ahmad).‬‬
‫‪2. Para pemimpin utusan Hawazin.‬‬
‫ع َم‬ ‫ع ْن اب ِْن ِش َهاب قَا َل َوزَ َ‬ ‫عقَيْل َ‬ ‫ْث قَا َل َح َّدثَنِي ُ‬ ‫عفَيْر قَا َل َح َّدثَنِي اللَّي ُ‬ ‫س ِعي ُد ب ُْن ُ‬ ‫َح َّدثَنَا َ‬
‫علَ ْي ِه‬ ‫صلَّى َّ ُ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫سو َل َّ ِ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫ع ْر َوة ُ أَ َّن َم ْر َوانَ بْنَ ْال َح َك ِم َو ْال ِمس َْو َر بْنَ َم ْخ َر َمةَ أَ ْخبَ َراهُ أَ َّن َر ُ‬ ‫ُ‬
‫س ْبيَ ُه ْم فَقَا َل لَ ُه ْم‬ ‫سأَلُوهُ أَ ْن يَ ُر َّد ِإلَ ْي ِه ْم أَ ْم َوالَ ُه ْم َو َ‬ ‫ام ِحينَ َجا َءهُ َو ْف ُد ه ََو ِازنَ ُم ْس ِل ِمينَ فَ َ‬ ‫سلَّ َم قَ َ‬ ‫َو َ‬
‫الطائِفَتَي ِْن ِإ َّما‬ ‫اروا ِإ ْح َدى َّ‬ ‫اختَ ُ‬‫ص َدقُهُ فَ ْ‬ ‫ي أَ ْ‬ ‫ث ِإلَ َّ‬ ‫ب ْال َحدِي ِ‬ ‫سلَّ َم أَ َح ُّ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ ُ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫سو ُل َّ ِ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫َر ُ‬
‫سلَّ َم‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ّٰللا َ‬ ‫صلَّى َّ ُ‬ ‫سو ُل َّ ِ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫ْي َو ِإ َّما ْال َما َل َوقَ ْد ُك ْنتُ ا ْستَأْنَيْتُ ِب ِه ْم َوقَ ْد َكانَ َر ُ‬ ‫سب َ‬ ‫ال َّ‬
‫صلَّى َّ ُ‬
‫ّٰللا‬ ‫ّٰللا َ‬ ‫سو َل َّ ِ‬ ‫ف فَلَ َّما تَبَيَّنَ لَ ُه ْم أَ َّن َر ُ‬ ‫الطائِ ِ‬‫ع ْش َرةَ لَ ْيلَةً ِحينَ قَفَ َل ِم ْن َّ‬ ‫ض َع َ‬ ‫ظ َر ُه ْم ِب ْ‬ ‫ا ْنتَ َ‬
‫سو ُل َّ ِ‬
‫ّٰللا‬ ‫ام َر ُ‬ ‫س ْبيَنَا فَقَ َ‬‫ار َ‬ ‫الطائِفَتَي ِْن قَالُوا فَإِنَّا ن َْختَ ُ‬ ‫غي ُْر َراد ِإلَ ْي ِه ْم ِإ ََّّل ِإ ْح َدى َّ‬ ‫سلَّ َم َ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫َ‬
‫ّٰللا ِب َما ُه َو أَ ْهلُهُ ث ُ َّم قَا َل أَ َّما َب ْع ُد فَإِ َّن‬ ‫علَى َّ ِ‬ ‫سلَّ َم فِي ْال ُم ْس ِل ِمينَ فَأَثْنَى َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ ُ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫َ‬
‫ب ِم ْن ُك ْم أَ ْن‬ ‫س ْب َي ُه ْم فَ َم ْن أَ َح َّ‬ ‫ِإ ْخ َوانَ ُك ْم َه ُؤ ََّل ِء قَ ْد َجا ُءونَا تَائِ ِبينَ َو ِإنِي قَ ْد َرأَيْتُ أَ ْن أَ ُر َّد ِإلَ ْي ِه ْم َ‬
‫علَى َح ِظ ِه َحتَّى نُ ْع ِط َيهُ ِإيَّاهُ ِم ْن أَ َّو ِل َما‬ ‫ب ِم ْن ُك ْم أَ ْن َي ُكونَ َ‬ ‫ب ِبذَ ِل َك فَ ْل َي ْف َع ْل َو َم ْن أَ َح َّ‬ ‫ط ِي َ‬ ‫يُ َ‬
‫سلَّ َم لَ ُه ْم فَقَا َل‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ ُ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫ّٰللا َ‬ ‫سو ِل َّ ِ‬ ‫اس قَ ْد َ‬
‫طيَّ ْبنَا ذَ ِل َك ِل َر ُ‬ ‫علَ ْينَا فَ ْل َي ْف َع ْل فَقَا َل النَّ ُ‬ ‫ّٰللا َ‬ ‫يُ ِفي ُء َّ ُ‬
‫ار ِجعُوا‬ ‫سلَّ َم ِإنَّا ََّل نَ ْد ِري َم ْن أَذِنَ ِم ْن ُك ْم ِفي ذَ ِل َك ِم َّم ْن لَ ْم َيأْذَ ْن فَ ْ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬
‫ّٰللا َ‬‫صلَّى َّ ُ‬ ‫ّٰللا َ‬ ‫سو ُل َّ ِ‬ ‫َر ُ‬
‫سو ِل‬ ‫ع َرفَا ُؤ ُه ْم ث ُ َّم َر َجعُوا ِإلَى َر ُ‬ ‫اس فَ َكلَّ َم ُه ْم ُ‬ ‫ع َرفَا ُؤ ُك ْم أَ ْم َر ُك ْم فَ َر َج َع النَّ ُ‬‫َحتَّى َي ْرفَعُوا ِإلَ ْينَا ُ‬
‫طيَّبُوا َوأَ ِذنُوا‬ ‫سلَّ َم فَأ َ ْخ َب ُروهُ أَنَّ ُه ْم قَ ْد َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ ُ‬
‫ّٰللا َ‬ ‫ّٰللا َ‬‫َّ ِ‬
‫‪Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin‬‬
‫‪'Ufair berkata, telah menceritakan kepada saya Al Laits berkata, t‬‬
‫‪elah menceritakan kepada saya 'Uqail dari Ibnu Syihab berkata; d‬‬
‫‪an 'Urwah menduga bahwa Marwan bin‬‬
‫‪Al Hakam dan Al Miswar bin Makhramah keduanya mengabarkan‬‬
‫‪kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri‬‬
‫‪ketika datang kepada Beliau suku Hawazin yang telah‬‬
‫‪ditundukkan lalu mereka meminta kepada Beliau agar‬‬

‫‪21‬‬
mengembalikan harta dan para tawanan mereka. Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, kepada mereka:
"Ucapan yang paling aku sukai adalah yang paling benar. Maka
pilihlah salah satu dari dua hal apakah tawanan atau harta dan
sungguh aku akan memberi kesempatan terhadap mereka".
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menanti mereka
sekitar sepuluh malam ketika akhirnya mereka kembali dari
Tho'if. Setelah jelas bagi mereka bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tidak akan mengembalikan kepada mereka
kecuali salah satu dari dua pilihan, mereka berkata; "Kami
memilih tawanan". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berdiri di hadapan Kaum Muslimin kemudian memuji Allah yang
memang Dia paling berhak untuk dipuji lalu bersabda: "Kemudian
dari pada itu, sesungguhnya saudara-saudara kalian ini telah
datang kepada kita dengan bertaubat dan sungguh aku berpikir
akan mengembalikan para tawanan. Maka siapa diantara kalian
yang suka berbuat baik (dengan membebaskan tawanan) dalam
masalah ini maka lakukanlah dan siapa diantara kalian yang ingin
tetap menjadikannya sebagai haknya hingga kami berikan
kepadanya harta fa'i yang Allah karuniakan kepada kita,
lakukanlah". Maka orang-orang berkata: "Kami serahkan mereka
untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ". Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kami tidak tahu siapa
diantara kalian yang berhak memberi izin dan siapa yang bukan,
maka itu kembalilah hingga kalian bawa para pimpinan yang
mengurusi urusan kalian". Akhirnya mereka pulang dan berbicara
dengan para pimpinan mereka lalu kembali menghadap
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mereka mengabarkan
bahwa mereka telah menyetujui dan memberi izin". (HR. Bukhari)

22
Sisi pendalilan: dari dua kejadian ini maka jelaslah bahwa Nabi
shallallahu alaihi wasallam menyuruh mereka untuk kembali
kepada manusia untuk memilih orang yang akan memimpin
mereka.

Kedua: dizaman Khulafaurrasyidin.


1. Bai'at umum, tatkala manusia membai'at khalifah di masjid.
2. Musyawarah Abdurrahman bin 'Auf dengan manusia untuk
mengangkat khalifah tatkala beliau tinggal selama tiga hari dalam
rangka bermusyawarah dengan yang lain, sehingga urusan
khilafah ditetapkan atas Utsman radliyallahu anhu, Abdurrahman
berkata, "aku melihat manusia tidak akan menentang Utsman",
(Shahih Bukhari kitab Al Ahkam no. 6781)

3. Pemilihan Ali radliyallahu anhu sebagai khalifah tatkala beliau


menolak dibai'at dengan bai'at khusus, lalu dia berdiri di mimbar
masjid kemudian orang-orang maju untuk membai'atnya. (Tarikh
Ath-Thabari 790-791 juga Al bidayah wan-Nihayah)

4. Ucapan Umar radliyallahu anhu tatkala sampai kepadanya


ucapan orang-orang bahwa jika Umar meninggal maka hendaklah
beliau membai'at si fulan, maka Umar melarang dari hal itu dan
berkata: "barangsiapa membai'at seseorang tanpa bermusyawah
dengan kaum muslimin maka janganlah diikuti, begitu juga orang
yang di baiatnya, karena dikhawatirkan keduanya terbunuh.” (No.
Hadist: 6830 dari kitab Shahih Bukhari)

23
Ketiga: dimasa setelah Khulafa ar-rasyidin.

Bahwa Umar bin Hubairoh berwasiat kepada gubernurnya yaitu


Muslim bin Sa'id yang ditugaskan di khurasan untuk
memperhatikan pengangkatan para pekerjanya dengan dipilih
oleh manusia, dia berkata kapadanya: "hendaknya kamu
mengangkat 'ammaal al 'udzr (para pegawai yang kamu akan
diudzur), muslim bertanya, "siapa itu 'ammaal al 'udzr?"
Jawabnya: "biarkan semua penduduk memilih seseorang untuk
kepentingan mereka, jika seseorang telah mereka pilih maka
angkatlah dia, jika orang itu baik maka dia berguna untukmu, tapi
jika dia buruk maka keburukannya itu untuk mereka yang
memilihnya, bukan kamu, sedangkan kamu diudzur. (Tarikh At-
Thabari 1031-1032)

KONDISI KEDUA: jika sistem pemerintahannya bukan islam,


seperti sistem demokrasi, komunis, diktator dan sistem-sistem
lain yang menyingkirkan islam, termasuk juga kedalam kondisi ini
yaitu sistem yang mengaku islam tapi hakikatnya memerangi
islam.

Pendapat orang-orang kontemporer telah berselisih menjadi dua


pendapat utama dengan perselisihan antara haq dan bathil:
Pendapat pertama: melarang memilih, inilah pendapat yang
benar dalam masalah ini, sebab dalam pemilihan ini tersusun
berbagai kerusakan yang besar diantaranya:
(1) Menghancurkan tauhid hamba dengan mengangkat andad
(tandingan) Allah dalam RububiyyahNya yaitu mengangkat para
pembuat hukum selain Allah.

24
(2) Berpartisipasi dalam majlis-majlis kekufuran yang disana
diterapkan berbagai aturan yang menyelisihi Diinullah tanpa
pengingkaran.
(3) Condong kepada kekufuran dan kedzaliman.
(4) Mencampurkan haq dan bathil.
(5) Tidak nampaknya bendera ahli Iman dan tidak ada bedanya
antara mereka dan penganut kekufuran dan thughyan, sedangkan
Allah ta'ala telah melarang dari itu semua...

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ّٰللا ِم ْن اَ ْو ِل َيا ٰٓ َء ث ُ َّم ََّل‬
ِ ‫س ُك ُم النَّا ُر ۗ َو َما لَـ ُك ْم ِم ْن د ُْو ِن ه‬ َ َ‫َو ََّل تَ ْر َكنُ ْۤ ْوا اِلَى الَّ ِذيْن‬
َّ ‫ظلَ ُم ْوا فَتَ َم‬
َ‫ص ُر ْون‬ َ ‫ت ُ ْن‬
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak
mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu
tidak akan diberi pertolongan."
(QS. Hud 11: Ayat 113)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman:


‫ّٰللا يُ ْكفَ ُر ِب َها َويُ ْستَ ْهزَ ا ُ ِب َها فَ َل تَ ْقعُد ُْوا َم َع ُه ْم‬
ِ‫ت ه‬ ِ ‫س ِم ْعت ُ ْم ٰا ٰي‬ ِ ‫علَ ْي ُك ْم ِفى ْالـ ِك ٰت‬
َ ‫ب اَ ْن اِذَا‬ َ ‫َوقَ ْد ن ََّز َل‬
َ‫ّٰللا َجا ِم ُع ْال ُم ٰن ِف ِقيْنَ َوا ْل ٰك ِف ِريْن‬
َ ‫غي ِْر ْۤه ۗ اِنَّ ُك ْم اِذًا ِمثْلُ ُه ْم ۗ ا َِّن ه‬ َ ‫ض ْوا ِف ْي َح ِديْث‬ ُ ‫َحتهى َي ُخ ْو‬
‫ِف ْي َج َهـنَّ َم َج ِم ْي ًعا‬
"Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di
dalam Kitab (Al-Qur'an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-
ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang
kafir) maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum
mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau tetap
duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka.
Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan
25
orang kafir di Neraka Jahanam,"
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 140)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َ ‫لَ ْو تَزَ يَّلُ ْوا لَ َعذَّ ْبنَا الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ِم ْن ُه ْم‬
‫عذَا بًا اَ ِل ْي ًما‬
"Sekiranya mereka terpisah, tentu Kami akan mengazab orang-
orang yang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih."
(QS. Al-Fath 48: Ayat 25)
Ditambah lagi dengan adanya bersumpah untuk menghormati
undang-undang buatan, ini adalah kekafiran yang murni yang
harusnya tidak ada, maka hakikat sebenarnya dari pemilihan
demokrasi ini merupakan suatu majlis yang mana Allah dan
syari'atNya akan dikafiri.

Pendapat kedua: menurut sebagian mereka yang intisab pada


ilmu, ikut serta dalam pemilihan demokrasi itu boleh jika sesuai
dengan beberapa ketentuan:
Mereka mensyaratkan kebolehannya jika akan terealisasi
maslahat syar'i yang jelas, membela al haq dan mempersempit
keburukan dan kedzaliman, menolak kebatilan atau
mempersempitnya, memenangkan al haq atau sebagiannya, atau
menghukum penganut kebatilan yang tidak langsung melakukan
maksiat, atau berpegang pada satu pokok diantara pokok-pokok
kekafiran, atau mengakui kebatilan, atau menolak sesuatu dari al
haq, atau menyepakati satu hukum diantara hukum-hukum
th09ut yang menyelisihi hukum Allah, maka berpartisipasi dalam
semua ini dibolehkan (menurut klaim mereka) karena
mengamalkan firman Allah:

26
َ َ‫ّٰللا َما ا ْست‬
‫ط ْعت ُ ْم‬ َ ‫فَا تَّقُوا ه‬
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu."
(QS. At-Taghabun 64: Ayat 16)
Asal pembolehan mereka itu secara garis besar adalah
berdasarkan Maslahat Mursalah dan Fiqih Muwazanah.

Dalam hal ini mereka menggunakan berbagai dalil, misalnya dalil


yang isinya membandingkan antara dua kebaikan, seperti firman
Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
‫اَّل ِخ ِر َو َجا َه َد‬ ٰ ْ ‫لِل َوا ْليَ ْو ِم‬
ِ ‫ـرا ِم َك َم ْن ٰا َمنَ ِبا ه‬
َ ‫ج َو ِع َما َرةَ ْال َمس ِْج ِد ْال َح‬ ِ ٰٓ ‫ا‬ ‫ـ‬ ‫ح‬
َ ْ
‫ال‬ َ ‫ة‬ ‫ي‬
َ ‫ا‬ َ ‫ق‬‫س‬ِ ‫م‬
ْ ُ ‫ت‬‫ل‬ْ ‫اَ َج َع‬
‫ّٰللا ََّل يَ ْهدِى ْالقَ ْو َم ال ه‬
َ‫ظ ِل ِميْن‬ ِ ‫ّٰللا ۗ ََّل يَ ْستَ ٗونَ ِع ْن َد ه‬
ُ ‫ّٰللا ۗ َو ه‬ ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬
َ ‫فِ ْي‬
"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-
orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam, kamu
samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi
Allah. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang
zalim."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 19)
Atau membandingkan antara dua keburukan untuk mengambil
keburukan yang paling ringan, misalnya firman Allah:
َ ‫ع ْن‬
ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬
‫ّٰللا َو‬ َ ‫ص ٌّد‬َ ‫ـرا ِم قِتَا ل فِ ْي ِه ۗ قُ ْل قِتَا ل فِ ْي ِه َك ِبيْر ۗ َو‬ َ ‫ش ْه ِر ْال َح‬َّ ‫ع ِن ال‬ َ ‫َيسْــئَلُ ْون ََك‬
ۗ ‫ّٰللا ۗ َوا ْل ِفتْنَةُ اَ ْک َب ُر ِمنَ ْالقَتْ ِل‬
ِ ‫ـرا ِم َواِ ْخ َرا ُج اَ ْه ِله ِم ْنهُ اَ ْك َب ُر ِع ْن َد ه‬ َ ‫ُک ْفر ِبه َوا ْل َمس ِْج ِد ْال َح‬
‫ع ْن‬َ ‫ع ْوا ۗ َو َم ْن ي َّْرتَ ِد ْد ِم ْن ُك ْم‬ُ ‫طا‬ َ َ‫ک ْم ا ِِن ا ْست‬ُ ِ‫ع ْن ِديْـن‬ َ ‫َو ََّل َيزَ ا لُ ْونَ يُقَا تِلُ ْونَ ُك ْم َحتهى َي ُرد ُّْو ُك ْم‬
‫ب‬ ُ ٰ‫صح‬ ْ َ‫ولٰٓئِ َك ا‬ٰ ُ ‫ت اَ ْع َما لُ ُه ْم فِى ال ُّد ْن َيا َوا ْ َّٰل ِخ َر ِة ۗ َوا‬ ْ ‫ط‬َ ‫ولٰٓئِ َك َح ِب‬
ٰ ُ ‫ت َو ُه َو کَافِر فَا‬ ْ ‫ِديْـنِه فَ َي ُم‬
َ‫النَّا ِر ۗ ُه ْم ِف ْي َها ٰخ ِلد ُْون‬
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang
pada bulan haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu
adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah,

27
ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam,
dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)
dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada
pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu
sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka
sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu
dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di
dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.""
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 217)

Diantara Dalil Paling Penting Yang Mereka Gunakan Adalah:

1. Kisah kekalahan bangsa Rum.


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ِ ‫ْع ِسنِيْنَ ۗ ِ ه‬
‫لِل‬ َ ‫غلَ ِب ِه ْم‬
ِ ‫سيَ ْغ ِلبُ ْونَ ○فِ ْي ِبض‬ َ ‫ض َو ُه ْم ِم ْن بَ ْع ِد‬ ِ ‫الر ْو ُم○فِ ْۤ ْي اَ ْدنَى ْاَّلَ ْر‬
ُّ ‫ت‬ ُ ○‫ا ٰٓل ٰٓم‬
ِ َ‫غ ِلب‬
ۗ ‫شا ٰٓ ُء‬ ُ ‫ّٰللا ۗ يَ ْن‬
َ َّ‫ص ُر َم ْن ي‬ ِ ‫ص ِر ه‬ ْ َ‫ْاَّلَ ْم ُر ِم ْن قَ ْب ُل َو ِم ْن بَ ْع ُد ۗ َويَ ْو َمئِذ يَّ ْف َر ُح ْال ُمؤْ ِمنُ ْونَ ○ ِبن‬
َّ ‫َو ُه َو ْال َع ِزي ُْز‬
‫الر ِح ْي ُم‬
"Alif Lam Mim【1】Bangsa Romawi telah dikalahkan【2】di
negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan
menang【3】dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allahlah urusan
sebelum dan setelah (mereka menang). Dan pada hari
(kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang
yang beriman,【4】karena pertolongan Allah. Dia menolong
siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang."
【5】
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 1-5)

28
Sisi pendalilan: kaum muslimin bergembira dengan kemenangan
kafir yang bahayanya lebih ringan.

2. Pekerjaan Nabi Yusuf alaihissalam.


Berkata Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' fatawa 15/325 ketika
membicarakan masalah meminta kekuasaan: "begitu pula apa
yang disebutkannya tentatng Yusuf alaihissalam dan
pekerjaannya sebagai bendahara negara untuk penguasa mesir
yang kafir, itu disebabkan berhubungannya orang beriman
dengan orang fajir didasarkan pada dua kondisi, pertama: dia
terpaksa melakukannya, kedua: ada maslahat agama yang lebih
besar daripada kerusakan bergaul dengan mereka dan dengan
tidak bergaulnya dengan mereka menyebabkan kerusakan yang
lebih besar untuk agama, maka dia menolak kerusakan yang
lebih besar dengan mengambil kemungkinan yang lebih kecil."

Beliau juga berkata dalam Majmu' fatawa 28/68: "begitu juga


Yusuf, beliau itu menjabat sebagai wakil fir'aun mesir padahal dia
dan masyarakatnya adalah orang-orang kafir, beliau
melaksanakan keadilan dan kebaikan sesuai yang beliau mampu
dan mengajak mereka kepada keimanan sesuai kemampuannya.

Beliau juga berkata di Majmu' Fatawa 15/114: "ucapan nabi


Yusuf: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu" seperti
ucapannya: "Dia (Yusuf) berkata, "Jadikanlah aku bendaharawan
negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang
pandai menjaga, dan berpengetahuan.""
(QS. Yusuf 12: Ayat 55)

Ketika beliau meminta kekuasaan untuk kemaslahatan agama

29
maka permintaan ini tidak meniadakan tawakal juga bukan
termasuk meminta imaroh (kekuasaan)."

3. Karena melihat Maslahat yang lebih besar sesuai dengan


qaidah "kondisi darurat membolehkan hal yang dilarang" dan
qaidah "bersaingnya berbagai kewajiban dan berkumpulnya hal-
hal yang diharamkan" dan firman Allah:
‫اخ ْذن َْۤا ا ِْن‬
ِ ‫ت ۗ َربَّنَا ََّل ت ُ َؤ‬ ْ َ‫سب‬َ َ‫علَ ْي َها َما ا ْكت‬
َ ‫ت َو‬ َ ‫سا ا ََِّّل ُو ْس َع َها ۗ لَ َها َما َك‬
ْ َ‫سب‬ ً ‫ّٰللا نَ ْف‬
ُ‫ف ه‬ ُ ‫ََّل يُ َك ِل‬
‫علَى الَّ ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِلنَا ۗ َربَّنَا‬ َ ٗ‫ص ًرا َك َما َح َم ْلتَه‬ ْ ِ‫علَ ْينَ ْۤا ا‬َ ‫طأْنَا ۗ َربَّنَا َو ََّل تَ ْح ِم ْل‬
َ ‫نَّ ِس ْين َْۤا اَ ْو اَ ْخ‬
‫ت َم ْو ٰلٮنَا فَا‬ َ ‫عنَّا ۗ َوا ْغ ِف ْر لَنَا ۗ َوا ْر َح ْمنَا ۗ اَ ْن‬ َ ‫ْف‬ ُ ‫طا قَةَ لَنَا بِه ۗ َوا ع‬ َ ‫َو ََّل ت ُ َح ِم ْلنَا َما ََّل‬
َ‫علَى ْالقَ ْو ِم ْال ٰك ِف ِريْن‬ َ ‫ص ْرنَا‬ُ ‫ْن‬
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan
kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.
Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami.
Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi
orang-orang kafir.""
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)

Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu' Fatawa juz 20 hal.57: "jika


dua kewajiban berkompetisi dan tidak mungkin disatukan maka
dahulukan yang lebih kuat, kewajiban yang satunya( yang
ditinggalkan pent,) dalam kondisi ini bukan termasuk kewajiban

30
dan meninggalkan kewajiban karena memilih kewajiban yang
kuat dalam kondisi ini sebenarnya tidak termasuk meninggalkan
kewajiban. Begitu juga jika terkumpul dua keharaman yang tidak
mungkin meninggalkan keharaman yang paling besar kecuali
dengan melakukan keharaman yang paling ringan, maka
melakukan keharaman yang paling ringan dalam kondisi ini
sebenarnya tidak termasuk melakukan hal yang haram, walaupun
secara penyebutan yang itu disebut meninggalkan kewajiban dan
yang ini disebut melakukan keharaman tapi semua ini tidak
berbahaya, dikatakan juga hal seperti ini dalam masalah
meninggalkan yang wajib karena udzur dan melakukan hal yang
haram karena maslahat yang lebih unggul atau karena dlarurat
atau menolak keharaman yang lebih besar.

31
PEMOTONG TAJAM DALAM MEMBANTAH ORANG YANG
MEMBOLEHKAN IKUT PEMILIHAN DEMOKRASI.

PENGANTAR PEMBUKAAN UNTUK MEMBANTAH KLAIM


MEREKA:

Diantara dalil yang mereka gunakan adalah firman Allah Ta'ala:


ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬
‫ّٰللا َو‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ص ٌّد‬ َ ‫ـرا ِم قِتَا ل فِ ْي ِه ۗ قُ ْل قِتَا ل فِ ْي ِه َك ِبيْر ۗ َو‬ َ ‫ش ْه ِر ْال َح‬ َ ‫يَسْــئَلُ ْون ََك‬
َّ ‫ع ِن ال‬
َ ‫ُک ْفر ِبه َوا ْل َمس ِْج ِد ْال َح‬
ِ ‫ـرا ِم َواِ ْخ َرا ُج اَ ْه ِله ِم ْنهُ اَ ْك َب ُر ِع ْن َد ه‬
ۗ ‫ّٰللا‬
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang
pada bulan haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu
adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah,
ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam,
dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)
dalam pandangan Allah."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 217)

Dan ayat semisalnya, mereka mengaburkan urusan agama


manusia dengan hal-hal ini.
Andai ketika mereka berdalil dengan ayat ini tidak memotongnya
tentu mereka akan didebat dan jelaslah kebohongan mereka,
sebab kelanjutan ayat tersebut berbunyi:
‫ع ْوا‬ ُ ‫طا‬ َ َ‫ک ْم ا ِِن ا ْست‬ُ ‫ع ْن ِديْـ ِن‬َ ‫َوا ْل ِف ْتنَةُ اَ ْک َب ُر ِمنَ ْالقَ ْت ِل ۗ َو ََّل َيزَ ا لُ ْونَ يُقَا ِتلُ ْونَ ُك ْم َحتهى َي ُرد ُّْو ُك ْم‬
‫ت اَ ْع َما لُ ُه ْم ِفى ال ُّد ْن َيا َوا ْ َّٰل‬ْ ‫ط‬َ ‫ولٰٓ ِئ َك َح ِب‬
ٰ ُ ‫ت َو ُه َو کَا ِفر فَا‬ َ ‫ۗ َو َم ْن ي َّْرتَ ِد ْد ِم ْن ُك ْم‬
ْ ‫ع ْن ِديْـ ِنه فَ َي ُم‬
َ‫ب النَّا ِر ۗ ُه ْم ِف ْي َها ٰخ ِلد ُْون‬ ُ ٰ‫صح‬ ْ َ‫ولٰٓ ِئ َك ا‬
ٰ ُ ‫ِخ َر ِة ۗ َوا‬
"Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka
tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad
(keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam

32
kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 217)
Di ayat ini Allah menjelaskan, bahwa kerusakan dan keburukan
terbesar adalah kesyirikan dan kekufuran kepada Allah juga
kepada ajaran yang diturunkan kepada para utusan-Nya dan
menolak dari mengamalkannya baik dengan jiwa maupun harta
serta tidak bergegas menyambutnya.

Penjelasan At-Thabari:
Firman Allah " ‫"و ُک ْفر ِبه‬ َ yang artinya "ingkar kepada-Nya"
maksudnya kafir kepada Allah, huruf ‫ ه‬dalam kata ‫ ِبه‬kembali ke
kata ‫ للا‬yang ada pada kata ‫ّٰللا‬ ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬
َ , maka ta'wil firman Allah ini:
Dan menghalangi dari jalan Allah, kafir kepada Allah, menghalangi
dari masjid al haram, mengusir ahli masjidil haram dari makah
padahal mereka itu penduduknya lebih besar (dosanya) dalam
pandangan Allah daripada berperang pada bulan haram, kata
ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬
‫ّٰللا‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ص ٌّد‬ َ ‫ َو‬di rofa'kan oleh kata ‫ّٰللا‬ ِ ‫اَ ْكبَ ُر ِع ْن َد ه‬, sedangkan kata
ُ‫ َوا ِْخ َرا ُج اَ ْه ِل ِه ِم ْنه‬di'athafkan kepada ‫ الصد‬, lalu mubtada khobar
diawali dengan ‫ َوا ْل ِفتْنَةُ اَ ْک َب ُر ِمنَ ْالقَتْ ِل‬yakni syirik lebih besar dosanya
daripada kekafiran. (Tafsir At-Thabari 3/649)

Penjelasan As-Sam'ani:
Firman Allah: ("Mereka bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang berperang pada bulan haram") yakni berperang pada
bulan itu, kata ‫ ِقتَال‬dikhofadzkan karena menjadi badal,
(Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar),
lalu dibuat mubtada dengan kata ("Tetapi menghalangi (orang)
33
dari jalan Allah") yakni kalian menghalangi kaum muslimin dari
islam, ("kafir kepada-Nya") kekafiran kalian kepada Allah, ("dan
dari masjid al haram") kalian menghalangi kaum muslimin dari
masjid al haram, ("dan mengusir penduduk dari sekitarnya")
mengusir penduduk makah dari makah, ("lebih besar (dosanya)
dalam pandangan Allah") kekafiran yang kalian anut dan
pekerjaan kalian itu dosanya lebih besar dan lebih parah disisi
Allah daripada kaum muslimin yang berperang dibulan haram.
(Tafsir As-Sam’ani 1/216)

Ucapan Ibnu Taimiyyah:


Begitu pula zuhud dan rughbah, siapa yang tidak memperhatikan
hal yang dicintai Allah baik berupa rughbah dan zuhud dan apa
yang dibenci dari hal itu, jika tidak maka dia telah meninggalkan
berbagai kewajiban dan melakukan hal yang diharamkan, seperti
orang yang meninggalkan makanan yang dibutuhkan tubuhnya
atau makan lemak sampai rusak akalnya atau melemahkan
kekuatannya sehingga tidak mampu melaksanakan apa yang
menjadi kewajibannya dari hak-hak Allah dan hak-hak hamba-
Nya, atau meninggalkan memerintahkan yang ma'ruf dan tidak
melarang dari yang munkar, tidak menyuruh berjihad di jalan
Allah karena jika semua itu dilakukan akan menyakiti sebagian
manusia dan menyiksa sebagian mereka sehingga orang-orang
kafir berhasil menguasai orang-orang shalih yang baik, dalam
masalah seperti ini walaupun ada maslahat yang lebih unggul
maka tidak diperhatikan, Allah Ta'ala berfirman: "Mereka
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan
haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah (dosa)
besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-
Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir

34
penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam
pandangan Allah, sedangkan fitnah lebih kejam daripada
pembunuhan." Allah berfirman bahwa walaupun membunuh
manusia itu buruk sedangkan fitnah akibat kekufuran dan
kemenangan para penganutnya lebih besar dosanya dari pada
membunuh manusia maka kerusakan yang lebih besar ditolak
dengan melakukan kerusakan yang lebih ringan. (Majmu' Fatawa
10/513)

Ucapan Ibnu Taimiyyah yang mereka kutip ini, juga yang diatas,
sama sekali tidak ada hujjah untuk mereka, karena berhujjah
dengan dalil harus dengan metode kaum mu'minin, sedangkan
tidak ada dalilnya bahwa maslahat tauhid bisa dihilangkan
dengan yang lain, juga tidak ada dalilnya sama sekali yang
menunjukan bahwa kerusakan syirik bisa ditolak dengan hal yang
dibawah kesyirikan, bahkan orang yang melakukan kesyirikan
karena dipaksa pun harus menjaga kemantapan tauhid yang ada
di hati, kita berlindung kepada Allah dari ketergelinciran dan
memohon keteguhan sampai wafat.

Ibnu Taimiyyah berkata tatkala membahas pendapat para ulama


dalam masalah paksaan untuk berzina, "tapi para ulama terbagi
dua pendapat dalam masalah apakah mungkin jika seseorang
dipaksa untuk fahisyah (zina):
Pendapat pertama: tidak mungkin, ini pendapat Ahmad bin
hambal, Abu hanifah dan yang lainnya, mereka berkata: "sebab
paksaan tidak akan membuat seseorang berhasrat."

Pendapat kedua: mungkin, ini pendapat Malik, Syafi'i, Ibnu 'Aqil


dan sebagian sahabat Ahmad, sebab paksaan tidak menafikan
35
adanya hasrat, paksaan tidak menafikan melakukan pekerjaan
sesuai kehendak pelakunya, bahkan orang yang dipaksa bisa
memilih untuk menolak melakukan kerusakan yang paling besar
dengan melakukan kerusakan yang lebih ringan. (Majmu' Fatawa
15/115)

Bantahan dan komentar:

Apa yang dikutip dari Ibnu Taimiyyah dalam masalah ini tidak
membantu kalian, Ibnu Taimiyyah adalah ulama yang mengutip
ijma' bahwa ikroh yang mu'tabar adalah satu-satunya dlarurat
yang membolehkan menampakan kekafiran disertai selamatnya
keyakinan hati, beliau berkata: "tidak ada perselisihan dikalangan
kaum muslimin tentang tidak bolehnya memerintah atau
memberi izin dalam mengucapkan kekafiran apapun tujuannya,
bahkan jika seseorang mengatakannya maka dia kafir, kecuali jika
dia dipaksa lalu dia mengatakannya sedang hatinya tenang
dengan keimanan. (Majmu' Fatawa 6/86 )

Beliau berkata: "juga Allah telah mengecualikan orang yang


dipaksa dari kalangan orang-orang kafir, seandainya kekufuran
tidak akan terjadi kecuali dengan pendustaan hati dan kebodohan
tentu orang yang dipaksa tidak akan dikecualikan sebab paksaan
atas hal itu tertolak, maka jelaslah bahwa mengatakan kekufuran
itu kafir kecuali jika dalam kondisi dipaksa, sedangkan firman
Allah:
َ ‫َو ٰلـ ِك ْن َّم ْن ش ََر َح ِبا ْل ُك ْف ِر‬
‫ص ْد ًرا‬

36
"tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran"
(QS. An-Nahl 16: Ayat 106)
Maksudnya karena dia mencintai dunia dari pada akhirat,
diantaranya juga sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
"seseorang pagi-pagi masih beriman dan menjelang sore sudah
kafir, saat sore masih beriman menjelang pagi sudah kafir, dia
menjual agamanya dengan sedikit dunia.”
Ayat ini turun berkaitan dengan Ammar bin Yasir, Bilal bin Robah
dan yang lainnya dari kalangan orang-orang lemah ketika orang-
orang musyrik memaksa mereka untuk mencaci Nabi shallallahu
alaihi wasallam dan kata-kata kekufuran semisalnya, diantara
mereka ada yang menyambut dengan lisannya seperti Ammar,
diantara mereka ada yang bersabar ditimpa ujian seperti Bilal,
tidak ada seorang pun dari mereka yang membenci dengan
menyelisihi apa yang ada dihatinya, bahkan mereka benci
mengucapkan kata-kata itu, maka siapa saja mengucapkan kata-
kata kufur tanpa dipaksa maka dia sudah melapangkan dada
untuk kekufuran." (Al fatawa 5/7 dan Al Iman Al Ausath 2/561-
562) Selesai.

Bantahan terhadap orang yang berdalil dengan surat Ar-Rum:

Sesungguhnya kaum muslimin tidak bergembira dengan


kemenangan kaum kafir atas kaum kafir, tapi kegembiraan
mereka disebabkan karena benarnya kenabian Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam yang telah berbicara tentang hal itu
kepada mereka dan karena kaum muslimin telah menang dalam
taruhan dengan kafir quraisy.

37
Tafsir Yahya bin Salam 2/644:
“Kemenangan Romawi atas Persia dan kemenangan Muslimin
atas Musyrikin terjadi dalam satu hari yaitu saat perang badar,
dan gembiranya kaum muslimin atas hal itu disebabkan katena
Allah membenarkan ucapan mereka dan membenarkan Rasul
mereka.”

Dalam kitab An-Nukat Ad-Dallah 'Alal Bayan karya Al Qashab


w.360 H dikatakan:
“Hujjah yang menentang pendapat mu'tazilah dan qadariyah
dalam bab keadilan yang mereka mengklaim mengetahuinya
padahal mereka bodoh, maka dikatakan kepada mereka: apa sisi
keadilan pertolongan Allah terhadap romawi saat melawan persia
sedangkan keduanya sama-sama kafir? Rum beragama nasrani
sedang persia beragama majusi, bagaimana menurut karakter
pemahaman kalian yang kalian anggap kecerdasan kalian itu?
Kalian tidak menyerahkan hal itu kepada Rabb kalian sendiri
tanpa campur tangan kalian?! Jika ditanyakan: "lantas apa makna
kegembiraan kaum mu'minin tapi selain mereka tidak?!" Maka
dijawab: sesungguhnya kegembiraan kaum mu'minin -Allah maha
tahu- dikarenakan mereka berjudi dengan kaum musyrikin
sebelum judi diharamkan, kaum muslimin bertaruh atas
kemenangan romawi atas persia dan kemenangan mereka dalam
beberapa tahun kedepan, ketika Allah menangkan romawi atas
persia maka kaum muslimin berhak mendapatkan hasil judi
mereka dan jelaslah kebenaran mereka dan kitab yang
diturunkan kepada Nabi mereka -shallallahu alaihi wasallam- yang
membuktikan bahwa apapun ayat yang diturunkan maka pasti
benar dan akan terjadi, maka mereka gembira dengan hal itu.

38
Firman Allah:
"Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah
orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah."] Yakni
Allah memenangkan ahli kitab atas selain ahli kitab, tapi
kegembiraan kaum beriman dengan hal itu disebabkan benarnya
janji Allah ta'ala dan karena mereka mengatakan: "sebagaimana
Allah memenangkan ahli kitab atas selain ahli kitab maka Allah
juga Allah akan memenangkan kami atas kalian (musyrikin).
(Tafsir As-Sam'ani 4/197)

Syubhat yang dibangun diatas surat Rum:


Dua orang kandidat mencalonkan diri dalam pemerintahan Rusia
yang kafir asli, dua orang kandidat itu yang satu kristen dan yang
satunya lagi atheis.
Si khalid berkata: saya akan memilih kandidat nasrani sebab dia
lebih dekat kepada islam dan lebih penyayang terhadap umat
islam, lalu dia pergi memilih si kandidat nasrani.
Salim berkata: saya tidak akan ikut dalam pemilihan tapi saya
berharap agar si nasrani yang menang atas si atheis, sebab
nasrani lebih penyayang kepada umat islam daripada atheis.
Si khalid mendukung si nasrani dengan tangannya sedangkan si
salim mendukungnya dengan hatinya, lantas apa hukum
keduanya dan apa manath hukum atas mereka berdua?!

Jawaban syubhat dan penjelasannya:


Secara ringkas saya mendasari hukumnya dari dua sisi:
Sisi pertama: qiyas
Sisi kedua: pengaruh status negeri.

39
➢ hukumnya telah dibangun diatas qiyas yang rusak yaitu
mengqiyaskan pekerjaan yang hukumnya diragukan antara
boleh dan haram yang mana para ulama berselisih dalam hal
itu sesuai dengan pemahaman mereka terhadap berbagai dalil
tentang masalah membantu orang kafir atas kafir lainnya
lantas diqiyaskan kepada pekerjaan yang hukum asalnya syirik
yaitu pekerjaan pemilihan umum kontemporer bagi orang
yang mengetahui kondisi pemilihan umum, yakni
menyamakan hukum antara orang yang membantu kafir
untuk membunuh kafir lain dan antara memilih orang lain
untuk membuat hukum selain Allah, -kita meminta
perlindungan dan keselamatan kepada Allah dari hal itu-.

Dalam Mudawwanah Al Kubro 5181 dikatakan: "bagaimana


pendapatmu andai suatu kaum dari muslimin ada di negeri
syirik atau sebagai pedagang, mereka membantu penguasa
negeri itu melawan kaum musyrikin penduduk disana yang
memusuhi mereka, atau bukan penduduk disana, apakah
anda berpendapat mereka boleh berperang bersama mereka
atau tidak?! Maka Imam Suhnun menjawab: "aku mendengar
Malik berkata tentang tawanan yang ada di negeri musyrikin,
lalu raja negeri itu minta bantuan mereka untuk berperang
melawan musuh mereka, nanti mereka akan dipulangkan ke
negeri-negeri kaum muslimin. Maka Malik menjawab: saya
tidak berpendapat mereka boleh berperang atas dasar ini dan
mereka tidak halal menumpahkan darah mereka dengan cara
seperti ini, Malik berkata: "manusia itu diperangi semata-mata
hanya agar mereka masuk kedalam islam dari kesyirikan,
adapun memerangi orang-orang kafir agar mereka masuk
kedalam kekafiran yang lain dan si muslim ini menumpahkan

40
darah mereka untuk itu, maka ini diantara hal yang tidak
boleh dilakukan si muslim untuk menumpahkan darahnya
sendiri.

Disebutkan dalam As-Siyar Al-Kabir /15254: "Seandainya kafir


harbi mengirimkan para tawanan muslim untuk memerangi
kafir harbi yang lain secara khusus dan mengangkat amir dari
kalangan tawanan itu agar memutuskan dengan hukum islam
dikalangan mereka sendiri dan mereka (kafir harbi)
menyerahkan berbagai ghanimah yang akan mereka (tawanan
muslim) kirimkan ke Daarul islam maka para tawanan muslim
itu tidak apa-apa ikut berperang atas dasar ini, baik mereka
takut kepada kafir harbi atau tidak, sebab mereka berperang
dalam keadaan hukum islam dzohir atas mereka, maka
perangnya mereka itu merupakan jihadnya mereka."

Ibnu Hubairoh berkata dalam Al Ifshah /2862: "para ulama


berbeda pendapat dalam masalah bolehnya minta bantuan
kepada musyrikin atau membantu mereka melawan musuh
mereka dari kalangan kafir harbi: Malik dan Ahmad
berpendapat: “mereka tidak boleh dimintai bantuan dan tidak
boleh membantu mereka secara mutlak,” sementara Malik
mengecualikan: "kecuali jika mereka (musyrikin) itu
membantu kaum muslimin maka boleh. Abu Hanifah
berpendapat: "boleh meminta bantuan atau membantu
mereka (musyrikin) secara mutlak selama hukum islam
dominan dan diberjalankan atas mereka, tapi jika hukum syirik
yang dominan maka dibenci meminta bantuan atau
membantu mereka." Selesai

41
Barang siapa berperang bersama orang-orang kafir melawan
kafir yang lain maka dia tidak terjatuh kedalam kekafiran
kecuali jika dia berniat membantu kafir dan menjaga
kelangsungan hukumnya, kekafirannya itu bersifat ihtimal
(masih mengandung kemungkinan), kita tidak
mengkafirkannya kecuali dengan sesuatu yang pasti, sebab
memerangi kafir itu diperintahkan secara syar'i tapi
pekerjaannya ini tidak berdiri diatas sunah sebab dia
berperang dibawah bendera kafir yang lain dan dia melakukan
hal yang diharamkan secara dzohir....adapun memilih dan
mencalonkan mereka untuk menjadi pemerintah th0ghut
maka itu bantuan secara terang-terangan untuk
mendatangkan penguasa yang akan memutuskan dengan
syari'at t09hut dan memperbudak manusia untuk patuh
kepada t09hut, maka ini kekafiran yang terang benderang.

Adapun orang yang berharap atau bergembira dengan


kemenangan nasrani atas atheis, dia tidak bergembira dengan
pemilihan dan juga tidak mendekatinya, tapi jika
kegembiraannya karena pemilihannya atau penerapan sistem
demokrasi maka dia sama kafirnya dengan orang yang ikut
serta dalam pemilihan, kandidat calonnya dan ulama su' yang
menyerukan hal tersebut.

Diantara kesulitan dalam masalah diatas yaitu hukum atas hal


itu dikaitkan dengan status daarul kufr asli, saya tidak tahu
kesulitan ini atas pendapat siapa, sebab yang namanya
kekufuran itu tetaplah kekufuran, dan yang namanya
pekerjaan kekafiran maka menyebabkan pelakunya divonis
kafir, dimanapun dia berada dan kapanpun melakukannya

42
selama padanya tidak ada penghalang diantara penghalang-
penghalang yang mu'tabar (diakui) untuk memvonisnya kafir
maka dia kafir.

Bantahan Atas Dalil Pekerjaan Nabi Yusuf alaihissalam:


Jawaban atas pendalilan ini dari 6 sisi:
Sisi pertama: pekerjaan yusuf adalah penyerahan kekuasaan yang
sifatnya umum, beliau alaihissalam juga telah menjelaskan tauhid
dan berlepas diri dari syirik saat dalam kondisi lemah, maka
apakah pekerjaan mereka (yang berhasil menang pencoblosan)
memungkinkan untuk tidak tunduk kepada kekufuran atau
melakukan kesyirikan yaitu membuat hukum sebagai tandingan
Allah?!
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ُ ‫ٱلِلُ ۡٱل ٰ َو ِح ُد ۡٱلقَ َّه‬
‫ار‬ َّ ‫اب ُّمتَفَ ِرقُونَ خ َۡير أَ ِم‬
ٞ َ‫ٱلس ۡج ِن َءأَ ۡرب‬ َ ٰ َ‫ٰي‬
ِ ِ ‫ص ِحبَي‬
"Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, Tuhan-
Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa
lagi Maha Perkasa?"
(QS. Yusuf 12: Ayat 39)
Nabi Yusuf juga tidak memutuskan persengketaan dengan
undang-undang raja tapi beliau memutuskan dengan hukum
Allah, beda dengan orang yang hari ini masuk ke parlemen,
mereka memposisikan syari'at islam sebagai bahan untuk
dijadikan jajak pendapat yang bisa dihukumi benar atau salah,
jadi mereka itu tidak berkuasa penuh, justru kekuasaan mereka
itu dibatasi dengan ikatan ajaran demokrasi dan sekuler.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

43
َ‫ف َما َكان‬ َ ‫س‬
ُ ‫و‬ُ ‫ي‬‫ل‬ِ ‫َا‬ ‫ن‬‫د‬ۡ ‫ك‬
ِ ‫ك‬
َ ‫ل‬
ِ َ ٰ
‫ذ‬ ‫عا ٰٓ ِء أَ ِخي ِه َك‬ ۡ ‫عا ٰٓ ِء أَ ِخي ِه ث ُ َّم‬
َ ‫ٱستَ ۡخ َر َج َها ِمن ِو‬ َ ‫فَبَ َدأَ بِأ َ ۡو ِعيَتِ ِه ۡم قَ ۡب َل ِو‬
‫شا ٰٓ ُء َوفَ ۡوقَ ُك ِل ذِي ِع ۡلم‬ َ َّ‫ٱلِلُ ن َۡرفَ ُع َد َر ٰ َجت َّمن ن‬َّ ‫شا ٰٓ َء‬ ٰٓ َّ ‫ِين ۡٱل َم ِل ِك ِإ‬
َ َ‫َّل أَن ي‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫ف‬
ِ ُ ‫ه‬‫َا‬‫خ‬ َ ‫أ‬ َ ‫ذ‬‫خ‬ُ ۡ َ‫ِلي‬
‫أ‬
ِ
‫يم‬ٞ ‫ع ِل‬
َ
"Maka mulailah dia (memeriksa) karung-karung mereka sebelum
(memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia
mengeluarkan piala (tempat minum) raja itu dari karung
saudaranya. Demikianlah Kami mengatur (rencana) untuk Yusuf.
Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang
raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami angkat derajat orang
yang Kami kehendaki; dan di atas setiap orang yang
berpengetahuan ada yang lebih mengetahui."
(QS. Yusuf 12: Ayat 76)

Sisi kedua: Raja mesir sendiri yang meminta Nabi Yusuf


alaihissalam untuk berkuasa di salah satu wilayah kekuasaannya,
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ٞ ‫َوقَا َل ۡٱل َم ِلكُ ٱ ۡئتُونِي ِب ِه ٰٓۦ أَ ۡستَ ۡخ ِلصۡ هُ ِلن َۡف ِسي فَلَ َّما َكلَّ َمهُۥ قَا َل ِإنَّ َك ۡٱل َي ۡو َم لَ َد ۡينَا َم ِكين أَ ِم‬
‫ين‬
"Dan raja berkata, "Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku
memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku." Ketika dia
(raja) telah bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata,
"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang
berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.""
(QS. Yusuf 12: Ayat 54)

Nabi Yusuf tidak menginginkan kekuasaan juga tidak memintanya


dengan cara pemilihan atau semisalnya, Nabi Yusuf hanya
memilih jenis jabatan tertentu, tidak lebih, berdasarkan firman
Allah Ta'ala:
‫يم‬ٞ ‫ع ِل‬
َ ‫ض ِإ ِني َح ِفيظ‬ َ ‫ٱج َع ۡل ِني‬
ِ ‫ع َل ٰى خَزَ آٰ ِئ ِن ۡٱۡل َ ۡر‬ ۡ ‫قَا َل‬

44
"Dia (Yusuf) berkata, "Jadikanlah aku bendaharawan negeri
(Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga, dan berpengetahuan.""
(QS. Yusuf 12: Ayat 55)
Berbeda dengan mereka kaum partai dan pergerakan, mereka
malah meminta kekuasaan dan sangat menginginkannya, mereka
masuk parlemen karena ingin jabatan itu dan memelintir
berbagai nash untuk melegalkannya.

Sisi ketiga: mengqiyaskan jabatan mentri yang dijabat Nabiyullah


Yusuf dengan masuknya kalian ke parlemen adalah qiyas yang
rusak lagi tidak laku dari dua poin:
Poin pertama: kementrian merupakan kekuasaan eksekutif
(pelaksana) sedangkan parlemen merupakan kekuasaan legislatif1
(pembuat undang-undang/hukum), sangat jauh perbedaan
keduanya, maka qiyas ini qiyas ma'al fariq (menyamakan antara
dua hal yang berbeda) dan tidak sesuai, maka bagaimana bisa
disamakan keadaan mereka dan keadaan Nabi Yusuf sedang sisi
persamannya pun tidak ada?! Nabi Yusuf alaihissalam menjabat
sebagai kepala mentri bendahara negara, sedangkan kementrian
ini bersifat kekuasaan eksekutif sedangkan dewan pembuatan
undang-undang merupakan dewan legislatif, apakah sama antara
eksekutif dan legislatif? Apa kalian tidak mengerti?! Antara dua

1Andai calon pejabat eksekutif berdalil dangan kisah Nabi Yusuf pun tetap
qiyas ma’al fariq sebab Nabi Yusuf tidak tunduk pada undang-undang raja dan
Nabi Yusuf tidak membuat hukum, berbeda dengan presiden, gubernur,
bupati, atau para mentri kabinet yang kapasitasnya sebagai pembantu
presiden, mereka semua diangkat jadi pejabat disyaratkan untuk tunduk pada
undang-undang yang berlaku dan mereka juga diberi hak oleh undang-
undang untuk membuat hukum yaitu dengan mengajukan rancangan undang-
undang, pent.
45
hal ini banyak perbedaan maka mengqiyaskan antara keduanya
adalah tidak sah!

Poin kedua: orang yang menjabat menteri dalam sistem


demokrasi ataupun sistem to9hut lainnya yang memerintah
bukan dengan Al Qur'an tidak boleh tidak dia harus menghormati
undang-undang dan bersumpah dalam menghormatinya, juga
harus mengagungkannya dengan Al wala wal baro, maka orang
yang menjabat di kementrian atau parlemen dia harus
bersumpah untuk menghormati undang-undang yang menyelisihi
Islam ini, adapun Yusuf alaihissalam sangat mustahil melakukan
sedikitpun dari hal itu sebab beliau nabi yang ma'shum, Allah
telah palingkan beliau dari keburukan dan kekejian.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ِ َ‫شا ٰٓ َء ِإنَّهُۥ ِم ۡن ِعبَا ِدنَا ۡٱل ُم ۡخل‬
َ‫صين‬ َ ‫س ٰٓو َء َو ۡٱلفَ ۡح‬
ُّ ‫ع ۡنهُ ٱل‬
َ ‫ف‬
َ ‫ر‬
ِ ۡ‫َص‬ ‫ن‬‫ل‬ِ ‫ك‬
َ ‫ل‬
ِ َ ٰ
‫ذ‬ ‫َك‬
"Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian.
Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih."
(QS. Yusuf 12: Ayat 24)

Nabi yusuf alaihissalam secara yakin beliau termasuk hamba Allah


yang terpilih berdasarkan nash firman Allah, bahkan termasuk
para tokohnya, maka pengqiyasan ini tidak sah dari semua sisi.

Sisi keempat: dalam kisah nabi Yusuf -alaihissalam- tidak ada satu
pun bukti yang menunjukan bahwa beliau mengakui kekuasaan
raja kafir itu, pekerjaan nabi Yusuf disana hanyalah menegakan
keadilan, melindungi berbagai hak, menolak kedzaliman dan
memberikan harta bukan kepada orang yang tidak berhak
menerimanya, karena itulah beliau tatkala meminta jabatan

46
beliau memberi alasan bahwa dirinya itu “pandai menjaga lagi
berpengetahuan,” jadi apa yang dilakukan Nabi Yusuf merupakan
bentuk dari mempersempit kekuasaan orang kafir dan
menghalanginya dari sewenang-wenang demi mendapatkan
kebaikan dan menghindari kerusakan, untuk melakukan hal itu
tentu tidak harus berikrar mengakui kekuasaan raja kafir ini atau
menyetujui hukumnya.
Qadli Ibnu ‘Arobi berkata dalam Ahkaamul Qur’an 5/59: “jika
ditanyakan: bagaimana bisa menjadi boleh Nabi Yusuf menerima
jabatan dengan membai’at orang kafir padahal beliau mu’min lagi
seorang nabi?!” maka kami jawab: “Nabi Yusuf tidak pernah
meminta kekuasaan, permintaan Yusuf hanyalah untuk mengisi
kekosongan jabatan yang ditinggalkan, sebab jika Allah ta’ala
berkehendak, tentu Dia akan berikan kekuasaan kepada Yusuf
dengan cara pembunuhan dan kematian, dengan cara
mendominasi dan menguasai, dengan kekuasaan dan paksaan,
tapi Allah jalankan sunnah-Nya dikalangan para nabi dan umat-
umatnya, sebagian mereka ada yang diperlakukan oleh para nabi
dengan cara paksaan, kekuasaan dan superioritas, sebagian
mereka ada yang diperlakukan dengan kebijakan siasat dan
cobaan, hal ini ditunjukan dalam firman Allah:
‫شا ٰٓ ُء َو ََّل‬
َ َّ‫يب ِب َر ۡح َم ِتنَا َمن ن‬
ُ ‫ص‬ِ ُ‫شا ٰٓ ُء ن‬ ُ ‫ض َيتَ َب َّوأ ُ ِم ۡن َها َح ۡي‬
َ ‫ث َي‬ ِ ‫ف ِفي ۡٱۡل َ ۡر‬ ُ ‫َو َك ٰذَ ِل َك َم َّكنَّا ِليُو‬
َ ‫س‬
َ‫ضي ُع أَ ۡج َر ۡٱل ُم ۡح ِسنِين‬ ِ ُ‫ن‬
"Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di
negeri ini (Mesir); untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki.
Kami melimpahkan rahmat kepada siapa yang Kami kehendaki
dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik."
(QS. Yusuf 12: Ayat 56)

47
Sisi kelima: Nabi Yusuf alaihissalam menerima permintaan raja
untuk berkuasa di kerajaannya itu berdasarkan wahyu Allah,
bukan berdasarkan ijtihad beliau, sebagaimana juga beliau tidak
pernah ikut serta dalam pengangkatan raja kafir ini, raja juga
tidak berwenang untuk memecat dan menurunkan Yusuf padahal
beliau dalam kondisi lemah dipenjara secara dzalim di penjara
milik raja ini, tapi itu semua adalah kekuasaan dari Allah
sebagaimana difirmankan: “Dan demikianlah Kami memberi
kedudukan kepada Yusuf di negeri ini (Mesir); untuk tinggal di
mana saja yang dia kehendaki. Kami melimpahkan rahmat kepada
siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik."
(QS. Yusuf 12: Ayat 56)
Jika demikian, maka tindakan beliau dijaga dari ketergelinciran
dan kesalahan, dan ini menunjukan bahwa masalah ini bukan
masalah ijtihad, lalu apakah orang-orang partai itu mendapatkan
wahyu seperti Nabi Yusuf?! Atau mereka itu ma’shum (dijaga)
dari menyepakati undang-undang yang mana mereka bersumpah
untuk menghormati dan menjalankannya?!

Dari Muhamad bin Sirin bahwa Umar mempekerjakan Abu


Hurairah sebagai gubernur bahrain, kemudian beliau menghadap
kepada Umar dengan membawa 10.000, lantas Umar berkata
kepadanya: "kamu telah mengambil harta ini wahai musuh Allah
dan musuh kitab-Nya?!" Abu Hurairah menjawab: "aku bukan
musuh Allah juga bukan musuh kitab-Nya, tapi aku musuh orang
yang memusuhi keduanya," Umar berkata: "lalu dari mana uang
punyamu ini?!" Jawab Abu Hurairah: "kudaku beranak pinak,
budakku panen dan gajiku terus berlanjut, ketika mereka
memeriksanya ternyata mereka dapati sesuai dengan yang beliau
48
katakan, setelah jelas seperti itu lalu Umar memanggilnya untuk
kembali menjabat tapi Abu Hurairah menolak, lalu Umar berkata:
kamu benci pekerjaan itu padahal orang yang lebih baik darimu
meminta pekerjaan itu yaitu Yusuf alaihissalam," Abu Hurairah
menjawab: "Yusuf itu seorang nabi putra seorang nabi putra
seorang nabi, sementara saya Abu Hurairah bin Umaimah dan
saya takut 3 dan 2," Umar berkata: "kenapa kamu tidak katakan
5?! Beliau menjawab: "saya takut berbicara tanpa dasar ilmu,
memutuskan tanpa bijaksana, punggungku dipukul, hartaku
diambil dan kehormatanku dicela. (diriwayat Ibnu Sa'ad dalam
Thabaqah Al Kubro didalamnya ada Abu Hilal Ar-Rasibi, dia ini
walaupun haditsnya tidak diambil tapi hadits ini dimutaba'ah oleh
Ayub As-Sikhthiyani sebagaimana dalam As-Siyar karya Adz-
Dzahabi, maka dengan ini haditsnya naik menjadi shahih,
alhamdulillah)

Sisi keenam: Nabi Yusuf aman dari kendali dan tekanan rezim
pemerintah, beliau diberi kekuasaan untuk mempraktekan
syari'at islam dari Allah 'azza wajalla, karena itu Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman:
ِ ‫ض َو ِلنُ َع ِل َمهُۥ ِمن تَ ۡأ ِوي ِل ۡٱۡل َ َحادِي‬
‫ث‬ ِ ‫ف فِي ۡٱۡل َ ۡر‬ ُ ‫َو َك ٰذَ ِل َك َم َّكنَّا ِليُو‬
َ ‫س‬
"Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik
kepada Yusuf di negeri (Mesir)."
(QS. Yusuf 12: Ayat 21)

Atas dasar ayat ini maka kekuasaan Nabi Yusuf itu dari Allah,
bukan dari raja atau dari yang lainnya sehingga mereka bisa
membahayakannya atau memecatnya, karena kekuasaannya dari
Allah berdasarkan nash firman Allah maka tidak mungkin raja

49
berkuasa untuk memecatnya atau membahayakannya walaupun
nabi Yusuf menyelisihi perintah, hukum dan keputusan raja,
apakah orang-orang yang ingin mendapatkan jabatan yang
mereka qiyaskan terhadap jabatan Yusuf bisa seperti nabi Yusuf?!
Yusuf -alaihissalam- berkuasa dengan kekebalan penuh dari raja,
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ٞ ‫فَلَ َّما َكلَّ َمهُۥ قَا َل ِإنَّ َك ۡٱل َي ۡو َم لَ َد ۡينَا َم ِكين أَ ِم‬
‫ين‬
"Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengannya (yususf), dia
(raja) berkata, "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi
seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan
dipercaya.""
(QS. Yusuf 12: Ayat 54)

Maka raja memberikan kebebasan secara mutlak kepada Yusuf


untuk bertindak tanpa dikurangi sedikitpun, Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman:
‫شا ٰٓ ُء َو ََّل‬
َ َّ‫يب ِب َر ۡح َمتِنَا َمن ن‬
ُ ‫ص‬ِ ُ‫شا ٰٓ ُء ن‬ ُ ‫ض َيتَ َب َّوأ ُ ِم ۡن َها َح ۡي‬
َ ‫ث َي‬ ِ ‫ف فِي ۡٱۡل َ ۡر‬ ُ ‫َو َك ٰذَ ِل َك َم َّكنَّا ِليُو‬
َ ‫س‬
َ‫ضي ُع أَ ۡج َر ۡٱل ُم ۡح ِس ِنين‬ِ ُ‫ن‬
"Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di
negeri ini (Mesir); untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki.
Kami melimpahkan rahmat kepada siapa yang Kami kehendaki
dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik."
(QS. Yusuf 12: Ayat 56)
tanpa menghalang-halangi, tidak ada pelaporan dan tidak diawasi
apapun tindakan Nabi Yusuf, apakah mereka tatkala menjabat
akan seperti itu?
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ ٰ ‫ن َِبئُونِي ِب ِع ۡلم ِإن ُكنت ُ ۡم‬
َ‫ص ِدقِين‬
50
"Terangkanlah kepadaku berdasar pengetahuan jika kamu orang
yang benar.""
(QS. Al-An'am 6: Ayat 143)

Sisi ketujuh: masuknya nabi Yusuf kedalam pemerintahan kafir


termasuk kedalam syari'at sebelum kita, andaikan apa yang
dilakukan nabi Yusuf tadinya termasuk kedalam masalah yang
diperbolehkan bagi kita untuk berhujjah dengannya, tapi untuk
sekarang telah datang larangan dalam syari'at kita untuk
meminta kekuasaan dan berusaha untuk mendapatkan
kekuasaan, maka saat ini berdasarkan kesepakatan ulama apa
yang menjadi syari'at orang sebelum kita bukanlah termasuk
syari'at kita, bagaimana bisa demikian sedangkan Nabi Yusuf tidak
pernah memintanya sebagaimana telah kami sebutkan, justru
keberkuasaan Yusuf datang tanpa beliau pinta, Allah lah yang
memberinya kekuasaan dan jabatan di muka bumi.

‫للا صلى للا عليه وسلم‬ ِ ‫سو ُل‬ ُ ‫ قَا َل ِل ْي َر‬: ‫ع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫ّٰللا‬
ُ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫س ُم َرةَ َر‬ َ ‫الر ْح َم ِن ب ِْن‬ َ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ
‫ت ِإلَ ْي َها َو ِإ ْن‬َ ‫ع ْن َم ْسأَلَة ُو ِك ْل‬ َ ‫ارةَ فَإِنَّ َك ِإ ْن أُو ِتيتَ َها‬ ِ ْ ‫س ُم َرةَ ََّل تَ ْسأ َ ْل‬
َ ‫اْل َم‬ َ َ‫الر ْح َم ِن بْن‬َّ ‫ع ْب َد‬
َ ‫ َيا‬:
‫غي َْرهَا َخي ًْرا ِم ْن َها فَ َك ِف ْر‬ َ ‫ْت‬ َ ‫علَى َي ِمين فَ َرأَي‬ َ ‫ت‬ َ ‫علَ ْي َها َو ِإذَا َحلَ ْف‬
َ ‫ت‬ َ ‫غي ِْر َم ْسأَلَة أ ُ ِع ْن‬
َ ‫أُو ِتيتَ َها ِم ْن‬
‫ت الَّذِي ُه َو َخيْر‬ ِ ْ‫ع ْن َي ِمي ِن َك َوأ‬َ
Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku, “Wahai
Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan!
Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu
dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan
diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika
jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti
kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam

51
melaksanakan jabatan itu. Dan apabila kamu bersumpah dengan
satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya
(dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah
kaffârah (tebusan) dari sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih
baik (darinya)”.

Hadits riwayat al-Bukhâri (6622, 6722, 7146, & 7147) dan Muslim
(1652) dan yang selain mereka.

ِ ‫ع ْن النَّبِي‬ َ َ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرة‬ َ ِ ‫س ِعيد ْال َم ْقبُ ِري‬َ ‫ع ْن‬ َ ‫س َح َّدثَنَا اب ُْن أَبِي ِذئْب‬ َ ُ‫َح َّدثَنَا أَ ْح َم ُد ب ُْن يُون‬
‫ون نَ َدا َمةً يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة فَنِ ْع َم‬
ُ ‫ستَ ُك‬ َ ‫ارةِ َو‬ ِ ْ ‫علَى‬
َ ‫اْل َم‬ َ َ‫صون‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ِإنَّ ُك ْم‬
ُ ‫ستَ ْح ِر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ
)‫اط َمةُ (رواه البخاري‬ ِ َ‫ت ْالف‬ْ ‫س‬َ ْ‫ض َعةُ َو ِبئ‬ ِ ‫ْال ُم ْر‬
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Sa'
id Al Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasall
am, beliau bersabda: "kalian akan rakus terhadap jabatan,
padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari kiamat, ia
adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir
penyapihan." (HR. Bukhari)

Ibnu Taimiyyah berkata dalam Mukhtashar Fatawa Mishriyyah


hal. 564: "adapun meminta kekuasaan maka Nabi shallallahu
alaihi wasallam telah mencelanya, adapun permintaan Nabi Yusuf
dalam firman Allah:
‫يم‬ٞ ‫ع ِل‬
َ ‫ض ِإنِي َح ِفيظ‬ َ ‫ٱج َع ۡلنِي‬
ِ ‫علَ ٰى خَزَ آٰئِ ِن ۡٱۡل َ ۡر‬ ۡ ‫قَا َل‬
"Dia (Yusuf) berkata, "Jadikanlah aku bendaharawan negeri
(Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga, dan berpengetahuan.""
(QS. Yusuf 12: Ayat 55)

52
Itu merupakan jalan untuk menyeru mereka ke jalan Allah dan
bersikap adil ditengah manusia, menghilangkan kedzaliman dari
mereka, melakukan kebaikan apa yang tadinya tidak pernah
mereka lakukan, walaupun mereka tidak mengetahui keadaan
Yusuf, sedangkan beliau telah diajarkan ilmu menta'bir mimpi
yang dengannya beliau bisa mentafsirkan keadaan manusia,
dalam keadaan-keadaan seperti ini dan semisalnya
mengharuskan diadakan pemisahan antara kondisi-kondisi seperti
ini dan antara hal yang dilarang." Selesai ucapan beliau.

JAWABAN TERTULIS ATAS ORANG YANG MEMBOLEHKAN


IKUT PEMILU SYIRIK DENGAN ALASAN DLORUROT

Segala puji bagi Allah yang maha mengetahui segala keadaan dan
tujuan, rahmat dan salam semoga dicurahkan atas orang yang
murah senyum lagi rajin berperang yakni Nabi kita Muhammad
shallallahu alaihi wasallam, juga kepada saudara-saudaranya,
para sahabat dan keluarganya yang menjadi singa-singa
peperangan dan para pahlawan pertempuran, amma ba'du:

Telah muncul kepada kami dalam beberapa kejadian terakhir


sebagian orang yang fanatik terhadap beberapa tokoh yang
membela-bela orang yang membolehkan pemilu syirik dengan
alasan dlorurot bahkan menuduh kami sesekali dengan tuduhan
telah mencintai kaum ghullat dan saat yang lain menuduh kami
sebagai kaum ghullat.

Maka kami katakan dengan memohon pertolongan Allah:

53
Celakalah kalian, jika dalam aturan agama kalian bahwa
menerapkan hukum syar'i terhadap orang-orang yang menta'wil
dengan penta'wilan yang tidak dikandung dalam nash lalu mereka
membolehkan melakukan syirik karena alasan dlorurot,
sedangkan disisi mereka tidak terdapat penghalang yang
mu'tabar yang menghalangi mereka dari vonis yang dibangun
diatas ushul sunnah yang jelas, lalu ketika mereka divonis kafir
kalian sebut sebagai ghuluw, lantas apa yang kalian tinggalkan
untuk murji'ah?! semoga Allah memberi petunjuk kepada mereka
juga kalian kepada jalan yang lurus...aamiin.

Kata Pengantar:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ُ ‫ٱض‬
‫ط َّر غ َۡي َر بَاغ‬ ۡ ‫ٱلِلِ فَ َم ِن‬ َّ ‫ير َو َما ٰٓ أ ُ ِه َّل بِ ِهۦ ِلغ َۡي ِر‬ ِ ‫علَ ۡي ُك ُم ۡٱل َم ۡيتَةَ َوٱلد ََّم َولَ ۡح َم ۡٱل ِخ‬
ِ ‫نز‬ َ ‫ِإنَّ َما َح َّر َم‬
‫ور َّر ِحيم‬ ٞ ُ‫غف‬َ ‫ٱلِل‬ َ ‫ل ِإ ۡث َم‬
َ َّ ‫علَ ۡي ِه ِإ َّن‬ ٰٓ َ َ‫عاد ف‬
َ ‫َو ََّل‬
"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah,
daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan
(menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa
(memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 173)

Juga Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


ُ ‫ٱض‬
‫ط ِر ۡرت ُ ۡم‬ ۡ ‫علَ ۡي ُك ۡم ِإ ََّّل َما‬َ ‫ص َل لَ ُكم َّما َح َّر َم‬َّ َ‫علَ ۡي ِه َوقَ ۡد ف‬ ۡ ‫َو َما لَ ُك ۡم أَ ََّّل تَ ۡأ ُكلُواْ ِم َّما ذُ ِك َر‬
ِ َّ ‫ٱس ُم‬
َ ‫ٱلِل‬
َ‫ضلُّونَ ِبأ َ ۡه َوآٰئِ ِهم ِبغ َۡي ِر ِع ۡلم ِإ َّن َرب ََّك ُه َو أَ ۡعلَ ُم ِب ۡٱل ُمعۡ تَدِين‬
ِ ُ‫يرا لَّي‬
ً ِ‫ِإلَ ۡي ِه َو ِإ َّن َكث‬
"Dan mengapa kamu tidak mau memakan dari apa (daging
hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, padahal

54
Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya
kepadamu, kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa. Dan
sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya
tanpa dasar pengetahuan. Tuhanmu lebih mengetahui orang-
orang yang melampaui batas."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 119)

Ketahuilah, semoga Allah merahmati kami dan juga anda saudar


muslimku, sesungguhnya dlorurot itu tidak bisa dijadikan alasan
untuk membolehkan kekufuran, dlorurot hanya membolehkan
hal dibawah kekufuran saja, maka dari itu harus diukur dengan
takarannya, sedangkan dlorurot bukanlah pintu terbuka yang bisa
dimasuki siapa saja yang ingin memasukinya dengan berbagai
cara, tapi dlorurot merupakan pintu yang terpatok dengan
berbagai patokan dan qaidah-qaidah syar'i yang jelas, siapa yang
terpaksa untuk berdusta misalnya, maka dia tidak boleh berdusta
selama masih bisa melakukan tauriyah, makna tauriyah adalah
mengucapkan suatu kalimat yang memiliki lebih dari satu makna.
Orang yang mendengar akan memahami makna yang dekat,
sedangkan si pembicara bermaksud makna yang jauh dengan
tujuan mengecoh, maka tatkala itu bisa dilakukan maka tidak
boleh berdusta, sebagaimana juga dia tidak boleh menjatuhkan
dirinya kedalam kondisi terpaksa secara sengaja, sebab jika dia
melakukannya, tatkala dia melanggar hal yang dilarang maka dia
berdosa dan tidak diudzur.

Sedangkan sudah maklum bahwa bahaya itu tidak bisa


dihilangkan dengan bahaya semisalnya apalagi dengan bahaya
yang lebih besar, misalnya jika mereka mengatakan kepada
seseorang "bunuhlah si fulan, jika tidak maka kami akan
55
merampas hartamu!", maka dia tidak boleh membunuh si fulan
itu, bahkan andai mereka mengatakan padanya, "bunuhlah si
fulan jika tidak maka kami akan membunuhmu!", sedangkan si
fulan ini seorang muslim yang terjaga darah dan hartanya
(ma'shum), maka dia tidak boleh membunuh si fulan, sebab
nyawa dalam pandangan syari'at hukumnya sama, maka
bagaimana bisa dia diperbolehkan membunuh muslim lain agar
dirinya tidak dibunuh, bahkan bagaimana bisa mereka yang
menjadikan dlorurot sebagai penghalang kekafiran sementara
Allah tidak menjadikan dlorurot sebagai penghalang kekafiran?!
Allah hanya menjadikan penghalang kekafiran melalui ikroh
mulji/paksaan murni saja bukan sekedar gangguan, dalil atas hal
itu adalah firman Allah Ta'ala:
ِ َّ ‫ب‬
‫ٱلِل‬ ِ َّ‫ٱلِل َج َع َل فِ ۡتنَةَ ٱلن‬
ِ ‫اس َك َعذَا‬ َ ‫ٱلِل فَإِذَآٰ أُوذ‬
ِ َّ ‫ِي فِي‬ ِ َّ ‫اس َمن َيقُو ُل َءا َمنَّا ِب‬
ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
"Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata, "Kami
beriman kepada Allah," tetapi apabila dia disakiti (karena dia
beriman) kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu
sebagai siksaan Allah."
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 10)
Maka demi Allah jawablah oleh kalian, kabarkan kepada kami
dimana paksaan yang menimpa para pemilih dan kandidat yang
dipilih sehingga kalian bolehkan mereka melakukan kekafiran
bahkan kalian memotivasi untuk melakukannya?!

Ibnu Taimiyyah berkata dalam majmu' fatawa juz 14 hal 469-470:


"Terkadang mereka mengakui bahwa apa yang mereka lakukan
itu merupakan bid'ah yang terlarang atau bid'ah yang diharamkan
tapi mereka mengatakan, "yang kami mampu hanya ini, jika kami
tidak melakukan keharaman yang sedikit ini maka kami akan
terjatuh kedalam keharaman yang lebih besar....syubhat ini
56
tersebar di banyak manusia, untuk menjawabnya dibangun diatas
3 dasar, pertama: hal-hal yang diharamkan itu terbagi 2:
1. Hal haram yang mana syari'at memastikan tidak boleh
dilakukan sedikitpun baik karena dlorurot maupun selain
dlorurot, seperti syirik, fawahisy, berbicara atas Allah tanpa dasar
ilmu dan kedzaliman yang murni yang mana 4 hal yang
diharamkan ini semuanya disebutkan dalam firman Allah:
‫ق َوأَن‬ ِ ‫ي بِغ َۡي ِر ۡٱل َح‬ ۡ ۡ ِ ۡ ‫طنَ َو‬
َ ‫ٱْلث َم َوٱلبَ ۡغ‬ َ َ‫ظ َه َر ِم ۡن َها َو َما ب‬
َ ‫ش َما‬ َ ‫ي ۡٱلفَ ٰ َو ِح‬
َ ِ‫قُ ۡل ِإنَّ َما َح َّر َم َرب‬
َ‫ٱلِل َما ََّل تَعۡ لَ ُمون‬
ِ َّ ‫علَى‬ َ ٰ ‫س ۡل‬
َ ْ‫طنًا َوأَن تَقُولُوا‬ ِ َّ ِ‫ت ُ ۡش ِر ُكواْ ب‬
ُ ‫ٱلِل َما لَ ۡم يُن َِز ۡل بِ ِهۦ‬
"Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku hanya mengharamkan
segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi,
perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan
(mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu,
sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan
(mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang
tidak kamu ketahui.""
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 33)
Hal-hal ini diharamkan dalam berbagai syari'at, dan dalam
pengharamannya Allah mengutus seluruh para Rasul dan hal-hal
itu sedikitpun tidak dibolehkan dalam kondisi apapun, karena
inilah ayat tersebut turun dalam surat makiyyah, adapun
peniadaan hukum haram hanyalah ada dalam hal-hal yang selain
yang dikandung dalam ayat tadi, setelahnya Allah hanya
mengharamkan hal-hal seperti darah, bangkai, daging babi hanya
dalam kondisi tertentu saja yang keharamannya bisa hilang dalam
kondisi yang lain, jadi pengharamannya tidak berlaku mutlak.
Selesai

57
BATASAN DLORUROT DAN PERBEDAANNYA DENGAN HAJAT
(KEBUTUHAN)

Az-Zarkasyi berkata dalam Al Mantsur fil Qawa'id juz 2 hal.383:


"Dlorurot adalah sampainya seseorang pada kondisi jika dia tidak
melakukan hal yang dilarang maka dia binasa atau hampir binasa,
seperti orang yang sangat membutuhkan makanan atau pakaian,
jika dia tidak makan atau tidak berpakaian maka dia mati atau
anggota tubuhnya cacat, maka kondisi ini membolehkan
melakukan hal yang diharamkan.
Adapun hajat atau kebutuhan ialah seperti orang yang lapar
seandainya dia tidak mendapatkan apa yang bisa dimakan dia
tidak akan mati, hanya sekedar lemas dan menderita saja, maka
kondisi ini tidak membolehkan melakukan hal yang diharamkan.
Selesai

1. Dibedakan antara mafhum dlorurot dan mafhum maslahat,


tidak setiap maslahat bisa naik sejajar dengan dlorurot, mayoritas
dlorurot yang disebutkan manusia zaman sekarang hakikatnya
adalah maslahat yang tidak sampai kedalam level dlorurot,
membedakan antara keduannya membutuhkan ijtihad yang
serius, terkadang kita sepakat terkadang juga kita menyelisihi.

2. Tidak semua hal yang bersifat dlorurot membolehkan semua


hal yang dilarang, menjaga nyawa adalah dlorurot, ini benar, tapi
jika menjaga nyawamu tidak bisa dilakukan kecuali dengan
membunuh seorang muslim lainnya maka kamu tidak boleh
membunuh muslim yang lain demi menjaga nyawamu, juga
seperti kamu diberi pilihan antara kamu dibunuh atau kamu
memperkosa kehormatan seorang muslimah, maka kamu tidak
58
boleh menodai kehormatan muslimah supaya kamu tidak
dibunuh.

3. Dlorurot itu diukur dengan takarannya, kamu tatkala


melakukan hal yang dilarang karena alasan dlorurot harus ditakar
dengan ukuran yaitu sampai bahaya itu hilang dengan hal yang
dilarang itu, tidak bisa digunakan terus menerus, ketika kamu
sangat kehausan dan tidak ada air tapi disana hanyada khomar,
maka kamu tidak boleh meminum khomar kecuali sebatas
kematian yang akan datang disebabkan rasa hausmu hilang,
adapun memanfaatkan kaidah ini untuk menghiasi kebatilan dan
membalikan hakikat dengan alasan dlorurot maka ini batil, dosa
yang jelas, memalsukan aqidah manusia dan mendorong mereka
kepada kesyirikan secara penuh.

4. Jika bentrok berbagai dlorurot maka lebih didahulukan dlorurot


Diin dan aqidah, nash Al Qur'an secara tegas menjelaskannya:
‫ٱْلي ٰ َم ِن َو ٰلَ ِكن َّمن ش ََر َح ِب ۡٱل ُك ۡف ِر‬
ِ ۡ ‫ٱلِل ِمن َبعۡ ِد ِإي ٰ َم ِن ِه ٰٓۦ ِإ ََّّل َم ۡن أ ُ ۡك ِر َه َوقَ ۡلبُهُۥ ُم ۡط َم ِئ ُّن ِب‬
ِ َّ ‫َمن َكفَ َر ِب‬
‫يم‬ٞ ‫ع ِظ‬ َ ‫عذَاب‬ َ ‫ٱلِل َولَ ُه ۡم‬
ِ َّ َ‫ب ِمن‬ٞ ‫ض‬ َ ‫غ‬ َ ‫ص ۡد ًرا فَ َعلَ ۡي ِه ۡم‬َ
"Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab
yang besar."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 106)
Makna dari ayat ini adalah paksaannya jelas, diakui secara syar'i
serta selamatnya keyakinan hati, dengan mafhum mukhalafah
(pemahaman terbalik) dari ayat ini maka tidak ada ikroh/paksaan
jika disertai kelapangan hati dengan kekufuran, hendaknya kaum
59
muslim jangan tertipu dengan banyaknya pemalsuan yang
disemburkan para penyeru diatas pintu-pintu jahanam, sebab
kondisi keterpaksaan (dlorurot) adalah bab dibawah ikroh
(paksaan), sedangkan maslahat macam apa yang tersisa bagi
seseorang jika ashluddiinnya hancur dengan kesyirikan?! Maha
suci engkau, sungguh ini kedustaan yang sangat besar.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ٱْلي ٰ َم ِن َو ٰلَ ِكن َّمن ش ََر َح ِب ۡٱل ُك ۡف ِر‬
ِ ۡ ‫ٱلِل ِمن َبعۡ ِد ِإي ٰ َمنِ ِه ٰٓۦ ِإ ََّّل َم ۡن أ ُ ۡك ِر َه َوقَ ۡلبُهُۥ ُم ۡط َمئِ ُّن ِب‬
ِ َّ ‫َمن َكفَ َر ِب‬
‫يم‬ٞ ‫ع ِظ‬ َ ‫عذَاب‬ َ ‫ٱلِل َولَ ُه ۡم‬
ِ َّ َ‫ب ِمن‬ٞ ‫ض‬ َ ‫غ‬ َ ‫ص ۡد ًرا فَ َعلَ ۡي ِه ۡم‬
َ
"Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab
yang besar."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 106)

Berkata At-Thabari, dari Ibnu Abbas berkata, Allah -maha suci Dia-
mengabarkan bahwa orang yang kafir setelah dia beriman maka
dia berhak mendapatkan murka Allah dan siksa yang besar,
adapun orang yang dipaksa lalu dia mengatakan ucapan kekafiran
sedangkan hatinya menyelisihinya dengan keimanan agar dia
selamat dari musuhnya maka dia tidak berdosa, karena Allah
hanyalah menghukum hamba berdasarkan apa yang diyakini
hatinya. (Tafsir Thabari 17/305)

Ibnu Katsir berkata: "Ini adalah pengecualian dari orang yang kafir
hanya dengan lisannya saja dan menyepakati kaum musyrikin
dengan ucapannya saja karena dia dipaksa dan dalam kondisi
60
tertekan karena pukulan dan gangguan yang telah ditimpakan
kepadanya sedangkan hatinya menolak apa yang dia katakan dan
tenang dengan keimanan kepada Allah dan RasulNya." (Tafsir
Ibnu Katsir 2/587)

Ibnu Batthal berkata: "Para ulama telah bersepakat bahwa orang


yang dipaksa melakukan kekufuran sehingga dia
mengkhawatirkan nyawanya dibunuh maka jika dia kafir maka
tidak berdosa jika hatinya tenang dengan keimanan, istrinya tidak
tertalak ba'in dan dirinya pun tidak divonis kafir." (Syarah Shahih
Bukhari 8/291)

Ibju 'Arobi berkata: "Adapun kufur kepada Allah maka ini


dibolehkan baginya (yaitu bagi orang yang dipaksa) tanpa
perselisihan, dengan syarat dia mengucapkannya tapi hatinya
lapang dada dengan keimanan, tapi jika hatinya membantu
lisannya dalam kekufuran maka dia berdosa lagi kafir, sebab yang
namanya paksaan tidak berkuasa atas isi hati, paksaan hanya
berkuasa atas hal yang dzohir." (Ahkaamul Qur'an 3/160)

Ibnu Hazm berkata: "Tatkala Allah berfirman: "kecuali orang yang


dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan,
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran." Allah
mengeluarkan dari rukhsah Allah dan teguh diatas keimanan
terhadap orang yang mengucapkan kekafiran bukan karena
membacakan, bukan sebagai saksi, bukan juga menghikayatkan,
tidak juga dipaksa, maka dia wajib divonis kafir berdasarkan Ijma'
umat ini dan berdasarkan vonis Rasul shallallahu alaihi wasallam
atas hal itu dan berdasarkan vonis Al Qur'an yang menetapkan
bahwa siapa saja yang mengucapkan ucapan kekafiran maka dia

61
kafir, firman Allah yang berbunyi: "tetapi orang yang
melapangkan dadanya untuk kekafiran." ini bukan keyakinan
kekafiran saja seperti yang mereka kira, justru setiap orang yang
mengucapkan ucapan yang pelakunya divonis kafir menurut ahli
islam, bukan karena membacakan, bukan sebagai saksi, bukan
mengisahkan juga tidak dipaksa maka dia telah melapangkan
dadanya untuk kekafiran. (Al Fasl juz 3 hal. 117)

Mengatakan atau mengucapkan kekafiran karena kondisi


dipaksa hukumnya boleh, tapi jika memilih bersabar (untuk
dibunuh tanpa melakukan kekafiran) maka pahalanya lebih
besar.
‫ت قَا َل‬ ِ ‫ب ْب ِن ْاۡل َ َر‬ ِ ‫ع ْن َخبَّا‬ َ ‫ع ْن ِإ ْس َما ِعي َل َح َّدثَنَا قَيْس‬ َ ‫َح َّدثَ ِني ُم َح َّم ُد ب ُْن ْال ُمثَنَّى َح َّدثَنَا َي ْح َيى‬
‫سلَّ َم َو ُه َو ُمتَ َو ِسد بُ ْر َدةً لَهُ ِفي ِظ ِل ْال َك ْع َب ِة قُ ْلنَا لَهُ أَ ََّل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫سو ِل‬
َ ‫ّٰللا‬ ُ ‫ش َك ْونَا ِإلَى َر‬ َ
‫ض فَيُ ْج َع ُل فِي ِه‬ ِ ‫الر ُج ُل فِي َم ْن قَ ْبلَ ُك ْم يُ ْحفَ ُر لَهُ فِي ْاۡل َ ْر‬
َّ َ‫ّٰللا لَنَا قَا َل َكان‬ َ َّ ‫عو‬ ُ ‫ص ُر لَنَا أَ ََّل تَ ْد‬
ِ ‫تَ ْستَ ْن‬
ُ ‫ش‬
‫ط‬ َ ‫ع ْن دِينِ ِه َويُ ْم‬ ُ َ‫علَى َرأْ ِس ِه فَيُش َُّق بِاثْنَتَي ِْن َو َما ي‬
َ ‫ص ُّدهُ ذَ ِل َك‬ َ ‫ض ُع‬ ِ ‫فَيُ َجا ُء بِ ْال ِم ْنش‬
َ ‫َار فَيُو‬
‫ّٰللا لَيُتِ َّم َّن‬
ِ َّ ‫ع ْن دِينِ ِه َو‬ َ ‫ص ُّدهُ ذَ ِل َك‬
ُ َ‫صب َو َما ي‬ َ ‫ع‬ َ ‫ظم أَ ْو‬ ْ ‫ع‬
َ ‫َاط ْال َحدِي ِد َما دُونَ لَ ْح ِم ِه ِم ْن‬ ِ ‫بِأ َ ْمش‬
‫ب‬ ِ ‫ّٰللا أَ ْو‬
َ ْ‫الذئ‬ َ َّ ‫َاف ِإ ََّّل‬
ُ ‫ت ََّل يَخ‬ َ ‫ص ْن َعا َء ِإلَى َحض َْر َم ْو‬ َ ‫ب ِم ْن‬ ُ ‫الرا ِك‬ َ ‫َهذَا ْاۡل َ ْم َر َحتَّى يَ ِس‬
َّ ‫ير‬
َ‫غن َِم ِه َولَ ِكنَّ ُك ْم تَ ْستَ ْع ِجلُون‬
َ ‫علَى‬ َ
Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Al Mutsannaa telah
bercerita kepada kami Yahya dari Isma'il telah bercerita kepada
kami Qais dari Khabbab bin Al Arat berkata; "Kami mengadu
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau
sedang berbantalkan kain selimut beliau di bawah naungan
Ka'bah; "Tidakkah baginda memohon pertolongan buat kami?.
Tidakkah baginda berdo'a memohon kepada Allah untuk kami?".
Beliau bersabda: "Ada seorang laki-laki dari ummat sebelum
kalian, lantas digalikan lubang untuknya dan ia diletakkan di
dalamnya, lalu diambil gergaji, kemudian diletakkan gergaji itu di
kepalanya lalu dia dibelah menjadi dua bagian namun hal itu

62
tidak menghalanginya dari agamanya. Tulang dan urat di bawah
dagingnya disisir dengan sisir besi namun hal itu tidak
menghalanginya dari agamanya. Demi Allah, sungguh urusan
(Islam) ini akan sempurna hingga ada seorang yang mengendarai
kuda berjalan dari Shana'a menuju Hadlramaut tidak ada yang
ditakutinya melainkan Allah atau (tidak ada) kekhawatiran
kepada serigala atas kambingnya. Akan tetapi kalian sangat
tergesa-gesa". (HR. Bukhari)

Imam Al Qurtubi berkata: "Pensifatan Rasulullah shallallahu alaihi


wasallam terhadap umat yang telah lalu ini dalam konteks pujian
untuk mereka, bersabar atas hal yang dibenci karena Allah dan
mereka tidak melakukan kekafiran secara dzohir dan
menyembunyikan keimanan agar mereka tidak disiksa, padahal
ini merupakan hujjah orang yang memilih pukulan, pembunuhan
dan penghinaan sebagai rukhsah." (Tafsir Al Qurtubi 10/188)

Ibnu Katsir berkata: "Yang paling afdlol dan paling utama adalah
seorang muslim teguh diatas agamanya walau mengakibatkan dia
dibunuh." (Tafsir Ibnu Katsir 4/606)

Ibnu Batthal berkata: "Para ulama sepakat bahwa orang yang


dipaksa melakukan kekafiran lantas dia memilih untuk dibunuh
sungguh sangat besar pahalanya disisi Allah daripada orang yang
memilih rukhsah." (Syarah Shahih Bukhari 8/295)

Ibnu 'Arobi berkata: "Sesungguhnya kekufuran itu walaupun


dibolehkan dengan paksaan menurut para ulama tapi orang yang
memilih bersabar atas musibah dan tidak terfitnah sampai dia
dibunuh maka dia syahid dan tidak ada perselisihan dalam hal itu,

63
banyak atsar syari'at menunjukan atas hal ini yang jika disebutkan
semuanya maka akan panjang pemaparannya." (Ahkaamul Qur'an
3/162)

Mengambil sikap sabar ini lebih ditekankan lagi bagi orang yang
diikuti oleh awam manusia dan dijadikan contoh dalam tindakan
dan ucapannya, walaupun memang mengucapkan kekafiran
karena dipaksa itu rukhsah tapi karena ada kemungkinan orang
banyak tidak mengetahui hakikat permasalahannya yaitu apa
yang dia tampakan bertentangan dengan apa yang dia yakini,
maka tindakannya ini akan menyebabkan mereka terfitnah
bahkan terkadang sampai pada derajat haram karena bisa
menyebabkan kerusakan.

Dikatakan kepada Ahmad bin Hambal saat fitnah qur'an makhluq:


“Teman-teman anda semuanya telah menjawab dan anda telah
mendapatkan udzur atas urusan antara anda dengan Allah, kaum
telah menjawab tinggal tersisa anda, -yakni tinggal anda saja yang
masih dipenjara dan dalam kesempitan-, maka Imam Ahmad
menjawab: "wahai paman, jika orang berilmu menjawab dengan
taqiyyah dan orang jahil menjawab dengan kejahilannya maka
kapan kebenaran menjadi jelas?! (Al 'Ilal wa Ma'rifatirrijaal 831).

64
BATASAN IKROH YANG DIAKUI SECARA SYAR'I

Ikroh Secara Bahasa:


Ibnu Faris dalam Maqayiis al Lughah 5/172 mendefinisikan: “Ikroh
itu membawa seseorang pada apa yang dia benci, asal kata
"kariha" (‫ )كره‬maknanya lawan dari kata rela dan suka, seseorang
dituntut melakukan sesuatu lalu dia melakukannya secara
terpaksa.”

Fairuz Abadi dalam Bashair Dzawittamyiz 4/346 berkata: “Ikroh


adalah isim dari kata karihtu asy-syaia akrahuhu karhan ( ُ‫َك ِر ْهت‬
َّ ‫)ال‬, asalnya dalam bahasa arab lawan dari kata
‫ش ْي َء اكرهه كر ًها‬
mahabbah/suka (‫ )المحبة‬dan ridlo/rela (‫)الرضا‬.”

Ikroh secara istilah:


Asy-syafi'i rahimahullah berkata: "Ikroh adalah seseorang berada
dibawah kekuasaan orang lain yang dia tidak mampu melindungi
diri darinya baik orang lain itu pemerintah, perampok, atau yang
menguasai salah satu dari hal itu dan orang yang dipaksa ini
merasa takut kepadanya sebab jika dia menolak mengucapkan
apa yang diperintahkannya maka dia akan dipukul dengan
pukulan menyakitkan, atau akan banyak dipukuli atau nyawanya
hilang.” (Kitab Al Umm)

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 12/311 berkata: “(ikroh adalah)


Memaksa orang lain dengan apa yang tidak diinginkannya."

Al Jurjani berkata: "Mengharuskan dan memaksa pada sesuatu


yang dibenci manusia baik dibenci secara tabi'at atau syari'at lalu
(hal yang dibenci itu) dilakukannya tanpa kerelaan dengan tujuan

65
supaya apa yang lebih berbahaya tidak ditimpakan padanya." (At-
Ta'rifaat hal.91)

Ibnu Hazm berkata: "Paksaan adalah apa yang dalam bahasa


disebut paksaan dan diketahui dengan panca indra bahwa itu
paksaan seperti ancaman untuk dibunuh dari orang berbahaya
yang mampu melaksanakan ancamannya, atau ancaman
pemukulan, atau pemenjaraan, merusak harta, atau mengancam
muslim lain untuk dibunuh, dipukul, dipenjara, atau dirusak
hartanya berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
"muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak mendzalimnya
juga tidak menyerahkannya (kepada musuh)." (Al Muhalla bil
Atsar 7/204)

Mayoritas Ulama Ushul Membagi Ikroh Menjadi Dua:


1. Ikroh mulji' (Taam) yaitu paksaan yang menimpa langsung
pada orang yang dipaksa sedangkan dia tidak punya kekuatan
juga tidak punya pilihan, seperti orang yang diancam untuk
dibunuh atau dipotong anggota tubuhnya atau dipukul dengan
pukulan yang sangat keras yang akan menyebabkan dirinya
binasa atau seluruh hartanya hilang, tatkala dia berprasangka
kuat bahwa apa yang diancamkannya akan segera ditimpakan
kepadanya maka dia boleh melakukan sesuatu yang bisa menolak
apa yang diancamkan padanya dengan penilaiannya bahwa dia
ada dalam kondisi dlorurot syar'i. (Bada'i'us-Shana'i karya Al
Kasani 7/175)

2. Ikroh ghair mulji' (naqish) yaitu ancaman yang dibawah


penghilangan nyawa atau menyebabkan cacat anggota tubuh,
seperti mengintimidasi dengan pukulan, diikat atau pemenjaraan

66
atau merusak sebagian harta benda. Macam kedua ini merusak
kerelaan (ridlo) tapi tidak merusak pilihan (ikhtiyar), dikarenakan
tidak adanya desakan untuk melakukan apa yang dipaksakan
sebab dia masih bisa bersabar dalam menanggung apa yang
diancamkan kepadanya. (Tabyiinulhaqaiq karya Az-Zaila'i 5/181)

Terkadang dimasukan kedalam macam kedua ini ancaman


pemenjaraan terhadap ayah, anak, istri, saudari, ibu dan saudara,
disini juga ada perdebatan dalam anggapan macam ini apakah
termasuk kedalam pembagian ikroh. (Kasyful Asror karya Al
Bazdawi 4/383)

Ibnu Qudamah berkata: “Jika dia diancam bahwa anaknya akan


disiksa, menurut satu pendapat dikatakan: ini bukan ikroh, sebab
bahayanya menimpa yang lain, dan menurut pendapat yang
utama ini termasuk ikroh sebab penyiksaan anak bagi seorang
ayah lebih berat dibanding diambil hartanya, maka ancaman
seperti itu termasuk ikroh begitu juga ini.” (Al Mughni 10/353)

Di dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa khawatir atas harta


dan anak tidak membolehkan bertaqiyyah dalam menampakan
kekafiran sebab itu tidak berada di dalam tingkatan dalam
mengkhawatirkan keselamatan atas nyawanya, sebab Allah
melarang melakukan apa yang dilakukan oleh Hathib saat dia
mengkhawatirkan keluarga dan hartanya, begitu pula ashhab
kami berpendapat demikian, jika dikatakan kepada seseorang:
"Sungguh saya akan membunuh anakmu atau kamu harus kafir!"
Maka dia tidak boleh menampakan kekafiran, sebagian manusia
ada yang berkata, seseorang yang punya piutang berkata kepada
orang yang memberinya utang: "aku tidak akan mengakui

67
piutangmu kecuali jika kamu menurunkan sebagian dari jumlah
uang yang harus aku bayar." Lalu si pemberi utang menurunkan
harganya agar piutangnya dibayar, maka orang yang memberi
piutang tidak boleh menurunkan jumlah harga yang harus dibayar
dengan alasan khawatir seluruh harta piutangnya tidak dibayar
dengan menjadikan kekhawatirannya ini setingkat dengan ikroh
atas penurunan harga piutang, pendapat inilah yang saya
berprasangka kuat Ibnu Abi Laila berpendapat ddenganny, dan
apa yang telah kami sebutkan menunjukan benarnya pendapat
kami, dan yang menjadi dalil bahwa khawatir atas harta dan
keluarga tidak membolehkan bertaqiyyah dengab menampakan
kekufuran adalah Allah telah mewajibkan hijrah atas kaum
beriman dan tidak mengudzur mereka yang tertinggal karena
alasan harta dan keluarga.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
‫ة‬ٞ ‫يرت ُ ُك ۡم َوأَمۡ ٰ َول ۡٱقتَ َر ۡفت ُ ُموهَا َوتِ ٰ َج َر‬ َ ‫قُ ۡل ِإن َكانَ َءا َبا ٰٓ ُؤ ُك ۡم َوأَ ۡبنَا ٰٓ ُؤ ُك ۡم َو ِإ ۡخ ٰ َونُ ُك ۡم َوأَ ۡز ٰ َو ُج ُك ۡم َو‬
َ ‫ع ِش‬
‫س ِبي ِل ِهۦ‬ َ ‫سو ِل ِهۦ َو ِج َهاد فِي‬ ِ َّ َ‫ب ِإلَ ۡي ُكم ِمن‬
ُ ‫ٱلِل َو َر‬ َّ ‫ض ۡونَ َها ٰٓ أَ َح‬
َ ‫س ِك ُن تَ ۡر‬ َ ٰ ‫سا َدهَا َو َم‬ َ ‫تَ ۡخش َۡونَ َك‬
َ‫ٱلِلُ ََّل َيهۡ دِي ۡٱلقَ ۡو َم ۡٱل ٰفَ ِس ِقين‬
َّ ‫ٱلِلُ ِبأَمۡ ِر ِهۦ َو‬
َّ ‫ي‬ ‫ت‬
ِ ۡ ‫صواْ َحتَّ ٰى َي‬
‫أ‬ ُ َّ‫فَتَ َرب‬
َ
"Katakanlah, "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-
saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya." Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 24)

Juga berfirman:
َٰٓ ٰ ُ َ
‫اج ُرواْ فِي َها فأ ْولئِ َك‬ ِ ‫ٱلِل ٰ َو ِس َعةً فَت ُ َه‬ ِ َّ ‫ض‬ ِ ‫ض َع ِفينَ فِي ۡٱۡل َ ۡر‬
ُ ‫ض قَالُ ٰٓواْ أَلَ ۡم تَ ُك ۡن أَ ۡر‬ ۡ َ‫قَالُواْ ُكنَّا ُم ۡست‬
‫يرا‬
ً ‫ص‬ َ ‫َم ۡأ َو ٰٮ ُه ۡم َج َهنَّ ُم َو‬
ِ ‫سا ٰٓ َء ۡت َم‬
68
"Mereka menjawab, "Kami orang-orang yang tertindas di Bumi
(Mekah)." Mereka (para malaikat) bertanya, "Bukankah Bumi
Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah)
di Bumi itu?" Maka orang-orang itu tempatnya di Neraka
Jahanam dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali,"
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 97)
(Ahkaamul Qur'an karya Al Jash-shash w.370 3/583)

An-Nawawi berkata dalam Ar-Raudloh: "Disyaratkan orang yang


memaksa itu mendominasi dan mampu merealisasikan apa yang
dia ancamkan baik dengan kekuasaan atau mengalahkan,
sementara orang yang dipaksa ada dalam posisi dikalahkan dan
lemah dari menolak apa yang diancamkan padanya baik dengan
cara kabur, berkelahi atau meminta bantuan kepada yang lain,
juga disyaratkan, dalam perkiraan kuatnya jika dia menolak apa
yang dipaksakan maka apa yang dia benci akan ditimpakan, Abu
Ishaq Al Maruzi berkata: "tidak ada ikroh kecuali setelah
mendapatkan pukulan." Yang benar adalah apa yang telah
ditetapkan oleh jumhur ulama yaitu tidak adanya syarat harus
dipukul dulu, tapi cukup dengan sekedar adanya ancaman."

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah apakah ikroh itu


dalam ucapan saja bukan dalam perbuatan atau dalam keduanya.

As-Sam’ani berkata: “Maka perhatikanlah, jika dia bisa bersabar


atas apa yang dia takutkan, lalu menunjukan bahwa jika dia tidak
bersabar lalu melakukan apa yang dipaksakan dengan sengaja
dan pilihan sendiri (ikhtiyar) maka ini menjadi dalil bahwa dia
dalam keadaan tertaklif, atas dasar keterpaksaan yang
menimpanya itu maka terbagi banyak hukum, sebagiannya ada

69
yang wajib dilakukan, ada yang haram, ada yang mubah dan aja
juga yang rukhshah, contoh yang wajib dilakukan seperti
memakan bangkai, contoh yang haram dilakukan seperti
membunuh orang lain yang muslim, contoh yang mubah seperti
merusak harta orang lain, contoh yang rukhsah seperti
mengucapkan kata-kata kekafiran dengan lidahnya tapi hatinya
tenang dengan keimanan, terbaginya hukum-hukum ini atasnya
merupakan dalil qath'i atas tetapnya taklif, umat telah bersepakat
bahwa jika seseorang dipaksa untuk membunuh orang lain (yang
muslim) maka dia haram membunuh orang tersebut, jika dia
membunuhnya maka dia berdosa dengan dosa pembunuhan, tapi
jika dia tidak melakukan hal yang dilarang maka dia tidak berdosa,
tatkala dia berdosa maka tetaplah bahwa taklif tegak dan tetap
atasnya." (Qawathi' al Adillah karya As-Sam'ani w.489 1/119)

Ibnu Hajar berkata di dalam fathul Bari 12/314: "Sejumlah ulama


berkata: “Ikroh itu dalam ucapan dan perbuatan sama saja,
diperselisihkan dalam batasan ikroh.” 'Abd bin Humaid
mengeluarkan hadits dengan sanad yang shahih dari Umar
berkata: “Tidaklah seseorang merasa aman atas keselamatan
dirinya tatkala dia dipenjara, diikat atau disiksa.” Dari jalur
Syuraih juga sama dan ada tambahan yang lafadznya: "Ada 4 hal
yang semuanya tidak disukai, penjara, pemukulan, ancaman dan
pengikatan." Ibnu Mas'ud berkata: "Tidak ada ucapan yang bisa
menolak dariku dua cambukan kecuali aku akan mengatakannya,
dan ini adalah pendapat jumhur."

Terdapat dalam Al Jami' li Ahkamil Qur'an 10/183: "Sekelompok


ulama berpendapat bahwa rukhshah hanya terdapat pada ucapan
saja, adapun dalam tindakan maka tidak ada rukhshah, misalnya

70
seperti mereka dipaksa untuk sujud kepada selain Allah atau
shalat tidak menghadap kiblat, membunuh muslim atau
memukulnya atau memakan hartanya, atau zina, minum khamar,
makan riba, ini diriwayatkan dari Hasan Al Bishri -radliyallahu
anhu-, ini merupakan pendapatnya Al 'Auza'i dan Suhnun dari
kalangan ulama kami."

Ulama yang membatasi rukhsah hanya pada ucapan saja


berhujjah dengan ucapan Ibnu Mas'ud: "Tidak ada ucapan yang
dapat menyelamatkanku dari dua cambukan penguasa kecuali
aku akan mengatakannya." Ibnu Mas'ud membatasi rukhsah
hanya pada ucapan saja beliau tidak menyebutkan dalam
tindakan. Ucapannya ini tidak mengandung hujjah sebab bisa
mengandung kemungkinan beliau menjadikan ucapannya ini
sebagai permisalan yang padahal beliau juga memaksudkan
tindakan dalam hukum perkataan. Sekelompok ulama
berpendapat: "ikroh dalam tindakan dan ucapan statusnya sama
jika iman tertawan." Ini diriwayatkan Umar bin Khattab dan
Makhul, ini juga pendapat Malik dak sejumlah ulama penduduk
Iraq. Ibnu Qasim meriwayatkan dari Malik bahwa orang yang
dipaksa untuk minum khamar, meninggalkan shalat atau berbuka
puasa di bulan romadlon maka dosanya dihilangkan.”

Ibnu Hazm berkata dalam kitab Al Ikroh: "paksaan atas tindakan


itu terbagi dua; Pertama: setiap yang dibolehkan saat dlorurot,
seperti makan dan minum, ini dibolehkan saat dipaksa sebab
kondisi ini termasuk dlorurot, siapa yang dipaksa untuk
melakukan salah satu dari hal ini maka tidak ada dosa, sebab
baginya menjadi boleh dilakukan saat dipaksa. Kedua: apa yang
tidak menjadi boleh saat dlorurot, seperti membunuh, melukai,

71
memukul, merusak harta, ini semua tidak diperbolehkan saat
dipaksa, siapa yang dipaksa melakukan hal-hal ini maka dia wajib
diqishos dan mengganti rugi sebab dia melakukan hal yang
diharamkan." (Al Muhalla karya Ibnu Hazm 7/203)

Sisi pendalilan: jika saja para ulama berbeda pendapat dalam


batasan ikroh, apa saja yang termasuk kedalam ikroh mulji' dan
apa yang tidak termasuk kedalamnya, apakah ikroh hanya ada
dalam ucapan tidak dalam tindakan atau ada di dalam keduanya,
maka bagaimana bisa orang yang membolehkan pemilihan syirik
menjadikan dlorurot istidl'af sebagai penghalang syar'i yang
menjadi rukhsah untuk melakukan kesyirikan yang sudah
diketahui baik oleh mufti atau pemilih?! Masalah pemilihan syirik
ini secara garis besar sudah diketahui baik keadaannya (hal)
ataupun hukumnya oleh mufti, tapi bagi pemilih, keadaan atau
hakikatnya pasti mereka ketahui cuma dalam status hukumnya
terjadi pemalsuan (talbis).

Pembagian Ikroh dari penilaian lain bisa dibagi juga kepada:


1.Ilja' yaitu paksaan yang meniadakan kerelaan dan pilihan juga
meniadakan kehendak dan tujuan, paksaan ini ditimpakan
dibawah penyiksaan yang keras atau merusak anggota tubuh dan
lainnya, kondisi inilah yang menjadi sebab diturunkannya surat
An-Nahl ayat 106.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
‫ٱْلي ٰ َم ِن َو ٰلَ ِكن َّمن ش ََر َح بِ ۡٱل ُك ۡف ِر‬
ِ ۡ ِ‫ٱلِل ِمن بَعۡ ِد ِإي ٰ َمنِ ِه ٰٓۦ ِإ ََّّل َم ۡن أ ُ ۡك ِر َه َوقَ ۡلبُهُۥ ُم ۡط َمئِ ُّن ب‬
ِ َّ ِ‫َمن َكفَ َر ب‬
‫يم‬ٞ ‫ع ِظ‬ َ ‫عذَاب‬ َ ‫ٱلِل َولَ ُه ۡم‬
ِ َّ َ‫ب ِمن‬ٞ ‫ض‬ َ ‫غ‬ َ ‫ص ۡد ًرا فَ َعلَ ۡي ِه ۡم‬
َ
"Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir

72
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab
yang besar."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 106)

Abdurrazzaq, Ibnu Sa'd, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Al Hakim


didalam shahihnya, Ibnu Marduyah, Al Baihaqi dalam Ad-Dalail
dan Ibnu Asakir telah mengeluarkan hadits dari jalur Abu
'Ubaidah bin Muhammad bin 'Ammar dari ayahnya berkata:
"kaum musyrikin menangkap 'Ammar bin yasir, mereka tidak
melepaskannya sampai dia mencela nabi shallallahu alaihi
wasallam dan menyebutkan kebaikan untuk tuhan-tuhan mereka,
kemudian mereka melepaskannya, ketika Ammar mendatangi
Nabi lantas Nabi bertanya, "apa dibelakangmu ada sesuatu?!",
'Ammar menjawab: "keburukan, aku tidak dilepaskan hingga aku
mendapati anda dan aku telah menyebut tuhan-tuhan mereka
dengan kebaikan," kata nabi: "bagaimana kamu dapati hatimu?!",
kata 'Ammar: tenang dengan keimanan. Nabi bersabda: "jika
mereka kembali (memaksamu, pent) maka ulanglah." Maka
turunlah ayat yang berbunyi "kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman", Abu 'Ubaidah
berkata, (yang dimaksud ayat) itu adalah 'Ammar bin Yasir,
adapaun ayat "tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran" ini adalah Abdullah bin Abi Sarh." (Ad-Durrul Mantsur
5/170 karya As-Suyuthi)

Ibnu Batthal (w.449) menukil Ijma' atas bolehnya bertaqiyyah dari


pembunuhan dengan menampakan kekafiran, beliau berkata:
"Para ulama telah sepakat (ijma') bahwa orang yang dipaksa

73
melakukan kekafiran sehingga mengkhawatirkan dirinya dibunuh
lalu kafir sedangkan hatinya tenang dengan keimanan maka dia
tidak dihukumi kafir dan istrinya pun tidak tertalak ba'in." (Fathul
bari 2/313)

Ibnu Taimiyyah berkata: "Saya meneliti berbagai madzhab, saya


dapati paksaan itu berbeda-beda tergantung apa yang
dipaksakannya, paksaan yang dianggap dalam ucapan kekafiran
tidak seperti paksaan yang dianggap dalam hibah atau
semisalnya, sebab Ahmad telah menashkan ditempat lain bahwa
paksaan untuk melakukan kekufuran tidak menjadi rukhshoh
kecuali diiringi dengan penyiksaan dan pukulan, sekedar
perkataan saja tidak cukup menjadi ikroh. (Al fatawa Al Kubro
5/490)

Al Bukhari rahimahullah menetapkan dalam Kitab Al Ikroh satu


bab dengan judul "Bab orang yang lebih memilih dipukuli,
dibunuh dan dihinakan daripada melakukan kekufuran."
Lalu beliau menyebutkan hadits pertama dari Anas radliyallahu
anhu berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada tiga hal
yang jika seseorang melaksanakannya, ia mendapat manisnya
iman, Allah dan rasul-NYA lebih ia cintai daripada selain
keduanya, ia mencintai seseorang dengan tiada dorongan selain
karena Allah, dan benci kembali kepada kekafiran sebagaimana
kebenciannya untuk dilempar ke neraka."

Sisi pendalilan: kembali kepada kekafiran statusnya sama dengan


kebinasaan masuk kedalam neraka, itu menunjukan bahwa ikroh
mulji' untuk menampakan kekafiran itu memiliki batas dan

74
hakikat, yang tidak bisa diturunkan dari hakikatnya ketingkatan
yang lebih rendah darinya.
Lalu beliau (Al Bukhari) menyebutkan hadits mauquf Sa'id bin
Zaid yang disana dia (Sa'id) berkata:
‫ض أ ُ ُحد ِم َّما فَ َع ْلت ُ ْم ِبعُثْ َمانَ َكانَ َم ْحقُوقًا‬ ِ ْ ‫علَى‬
َّ َ‫اْلس َْل ِم َولَ ْو ا ْنق‬ ُ ‫لَقَ ْد َرأَ ْيتُنِي َو ِإ َّن‬
َ ‫ع َم َر ُموثِ ِقي‬
‫ض‬َّ َ‫أَ ْن َي ْنق‬
"aku pernah bermimpi bahwa Umar adalah peneguhku terhadap
Islam, dan sekiranya gunung Uhud runtuh karena perlakuan
kalian terhadap Utsman, niscaya gunung itu pun runtuh."

Sisi pendalilan: ikroh itu berbeda-beda dari sisi berbedanya si


pemaksa, kondisi orang yang dipaksa dan jenis paksaannya,
sekedar diikat saja tidak menjadi ikroh mulji' untuk menampakan
kekafiran, walau memang itu termasuk ikroh untuk masalah yang
dibawah kekafiran.

Ibnu Rojab berkata dalam Fathul Barinya 1/58 tatkala beliau


mengomentari sikap Abdullah bin Hudzafah yang tidak mau
bertaqiyyah saat hendak dicemplungkan kedalam air panas oleh
raja romawi: "Ini walaupun bertaqiyyah dengan ucapan
dibolehkan jika disertai ketenangan hati dengan keimanan (An-
Nahl 106) tapi yang utama adalah bersabar dan tidak bertaqiyyah
dalam hal itu, tatkala hati sudah merasakan manisnya iman dia
juga akan merasakan pahitnya kekafiran, kefasikan dan maksiyat,
karena inilah Nabi Yusuf alaihissalam berkata:
‫ي ِإلَ ۡي ِه‬ ُ ‫ي ِم َّما يَ ۡد‬
ٰٓ ِ‫عونَن‬ ُّ ‫ٱلس ۡج ُن أَ َح‬
َّ َ‫ب ِإل‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫َر‬
"Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi
ajakan mereka."
(QS. Yusuf 12: Ayat 33)

75
2. Tahdid atau intimidasi yaitu paksaan yang meniadakan
kerelaan atau ridlo tapi tidak meniadakan ikhtiyar (pilihan) secara
keseluruhan. Ini seperti kondisi orang yang dihadapkan pada dua
bahaya yang dia bisa memilih bahaya yang paling ringan diantara
dua bahaya tersebut, seperti kondisi Syu'aib alaihissalam beserta
kaumnya tatkala mereka memberikan pilihan antara kembali
kedalam kekafiran atau diusir dari kampung mereka.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ب َوٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ َم َع َك ِمن قَ ۡر َي ِتنَا ٰٓ أَ ۡو‬ ۡ َ‫قَا َل ۡٱل َم ََل ُ ٱلَّذِين‬
ُ ‫ٱستَ ۡك َب ُرواْ ِمن قَ ۡو ِم ِهۦ لَنُ ۡخ ِر َجنَّ َك ٰ َي‬
ُ ‫ش َع ۡي‬
َ‫لَتَعُود َُّن ِفي ِملَّ ِتنَا قَا َل أَ َولَ ۡو ُكنَّا ٰ َك ِر ِهين‬
"Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri dari kaum Syu'aib
berkata, "Wahai Syu'aib! Pasti kami usir engkau bersama orang-
orang yang beriman dari negeri kami, atau engkau kembali
kepada agama kami." Syu'aib berkata, "Apakah (kamu akan
mengusir kami), kendatipun kami tidak suka?"
‫ون لَنَا ٰٓ أَن نَّعُو َد‬ ُ ‫ٱلِلُ ِم ۡن َها َو َما َي ُك‬ َّ ‫ع ۡدنَا ِفي ِملَّ ِت ُكم َبعۡ َد ِإ ۡذ نَ َّج ٰٮنَا‬
ُ ‫ٱلِل َك ِذبًا ِإ ۡن‬
ِ َّ ‫علَى‬ َ ‫قَ ِد ۡٱفتَ َر ۡينَا‬
‫ٱلِل تَ َو َّك ۡلنَا َربَّنَا ۡٱفتَ ۡح َب ۡينَنَا‬
ِ َّ ‫علَى‬ َ ‫ٱلِلُ َربُّنَا َو ِس َع َربُّنَا ُك َّل ش َۡيء ِع ۡل ًما‬ َّ ‫شا ٰٓ َء‬َ ‫َّل أَن َي‬
ٰٓ َّ ‫ِفي َها ٰٓ ِإ‬
َ‫نت خ َۡي ُر ۡٱل ٰفَ ِت ِحين‬
َ َ‫ق َوأ‬ ِ ‫َو َب ۡينَ قَ ۡو ِمنَا ِب ۡٱل َح‬
"Sungguh, kami telah mengada-adakan kebohongan yang besar
terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, setelah Allah
melepaskan kami darinya. Dan tidaklah pantas kami kembali
kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami, menghendaki.
Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Hanya kepada
Allah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara
kami dan kaum kami dengan hak (adil). Engkaulah pemberi
keputusan terbaik.""
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 88-89)

76
Tatkala mereka (kaum Syu'aib) mengajak Syu'aib agar kembali
masuk kedalam agama mereka dan jika menolak maka Syu'aib
dan pengikutnya diancam akan diusir dari kampung mereka maka
Syu'aib berkata kepada kaumnya: "Sungguh, kami telah mengada-
adakan kebohongan yang besar terhadap Allah."(Al A'rof 89).
Syu'aib berkata: "Sungguh kami telah membuat kedustaan atas
Allah dan kami menduga-duga ucapan batil atas nama Allah jika
kami kembali kedalam agama kalian, kami kembali kesana setelah
Allah selamatkan kami darinya dengan diperlihatkan kepada kami
kesalahan-kesalahan agama kalian dan kebenaran petunjuk yang
kami anut, tidak mungkin kami kembali kedalam agama kalian,
menganutnya dan meninggalkan al haq yang sekarang kami anut,
"kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki." (Al A'rof 89)
kecuali jika ilmu Allah mendahului kami bahwa kami akan kembali
kesana, maka ketika itu terjadi akan berjalan kepada kami
ketentuan Allah, kehendaknya akan terealisasi kepada kami,
"Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu." (Al A'rof 89)
berkata: karena sesungguhnya ilmu Rabb kami meliputi segala
sesuatu, sesuatupun tidak ada yang tersamar bagi Allah, dialah
yang mengadakan segala sesuatu, jika pengetahuannya
mendahului kami bahwa kami akan kembali kedalam agama
kalian sedangkan segala sesuatu tidak tersamar bagiNya dan
segala sesuatu Dia lah penciptanya maka tentu apa yang telah
diketahuiNya akan terjadi, tapi jika ketentuanNya tidak ada maka
kami tidak akan kembali kedalam agama kalian. (Tafsir At-Thabari
10/318)

Ucapan mereka: "sungguh kami akan mengusirmu wahai syu'aib"


adalah ancaman dengan penafian, sedangkan qoryah adalah kota
tempat manusia berkumpul sebab disanalah manusia berkumpul,

77
ucapan mereka " atau engkau kembali kepada agama kami"
maksudnya adalah engkau menjadi penganut agama kami. (Tafsir
Al Muharror karya Ibnu 'Athiyyah 2/427)

Yang benar dalam masalah ikroh yang mu'tabar menjadi rukhsoh


untuk menampakan kekafiran adalah ikroh mulji' dan ancaman
pengrusakan yang sangat kuat, bukan sekedar gangguan apalagi
sekedar dlorurot. Karena itulah tatkala kaum Syu'aib berkata
kepada Syu'aib:
‫ب َوٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ َم َع َك ِمن قَ ۡريَتِنَا ٰٓ أَ ۡو‬ ۡ َ‫قَا َل ۡٱل َم ََل ُ ٱلَّذِين‬
ُ َ‫ٱستَ ۡكبَ ُرواْ ِمن قَ ۡو ِم ِهۦ لَنُ ۡخ ِر َجنَّ َك ٰي‬
ُ ‫ش َع ۡي‬
َ‫لَتَعُود َُّن فِي ِملَّتِنَا قَا َل أَ َولَ ۡو ُكنَّا ٰ َك ِر ِهين‬
"Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri dari kaum Syu'aib
berkata, "Wahai Syu'aib! Pasti kami usir engkau bersama orang-
orang yang beriman dari negeri kami, atau engkau kembali
kepada agama kami." Syu'aib berkata, "Apakah (kamu akan
mengusir kami), kendatipun kami tidak suka?"
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 88)

Walaupun nabi Syu'aib menyebut ancaman pengusiran mereka


sebagai "karhan/ketidak sukaan" tapi beliau dan para
pengikutnya tidak menjadikannya sebagai sebab untuk
mengatakan kekafiran, justru mereka malah memilih jalan yang
lurus! "Sungguh, kami telah mengada-adakan kebohongan yang
besar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, setelah
Allah melepaskan kami darinya. Dan tidaklah pantas kami kembali
kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami, menghendaki.
Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Hanya kepada
Allah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara
kami dan kaum kami dengan hak (adil). Engkaulah pemberi
keputusan terbaik.""
78
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 89)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ٱلِل َولَئِن َجا ٰٓ َء‬ ِ َّ ‫ب‬ِ ‫اس َك َعذَا‬ِ َّ‫ٱلِل َج َع َل فِ ۡتنَةَ ٱلن‬
ِ َّ ‫ِي فِي‬ َ ‫ٱلِل فَإِذَآٰ أُوذ‬ِ َّ ‫اس َمن يَقُو ُل َءا َمنَّا ِب‬
ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
َ‫ُور ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬
ِ ‫صد‬ ُ ‫ٱلِلُ ِبأ َ ۡعلَ َم ِب َما فِي‬
َّ ‫س‬َ ‫ر ِمن َّر ِب َك لَ َيقُولُ َّن ِإنَّا ُكنَّا َم َع ُك ۡم أَ َولَ ۡي‬ٞ ۡ‫نَص‬
"Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata, "Kami
beriman kepada Allah," tetapi apabila dia disakiti (karena dia
beriman) kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu
sebagai siksaan Allah. Dan jika datang pertolongan dari Tuhanmu,
niscaya mereka akan berkata, "Sesungguhnya kami bersama
kamu." Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada di dalam
dada semua manusia?"
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 10)

Menceritakan kepadaku Yunus, dia berkata, mengabarkan kepada


kami Ibnu Wahab dia berkata, telah berkata Ibnu Zaid dalam
firman Allah "Tetapi apabila dia disakiti (karena dia beriman)
kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu sebagai
siksaan Allah. (Al Ankabut 10)" dia berkata: "Dia adalah munafik,
jika dia disakiti di jalan Allah dia meninggalkan Diin kembali
kepada kekafiran dan menjadikan fitnah manusia seperti siksa
Allah." Disebutkan bahwa ayat ini turun pada satu kaum beriman
penduduk makah, mereka keluar berhijrah tapi kemudian mereka
tersusul dan ditangkap, setelah kaum musyrikin menyiksa mereka
akhirnya mereka memberikan apa yang kaum musyrikin inginkan
dari mereka. (Tafsir Thabari 18/365)

Ibnu Jarir mengeluarkan dari Dlohhak radliyallahu anhu dalam


firmanNya: "Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata,
79
"Kami beriman kepada Allah," dia berkata: "manusia dari
munafikin di Makah mereka telah beriman, ketika mereka
diganggu dan ditimpakan musibah oleh orang-orang musyrik
mereka malah kembali ke dalam kekufuran dan kesyirikan karena
takut gangguan mereka, mereka menganggap gangguan manusia
di dunia seperti adzab Allah di akhirat. (Tafsir Al Qurtubi 13/329)

Sisi pendalilan: Allah tidak menjadikan rasa takut dan gangguan


yang menimpa mereka sebagai penghalang dari memvonis
mereka kafir tatkala mereka menampakan kekafiran dan bersikap
terang-terangan dalam kekafiran.

Bahkan seandainya ancamannya menempati posisi ilja' yang


menjadi penghalang pengkafiran yaitu ancaman berupa
pemukulan, pemenjaraan atau pembunuhan dari orang yang
punya kuasa, orang yang mengancamnya harus mampu
menimpakan ancamannya itu disertai terputusnya semua jalan
untuk kabur.

Dalam kitab Al Mudawwanah disebutkan: “Aku bertanya:


bagaimana ikroh menurut Malik? Dijawab: dipukul dan diancam
untuk dibunuh, diancam pukul dan ditakut-takuti yang disana
tidak ada keraguan. Aku bertanya: apakah pemenjaraan dianggap
ikroh oleh Malik? Dijawab: “Aku tidak mendengar itu dari Malik
tapi menurutku itu ikroh.” (Al mudawwanah 2/436)

Berkata Asy-Syafi'i: “Andai hatinya tidak meyakini bahwa apa


yang disifati akan menimpanya maka dia tidak boleh melakukan
sedikitpun dari yang disifati dan itu gugur darinya, andai dia
mengakui bahwa melakukannya tanpa diiringi rasa khawatir atas

80
keselamatan dirinya maka mesti dirinya tertimpa seluruh hukum
baik dalam thalaq, nikah dan yang lainnya, jika dia dipenjara dan
takut lamanya pemenjaraan, atau diikat dan takut lamanya masa
ikatan, atau diancam lalu takut sebagian apa yang diancamkan
akan ditimpakan padanya maka gugurlah dosa dari apa yang
dipaksakan atasnya. (Al Umm 3/240)

Ibnu Abdil Barr berkata didalam Al Istidzkar 6/203: "Para ulama


tidak berselisih dalam takutnya dibunuh dan pemukulan yang
keras bahwa itu ikroh, diriwayatkan dari Umar radliyallahu anhu
bahwa dia berkata: tidaklah seseorang merasa aman atas dirinya
jika dirinya diancam, dipukul dan diikat, Ahmad bin Hambal
berkata: “Jika takut dibunuh dan dipukul dengan keras dan
berhujjah dengan hadits Umar ini maka Syuraih berkata:
pengikatan itu ikroh, pemenjaraan itu ikroh, ancaman itu ikroh."

3. Istidl'af (lemah), lemah ini tidak terjadi dengan penyiksaan


atau ancaman tapi orang yang lemah ada dalam situasi didikte
oleh pihak lain, seperti keadaan yang terjadi pada penduduk
Makah setelah kaum muslimin hijrah dari sana, maka orang yang
lemah ini dimaafkan dikarenakan dia tidak mampu melaksanakan
sebagian kewajiban, tapi kelemahannya bukan penghalang dari
terjatuh kedalam kekafiran jika melakukan pembatal keislaman
tanpa dipaksa.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


ۡ َٰٓ ٰ ۡ ٰ َّ َ
‫ض‬ِ ‫ر‬ۡ َ ‫ٱۡل‬ ‫ي‬‫ف‬
ِ َِ َ‫ين‬ ‫ف‬‫ع‬ ۡ
‫ض‬ َ ‫ت‬‫س‬ۡ ‫م‬
ُ ‫ا‬ َّ ‫ن‬‫ك‬ُ ْ ‫ا‬ ‫و‬ُ ‫ل‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫م‬ ُ ‫ت‬‫ن‬
ۡ َ ِ‫ك‬ُ ‫يم‬‫ف‬ ْ ‫ا‬ ‫و‬ُ ‫ل‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِۡ ِ ‫س‬ ُ ‫ف‬‫ن‬َ ‫أ‬ ‫ي‬
ٰٓ ‫م‬
ِِ‫ل‬ ‫ا‬ َ
‫ظ‬ ُ ‫ة‬ َ
‫ك‬ ِ ‫ِإ َّن ٱلَّذِينَ ت َوفٮ ُه ُم ٱل َمل‬
‫ئ‬
ۡ َٰٓ ٰ ُ َ
ً ِ َ َ َ َ ُ َ َ ۡ ُ َ َ َ ِ ‫اج ُرواْ ِفي َها فأ ْول‬
‫يرا‬ ‫ص‬ ‫م‬ ‫ت‬ۡ ‫ء‬ ٰٓ ‫ا‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫م‬ َّ ‫ن‬‫ه‬ ‫ج‬ ‫م‬ ‫ه‬ ٰ
‫ٮ‬ ‫و‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ئ‬ ِ ‫ٱلِل ٰ َو ِس َعةً فَت ُ َه‬
ِ َّ ‫ض‬ ُ ‫قَالُ ٰٓواْ أَلَ ۡم تَ ُك ۡن أَ ۡر‬

81
"Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh
malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri, mereka (para
malaikat) bertanya, "Bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab,
"Kami orang-orang yang tertindas di Bumi (Mekah)." Mereka
(para malaikat) bertanya, "Bukankah Bumi Allah itu luas sehingga
kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di Bumi itu?" Maka
orang-orang itu tempatnya di Neraka Jahanam dan (Jahanam) itu
seburuk-buruk tempat kembali,"
‫يل‬ َ َ‫سا ٰٓ ِء َو ۡٱل ِو ۡل ٰ َد ِن ََّل َي ۡستَ ِطيعُونَ ِحيلَةً َو ََّل َيهۡ تَدُون‬
ً ‫س ِب‬ َ ِ‫ٱلر َجا ِل َوٱلن‬ ۡ َ‫ِإ ََّّل ۡٱل ُم ۡست‬
ِ َ‫ض َع ِفينَ ِمن‬
"kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan
anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk
berhijrah),"
ٰٓ
‫ورا‬ُ
ً ‫غف‬ ُ
َ ‫عف ًّوا‬َ ُ‫ٱلِل‬ ۡ
َّ َ‫عن ُه ۡم َو َكان‬ ُ َ
َ ‫ٱلِلُ أن يَعۡ ف َو‬
َّ ‫سى‬ َ ‫فَأ ُ ْو ٰلَئِ َك‬
َ ‫ع‬
"maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Allah
Maha Pemaaf, Maha Pengampun."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 97-99)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman:


َ‫سا ٰٓ ِء َو ۡٱل ِو ۡل ٰ َد ِن ٱلَّذِين‬
َ ِ‫ٱلر َجا ِل َوٱلن‬
ِ َ‫ض َع ِفينَ ِمن‬ۡ َ‫ٱلِل َو ۡٱل ُم ۡست‬ َ ‫َو َما لَ ُك ۡم ََّل ت ُ ٰقَتِلُونَ فِي‬
ِ َّ ‫س ِبي ِل‬
‫ٱج َعل لَّنَا ِمن‬ ۡ ‫ُنك َو ِليًّا َو‬ َ ‫ٱج َعل لَّنَا ِمن لَّد‬ َّ ‫يَقُولُونَ َربَّنَا ٰٓ أَ ۡخ ِر ۡجنَا ِم ۡن ٰ َه ِذ ِه ۡٱلقَ ۡريَ ِة‬
ۡ ‫ٱلظا ِل ِم أَ ۡهلُ َها َو‬
‫يرا‬ً ‫َص‬ ِ ‫ُنك ن‬ َ ‫لَّد‬
"Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan
(membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun
anak-anak yang berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari
negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami
pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.""
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 75)
Al Bukhari rahimahullah berkata:
"Bismillahirrahmanirrahim, kitab Al Ikroh, Allah Subhanahu Wa
82
Ta'ala berfirman: "kecuali orang yang dipaksa kafir padahal
hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab
yang besar."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 106)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "kecuali karena (siasat)


menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 28)
Yaitu taqiyyah. Dan firmanNya: "Sesungguhnya orang-orang yang
dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi diri
sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, "Bagaimana kamu ini?"
Mereka menjawab, "Kami orang-orang yang tertindas di Bumi
(Mekah)." Mereka (para malaikat) bertanya, "Bukankah Bumi
Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah)
di Bumi itu?" Maka orang-orang itu tempatnya di Neraka
Jahanam dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat
kembali,"...sampai firmanNya...Allah Maha Pemaaf, Maha
Pengampun."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 97-99)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan,


maupun anak-anak yang berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah
kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-
Mu.""
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 75)

83
Maka Allah mengudzur orang-orang lemah yang tidak mampu
menolak dari melakukan apa yang diperintahkan, dan yang
namanya orang yang dipaksa pastilah orang yang lemah sebab
tidak mampu menolak dari melakukan apa yang diperintahkan
kepada mereka, Al Hasan berkata: "Taqiyyah berlaku sampai hari
qiyamat." Ibnu Abbas berkata mengomentari orang yang dipaksa
perampok untuk menceraikan lalu dia menceraikan istrinya, kata
Ibnu Abbas: "laysa bisyai'" (cerainya tidak berpengaruh apa-apa),
ini juga pendapat Ibnu Umar, Ibnu Zubair, As-Sya'bi, Al Hasan,
Nabi bersabda: amal itu tergantung niat." Selesai ucapan Al
Bukhari.
Disebutkan dalam Shahih Bukhari, Kitab Al Fitan bab orang yang
tidak menyukai memperbanyak jumlah pasukan fitnah dan
dzalim, dari Abul aswad mengatakan "Ada sekelompok tentara
dibentuk untuk menyerang penduduk Madinah (muslimin) dan
namaku diikut sertakan dalam daftar. Selanjutnya aku
bertemu 'Ikrimah dan kuutarakan nasibku, lantas dia melarangku
secara serius kemudian mengatakan, Ibnu Abbas mengabariku
bahwa beberapa orang muslimin ikut serta pasukan musyrik
sekedar untuk menambah jumlah pasukan demi melawan
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, lantas sebagain mereka
terkena anak panah sehingga meninggal, dan sebagian mereka
terkena luka senjata sehingga tewas, maka Allah menurunkan
ayat sebagai jawaban nasib mereka; Sesungguhnya orang-orang
yang diwafatkan Allah dalam keadaan menganiaya diri mereka
sendiri, " dan seterusnya sampai akhir ayat QS.Annisa 97.

Sisi pendalilan: Allah 'azza wajalla tidak menjadikan klaim istidl'af


sebagai udzur dan penghalang dari vonis kafir dengan bergabung
dengan orang kafir terhadap orang yang awalnya mampu untuk

84
hijrah sebelum datang pemaksaan kepada mereka untuk
membantu orang-orang musyrik dan memperbanyak jumlah
mereka dalam perang badar.

Berbeda dengan orang yang aslinya memang lemah yang dahulu


sebelum datang pemaksaan kepada mereka mereka tidak mampu
untuk berupaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah maka
untuk mereka mudah-mudahan Allah memaafkannya dan
mengampuni mereka kalau mereka dipaksa untuk menampakan
kekufuran disertai tenangnya hati mereka dengan keimanan.

Adapun orang-orang yang berangkat kepada kekafiran dengan


kaki-kaki mereka maka untuk orang-orang ini Allah tidak
menjadikan penghalang dari vonis kafir yang membolehkan
mereka menceburkan diri kedalam kekafiran melalui pintu-
pintunya yang luas, seperti keadaan orang yang membolehkan
ikut serta dalam PEMILU dengan alasan demi menghilangkan
bahaya yang paling besar, apakah ada bahaya lain yang lebih
besar dari syirik?! Besarnya bahaya kesyirikan adalah alasan
untuk tidak menjerumuskan diri kedalam PEMILU, bukan malah
dijadikan alasan untuk ikut PEMILU!

STATUS PARA KHATIB PENGUASA KAFIR

Abu Muhamad Al Karani Ulama ahli fiqih negeri Qairawan ditanya


tentang orang yang dipaksa oleh Bani Ubaid untuk masuk
kedalam ajakan mereka atau dibunuh? Beliau menjawab: “Dia
harus memilih dibunuh dan seorangpun tidak diudzur dengan
paksaan ini kecuali bagi orang yang baru memasuki negeri Bani
Ubaid, maka hendaknya dia bertanya jika tidak mengetahui
85
urusan mereka, tapi jika sudah tahu maka dia wajib untuk kabur,
seorangpun tidak diudzur dengan alasan takut setelah dia mukim,
sebab bermukim ditempat yang penduduknya dituntut untuk
meninggalkan syari'at-syari'at islam maka tidak boleh, sedangkan
adanya ulama-ulama dan ahli ibadah yang tinggal disana dalam
rangka untuk menentang mereka, agar kaum muslimin tidak
dikuasai musuh mereka sehingga para musuh ini menimbulkan
fitnah dalam urusan agama mereka. (Tartibul Madarik wa
Taqribulmasalik 7/276)

Abu Yusuf bin Abdullah Ar-Ra'aiyni berkata dalam kitabnya: "Para


ulama Qairawan telah Ijma'; Abu Muhamad, Abul Hasan Al
Qabishi, Abul Qasim ibnu Syablun, Abu 'Ali ibnu Khaldun, Abu
Bakar Ath-Thibni dan Abu Bakar ibnu 'Adzrah bahwa keadaan
Bani Ubaid itu keadaan orang-orang murtad dan zindiq
disebabkan penyelisihan syari'at yang mereka tampakan, maka
mereka tidak saling mewarisi berdasarkan Ijma', juga keadaan
mereka itu berstatus orang-orang zindiq disebakan mereka
menyembunyikan keyakinan ta'thil (tidak mengakui sifat-sifat
Allah Ta'ala), maka mereka diperangi dengan sebab
kezindikannya, para ulama ini berkata: "tidak boleh seorangpun
mengira dipaksa untuk masuk kedalam madzhab (pendapat)
mereka, berbeda dengan macam kekufuran yang lain sebab
sebab dia telah bermukim setelah mengetahui kekafiran mereka,
dia tidak boleh masuk kedalam madzhab mereka kecuali dia
memilih untuk dibunuh tanpa masuk kedalam kekafiran, dengan
pendapat inilah murid-murid Imam Suhnun memberi fatwa atas
kaum muslimin. Abul Qasim Ad-Dahhan berkata: "Bani Ubaid ini
berbeda dengan orang-orang kafir lain, sebab kekafiran mereka
dicampuri sihir terhadap orang yang berhubungan dengan

86
mereka, campuran kekafirannya adalah sihir, ketika penduduk
Tharablus dibawa kehadapan Bani ubaid mereka
menyembunyikan keyakinan untuk masuk kedalam agama
mereka ketika dipaksa, lalu mereka dilepaskan dalam keadaan
selamat, maka berkatalah Ibnu Abi Zaid radliyallahu anhu: mereka
(penduduk Tharablus itu) orang-orang kafir disebabkan i'tiqod
mereka itu."" (Tartibul Madarik 7/277)

Sisi pendalilan: murid-murid Imam Malik rahimahullah tidak


menjadikan ikroh sebagai penghalang yang bisa menghalangi
vonis kafir bagi mereka yang menceburkan diri menetap ditempat
fitnah terhadap Diin.
Para penduduk Tharablus tidak lebih hanya menyembunyikan
keimanan dan menampakan kafir saat dipaksa, juga mereka ada
dalam kondisi dlorurot yang mengkhawatirkan keselamatan
nyawa mereka, tapi para ulama tetap mengkafirkannya
disebabkan ikroh yang menimpa mereka bukan ikroh mulji'.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َ ْ‫ِإنَّ ُه ۡم ِإن َي ۡظ َه ُروا‬
‫علَ ۡي ُك ۡم َي ۡر ُج ُمو ُك ۡم أَ ۡو يُ ِعيدُو ُك ۡم ِفي ِملَّ ِت ِه ۡم َولَن ت ُ ۡف ِل ُح ٰٓواْ ِإذًا أَ َبدًا‬
"Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya
mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu
kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu
tidak akan beruntung selama-lamanya.""
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 20)

"Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempat kalian,"


mereka akan membunuh kalian dengan dilempari batu, "atau
memaksamu kembali kepada agama mereka," kedalam kekafiran,
"dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-
87
lamanya," jika kalian melakukan kekafiran. (Tafsir Yahya bin
Salam 1/176)

FirmanNya: "Atau memaksa kalian kembali kepada agama


mereka" berkata: atau mengembalikan kalian kedalam agama
mereka, sehingga kalian menjadi kafir disebabkan menyembah
berhala. "niscaya kalian tidak akan beruntung selama-lamanya",
berkata: niscaya kalian tidak akan menemukan keberuntungan
yaitu tetap kekal selamanya di surga, "jika demikian" yakni jika
kalian kembali kedalam millah mereka, "selamanya" sepanjang
hidup kalian. (Tafsir At-Thabari 15/215)

Sisi pendalilan: Allah Jalla Tsanauhu meniadakan keberuntungan


untuk ahli kahfi jika mereka kembali kedalam agama kekafiran,
dan kelemahan mereka tidak Allah jadikan sebagai penghalang
dari hal itu.

Ketahuilah, semoga kami dan juga anda diberi petunjuk oleh Allah
kepada Al haq dan teguh diatasnya, orang yang meneliti kejadian
yang menimpa umat ini dari sejak zaman Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam akan menemukan bahwa umat ini
telah melalui berbagai fase, dahulu umat ini mengalami masa-
masa kelemahan dan pemaksaan yang lebih parah dari
kelemahan yang sekarang kita rasakan, tapi apakah Nabi
membolehkan para shahabatnya untuk melakukan kesyirikan
atau menyuruh mereka untuk berhijrah meninggalkan negeri,
harta dan rumah?! Apakah para ulama memberikan rukhshah
kepada orang awam untuk mengatakan Al Qur'an makhluk
dengan alasan istidl'af (lemah)?! Apakah mereka memberi
rukhshah untuk masuk didalam ketaatan kepada Tatar dan

88
mongol saat mereka menguasai berbagai negeri dan
mengendalikan leher para hamba...apakah...apakah....

Renungkan dan pahamilah wahai saudara seislam, bahwa apa


yang dilakukan oleh mereka yang membolehkan pemilihan
demokrasi syirik kontemporer dengan alasan dlorurot sebenarnya
mereka membolehkannya agar kita lemah, maka terjatuhlah
mayoritas umat yang lemah ini kedalam kesyirikan, baik ulama
yang mengetahui hakikatnya maupun orang jahilnya statusnya
sama, mereka kacaukan agama mereka yang awam dan mereka
lempari orang awam dengan tipuan iblis yang menjijikan.

89
MENGHAPUS TIPUAN SYUBHAT PARA ANTEK IBLIS

Syubhat Iblis 1

Mereka mengklaim bahwa mereka masuk kedalam pemilihan


demokrasi dan mengambil bahaya yang paling ringan tujuannya
untuk mendirikan negara islam dan menerapkan syari'at islam.

Bantahan:

Dalam hadits Ibnu Abbas radliyallahu anhuma dalam kisah Raja


Hiraqla (heraklius kaisar romawi) tatkala Abu Sufyan
mengabarkan sifat-sifat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
kepadanya saat surat yang dikirim Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam sampai kepada Hiraqla melalui jalan pembesar Bushra,
ketika surat itu dibacanya maka dia berkata: "ini dia raja umat ini
telah muncul", lalu dia menulis surat untuk kawannya dalam
bahasa romawi, kawannya ini sepadan dengannya dalam bidang
ilmu, lalu Hiraqla melakukan perjalanan ke Himsh, belum lama dia
sampai di Himsh lalu sampailah surat kawannya ini disana yang
isinya sependapat dengan Hiraqla tentang telah keluarnya Nabi
shallallahu alaihi wasallam dan bahwa dia itu benar-benar nabi,
lalu Hiraqla mengundang para pembesar Romawi ke istananya di
Himsh, setelah semuanya masuk dia menyuruh para penjaga
untuk mengunci pintu-pintunya; lalu Kaisar Ramawi menyeru
para pembesar Romawi dan mengumpulkan mereka di
rumahnya. Ia berseru; Wahai bangsa Ruum, Apakah kalian mau
menang dan jaya selama-lamanya? Dan kerajaan kalian tetap
langgeng? Lalu mereka berontak dengan marah dan melempari
pintu, tapi mereka dapati pintunya telah dikunci. Lalu Kaisar

90
berkata; Sesungguhnya aku hanya ingin menguji kalian apakah
kalian masih mencintai agama kalian atau tidak, dan sungguh aku
telah melihat kalian dalam keadaan yang aku sukai. Lalu
merekapun bersujud dan ridla atas ungkapan kaisar. (HR. Bukhari
no.4188 bab surat ali imron ayat 64)

Sisi pendalilan: Kaisar Hiroqla walaupun dia seorang raja tapi dia
tidak mampu memaksa kaumnya untuk masuk islam padahal dia
memegang tampuk kekuasaan. Begitu pula Raja Najasyi, dia
masuk islam dan turun beberapa ayat tentangnya diantaranya
adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
ِ ‫ع َرفُواْ ِمنَ ۡٱل َح‬
‫ق‬ َ ‫يض ِمنَ ٱلدَّمۡ ِع ِم َّما‬ ُ ‫سو ِل تَ َر ٰ ٰٓى أَ ۡعيُنَ ُه ۡم تَ ِف‬
ُ ‫ٱلر‬ ِ ُ ‫س ِمعُواْ َما ٰٓ أ‬
َّ ‫نز َل ِإلَى‬ َ ‫َو ِإذَا‬
َّ ٰ ‫يَقُولُونَ َربَّنَا ٰٓ َءا َمنَّا فَ ۡٱكت ُ ۡبنَا َم َع ٱل‬
َ‫ش ِهدِين‬
"Dan apabila mereka mendengarkan apa (Al-Qur'an) yang
diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka
mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka
ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata, "Ya
Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-
orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian
Muhammad)."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 83)
Sebagaimana sebab turunnya ayat ini disebutkan dalam musnad
yang shahih, ketika dia wafat tidak ada seorangpun yang
menshalatinya, Nabi shallallahu alaihi wasallam yang kemudian
menshalatinya.
ْ َ‫سلَّ َم ِإلَى أ‬
‫ص َحابِ ِه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫ع ْنهُ قَا َل نَ َعى النَّب‬
َ ‫ّٰللا‬
ُ َّ ‫ي‬ ِ ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرةَ َر‬
َ ‫ض‬ َ
‫صفُّوا خ َْلفَهُ فَ َكب ََّر أَ ْربَعًا‬َ َ‫ي ث ُ َّم تَقَد ََّم ف‬
َّ ‫النَّ َجا ِش‬
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan k
epada kami Yazid bin Zurai' telah menceritakan kepada kami Ma'

91
mar dari Az Zuhriy dari Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu b
erkata,: “Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengumumkan
kematian An-Najasyi, kemudian Beliau maju dan para shahabat
membuat barisan di belakang beliau, Beliau lalu takbir empat
kali. (HR. Bukhari)

Sisi pendalilan: An-Najasyi walaupun dia kepala pemerintah dan


menyembunyikan keislamannya namun beliau tidak mampu
memasukan rakyatnya kedalam islam dan menerapkan hukum-
hukum yang sampai padanya, maka dimana kalian dari hal itu?!
Sedangkan hal pertama tatkala kalian mendapatkan jabatan
adalah kalian harus bersumpah untuk setia dan menghormati
undang-undang berhala dan menerapkannya, lalu dimana kalian
dari penerapan syari'at islam?! Kalian dan orang-orang yang
memberi arahan kepada kalian tidak lain adalah para kacung iblis
yang membuat rancu agama dan aqidah manusia dan
memasukan mereka kedalam kesyirikan seorang demi seorang
juga kelompok demi kelompok, Allah mengingkari adanya
hubungan antara jalan setan dan jalan-Nya dan melarang
menjadikan kesyirikan sebagai jalan untuk tauhid sebab tauhid
dan syirik adalah dua hal yang berlawanan yang tidak mungkin
keduanya bisa bersatu dan tidak mungkin keduanya hilang
bersamaan, jika salah satunya ada maka yang lainnya pasti tidak
ada.

Diantara syubhat yang tersebar ditengah manusia adalah hal ini:


kenapa dahulu kaum muslimin dibolehkan berhijrah dari negeri
kafir yang disana terdapat fitnah (Makah) ke negeri kafir yang
aman (Habsyah) dan tinggal disana padahal diketahui disana
diperintah dengan hukum yang tidak Allah turunkan dan

92
pemimpin negeri itu termasuk t09hut, tapi kaum muslimin telah
berhijrah ke Habasyah diawal masa pertumbuhan islam?!

Mereka mengatakan: "Apa bedanya menurut kalian antara orang


muslim yang berhijrah ke negeri kafir untuk hidup dibawah
pemerintahannya demi meringankan bahaya yang menimpa si
muslim di negerinya sendiri dan antara memilih orang kafir yang
bahayanya lebih ringan daripada yang lain untuk berkuasa dan
hidup dibawah pemerintahannya?!

Maka kami jawab: Allah lah pelindung kami dan sebaik-baiknya


penolong, syubhat ini sangat menyimpang dan juga aneh, dalam
agama Allah ini kita mengetahui bahwa hukum itu ada dua,
pertama; hukum kauni qadari (hukum alam yang sudah
ditentukan), kedua; hukum syar'i diini (hukum syari'at agama
islam), sedangkan adanya perintah Allah untuk dilakukan atau
ditinggalkan tempatnya dalam hukum syari'at agama, bukan
dalam hukum alam.

Adapun hukum yang pertama yaitu hukum kauni qadari (hukum


alam yang Allah tentukan) yaitu hukum yang terkait dengan
pengaturan dan penciptaan Allah yang pasti terjadi dan itu bukan
kepastian bahwa apa yang Allah ciptakan dan takdirkan berarti
Allah meridloi dan mencintainya, hukum ini mencakup kebaikan
dan keburukan sehingga hukum syari'at agama pun masuk
kedalam hukum ini, seperti firman Allah:
‫ب ِل ُح ۡك ِم ِهۦ َو ُه َو‬ َّ ‫ص َها ِم ۡن أَ ۡط َرا ِف َها َو‬
َ ‫ٱلِلُ َي ۡح ُك ُم ََّل ُم َع ِق‬ َ ‫أَ َولَ ۡم َي َر ۡواْ أَنَّا ن َۡأ ِتي ۡٱۡل َ ۡر‬
ُ ُ‫ض نَنق‬
‫ب‬
ِ ‫سا‬ َ ‫س ِري ُع ۡٱل ِح‬
َ
"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi
daerah-daerah (orang yang ingkar kepada Allah), lalu Kami
93
kurangi (daerah-daerah) itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-
tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya),
tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; Dia Maha Cepat
perhitungan-Nya."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 41)

Juga firman Allah:


ِ َ‫علَ ٰى َما ت‬
َ‫صفُون‬ ُ ‫ٱلر ۡح ٰ َم ُن ۡٱل ُم ۡستَ َع‬
َ ‫ان‬ ِ ‫ٱح ُكم بِ ۡٱل َح‬
َّ ‫ق َو َربُّنَا‬ ۡ ‫ب‬ِ ‫ٰقَ َل َر‬
"Dia (Muhammad) berkata, "Ya Tuhanku, berilah keputusan
dengan adil. Dan Tuhan kami Maha Pengasih, tempat memohon
segala pertolongan atas semua yang kamu katakan.""
(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 112)

Juga firman Allah:


ُ ‫ِإنَّ َما قَ ۡولُنَا ِلش َۡيء ِإذَآٰ أَ َر ۡد ٰنَهُ أَن نَّقُو َل لَهُۥ ُكن فَ َي ُك‬
‫ون‬
"Sesungguhnya firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah!"
Maka jadilah sesuatu itu."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 40)

Adapun hukum yang kedua yaitu hukum syar'i diini inilah tempat
diperintahnya orang-orang mukallaf, sebab ini merupakan hukum
yang terkait dengan uluhiyyah Allah (ketuhanan Allah) dan
syari'atnya, hukum ini kadang terjadi kadang juga tidak terjadi,
hukum ini secara khusus semuanya mengandung kebaikan dan
hukum ini pasti dicintai dan diridloi Allah, seperti firman Allah:
‫س ُن ِإ َّن َرب ََّك ُه َو‬ َ ‫ي أَ ۡح‬ ‫ه‬
ِ ‫ي‬ ‫ت‬
ِ َّ ‫ٱل‬ ‫ب‬
ِ ‫م‬‫ه‬ُ ۡ ‫سنَ ِة َو ٰ َجد‬
‫ِل‬ َ ‫ح‬
َ ۡ ‫ظ ِة‬
‫ٱل‬ َ ‫ع‬
ِ ‫و‬ۡ ‫م‬
َ ۡ ‫س ِبي ِل َر ِب َك ِب ۡٱل ِح ۡك َم ِة َو‬
‫ٱل‬ َ ‫ۡٱدعُ ِإلَ ٰى‬
َ
َ‫س ِبي ِل ِهۦ َو ُه َو أَ ۡعلَ ُم ِب ۡٱل ُمهۡ تَدِين‬
َ ‫عن‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫أَ ۡعلَ ُم ِب َمن‬

94
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 125)

Juga firman Allah:


َّ ٰ ‫علَى‬
َ‫ٱلظ ِل ِمين‬ ُ ‫ين ِ َّلِلِ فَإِ ِن ٱنتَ َه ۡواْ فَ َل‬
َ ‫ع ۡد ٰ َونَ ِإ ََّّل‬ ِ َ‫َة َو َي ُكون‬ٞ ‫َو ٰقَتِلُو ُه ۡم َحتَّ ٰى ََّل تَ ُكونَ فِ ۡتن‬
ُ ‫ٱلد‬
"Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan
agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak
ada (lagi) permusuhan kecuali terhadap orang-orang zalim."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 193)

Juga firman Allah:


‫ض َما ٰٓ أَنزَ َل‬ِ ۡ‫عن بَع‬ َ ‫وك‬ َ ُ‫ٱحذَ ۡر ُه ۡم أَن يَ ۡفتِن‬
ۡ ‫ٱلِلُ َو ََّل تَتَّبِ ۡع أَ ۡه َوآٰ َء ُه ۡم َو‬
َّ ‫ٱح ُكم بَ ۡينَ ُهم بِ َما ٰٓ أَنزَ َل‬
ۡ ‫َوأَ ِن‬
‫اس‬ ً ِ‫ض ذُنُوبِ ِه ۡم َو ِإ َّن َكث‬
ِ َّ‫يرا ِمنَ ٱلن‬ ِ ۡ‫صيبَ ُهم بِبَع‬ ِ ُ‫ٱلِلُ أَن ي‬ ۡ َ‫ٱلِلُ ِإلَ ۡي َك فَإِن تَ َولَّ ۡواْ ف‬
َّ ‫ٱعلَ ۡم أَنَّ َما يُ ِري ُد‬ َّ
َ‫لَ ٰفَ ِسقُون‬
"Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau
mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka,
jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian
apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling
(dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada
mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh,
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 49)

95
Allah telah memerintahkan kita untuk berdakwah, berhijrah,
berperang dan berhukum dengan syari'atNya dan tidak
memerintahkan kita untuk menjadikan para pembuat hukum
sebagai andad (tandingan-tandingan) Allah, disamping Allah
Ta'ala juga membolehkan kita hidup ditengah orang-orang kafir
dan dibawah kekuasaan mereka karena kelemahan kita dan
keberadaan dan keberkuasaan mereka ditakdirkan atas kita.

Ketahuilah wahai saudara sunniku, semoga Allah merahmatimu,


seorang hamba itu dikhithabi dengan ketentuan syar'i yaitu
menjauhi syirik berikut turunannya dan melaksanakan tauhid dan
turunannya, dia tidak diperintah dengan sesuatu yang ditentukan
Allah secara alami berupa adanya kekafiran dan banyaknya
jumlah mereka, keberkuasaan mereka atas berbagai negeri dan
leher para hamba.

Allah telah memerintahkan untuk mendakwahi penganut


kesyirikan agar bertauhid denga melalui perkataan dan
peperangan ketika mampu, begitu juga Allah telah
memerintahkan untuk berhijrah ketika orang-orang kafir
mendominasi atas agama tauhid sampai kaum muslimin mampu
menampakan agama mereka.

Hijrah ini jjug hanya Allah wajibkan kepada mereka yang mampu
dan dimaafkan dari mereka yang lemah, hijrah ini amalan yang
disyari'atkan, maka tidak ada jalan untuk mengqiyaskannya
dengan pemilihan demokrasi yang syirik, sebab orang yang
berhijrah tidak berpartisipasi dalam mengangkat penguasa kafir
atau menerima hukumnya setelah mengetahui kekafirannya
sebagaimana kondisi para pemilih demokrasi yang memilih

96
dengan berdasarkan fatwa para bul'am padahal dia mengetahui
hakikat pemilihan dan berusaha memilih para toghut itu, padahal
Allah telah memerintahkan untuk menjauhi to9hut, bukan malah
mengangkatnya untuk berkuasa dan menjadikan dirinya sebagi
fir'aun yang berseru ditengah manusia "akulah Rabb kalian yang
paling tinggi".

Imam Syafi'i memiliki ucapan yang sangat bagus, renungkanlah,


sampai kamu mengerti perbedaan dua kondisi ini:

Berkata Asy-syafi'i: “Jika kita mengembalikan mereka (kafir


dzimmi) ke penguasa mereka maka pengembalian kita bukan
termasuk yang menjadikan mereka sebagai musyrik, tapi
melindungi mereka dari berbagai kesulitan, berkata Asy-Syafi'i:
“Aku tanyakan pada sebagian orang yang mengatakan pendapat
ini: "bagaimana pendapatmu jika mereka diserang musuh,
mereka ditawan dan dilarang dari kesyirikan, minum khamar dan
makan daging babi apakah aku berkewajiban menyelamatkan
mereka jika aku mampu melindungi mereka?!" Dia menjawab:
"iya," aku bertanya: " jika ada yang mengatakan, jika kamu
selamatkan mereka dan mereka kembali aman maka mereka
akan kembali musyrik, minum khamar dan makan daging babi,
jadi kamu jangan selamatkan mereka sebab kamu akan ikut serta
dengan mereka dalam dosa-dosa itu, apa jawabanmu?!" Dia
menjawab: “jawabannya kami katakan: "saya selamatkan mereka
karena dzimmah mereka", jika ditanyakan: “dzimmah macam apa
yang mengharuskanmu menyelamatkan mereka?! Apakah ada
dalilnya?!” Dia menjawab: "tidak ada dalilnya, tapi ini bisa
dimengerti, sebab jika kita biarkan mereka tinggal di negeri
muslimin maka kamu berkewajiban membela siapapun yang

97
tinggal di negeri kaum muslimin." Aku bertanya, jika saya
katakan: “saya membela apa yang menjadi hak kaum muslimin,
adapun orang kafir tidak," dia menjawab: "jika selain kaum
muslimin yang tinggal disana kamu jadikan aman maka kamu juga
harus membela mereka," aku bertanya: “keadaan mereka apakah
sama dengan keadaan muslimin?!” Dia menjawab: "tidak", aku
bertanya: “lalu bagaimana kamu menganggap harus membela
mereka padahal keadaan mereka berbeda dengan keadaan
muslimin?! Mereka itu walaupun sama-sama tinggal di negeri
islam tapi berbeda dalam apa yang menjadi keharusan mereka
kepada kaum muslimin!
Berkata Asy-Syafi'i: “Walaupun boleh bagi kita berperang demi
membela mereka dan menyelamatkan individu mereka jika
ditawan, sedang kita mengetahui kesyirikan yang mereka anut,
tapi mengembalikan mereka ke penguasa mereka lebih ringan
dan lebih utama bagi kita, walaupun penguasa mereka
memutuskan dengan hukum yang kita tidak mengetahuinya,
Allahu a'lam.” (kitab Al Umm 6/152)

Syubhat Iblis 2

Seseorang pergi untuk memilih Mursi, saya tanyakan kepadanya,


kenapa kamu melakukan itu?! Dia menjawab: "Mursi itu t09hut,
saya tahu dia akan memerintah dengan undang-undang buatan,
tapi saya memilihnya demi meringankan bahaya, saya kafir
terhadap undang-undang buatan dan saya berlepas diri kepada
Allah dari itu dan juga darinya, tapi keberkuasaan Mursi lebih
ringan bagi kaum muslimin daripada berkuasanya As-Sisi, saya
tidak memilihnya agar dia memerintah dengan undang-undang

98
buatan, tapi untuk menolak keburukan As-Sisi!.” Apakah orang
yang mencoblos ini kafir atau muslim?!

Pengantar sebelum menjawab syubhat yang membinasakan ini:

Sudah maklum bagi thalibul ilmi bahwa sekedar ikut serta dalam
pemilihan saja bukanlah kekafiran yang jelas, sebab terkadang
pelakunya tidak mengetahui keadaan pemilihan (jahil hal),
pemilihan demokrasi termasuk kedalam kekafiran yang bersifat
lazim atau ma'al (konsekuensi) atau kekufuran yang sifatnya
perantara (wasail), rangkaian yang dilemparkan kedalam syubhat
ini adalah istilah-istilah yang dihias indah untuk menipu orang
awam.

Orang yang mengatakan ini tidak mendatangi kami untuk


membicarakan pokok permasalahan dalam melakukan pemilihan,
penganut pendapat ini sengaja ikut serta dalam pemilihan
demokrasi kontemporer dan hasilnya pun jelas yaitu memilih
pembuat hukum selain Allah, atau penguasa t09hut yang akan
memaksa manusia untuk tunduk pada undang-undang berhala
dan agama demokrasi yang sekuler, mereka loyal kepada para
penyembah salib, mereka bergabung dibawah kekuasaan bangsa-
bangsa atheis, mereka ridlo dengan hukum dan undang-undang
mereka seperti undang-undang kebebasan beragama, hak asasi
manusia, persamaan derajat dan sebagainya.

Komentar:
Jahil hal (tidak mengetahui keadaan) adalah tidak mengetahui
ucapan atau tindakan sebenarnya, bukan tidak mengetahui
hukumnya (jahil hukum).

99
Orang yang tidak mengetahui kondisi sebenarnya (jahil hal) dalam
pandangan peradilan syar’i maka dia diudzur dengan sebab
ketidak tahuanya itu, itu pun jika sudah jelas berdasarkan
berbagai indikasi (qarinah) bahwa dia benar-benar tidak
mengetahui hakikat apa yang dia lakukan, jahil hal ini kadang
ada pada sebagian pemilih, adapun kandidat calon yang dipilih
dia itu t09hut, sama saja baik kepala daerah atau anggota
legislatif atau presiden, sebab mereka menjadikan dirinya sebagai
tandingan Allah dalam hal tasyri' (pembuatan undang-undang).

Peserta pemilih yang jahil hal juga DIHUKUMI KAFIR bagi orang
yang tidak mengetahui kondisinya, sebab dia telah menampakan
pekerjaan kekafiran, dan jahil hal sendiri merupakan urusan batin
yang tidak mungkin diketahui kecuali setelah orangnya ditangkap
dan dimintai penjelasan, maka bagi orang yang ikut pemilihan
demokrasi jangan mencela kecuali kepada dirinya sendiri, dia
sendiri yang mengendalikan dirinya dan menyampaikannya
kedalam kebinasaan.

Jahil hukum adalah pelakunya mengetahui hakikat apa yang dia


lakukan tapi dia tidak mengetahui apa yang dilakukannya itu
hukumnya kekafiran, kemurtadan atau apa?!
Orang yang tidak mengetahui haramnya syirik dia tidak
mengetahui islam sama sekali, orang yang ikut pemilihan
demokrasi dan tidak mengetahui bahwa ikut dalam pemilihan
demokrasi itu kekafiran maka dia murtad, sebab hatinya kosong
dari ilmu yang akan melindunginya dari merusak Ashlul Imannya
yang wajib, yang tidak ada udzur bagi siapapun untuk tidak
mengetahuinya, sebab walaupun dia tidak mengetahui hukum
ppemil, dia sendiri telah membatalkan makna Laa ilaaha illallah

100
dengan melakukan kesyirikan yaitu melakukan pemilu demokrasi
dan mengangkat tandingan bagi Allah.

Sungguh Allah ‫ﷻ‬telah menetapkan dalam Al qur'an melalui lisan


RasulNya ‫ﷺ‬bahwa orang yang membantu dalam hal ma'ruf dan
kebaikan maka dia sama hukumnya dalam pelaku kebaikan, dan
orang yang membantu dalam hal munkar dan kejahatan maka dia
hukumnya sama dengan pelaku kejahatan tersebut, Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ ‫احبَ ُه ۡم فَتَ َعا‬
‫ط ٰى فَ َعقَ َر‬ ِ ‫ص‬َ ْ‫فَنَا َد ۡوا‬
"Maka mereka memanggil kawannya, lalu dia menangkap (unta
itu) dan memotongnya."
(QS. Al-Qamar 54: Ayat 29)

Orang yang menyembelih unta Nabi Shalih hanya satu orang, tapi
karena kaumnya membantunya dalam melakukan tindakan buruk
dan keji ini juga mereka menyetujuinya, maka Allah samakan
semuanya dalam sebutan "penyembelih unta" dan Allah
menghukum mereka semuanya, kecuali orang yang beriman
kepada Nabi Shalih, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ ‫فَ َكذَّبُوهُ فَ َعقَ ُروهَا فَ َدمۡ َد َم‬
َ َ‫ع َل ۡي ِه ۡم َربُّ ُهم ِبذَن ِب ِه ۡم ف‬
‫س َّو ٰٮ َها‬
"Namun mereka mendustakannya dan merekapun
menyembelihnya, karena itu Rabb mereka membinasakan
mereka karena dosanya, lalu diratakan-Nya (dengan tanah)."
(QS. Asy-Syams 91: Ayat 14)

Ini merupakan dalil bahwa orang yang membantu kemunkaran


dan yang mengajak kepada kemunkaran hukumnya sama dengan
pelaku kemunkaran, atas dasar inilah muncul qaidah fiqih yang
berbunyi:
101
‫الر ْد ُء لَهٗ ُح ْك ُم ْال ُم َبا ِش ُر‬
ِ
Artinya: pembantu hukumnya sama dengan pelaku.
Kami ingin bertanya kepada mereka yang membolehkan ikut
pemilihan demokrasi dengan alasan di atas, apakah orang muslim
yang tinggal di negeri kafir jika dia tidak berbai'at kepada
penguasa negeri kafirnya ini apakah ketika mereka mati mereka
mati diatas jahiliyyah?!

Jika jawabannya "tidak" yang artinya kaum muslimin yang ada di


bawah penguasa kafir itu tidak diwajibkan berbai'at kepada
Netanyahu, Biden, Ruhani atau Mursi baik di masa lalu atau
zaman sekarang, maka dalam hal ini tidak ada illat (alasan) untuk
membedakan antara darul kufr asli atau daarul kufr thari, sebab
mereka mengkaitkan kebolehan ikut pemilihan demokrasi
beralasan dengan illat untuk "menolak bahaya" yang dibangun
diatas perbedaan status negeri, ini termasuk kebatilan yang
paling batil. Saya tidak tahu diatas millah apa orang yang
berfatwa demikian sebab kekufuran itu tetaplah kekufuran,
pekerjaan yang bersifat kekafiran tetap menjadikan pelakunya
divonis kafir, baik dilakukan di negeri manapun atau kapanpun
zamannya, tetap pelakunya dihukumi kafir selama tidak ada
penghalang untuk dikafirkan, sedangkan membantu mengangkat
penguasa kafir yang akan memberlakukan hukum syirik atas
kaum muslimin dengan kemauan sendiri maka ini termasuk
membantu kesyirikan, sedangkan status pembantu atau penolong
itu hukumnya sama dengan pelaku langsung, perbedaannya
hanya terletak dalam masalah antara kita dipaksa dengan
keberkuasaan mereka karena kita lemah dan antara kita
membantunya dengan kemauan sendiri tanpa dipaksa karena
patuh, siapa yang tidak membedakan antara dua kondisi ini maka
102
demi Allah ini termasuk hujjah para iblis dalam membuat rancu
urusan agama kaum muslimin dan termasuk menyia-nyiakan
amanat Allah.

Dalam pemilihan demokrasi, para pemilih ini menjadi perantara


yang menyampaikan kepada tujuan pelaku utama kekafirannya
yaitu para kandidat calon, sedangkan perantara itu hukumnya
tergantung tujuannya sebagaimana ditetapkan dalam kaidah
fiqih, maka jelaslah tanpa keraguan sedikitpun betapa besarnya
bahaya yang mereka lakukan berupa mendorong para hamba
melakukan kesyirikan dan menjerumuskan mereka kedalamnya
baik individu maupun berkelompok.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ٱلِلِ ِم ۡن أَ ۡو ِليَا ٰٓ َء ث ُ َّم ََّل‬ ِ ‫ار َو َما لَ ُكم ِمن د‬
َّ ‫ُون‬ ُ َّ‫س ُك ُم ٱلن‬ َ َ‫َو ََّل تَ ۡر َكنُ ٰٓواْ ِإلَى ٱلَّذِين‬
َّ ‫ظلَ ُمواْ فَتَ َم‬
َ‫ص ُرون‬ َ ‫تُن‬
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak
mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu
tidak akan diberi pertolongan."
(QS. Hud 11: Ayat 113)

Ketika kita memperhatikan pemilihan demokrasi, kita dapati


orang yang memilih itu hakikatnya mereka itu mengangkat t09hut
yang dia pilih, seperti Mursi dan As-Sisi, keduanya ini tidak ada
bedanya dari sisi hukum yang akan mereka jalankan saat
berkuasa kelak, yang mana mereka akan menjalankan
pemerintahan berdasarkan hukum undang-undang buatan yang
syirik yang akan memperbudak manusia kepada selain
penciptanya subhanahu wa ta'ala, ini adalah kerusakan terbesar

103
secara mutlak yang tidak ada lagi kerusakan lagi setelahnya, dan
menolak kerusakan ini merupakan kewajiban yang paling wajib.

Siapa yang membantu mereka (para t09hut) dengan cara memilih


mereka maka status pemilih ini sama dengan yang dipilihnya,
sebab dia adalah pembantu kemunkaran dan kekafiran, si pemilih
ini sama kafirnya dengan para t09hut itu.

Adapun klaim si pemilih bahwa bahwa t09hut Mursi ini lebih


ringan bahayanya daripada t09hut As-Sisi, oleh sebab itu dia akan
memilih Mursi demi menolak kerusakan dan bahaya As-Sisi, ini
demi Allah termasuk tipu daya iblis yang menghiasi kesyirikan
untuk manusia dengan gambaran sangat indah seolah-olah dia itu
sangat memperdulikan kaum muslimin, sebagaimana dahulu
telah dilakukan oleh moyangnya yaitu iblis yang menjadikan
pohon larangan digambarkan sebagai pohon kekekalan dan
kerajaan yang abadi.

Maka demi Allah jawablah oleh kalian, kerusakan apa yang paling
besar dalam agama Allah yang paling wajib ditolak dan dijauhi?!
Bukankan menyekutukan Allah dan mengkufurinya merupakan
kerusakan terbesar dalam agama Allah secara mutlak?! Bukankah
menolak kesyirikan dan kekufuran dari manusia dan negeri
merupakan tingkatan jihad tertinggi yang mana nyawa dan harta
dikerahkan demi menolak kerusakan ini dan meraih kebalikan
dari kesyirikan ini yakni mentauhidkan Allah dan
mengibadatiNya?!

Jangan sampai orang-orang yang terfitnah ini berhasil menipu


kalian yang mana mereka mengatakan bahwa “Kemenangan

104
salah satu kandidat pasti terjadi, tidak bisa tidak, sedangkan vonis
syiriknya kandidat itu telah pasti baik kita memilihnya atau tidak
memilihnya, tapi jika kita memilih bahaya yang paling ringan dari
kandidat itu maka itu lebih bermanfaat bagi kita sepanjang antara
kita ikut memilih dan tidak ikut memilih hasilnya tetap sama.”

Maka kita jawab: wahai hamba Allah yang muslim, anda itu
diperintah untuk bertauhid, menjauhi syirik dan memeranginya
tatkala mampu, untuk tujuan inilah anda diciptakan, anda tidak
dituntut untuk meniadakan kesyirikan, kekufuran, keburukan dan
kebatilan dari realita secara keseluruhan.

Lalu kita katakan: bagaimana bisa dibenarkan seseorang


melakukan kerusakan terbesar yaitu dengan ikut memilih t09hut
dengan alasan demi menolak kejahatan mereka kepada kaum
muslimin dari segi agama, darah, harta, rizqi dan kehormatan
mereka dalam urusan maslahat dunia tanpa ada maslahat tauhid
dan menolak kesyirikan? Keduanya toh sama-sama t09hut dan
sama-sama akan menjalankan pemerintahannya dengan undang-
undang buatan yang sama!

Ini termasuk kesesatan, kebatilan dan hiasan setan dari kalangan


manusia dan jin dalam memperindah kesyirikan dengan alasan
lemah, terbantah dan batal secara syari'at, maka dalam Diinullah
tidak perbolehkan melakukan kekafiran yang jelas dan kesyirikan
yang terang kecuali dalam kondisi ikroh mulji' sebagaimana
diterangkan di dalam kitabullah.

Mereka para pemilih yang terjatuh kedalam kesyirikan dengan

105
hujjah yang rapuh lagi cacat itu dibenarkan oleh firman Allah
berikut:
َ ‫قُ ۡل ه َۡل نُن َِبئ ُ ُكم ِب ۡٱۡل َ ۡخ‬
‫س ِرينَ أَ ۡع ٰ َم ًل‬
"Katakanlah (Muhammad), "Apakah perlu Kami beri tahukan
kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?"
َ ‫سعۡ يُ ُه ۡم فِي ۡٱل َح ٰ َيوةِ ٱلد ُّۡن َيا َو ُه ۡم َي ۡح‬
ُ َ‫سبُونَ أَنَّ ُه ۡم يُ ۡح ِسنُون‬
‫ص ۡن ًعا‬ َ َ‫ٱلَّذِين‬
َ ‫ض َّل‬
"(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia,
sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya."
ٰٓ
‫ط ۡت أَ ۡع ٰ َملُ ُه ۡم فَ َل نُ ِقي ُم لَ ُه ۡم َي ۡو َم ۡٱل ِق ٰ َي َم ِة َو ۡزنًا‬ ِ ‫أ ُ ْو ٰلَئِ َك ٱلَّذِينَ َكفَ ُرواْ ِبئَا ٰ َي‬
َ ‫ت َر ِب ِه ۡم َو ِلقَآٰئِ ِهۦ فَ َح ِب‬
"Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan
mereka dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya.
Maka sia-sia amal mereka, dan Kami tidak memberikan
penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat."
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 103-105)

Siapa yang ingin menolak keburukan para t09hut itu maka harus
dengan metode syar'i yaitu dengan ber7ihad di jalan Allah dengan
tangan dan lisan, jika belum mampu maka hendaknya berhijrah
dari negeri mereka ke negeri islam atau ke negeri yang fitnahnya
terhadap agama kaum muslimin lebih ringan, sebagaimana para
shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam berhijrah dari Makah ke
Habasyah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ٰ
‫ُون‬ َ َّ‫ة فَإِي‬ٞ ‫ضي ٰ َو ِس َع‬
ۡ َ‫ي ف‬
ِ ‫ٱعبُد‬ ِ ‫ِي ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٰٓواْ ِإ َّن أَ ۡر‬
َ ‫ٰيَ ِعبَاد‬
"Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Sungguh, bumi-Ku luas,
maka sembahlah Aku (saja)."
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 56)

Ibnu Mundzir berkata: "Semua ulama yang dijadikan rujukan

106
telah sepakat bahwa orang kafir itu tidak memiliki kekuasaan atas
kaum muslimin dalam kondisi apapun." (Ahkamu Ahlidzimmah
2/787)

An-Nawawi berkata ketika menjelaskan hadits Ubadah bin


Shomith : kecuali kalian melihat kekufuran yang jelas, "Berkata
Qadli 'Iyadl: "ulama telah sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah
untuk orang kafir dan jika muncul kekufuran dari penguasa
muslim maka dia diturunkan dari jabatannya, begitu juga jika dia
tidak menegakan shalat dan tidak menyerukannya."" (Syarah
Shahih Muslim 6/315)

Berkata Ibnu Hazm: "Ulama sepakat bahwa kepemimpinan


(imamah) tidak sah untuk wanita, orang kafir dan anak kecil."
(Marotibul Ijma' hal.208) Ibnu Taimiyyah tidak mengoreksi ini
dalam kitab Naqd Marotibul Ijma’, ini menunjukan bahwa beliau
menyepakati hal ini.

Berkata Ibnu Hajar: "Imam dipecat disebabkan kekufuran


berdasarkan ijma', maka wajib atas setiap muslim melaksanakan
pemecatan itu, siapa yang mampu melaksanakannya maka dia
berhak mendapat pahala, siapa yang bermudahanah (menjilat)
maka dia mendapatkan dosa, siapa yang tidak mampu
melaksanakan pemecatannya maka dia wajib hijrah dari negeri
itu." (Fathul Barib13/123)

Metode syar'i untuk menolak kekufuran, kesyirikan dan


kerusakan bisa dilakukan baik dengan jihad atau dengan hijrah,
bukan dengan metode jahiliyah yang kufur lagi syirik, sebab
sesungguhnya Allah itu thayyib (baik), dia tidak menerima kecuali

107
yang baik. (HR. Muslim)

Syubhat Iblis 3

Mereka mengklaim bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam


membolehkan Muhamad bin Maslamah untuk mengucapkan
kekufuran, kemudian mereka berdalil dengan hadits lalu berkata:
"di hadits ini terdapat dalil bahwa qaidah "kondisi dlorurot
membolehkan yang dilarang" dipraktekan juga dalam tindakan
dan ucapan kekufuran sebagaimana dipraktekan dalam
kemaksiyatan."

Jawaban atas syubhat ini:

Pertama:
Hadits ini shahih diriwayatkan Bukhari dalam shahihnya dan
disebutkan dalam tiga tempat, pertama: bab dusta saat perang,
kedua: bab membunuh ahli harbi saat lengah, ketiga: bab
terbunuhnya Ka'ab bin Asyrof, begitu juga An-Nasai dalam
Sunannya no.8587 menempatkannya dibawah judul "bab
dirukhshohnya berdusta saat perang", Al Baihaqi dalam Sunan al
Kubro no.13280 menempatkannya dibawah judul: khianat mata
yang diharamkan selain tipudaya dalam perang.

Dalam riwayat Bukhari beliau berkata:


‫ّٰللا‬
ُ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
ِ ‫ّٰللا َر‬ َ َ‫س ِم ْعتُ َجا ِب َر بْن‬ َ ‫ع ْمرو‬ َ ‫ان قَا َل‬ ُ َ‫س ْفي‬ُ ‫ّٰللا َح َّدثَنَا‬ َ ‫ي ب ُْن‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
ُّ ‫ع ِل‬
َ َّ ‫ف فَإِنَّهُ قَ ْد آذَى‬
‫ّٰللا‬ ِ ‫سلَّ َم َم ْن ِل َك ْع‬
ِ ‫ب ب ِْن ْاۡل َ ْش َر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬ ُ ‫ع ْن ُه َما يَقُولُقَا َل َر‬
َ

108
‫ب أَ ْن أَ ْقتُلَهُ قَا َل نَ َع ْم قَا َل فَأْذَ ْن ِلي أَ ْن‬ ُّ ‫ّٰللا أَت ُ ِح‬
ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ام ُم َح َّم ُد ب ُْن َم ْسلَ َمةَ فَقَا َل يَا َر‬ َ َ‫سولَهُ فَق‬ُ ‫َو َر‬
َ ‫سأَلَنَا‬
‫ص َدقَةً َو ِإنَّهُ قَ ْد‬ َ ‫الر ُج َل قَ ْد‬ َّ ‫ش ْيئًا قَا َل قُ ْل فَأَتَاهُ ُم َح َّم ُد ب ُْن َم ْسلَ َمةَ فَقَا َل ِإ َّن َهذَا‬ َ ‫أَقُو َل‬
ُ‫عه‬ َ ‫ب أَ ْن نَ َد‬ ُّ ‫ّٰللا لَتَ َملُّنَّهُ قَا َل ِإنَّا قَ ْد اتَّبَ ْعنَاهُ فَ َل نُ ِح‬
ِ َّ ‫ضا َو‬ً ‫عنَّانَا َو ِإنِي قَ ْد أَتَ ْيت ُ َك أَ ْستَ ْس ِلفُ َك قَا َل َوأَ ْي‬
َ
‫ع ْمرو‬ َ ‫ير شَأْنُهُ َوقَ ْد أَ َر ْدنَا أَ ْن ت ُ ْس ِلفَنَا َو ْسقًا أَ ْو َو ْسقَ ْينِو َح َّدثَنَا‬ ُ ‫ص‬ ِ َ‫ش ْيء ي‬ َ ِ ‫ظ َر ِإلَى أَي‬ ُ ‫َحتَّى نَ ْن‬
...‫غي َْر َم َّرة فَلَ ْم يَ ْذ ُك ْر َو ْسقًا أَ ْو َو ْسقَي ِْن أَ ْو فَقُ ْلتُ لَهُ فِي ِه َو ْسقًا أَ ْو َو ْسقَي ِْن‬ َ
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah
menceritakan kepada kami Sufyan Amr berkata, aku mendengar
Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhuma berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapakah yang akan
membunuh Ka'b bin Asyraf yang telah durhaka kepada Allah dan
melukai Rasul-Nya?" Maka Muhammad bin Maslamah berdiri
dan berkata, "Wahai Rasulullah, sukakah anda jika aku yang akan
membunuhnya?" beliau menjawab: "Ya." Muhammad bin
Maslamah berkata, "Izinkan aku untuk mengatakan sesuatu."
Beliau bersabda: "Katakanlah." Setelah itu Maslamah
mendatangi Ka'b, lalu dia berkata, "Sesungguhnya laki-laki itu
(maksudnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam -pent) telah
meminta sedekah kepada kami padahal kami dalam keadaan
susah, oleh karena itu aku datang kepadamu untuk berhutang."
Ka'b berkata, "Dan juga -demi Allah- kalian akan bosan
kepadanya." Maslamah berkata, "Sesungguhnya kami telah
mengikutinya, dan kami tidak suka meninggalkannya hingga
kami mengetahui akhir kesudahannya, dan kami hendak
meminjam satu atau dua wasaq."
Berkata Ibnu Hajar: "yang nampak adalah apa yang mereka
katakan itu tidak ada sedikit pun unsur kebohongan, semua yang
mereka katakan hanya isyarat saja sebagaimana yang telah lalu,
tapi hal itu dijelaskan oleh ucapan Muhamad bin Maslamah
kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam pertama kali dengan
mengatakan: "izinkan aku untuk mengatakan," Nabi bersabda:

109
"katakanlah", ini masuk juga idzin untuk berbohong baik terang-
terangan ataupun isyarat, tambahan ini walaupun tidak
disebutkan dalam rangkaian hadits bab ini, tapi ini tetap
sebagaimana disebutkan dalam bab sesudahnya. (Fathul Bari
6/159)

Kedua:
Ayat firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
ِ ۡ ‫ٱلِل ِمن َبعۡ ِد ِإي ٰ َمنِ ِه ٰٓۦ ِإ ََّّل َم ۡن أ ُ ۡك ِر َه َوقَ ۡلبُهُۥ ُم ۡط َمئِ ُّن ِب‬
‫ٱْلي ٰ َم ِن‬ ِ َّ ‫َمن َكفَ َر ِب‬
"Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 106)

Ayat ini menunjukan bahwa adanya rukhsoh dalam mengatakan


atau melakukan kekafiran hanya terbatas dalam ikroh saja,
berdasarkan dalil dari mafhum pengecualian dalam ayat tersebut
(yaitu kata: “kecuali orang yang dipaksa, pent), kami telah
sebutkan bahwa sebab turunnya ayat itu terbatas pada kondisi
ikroh mulji, kami juga telah menyebutkan dalil-dalil lain yang
menunjukan bahwa tidak disyari'atkannya mengatakan atau
melakukan kesyirikan dan kekufuran demi maslahat atau dlorurot
yang tidak sampai pada kondisi ikroh mulji.

Tapi terdapat beberapa kondisi yang disana Nabi merukhsoh para


shahabatnya untuk menampakan persetujuan kepada penganut
kekafiran, diantara kondisi-kondisi ini adalah:
1. Kisah pembunuhan Ka'ab bin Ashrof oleh Muhamad bin
Maslamah.
2. Kisah Hajjaj bin 'Ilath yang mana dia meminta izin untuk pergi
110
ke makah sebelum musyrikin mengetahui keislamannya dan
menampakan kepada mereka apa yang mereka ridloi agar mereka
membantu mengembalikan hartanya.
3. Kisah Fairuz Ad-Dailami yang menampakan diri bahwa dia
pendukung Aswad al 'Ansi sehingga dia mampu membunuhnya.

Dengan menggabungkan berbagai rukhsoh dalam menampakan


kesepakatan terhadap orang kafir dan penunjukan ayat yang
telah lalu maka kami katakan:

1. Sesungguhnya semua kondisi yang disana Nabi memberikan


rukhsoh untuk menampakan kesepakatan dengan orang kafir
disana tidak ada sedikitpun dari melakukan atau mengucapkan
kekafiran, itu sama sekali tidak ada, baik dalam kisah Hajjaj bin
'Ilath maupun dalam kisah Fairuz Ad-Dailami jika kisahnya Shahih,
juga tidak ada dalam kisahnya Na'im bin Mas'ud, adapun dalam
kisah pembunuhan Muhamad bin Maslamah terhadap Ka'ab bin
Asyrof disana Muhamad bin Maslamah mengatakan:
"Sesungguhnya laki-laki itu (maksudnya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam -pent) telah meminta sedekah kepada kami padahal
kami dalam keadaan susah," ucapan ini mengandung banyak
kemungkinan (ihtimal), maksudnya bisa bermakna bahwa dalam
membayar zakat terdapat perasaan sungkan dalam hati yang
sifatnya tabi'at, atau kepayahan dan kesulitan dalam memerangi
bangsa arab.

Ibnu Batthal berkata: "Al Mahlab berkata: perkataan bohongnya


dalam hadits ini adalah ucapan Muhamad bin Maslamah:
"Sesungguhnya laki-laki itu (maksudnya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam -pent) telah meminta sedekah kepada kami padahal

111
kami dalam keadaan susah," ucapannya ini mengandung
kemungkinan untuk dita'wilkan oleh para pengikut Muhamad bin
Maslamah bahwa itu karena urusan dunia menurut pemahaman
Ka'ab bin Asyrof, bukan kebohongan murni, justru itu tauriyah
dan membelokan maksud ucapan, sebab disana dia menyiratkan
balasan yang mengikutinya kelak di akhirat dan menyebutkan
kelelahan dan kesulitan yang mereka rasakan di dunia, adapun
bohong yang sebenarnya adalah menceritakan sesuatu berbeda
dengan keadaan sebenarnya, jadi disana dia hanya merubah
dzohir ucapannya, adapun isi maknanya sesuai, dan dusta yang
sebenarnya itu sedikitpun tidak diperbolehkan dalam Diin ini."
(Syarah Shahih Bukhari 5/189)

Al Bukhari meriwayatkan dalam bab dusta saat perang:


‫ّٰللا‬
ُ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ّٰللا َر‬ ِ َّ ‫ع ْب ِد‬َ ‫ع ْن َجابِ ِر ب ِْن‬ َ ‫ع ْم ِرو ب ِْن دِينَار‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ان‬ ُ َ‫س ْفي‬ُ ‫س ِعيد َح َّدثَنَا‬ َ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ ب ُْن‬
َ َّ ‫ف فَإِنَّهُ قَ ْد آذَى‬
‫ّٰللا‬ ِ ‫سلَّ َم قَا َل َم ْن ِل َك ْع‬
ِ ‫ب ب ِْن ْاۡل َ ْش َر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ع ْن ُه َما أَ َّن النَّب‬
َ
‫ّٰللا قَا َل نَ َع ْم قَا َل فَأَتَاهُ فَقَا َل ِإ َّن َهذَا‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ب أَ ْن أَ ْقتُلَهُ يَا َر‬ ُّ ‫سولَهُ قَا َل ُم َح َّم ُد ب ُْن َم ْسلَ َمةَ أَت ُ ِح‬ ُ ‫َو َر‬
‫ّٰللا لَتَ َملُّنَّهُ قَا َل فَإِنَّا‬
ِ َّ ‫ضا َو‬ ً ‫ص َدقَةَ قَا َل َوأَ ْي‬َّ ‫سأَلَنَا ال‬
َ ‫عنَّانَا َو‬ َ ‫سلَّ َم قَ ْد‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫يَ ْعنِي النَّب‬
‫ير أَ ْم ُرهُ قَا َل فَلَ ْم يَزَ ْل يُ َك ِل ُمهُ َحتَّى‬ ُ ‫ص‬ ِ َ‫ظ َر ِإلَى َما ي‬ ُ ‫عهُ َحتَّى نَ ْن‬ َ ‫قَ ْد اتَّبَ ْعنَاهُ فَنَ ْك َرهُ أَ ْن نَ َد‬
ُ‫ا ْستَ ْم َكنَ ِم ْنهُ فَقَتَلَه‬
Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita ke
pada kami Sufyan dari 'Amru bin Dinar dari Jabir bin
'Abdullah radliallahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasall
am berkata "Siapa yang dapat menghadapi Ka'ab bin Al Asyrof
karena dia telah menyakiti Allah dan Rosul-Nya?". Muhammad
bin Maslamah berkata: "Apakah Baginda suka bila aku
membunuhnya, wahai Rasulullah?". Beliau menjawab: "Ya". Dia
berkata: "Maka aku mendatanginya lalu Ka'b berkata: "Orang ini,
maksudnya Nabi Shallallahu'alaihiwasallam telah meminta tolong
dan meminta shodaqoh kepada kita". Dia berkata: "Dan juga,

112
demi Allah, pasti kamu akan meninggalkannya". Kata
Muhammad,: "Sungguh kami telah mengikutinya dan kami tidak
mau bila meninggalkannya hingga kami melihat apa yang akan
terjadi dengan urusannya". Dia berkata: "Dia terus saja berkata-
kata hingga setelah ada kesempatan Muhammad membunuhnya.

Ibnul Munir berkata: "mungkin itu adalah ta'ridl (sindiran) sebab


ucapan mereka kata ‫عنَّانَا‬ َ artinya adalah menuntut kami dengan
berbagai perintah dan larangan, dan ucapan mereka lafadz ‫سأَلَنَا‬ َ ‫َو‬
َ‫ص َدقَة‬
َّ ‫ال‬artinya memintanya dari kami untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya, adapun ucapan mereka ُ‫عه‬ َ ‫ فَنَ ْك َرهُ أَ ْن نَ َد‬artinya
"meninggalkannya," sedangkan mereka tidak diragukan lagi
sangat mencintai dalam menyertai Nabi selamanya. (Fathul Bari
6/159)

Ucapan Al Bukhari "Bab berdusta dalam peperangan" disini ada


isyarat bahwa Nabi membolehkan Muhamad bin Maslamah
hanya untuk menipu saja, bukan dalam mengatakan kekafiran,
andaikan Al Bukhari berpendapat bahwa bahwa Nabi
merukhsohnya untuk mengatakan apapun sekehendaknya
walaupun itu kekafiran tentu beliau membuat babnya dengan
"bab rukhsoh mengatakan kekafiran dalam peperangan", sebab
beliau tidaklah membuat bab kecuali judul babnya menunjukan
kepada makna umum yang dikandung hadits, sebab pemahaman
Bukhari beliau letakan dalam judul babnya sebagaimana sudah
maklum.

Menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, menceritakan kepada


kami Ma'mar dia berkata, aku mendengar Tsabit menceritakan
tentang Anas, dia berkata: ketika Rasul shallallahu alaihi wasallam

113
menaklukan Khaibar, Hajjaj bin 'ilath berkata: "wahai Rasulallah,
di makah saya memiliki harta, disana juga saya punya keluarga,
sungguh saya ingin mendatangi mereka, masalah saya akan beres
jika saya mendapatkan izin dari anda untuk mengatakan sesuatu,
maka Rasul memberikan izin kepadanya untuk mengatakan apa
yang dia inginkan, lalu ketika datang ke Makah dia (Hajjaj)
mendatangi istrinya dan berkata: "kumpulkan apapun harta yang
ada padamu sebab aku hendak membeli harta ghanimah
Muhamad dan para shahabatnya, sebab mereka telah dikalahkan
dan harta mereka dirampas," Anas berkata: lalu perkataannya
tersebar dikalangan penduduk Makah sehingga kaum Muslimin
terbungkam dan kaum musyrikin bergembira dan bersukacita,
Anas berkata: berita itu sampai kepada Abbas, dia ingin berdiri
dan keluar tapi punggungnya terasa lemah tidak mampu berdiri."

Hadits ini diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya no.4530, Nasa'i


dalam sunannya no.8592 dan juga yang lainnya, dishahihkan Ibnu
Hibban no.4530 sebagaimana juga dishahihkan oleh Al
Mu'allimi dalam Atsar Al Mu'allimi 19/256.

Ibnu Taimiyyah berkata: "Contoh ini seperti perkataan yang


diizinkan Nabi kepada kelompok yang hendak membunuh Ka'ab
bin Asyrof untuk dikatakan, dan yang diizinkan Nabi kepada Hajjaj
bin 'ilath untuk dikatakan, semua tipu muslihat ini dibolehkan
sebab orang yang disakiti telah dibolehkan untuk melakukannya,
sedangkan memperdaya mereka adalah keta'atan kepada Allah
atau masalah yang dibolehkan. (Al fatawa Al Kubro 6/125)

Qadli 'Iyadl berkata: “Ucapan Muhamad bin Maslamah:


"Muhammad bin Maslamah berkata, "Izinkan aku untuk

114
mengatakan sesuatu." Beliau bersabda: "Katakanlah." Ini
merupakan dalil bolehnya ta'ridl (sindiran) karena dlorurot,
karena hukuman itu tergantung niat dan maksud, dan ucapannya
lafadz ‫عنانا‬arti dzohirnya adalah "melelahkan kami," sedangkan
arti bathinnya shohih, sebab payah dan lelah dalam ridlo Allah
ta'ala disyari'atkan dan berpahala, sedangkan jihad, shalat,
shodaqoh dan amal kebaikan lainnya merupakan kepayahan
yang terpuji dan meninggalkan amal taqorrub itu tercela.
(Ikmaalul Mu'allim 6/177)

Ibnu al-Qayyim berkata ketika meringkas jawaban para ulama


tentang kisah tersebut: "Manusia menganggap sulit hadits
pembunuhan Ka'ab bin Asyrof karena para shahabat meminta izin
kepada Nabi untuk mengatakan perkataan yang menghapus
keimanan dan Nabi telah memberi izin kepada mereka, maka
masalah ini dijawab dengan beberapa jawaban:
1. Paksaan untuk mengucapkan perkataan kekufuran tidak
menyebabkan pelakunya divonis kafir jika disertai tenangnya hati
dalam keimanan, sedangkan Ka'ab telah bersikap keras dan
berlebihan dalam mengganggu kaum muslimin, dia telah
memotivasi orang-orang musyrik untuk memerangi kaum
muslimin sehingga dengan membunuhnya merupakan
pembebasan kaum muslimin dari bahaya yang diakibatkannya,
lalu beralasan dengan dalil ikroh bahwa memaksa manusia untuk
mengatakan perkataan kufur sehingga mereka mengatakannya
karena terpaksa sehingga mereka lindungi diri mereka dengan
mengatakan perkataan kekafiran disertai tenangnya hati dengan
keimanan, alasan ini tidak kuat.

2. Perkataan dan ucapan yang mereka katakan tidak shorih

115
mengandung kekafiran, tapi itu adalah ta'ridl dan tauriyyah yang
maksudnya benar tapi dipahami oleh lawan bicara sesuai dengan
yang diinginkannya, ini dibolehkan dalam peperangan sebab
perang itu tipu daya.

3. Ucapan itu dan pelaksanaannya dilakukan atas izin dari Nabi


dan ini kewenangannya, sedangkan jika pemegang kewenangan
sudah memberikan izin dalam masalah yang sudah jadi
kewenangannya demi kemaslahatan syar'i yang bersifat umum
maka hal tersebut tidak dilarang. (Bada'i al Fawaid 4/306)

Sisi pendalilan: telah tetap bahwa ucapan Muhamad bin


Maslamah merupakan ucapan yang mengandung beberapa
kemungkinan (ihtimal), sedangkan menurut kaidah takfir ucapan
ihtimal tidak langsung menyebabkan pengucapnya divonis kafir
kecuali setelah dicari kejelasan (ditabayun) maksud si
pengucapnya, sebab terkadang maksudnya sesuai dengan
syari'at, karena ucapan dan tindakan yang mengandung
kemungkinan penunjukan kekafirannya tidak jelas maka gugurlah
vonis kafir dengan berdalil dengannya.

1. Diriwayatkan bahwa seseorang berkata di dalam majlis 'Ali,


"Ka'ab bin Asyrof tidaklah dibunuh kecuali karena dikhianati",
maka Ali memerintahkan agar orang ini dipenggal kepalanya,
perkataan ini juga pernah diucapkan di majlisnya Mu'awiyah,
maka Muhamad bin Maslamah berdiri seraya berkata: "apakah
perkataan ini diucapkan di majlismu sedangkan kamu diam?!
Demi Allah aku tidak akan diam satu atap denganmu lagi, dan jika
aku menyendiri dengannya sungguh aku akan membunuhnya!”,
Para ulama kami berkata: orang ini langsung dibunuh tanpa

116
disuruh taubat jika menganggap Nabi shallallahu alaihi wasallam
berkhianat, inilah pendapat Muhamad bin Maslamah menurut
ulama yang berpendapat dengan ini, sebab menuduh Nabi
berkhianat merupakan kezindikan. (Tafsir Qurtubi 8/82).

2. Adapun jika menuduh para shahabat yang membunuh telah


memberikan keamanan kepada Ka'ab lalu mereka
mengkhianatinya dengan membunuhnya maka ini murni
kedustaan, sebab dalam pembicaraan mereka bersama Ka'ab
tidak ada dalil bahwa mereka memberi jaminan keamanan dan
mereka tidak mengungkapkannya secara tegas, andaikan benar
mereka memberikan keamanan kepada Ka'ab maka status Ka'ab
tidak juga dalam status aman sebab mereka dikirim oleh Nabi
dengan satu tugas yaitu untuk membunuh Ka'ab, bukan untuk
memberi jaminan keamanan, dan Muhamad bin Maslamah telah
diberi izin oleh Nabi untuk mengucapkan ucapan itu, atas dasar
ini maka mereka yang menuduh kelompok Muhamad bin
Maslamah melakukan pengkhianatan pendapatnya ini
diperdebatkan dan diragukan, sebab menuduh para shahabat ini
melakukan pengkhianatan sama dengan menuduh Nabi
berkhianat sebab Nabi telah mendukung dan meridloi tindakan
mereka, maka mestilah Nabi meridloi sikap khianat, siapa saja
yang terang-terangan mengatakan seperti ini maka dia dibunuh,
tapi jika menuduh shahabat telah berkhianat dan tidak
melazimkan bahwa Nabi meridloi sikap khianat maka orang ini
tidak dibunuh, tapi dia harus dihukum dengan dipenjara, dipukul
dengan keras dan dihinakan dengan penghinaan yang sangat."
(Tafsir Qurtubi 8/82)

Sisi pendalilan: inilah pemahaman salaf walaupun menuduh


117
Muhamad bin Maslamah berkhianat, sebab masalahnya
menyentuh kehormatan Nabi, maka bagaimana dengan orang
yang menuduh Nabi telah membolehkan kekufuran demi
maslahat seperti yang diklaim para penentang?!

Syubhat Iblis 4

Mereka mengklaim bahwa sebagian ulama tabi'in semisal Sa'id


bin Musayyab dan sebagian ulama muta'akhirin madzhab
Hambali mereka membolehkan Nusyroh yaitu mengobati sihir
dengan sihir yang kafir dengan alasan dlorurot.

Bantahan atas syubhat ini:


Atsar Qatadah dari Sa'id statusnya dlo'if, Abu Dawud berkata:
"Aku mendengar Imam Ahmad ditanya seseorang tentang hadits
Sa'id, lalu beliau menjawab: "riwayat Yahya -al anshori- dari Sa'id
bin Musayyab lebih shahih dari pada riwayat Qatadah dari Sa'id,
karena ada sesuatu yang dibuat-buat oleh Qatadah." Imam
Ahmad berkata: "hadits-hadits Qatadah dari Sa'id bin Musayyab
saya tidak tahu bagaimana hadits-hadits itu, dia memasukan
antara dia dan Sa'id sekitar 10 orang rowi yang tidak dikenal."
Ismail Al Qadli dalam Ahkaamul Qur'an berkata: "aku mendengar
Ali ibnu al Madini mendlo'ifkan hadits-hadits Qatadah dari Sa'id
bin Misayyab dengan menghukumi lemah yang keras, dia (Ibnu Al
Madini) juga berkata: "saya menghitung bahwa mayoritas
hadisnya antara Qatadah dan Sa'id ada banyak perowi."
Tapi dengan mengenyampingkan shahih-tidaknya atsar ini tujuan
bahasan masalah kita ini seperti berikut:

Shahih Bukhari: kitab At-thib, Bab apakah sihir bisa diusir?!

118
Qatadah berkata: "aku bertanya kepada Sa'id bin Musayyab:
"seorang laki-laki yang terkena sihir -atau dihalangi mendatangi
istrinya- apakah dilepaskan dari sihir itu atau dilakukan nusyrah
(jampi/ruqyah)?! Dia menjawab: "hal itu tidak dilarang,
sesungguhnya mereka menginginkan kebaikan dengan hal itu.
Apapun yang bermanfaat bagi manusia maka tidak dilarang."

Atsar ini memiliki banyak riwayat, diantaranya: Qatadah berkata


kepada Sa'id bin Musayyab: "seseorang terkena sihir, apakah
dilepaskan dari sihirnya?! Dia menjawab: iya, barangsiapa yang
mampu memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaknya
dia melakukannya. (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushannafnya no.3574)

Dalam satu riwayat Sa'id berkata: "jika kamu mampu memberi


manfaat kepada saudaramu maka lakukanlah!" (Diriwayatkan Al
Harbi dalam Gharibnya sebagaimana dicantumkan dalam
Taghliqutta'liq 1/50).

Dalam riwayat lain Sa'id berkata: "tidak apa-apa, dengan hal itu
mereka hanya menginginkan kebaikan.” (Diriwayatkan Al Atsram
dalam sunannya sebagaimana dicantumkan dalam Taghliqutta'liq
1/50).

Dalam riwayat lain Qatadah berkata: "aku bertanya kepada Sa'id


tentang nusyroh (jampi) yang aku disuruh melakukannya, aku
bertanya: aku meriwayatkannya darimu?! Dia menjawab: iya.
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya no.3563)

119
Sisi pendalilan: dari riwayat-riwayat diatas tidak ada
menyebutkan bolehnya menyihir sama sekali, garis besar ucapan-
ucapan diatas berbicara seputar rukhsoh dalam melakukan
nusyroh, nanti kita akan bahas apa yang dimaksudkan disini
dengan izin Allah.

Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Ucapan Al Bukhari "Bab


apakah seseorang boleh meminta mengeluarkan sihir?!" Beliau
menyebut Bab ini menggunakan pertanyaan sebagai isyarat
bahwa dalam masalah ini ada perselisihan, lalu beliau memulai
kutipan kebolehan melakukan nusyroh dari Sa'id bin Musayyab
sebagai isyarat bahwa pendapat ini lebih kuat, ucapannya:
"berkata Qatadah: aku berkata kepada Sa'id bin Musayyab..."
bagian ini dikutip dengan sanad maushul oleh Abu Bakar Al
Atsram dalam kitab As-Sunan dari jalur Aban Al 'At-Thar dari
Qatadah, serupa dengannya dari jalur Hisyam Ad-Dastawai dari
Qatadah dengan lafadz "bolehkah dia mencari orang untuk
mengobatinya ?! Lalu Sa'id berkata: "Allah hanya melarang dari
hal yang berbahaya, Allah tidak melarang dari apa yang
bermanfaat." At-Thabari juga mengeluarkannya dalam At-Tahdzib
dari jalur Yazid bin Zurai' dari Qatadah dari Sa'id bin Musayyab
bahwa dia (Sa'id) berpendapat tidak apa-apa jika seseorang
terkena sihir meminta orang lain untuk melepaskan sihirnya itu,
dia (Said) berkata: "melepaskannya dari pengaruh sihir adalah
kebaikan", Qatadah berkata: Hasan (al bashri) membenci hal itu,
dia (Hasan) berkata: "tidak ada yang mengetahui itu (nusyroh)
kecuali tukang sihir." Qatadah berkata, lalu Sa'id berkata: "Allah
hanya melarang dari hal yang berbahaya, Allah tidak melarang
dari hal yang bermanfaat. Abu Dawud telah mengeluarkan dalam
Al Marosil dari Hasan yang dinisbatkan kepada Nabi shallallahu
120
alaihi wasallam bahwa beliau menganggap Nusyroh termasuk
perbuatan setan, dan Imam Ahmad dan Abu Dawud
meriwayatkan hadits ini dengan sanad maushul dengan sanad
hasan dari Jabir. Ibnul Jauzi berkata: "Nusyroh adalah melepaskan
sihir dari orang yang terkena sihir dan ini hampir tidak bisa
dilakukan kecuali oleh orang yang mengetahui sihir. Imam Ahnad
ditanya tentang melepaskan sihir dari orang yang disihir, beliau
menjawab: "tidak apa-apa" dan inilah pendapat yang mu'tamad
(dijadikan pegangan). Adapun hadits dan atsar yang
menyebutkan nusyroh termasuk perbuatan setan maka mungkin
dijawab bahwa itu isyarat bahwa asal nusyroh memang seperti
itu, adapun hukum melakukannya berbeda-beda tergantung
tujuan, jika tujuannya baik maka hukumnya pun baik, jika
tujuannya jelek maka melakukan nusyroh pun jelek, kemudian
pembatasan yang disebutkan Al Hasan pun tidak dipahami secara
dzohirnya sebab sihir kadang bisa dilepas dengan ruqyah, do'a-
do'a dan ta'awwudz (memohon perlindungan), jadi ada
kemungkinan bahwa Nusyroh itu ada dua macam. Ucapan Al
Bukhari "bihi thibbun/dia terkena sihir" kata "thibb" disini artinya
disihir, kata " aw yu'akh-khadzu/atau dihalangi" artinya dihalangi
untuk mendatangi istrinya sehingga tidak mampu menjima'nya,
kata "ukhdzah" adalah perkataan yang diucapkan si penyihir,
dikatakan juga "khirzah/jimat" yang dipakai untuk meruqyahnya,
atau ruqyah itu sendiri. Kata "a yuhallu 'anhu aw yunasy-
syar/atau dilepaskan dari sihirnya atau dilakukan nusyroh?!".
Nusyroh adalah salah satu jenis pengobatan bagi seseorang yang
diduga terkena sihir atau kerasukan jin, disebut demikian sebab
nusyroh bisa menghilangkan penyakit darinya, perkataan Sa'id bin
Musayyab selaras dengan keterangan terdahulu dalam bab
ruqyah dari hadits Jabir yang dikutip imam Muslim yang

121
dinisbatkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, "barang
siapa bisa memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaknya
dilakukan." Pensyari'atan ruqyah didukung keterangan pada
hadits "Ain adalah haq" dalam kisah mandinya pelaku 'ain.
Abdurrazzaq meriwayatkan dari As-Sya'bi, dia berkata, tidak
mengapa menggunakan nusyroh arab yang jika dilakukan tidak
mendatangkan bahaya, yaitu seseorang keluar ketempat pohon
berduri, lalu mengambil dari arah kanan dan kirinya, kemudian
menumbuknya dan dibacakan, lalu digunakan untuk mandi."
Ibnu Baththal menyebutkan bahwa dalam kitab-kitab Wahab bin
Munabbih disebutkan, hendaknya seseorang mengambil 7 lembar
daun bidara hijau, lalu menumbuknya diantara dua batu, setelah
itu ditaruh di air lalu dibacakan ayat kursi serta surat al qawaqil
(al ikhlas, al falaq dan an-nas), lalu meminum darinya tiga kali
tegukan, lalu sisanya digunakan untuk mandi, niscaya penyakit
yang dideritanya akan hilang, ini cukup bagus untuk orang yang
terhalang berhubungan intim dengan istrinya. Diantara ulama
yang menegaskan bolehnya nusyroh adalah Al Muzani sahabat
imam Syafi'i, Abu Ja'far Ath-thabari dan selain keduanya. (Fathul
Bari Ibnu Hajar 10/233)

Sisi pendalilan: dari ucapan Sa'id bin Musayyab ini, Imam Bukhari
tidak memahami bahwa Sa'id membolehkan untuk
mempraktekan sihir yang kafir demi alasan dlorurot dan
kesembuhan, beliau memahami masalah ini sebagaimana
pemaparan diatas, ini dia Imam Ahmad, Al Muzani, As-sya'bi dan
yang lainnya mereka membolehkan nusyroh, masalah ini masyhur
dikalangan salaf dan ini tempatnya perselisihan pendapat, apakah
perselisihan pendapat dikalangan salaf ini dalam masalah
bolehnya melakukan sihir yang kafir demi alasan dlorurot atau
122
hanya sebatas masalah nusyroh yang dibolehkan? Apakah dalam
masalah nusyroh ini ada dalil yang menjelaskannya secara tegas
atau itu bagian dari pengobatan sehingga dalilnya diambil dari
dalil umum yang menganjurkan untuk berobat?! Masuk kedalam
dalil umum anjuran untuk berobat inilah yang dipahami oleh para
shahabat diantaranya oleh Asma' binti Abu Bakar radliyallahu
anha.
Tata cara nusyroh yang paling utama adalah apa yang dipraktekan
Asma' dalam tata cara meredakan panas demam, dia memercikan
sedikit air pada badan penderita demam antara kedua tangan dan
pakaiannya, hal itu termasuk nusyroh yang dibolehkan,
sedangkan para shahabat terutama semisal Asma' yang mana
beliau sering masuk kedalam rumah Nabi tentu lebih mengerti
apa yang dimaksudkan daripada shahabat lainnya. (Fathul Bari
10/176)

Ibnu Abdil Barr berkata: “Mendo'akan berkah adalah dengan


mengucapkan: "Maha berkah Allah, pencipta yang paling baik,
yaa Allah, berkahilah dia! "Disini orang yang menjadi penyebab
'ain disuruh mandi supaya air bekas mandinya digunakan untuk
menolong orang yang terkena 'ain, menurutku dia harus dipaksa
jika menolak untuk mandi karena hakikat perintah itu wajib, dan
seorang pun tidak boleh menghalangi hal yang bermanfaat untuk
saudaranya dan mandi itu tidak membahayakannya, apalagi jika
'ain itu disebabkan olehnya dan dia sebagai tertuduh, maka dia
menurutku wajib untuk mandi, Allah a'lam...pada orang yang
terkena 'ain juga dibolehkan nusyroh dan mempraktekannya,
tentang itu Imam Zuhri telah berkata bahwa ini termasuk ilmu,
maka jika nusyroh ini dibolehkan maka boleh juga menerima
bayaran/upah dari jasa menusyroh, tapi mengambil upah ini jika

123
benar bahwa kesembuhannya akibat dari nusyroh yang
dilakukannya, sebab setiap hal yang tidak diambil manfaat secara
meyakinkan maka memakan harta darinya statusnya batil
(haram), dan telah tetap hadits dari Nabi shallallahu alaihi
wasallam bahwa beliau menyuruh menggunakan nusyroh untuk
orang yang terkena 'ain. (At-Tamhid karya Ibnu Abdil Barr 6/241)

Yahya bin Ayyub mengabarkan kepadaku bahwa dia mendengar


Yahya bin Sa'id berkata: "Tidak apa-apa melakukan nusyroh yang
disana menggabungkan pepohonan dan wewangian lalu
digunakan untuk mandi". Sunaid berkata, Abu Sufyan
mengatakan kepadaku dari Ma'mar, Abdurrazzaq
meriwayatkannya juga dari Ma'mar, dia berkata: “aku mendengar
Abdullah bin Thawus menceritakan tentang bapaknya (yaitu
Thawus) bahwa dia berkata: "penyakit 'ain itu benar adanya, jika
ada sesuatu yang mendahului takdir maka tentu itu adalah 'ain,
dan jika salah seorang dari kalian disuruh untuk mandi maka
hendaknya dia mandi. (At-Tamhid karya Ibnu Abdil Barr 6/246)

Para ulama telah bersepakat bahwa sihir itu memiliki hakikat,


kecuali imam Abu Hanifah, sebab beliau berkata bahwa sihir
menurutnya tidak memiliki hakikat, para ulama beda pendapat
dalam masalah orang yang mempelajari sihir dan
mempraktekannya, Abu Hanifah, Malik dan Ahmad berpendapat
bahwa dia kafir dengan sebab mempelajarinya itu, sebagian
sahabat Abu Hanifah ada yang mengatakan: “jika mempelajarinya
tujuannya untuk melindungi diri atau menjauhinya maka tidak
kafir, tapi siapa yang mempelajarinya disertai keyakinan bahwa
itu dibolehkan atau sihir itu bermanfaat baginya maka dia kafir.”
Imam Syafi'i rahimahullah berkata: "jika seseorang mempelajari

124
sihir maka kami tanyakan padanya: jelaskan sihirmu kepada
kami!, jika dia mensifati apa yang mengharuskannya kafir seperti
apa yang diyakini penduduk Babil yaitu bertaqarrub (beribadah)
kepada bintang-bintang yang tujuh maka dia kafir, jika sihirnya
tidak mengharuskannya kafir tapi jika dia meyakini boleh
mempelajarinya maka dia kafir juga. (Al Ifshoh 'an Ma'ani Ash-
Shahhah karya Ibnu Hubairoh 2/185)

Al Baghawi berkata: “Diriwayatkan dari Jabir, dia berkata:


Rasulullah shallallahi alaihi wasallam ditanya tentang Nusyroh,
beliau menjawab: Nusyroh itu termasuk perbuatan setan.
Nusyroh itu bagian dari ruqyah, digunakan untuk mengobati
orang yang disangka disentuh oleh jin, disebut nusyroh sebab
dengan sebabnya penyakit dilepaskan dari penderita. Nusyroh
dibenci oleh lebih dari seorang ulama, diantara yang
membencinya adalah Ibrahim. Dikisahkan dari Al Hasan bahwa
dia berkata: "Nusyroh itu bagian dari sihir", Sa'id bin Musayyab
berkata: "melakukan nusyroh tidak apa-apa", al Imam berkata:
"ruqyah yang dilarang adalah yang mengandung kesyirikan, atau
isinya menyebutkan kejahatan setan, atau yang menggunakan
bahasan non arab yang artinya tidak dipahami yang mungkin saja
isinya sihir atau kekufuran, adapun jika ruqyahnya menggunakan
Qur'an atau dzikir-dzikir maka itu dibolehkan dan disunatkan,
sebab Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah meniup tubuhnya
dengan al mu'awwidzat.” (Syarh Sunnah karya Al Baghawi
12/159)

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah apakah boleh


meminta tukang sihir untuk melepaskan sihir dari orang yang
terkena sihir; Sa'id bin Musayyab membolehkannya berdasarkan

125
hadits yang disebutkan oleh al Bukhari, Al muzani condong
kepada pendapat ini tapi Al Hasan al Bashri membencinya. As-
Sya'bi berkata: “tidak apa-apa melakukan nusyroh.” Ibnu Batthal
berkata: “dalam kitabnya Wahab bin Munabbih disebutkan:
hendaknya mengambil 7 lembar daun bidara yang masih hijau,
lalu ditumbuk antara dua batu, lantas dicampur dengan air, lalu
dibacakan padanya ayat kursi, kemudian minum darinya tiga kali
tegukan dan sisanya digunakan untuk mandi, sebab dengan
ramuan ini segala penyakit yang ada padanya akan hilang, jika
Allah menghendaki, ramuan ini juga sangat baik bagi laki-laki yang
dihalangi dari menggauli istrinya. (Tafsir Al Qurtubi 2/50)

Para ulama berbeda pendapat dalam praktek nusyroh yang


disana ditulis sebagian nama Allah atau ayat qur'an lalu dibasuh
dengan air dan airnya diusapkan kepada orang yang sakit atau
diminum olehnya, Sa'id bin Musayyab membolehkannya, dia
ditanya: “seseorang dihalangi dari istrinya, apakah boleh sihirnya
dilepas atau dilakukan nusyroh?! Dia menjawab: “tidak apa-apa,
apa yang bermanfaat tidak dilarang.”
Mujahid tidak berpendapat membolehkan dalam menulis ayat
qur'an lalu dibasuh dan airnya diminumkan kepada orang yang
ketakutan. Dahulu 'A'isyah membacakan al mu'awwidzatain
dalam bejana lalu menyuruh untuk dikucurkan kepada orang
sakit. Al Mazari Abu Abdillah berkata: "Nusyroh adalah hal yang
sudah dikenal oleh ahli ta'zim, disebut nusyroh sebab dengannya
penyakit dilepaskan. Adapun Hasan dan Ibrohim An-Nakha'i
melarangnya (nusyroh dengan membasuh tulisan qur'an), An-
Nakha'i berkata: "aku khawatir dia (si sakit) malah ditimpa
bencana", seolah-olah dia berpendapat meminum air basuhan
tulisan qur'an lebih dekat kepada meminum musibah daripada

126
berfaidah sebagai penyembuhan. Al Hasan berkata: aku bertanya
kepada Anas, dia menjawab: “mereka (para sahabat)
menyebutkan dari Nabi bahwa itu (nusyroh dengan minum
basuhan tulisan qur'an) dari setan.” Abu Dawud meriwayatkan
hadits Jabir bin Abdillah, dia berkata: “Rasul shallallahu alaihi
wasallam ditanya tentang nusyroh, beliau menjawab: "termasuk
perbuatan setan". Ibnu Abdil Barr berkata: "atsar ini lemah juga
mengandung beberapa kemungkinan, hadits ini dibawa pada
nusyroh yang keluar dari ketentuan kitabullah dan sunnah
Rasulnya,”'ayy” adalah metode pengobatan yang sudah dikenal,
adapun nusyroh dia merupakan bagian pengobatan yaitu air
bekas cucian sesuatu yang memiliki keutamaan, seperti air bekas
wudlunya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Rasul shallallahu
alaihi wasallam bersabda: “Tidak apa-apa menggunakan ruqyah
selama tidak mengandung kesyirikan, barang siapa diantara
kalian mampu memberi manfaat kepada saudaranya maka
hendaknya dia melakukannya.” Saya (Al Qurtubi) berkata: kami
telah menyebutkan nash tentang nusyroh secara marfu'
(dinisbatkan kepada Nabi) dan nusyroh itu tidak boleh dilakukan
kecuali dari kitabullah, maka ikutilah. (Tafsir Al Qurtubi 10/319)

Bab Nusyroh, Abu Sulaiman berkata: "Nusyroh adalah bagian dari


ruqyah dan pengobatan yang dipakai untuk orang yang disangka
terkena sentuhan jin. Dikatakan, disebut nusyroh sebab
melepaskan penyakit dari si sakit."
19613 - Abu 'Ali Ar-Rudzabari mengabarkan kepadaku, Muhamad
bin Bakar menceritakan kapadaku, Abu dawud bercerita kepada
kami, Ahamad bin Hambal bercerita kepada kami, Abdurrazzaq
bercerita kepada kami, Aqil bin Ma'qil bercerita kepada kami, dia
berkata: aku mendengar Wahab bin Munabbih menceritakan
127
tentang Jabir bin Abdillah, dia berkata: Rasul shallallahu alaibi
wasallam ditanya tentang nusyroh, beliau menjawab: "itu
termasuk perbuatan setan”. Syaikh berkata: hadits ini
diriwayatkan secara mursal, tapi walaupun mursal tapi ini paling
shahih, adapun pendapat yang membenci nusyroh dan yang tidak
membencinya seperti pendapat dalam masalah ruqyah dan kami
sudah menyebutkannya. (Sunan Al Kubro Al Baihaqi 9/590)

Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya tentang Nusyroh, beliau


menjawab: "termasuk perbuatan setan." Hadits ini diriwayatkan
Ahmad dan Abu Dawud.
Nusyroh adalah melepaskan sihir dari orang yang terkena sihir, ini
ada dua jenis:
Pertama: melepaskan sihir dengan sihir yang sama, inilah yang
termasuk perbuatan setan, sebab sihir itu perbuatannya setan,
lalu orang yang menusyroh dan yang dinusyroh bertaqarub
kepada setan dengan apa yang setan suka, kemudian setan
membatalkan sihirnya dari orang yang dia sihir.
Kedua: melepaskan sihir dengan ruqyah, ta'awwudz, do'a-do'a
dan pengobatan yang dibolehkan, maka ini dibolehkan bahkan
disunatkan, pada nusyroh yang pertama lah dibawa ucapan
Hasan yang mengatakan "tidak ada yang melepaskan sihir kecuali
tukang sihir". (I'lamulmuwaqqi'in 4/301)

At-Thabari berkata: "hal itu menurutku tidak sama, itu


dikarenakan masalah penyihir itu dibatasi dalam masalah dia
menimpakan madlorot kepada orang yang tidak halal ditimpakan
madlorot dan itu diharamkan, praktek penyembuhan sihirnya
tidak dibatasi dengan metode apapun, baik orang yang
mengobatinya itu muslim yang bertaqwa ataupun musyrik lagi

128
penyihir selama cara mengobatinya tidak diharamkan maka tidak
mengapa, Nabi shallallahu alaihi wasallam telah mengizinkan
untuk berobat dan memerintahkan umatnya untuk
melakukannya, beliau bersabda: "sesungguhnya Allah tidak
menurunkan penyakit kecuali Allah menurunkan juga obatnya,
orang yang mengetahui obatnya maka dia mengetahui dan orang
yang tidak mengetahuinya maka dia tidak mengetahui." Orang
yang mengetahui cara pengobatannya sama saja baik dia tukang
sihir ataupun bukan, adapun makna pelarangan Nabi dari
mendatangi tukang sihir itu terbatas jika membenarkan apa yang
mereka katakan setelah mengetahui dia mendatangi penyihir itu
dikarenakan dia penyihir atau dukun, adapun orang yang
mendatangi mereka bukan karena hal itu sedang dia
mengetahuinya berikut keadaannya maka sekedar
mendatanginya itu tidak dilarang. (Syarah As-Shahih karya Ibnu
Batthal 9/455)

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah nusyroh,


Abdurrazzaq menyebutkan dari Aqil bin Ma'qil dari Humam bin
Munabbih, dia berkata: "Jabir bin Abdillah ditanya tentang
nusyroh, dia menjawab: "termasuk pekerjaan setan."
Abdurrazzaq berkata, Sya'bi berkata: "tidak apa-apa melakukan
nusyroh yang digunakan orang arab yang jika dilakukan tidak
berbahaya yaitu seseorang keluar ke tempat adanya tangkai, lalu
mengambi daun di kanan-kirinya, kemudian tumbuk dengan batu,
lantas dibacakan padanya dan gunakan untuk mandi.
Dalam kitab Wahab bin Munabbih disebutkan: hendaknya dia
ambil 7 lembar daun bidara yang masih hijau, lalu tumbuk antara
dua batu, kemudian campur dengan air dan dibacakan padanya
ayat kursi dan surat-surat yang berawalan "qul", lalu minum

129
darinya tiga kali tegukan dan mandi dengannya, hal itu bisa
menghilangkan penyakit yang ada padanya, jika Allah
menghendaki, hal itu juga baik bagi orang yang dihalangi dari
menyetubuhi istrinya. Ucapannya kepada Nabi"kenapa anda tidak
melakukan nusyroh?!" Itu menunjukan bahwa nusyroh itu boleh
sebagaimana dikatakan Sya'bi, dan itu sudah dikenal dikalangan
mereka sebagi metode untuk mengobati sihir dan semisalnya,
adapun sabda Nabi: "adapun Allah, maka Dia telah
menyembuhkanku," dan beliau tidak mengingkari Aisyah, itu
menunjukan bolehnya menggunakan metode nusyroh jika Allah
tidak menyembuhkan beliau, maka tidak ada makna yang bisa
dipegang oleh orang yang nengingkari nusyroh. (Syarah As-Shahih
karya Ibnu Batthal 9/446)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


ُ ‫ع ِن ٱللَّ ۡغ ِو ُمعۡ ِر‬
َ‫ضون‬ َ ‫َوٱلَّذِينَ ُه ۡم‬
"dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tidak berguna,"
(QS. Al-Mu'minun 23: Ayat 3)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ور َو ِإذَا َم ُّرواْ ِبٱللَّ ۡغ ِو َم ُّرواْ ِك َرا ًما‬ ُّ َ‫َوٱلَّذِينَ ََّل َي ۡش َهدُون‬
َ ‫ٱلز‬
"Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu
dengan menjaga kehormatan dirinya,"
(QS. Al-Furqan 25: Ayat 72)

Bab tentang perdukunan dan semisalnya.

130
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Shafiyyah dari
sebagian istri-istri Nabi, Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda: "Siapa yang mendatangi 'arrof lalu bertanya kepadanya
tentang sesuatu maka shalatnya tidak akan diterima 40 malam.

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi


wasallam bersabda: " barang siapa mendatangi dukun lalu
membenarkan apa yang dia katakan maka dia telah kafir kepada
kitab yang diturunkan kepada Muhamad shallallahu alaihi
wasallam. (HR. Abu Dawud)

Dari Imron bin Hishin radliyallahu anhu secara marfu': "Bukan


bagian dari kami orang yang bertathoyyur atau mentathoyyur
orang lain, atau berdukun atau menjadi dukun untuk orang lain,
atau menyihir atau menyihir untuk orang lain, barang siapa
mendatangi dukun lalu membenarkan apa yang dia katakan maka
dia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad
shallallahu alaihi wasallam. (HR . Al Bazzar dengan sanad yang
jayyid, At-Thabrani juga meriwayatkannya dalam Al Ausath
dengan sanad hasan dari hadits Ibnu Abbas tanpa ucapan: "siapa
yang mendatangi...sampai akhir"

Sisi pendalilan: andai kita menerima perdebatan dengan orang-


orang menyimpang ini, apakah sekedar bertanya kepada penyihir
(ini jika kita biarkan mereka hidup) tentang menusyroh sihir atau
menanyakan posisi sihirnya dengan tujuan untuk melepaskannya
apakah sekedar bertanya saja langsung dianggap kekafiran
sementara ada salaf yang membolehkan hal itu dengan alasan
dlorurot?! atau masalah ini tidak dianggap hal haram yang
menjadi boleh karena alasan dlorurot?!

131
Abu Ubaid rahimahullah memberi judul babnya dalam kitab Al
Iman 1/67 dengan judul "Bab Keluar Dari Iman Dengan Sebab
Maksiat".
Abu Ubaid berkata: "Adapun dalil-dalil yang menyebutkan
tentang dosa dan kejahatan, atsar-atsar ini datang dengan
penguatan atas 4 macam: dua macam meniadakan iman dan
keberlepasan diri dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, dua hal
lagi menyebutkan syirik dan kekufuran, semua yang 4 macam ini
terkumpul dalam hadits yang bermacam-macam. Lalu dia
menyebutkan keempat macam itu berikut semua dalil-dalilnya di
halaman 1/71, kemudian dia berkata: "sabda Nabi: "barang siapa
mendatangi tukang sihir atau dukun lalu membenarkan
ucapannya, atau menyetubuhi wanita yang sedang haid, atau
menyetubuhi wanita di duburnya, maka dia telah berlepas diri
dari apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu alaihi
wasallam atau kafir kepada ajaran yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu alaihi wasallam." Dan ucapan Abdullah
"mencela mu'min adalah kefasikan dan membunuhnya adalah
kekafiran" sebagian ulama memarfu'kannya.
Lalu beliau menjelaskan pendapat-pendapat ulama dalam
menta'wil keempat macam itu di halaman 1/74, dia berkata: "dari
keempat macam yang bersumber dari hadits-hadits ini dalam
menta'wilnya para ulama terbagi kedalam 4 kelompok:
Kelompok pertama berpendapat dengan kufur ni'mat.
Kelompok kedua berpendapat dengan taghlidz (penguatan) dan
menakut-nakuti.
Kelompok ketiga dengan kafir murtad.
Kelompok keempat menghilangkan dan menolak semuanya.
Seluruh pendapat ini menurut kami tertolak dan tidak bisa

132
diterima sebab mengandung kecacatan dan kerusakan.
Lalu dia membantah keempat macam pendapat kelompok ini
dengan hujjah dan dalil dan mendatangkan pendapat ahli sunnah
berikut dalilnya juga di halaman 1/78, dia berkata:
"Sesungguhnya pendapat kami dalam bab ini seluruhnya adalah:
maksiat dan dosa tidak dapat menghilangkan keimanan dan juga
tidak mengharuskan kekafiran, tapi maksiat ini menghilangkan
hakikat dan keikhlasannya yang mana Allah mensifati pelakunya
dengannya, dan Allah memberi syarat atas mereka di banyak
tempat dalam kitabNya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ‫ٱلِل فَيَ ۡقتُلُون‬


ِ َّ ‫س ِبي ِل‬ َ ‫س ُه ۡم َوأَمۡ ٰ َولَ ُهم ِبأ َ َّن لَ ُه ُم ۡٱل َجنَّةَ يُ ٰقَتِلُونَ فِي‬
َ ُ‫ٱشتَ َر ٰى ِمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ أَنف‬
ۡ ‫ٱلِل‬
َ َّ ‫ِإ َّن‬
ِ َّ َ‫ان َو َم ۡن أَ ۡوفَ ٰى ِب َعهۡ ِد ِهۦ ِمن‬
‫ٱلِل‬ ِ ‫نجي ِل َو ۡٱلقُ ۡر َء‬ ِ ‫ٱْل‬ِ ۡ ‫علَ ۡي ِه َحقًّا فِي ٱلتَّ ۡو َر ٰٮ ِة َو‬َ ‫َويُ ۡقتَلُونَ َو ۡعدًا‬
‫ٱستَ ۡب ِش ُرواْ ِب َب ۡي ِع ُك ُم ٱلَّذِي َبا َيعۡ تُم ِب ِهۦ َو ٰذَ ِل َك ُه َو ۡٱلفَ ۡو ُز ۡٱل َع ِظي ُم‬ۡ َ‫ف‬
"Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri
maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.
Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh
atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang
telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang
agung."

ۡ ٰٓ ۡ ٰ ٰ ٰٓ ٰ ٰ ۡ ۡ َّ ٰٓ ٰ
َ‫وف َوٱلنَّا ُهون‬ ِ ‫س ِجدُونَ ٱۡل ِم ُرونَ ِبٱل َمعۡ ُر‬ َّ ‫ٱلر ِكعُونَ ٱل‬ َّ ‫ٱلتئِبُونَ ٱل ٰ َع ِبدُونَ ٱل َح ِمدُونَ ٱل‬
َّ َ‫سئِ ُحون‬
َ‫ٱلِل َو َب ِش ِر ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِين‬
ِ َّ ‫ظونَ ِل ُحدُو ِد‬ ُ ‫ع ِن ۡٱل ُمن َك ِر َو ۡٱل ٰ َح ِف‬ َ
"Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, beribadah,
memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), rukuk,
sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang
mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan

133
gembirakanlah orang-orang yang beriman."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 111-112)
Adapun yang jadi contoh dalam Al Qur'an adalah firman Allah:
ٰٓ
َ‫ٱلِلُ فَأ ُ ْو ٰلَ ِئ َك ُه ُم ۡٱل ٰ َك ِف ُرون‬
َّ ‫َو َمن لَّ ۡم َي ۡح ُكم ِب َما ٰٓ أَنزَ َل‬
"Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 44)
Ibnu 'Abbas berkata: "bukan kekafiran yang mengeluarkan dari
Millah." Atho bin Abi Robah berkata: "kekafiran dibawah kufur
akbar", telah jelas bagi kita bahwa itu bukan kekafiran yang
mengeluarkan dari islam dan agamanya tetap diatas keadaannya
walaupun tercampur dengan dosa, berarti ayat ini maknanya
harus menyelisihi orang kafir dan sunnahnya (kebiasaannya)
sebagaimana menyelisihi mereka dalam kekafirannya, sebab
diantara kebiasaan orang kafir adalah memutuskan dengan selain
hukum Allah, apa kamu tidak mendengar firman Allah:
َ‫أَفَ ُح ۡك َم ۡٱل ٰ َج ِه ِليَّ ِة َي ۡبغُون‬
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)
Ta'wil ayat ini menurut ahli tafsir yaitu orang yang memutuskan
dengan hukum yang tidak diturunkan Allah sementara dia diatas
agama islam maka dengan keputusannya ini dia seperti ahli
jahiliyyah, sebab seperti itulah ahli jahiliyyah ketika memutuskan
hukum.

Dari atsar-atsar ini semuanya tidak ada isinya menyebutkan dosa


bahwa pelakunya dihukumi jahil, tidak juga menyebutkan
pelakunya kafir, munafik, atau iman selama masih melaksanakan
kewajibannya, tapi makna atsar-atsar ini adalah semua dosa-
134
dosa ini jelas merupakan perbuatan orang-orang kafir yang
diharamkan dan dilarang untuk dilakukan baik dalam al qur'an
maupun as-sunnah, tujuannya agar kaum muslimin melindungi
diri dari dosa-dosa itu dan menjauhinya sehingga mereka tidak
menyerupai akhlak dan syari'at mereka.
Begitu juga dalil-dali yang disana menyebutkan kekufuran atau
kesyirikan bagi ahli qiblat, menurut kami dipahaminya seperti
demikian, maka dengan disebutkannya nama syirik atau kafir
yang hukum-hukum islam dihilangkan dengannya dan pelakunya
dihukumi murtad tidaklah terjadi kecuali dengan ucapan
kekafiran yang khusus, tidak dengan yang lainnya, atas dasar
inilah maka datanglah banyak atsar untuk menjelaskannya.
(Kitab Al Iman karya Abu Ubaid Al Qasim bin Sallaam yang wafat
tahun 224 H)

Ibnu Batthah Al 'Ukbari (w.387 H) dalam Al Ibanah 2/723


membuat bab dengan judul "Bab Penyebutan Dosa-Dosa yang
Pelakunya Menjadi Kafir Tapi Tidak Mengeluarkannya dari Millah"
995- telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Muhamad bin
'Amr bin Al Bukhturi, dia berkata: telah menceritakan kepada
kami Abdurrahman bin Manshur Al Haritsi, dia berkata: telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Ubaidullah, dia
berkata: telah menceritakan kepada kami Nafi' dari Shafiyyah dari
sebagian istri Nabi shallallahu alaihi wasallam, Nabi bersabda:
"siapa yang mendatangi 'arraf (tukang ramal) lalu dia
membenarkan apa yang dia katakan maka shalatnya tidak akan
diterima selama 40 hari. (Halaman 730)

Dalam Syarah Ushul I'tiqad Ahlussunnah Imam Al Lalika'i (w.418


H) membuat bab denga judul "Urutan hadits yang diriwayatkan

135
dari Nabi shallallahu alaihinwasallam bahwa mencela muslim
adalah kefasikan dan membunuhnya kekafiran dan ciri munafik,
maknanya adalah -Allah lebih mengetahui- bahwa seorang
muslim jika mencela muslim lainnya dan menuduhnya telah
berzina (qadzaf) maka dia telah berdusta, sedangkan pendusta itu
orang fasik, maka hilanglah darinya sebutan iman, dengan
menghalalkan pembunuhannya jadilah dia kafir, telah datang
makna hal itu dalam riwayat Ibnu Mas'ud...
1900- telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Ubaid, telah
mengabarkan kepada kami Ali bin Abdullah bin Mubasyir, dia
berkata: telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sinan,
berkata: menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari
Sufyan dari Abu Ishaq dari Hubairoh bin Yarim dari Abdullah, dia
berkata: "siapa yang mendatangi dukun atau peramal atau
penyihir lalu membenarkan apa yang diucapkannya maka dia
telah kafir kepada ajaran yang diturunkan kepada Muhammad
shallallahu alaihi wasallam." (Hal.1102)

Ibnu Muflih (w.763) dalam Al Furu' 10/211 berkata: "diantara


yang pembuat syari'at sebutkan bahwa orangnya kafir ialah orang
yang mengaku bapak kepada yang bukan bapaknya, orang yang
mendatangi peramal dan membenarkan apa yang dia katakan,
dikatakan bahwa itu maksudnya kufur ni'mat, dikatakan juga
bahwa itu mendekati kekafiran, Ibnu Hamid menyebutkan dua
riwayat:
Pertama, sebagai sikap keras dan penguatan, Hambal mengutip
bahwa itu kufrun duna kufrin (kekafiran dibawah kufur akbar) dan
tidak mengeluarkannya dari islam.
Kedua, wajib menahan diri dan tidak memastikan bahwa dia tidak

136
terlepas dari millah, ini ditegaskan dalam riwayah sholih dan Ibnul
Hakkam.

Al Mardawi (w.885 H) berkata dalam Tashhih Al Furu' 10/212


seraya menjelaskan ucapan Ibnu Muflih diatas:
"Pertama: kufur ni'mat, ini pendapat sejumlah ulama fiqih dan
ulama hadits, ini disebutkan juga oleh Ibnu Rojab dalam Syarah
Bukhari dari sejumlah ulama dan diriwayatkan juga dari Ahmad.
Kedua: mendekati kekafiran, Qadli 'iyadl dan sejumlah ulama
berkata dalam sabda Nabi: "siapa yang mendatangi peramal lalu
membenarkan apa yang diucapkannya maka dia telah kafir
kepada ajaran yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu
alaihi wasallam, yakni pembenarannya tertolak dengan
kedustaannya, dia berkata: "atas dasar ini, terkadang ditetapkan
siapa yang membenarkan mereka (peramal) setelah mengetahui
bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mendustakan mereka
maka dia kafir dengan kekafiran sebenarnya...selesai ucapannya,
yang benar adalah riwayat Hambal, hadits ini bermakna larangan
keras dan penguatan, Al bukhari telah membuatkan bab untuk
hadits ini, dia menegaskan bahwa kekafiran itu ada yang dibawah
sebagian lainnya dan dua pembagian ini ditegaskan oleh para
ulama ahli hadits.

Sisi pendalilan dari apa yang telah lalu:


Ketahuilah, semoga Allah merahmati anda, dikarenakan mereka
bodoh terhadap dalil syar'i dan tidak mengetahui tingkatan
permasalahannya, sehingga mereka tidak mampu membedakan
antara mendatangi tukang sihir untuk mempraktekan sihir setan
dan menggunakannya, dan antara sekedar bertanya kepada
penyihir atau dukun.
137
Pertama: itu tidak ada perselisihan dalam masalah kafirnya orang
yang melakukannya.
Kedua: kami telah datangkan ucapan salaf bahwa itu termasuk
perkara yang diharamkan yang bisa menghilangkan pahala sholat
selama 40 malam yang mana pelakunya tidak dihukumi kafir
kecuali dia membenarkan para tukang sihir, dukun dan tukang
ramal itu dalam klaimnya mengetahui hal yang gaib, atau
meyakini bahwa mereka mampu memberi manfaat atau menolak
bahaya, atau mengingkari haramnya sihir dan perdukunan, atau
melakukan hal yang meniadakan ashlul iman seperti berdo'a
kepada selain Allah atau menghaturkan kuban untuk jin atau
setan, atau meridloi hal itu, sebab orang yang ridlo itu sama
dengan orang yang melakukan, dan lain-lain dari hal yang bersifat
kesyirikan.

Ismail As-Shobuni (w.449 H) berkata dalam Aqidah salaf wa


ashhabul hadits hal.106: “mereka mempersaksikan bahwa di
dunia ini ada sihir dan tukang sihir, tapi mereka tidak
membahayakan seorang pun kecuali dengan izin Allah, Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َّ ‫ضا ٰٓ ِرينَ ِب ِهۦ ِم ۡن أَ َحد ِإ ََّّل ِبإِ ۡذ ِن‬


ِ‫ٱلِل‬ َ ‫َو َما ُهم ِب‬
"Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan
sihirnya kecuali dengan izin Allah."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 102)
Barang siapa diantara mereka terkena sihir atau melakukan sihir
dan meyakini bahwa sihirnya itu bisa memberi manfaat atau
menolak bahaya tanpa izin Allah maka dia telah kafir kepada Allah
jalla jalaaluhu, jika dia mensifati sihirnya dengan hal yang
mengkafirkan maka dia disuruh taubat, jika tidak mau bertaubat

138
maka penggal kepalanya, dia mensifati sihirnya dengan hal yang
tidak mengkafirkan atau berbicara dengan sesuatu yang tidak
dimengerti maka laranglah dia, jika dia mengulangi maka dita'zir,
jika dia berkata bahwa sihir itu tidak haram dan saya meyakini
kebolehannya maka dia wajib dibunuh, sebab dia telah
membolehkan apa yang kaum muslimin telah sepakat akan
keharamannya.

Kesimpulan:

1. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫صا َب ۡتهُ ِف ۡتنَة‬ ۡ ‫صا َبهُۥ خ َۡير‬


َ َ‫ٱط َمأ َ َّن ِب ِهۦ َو ِإ ۡن أ‬ َ َ‫علَ ٰى َح ۡرف فَإِ ۡن أ‬ َ ‫ٱلِل‬ ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
َ َّ ‫اس َمن َيعۡ بُ ُد‬
ُ ‫ان ۡٱل ُم ِب‬
‫ين‬ ُ ‫علَ ٰى َو ۡج ِه ِهۦ َخ ِس َر ٱلد ُّۡن َيا َو ۡٱۡلٰٓ ِخ َرةَ ٰذَ ِل َك ُه َو ۡٱل ُخ ۡس َر‬َ ‫ب‬ َ َ‫ٱنقَل‬
"Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi,
maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas dan jika dia
ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia
dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata."
(QS. Al-Hajj 22: Ayat 11)

2. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ا ٰٓل ٰٓم‬
"Alif Lam Mim."
َ‫اس أَن يُ ۡت َر ُك ٰٓواْ أَن َيقُولُ ٰٓواْ َءا َمنَّا َو ُه ۡم ََّل يُ ۡفتَنُون‬ َ ‫أَ َح ِس‬
ُ َّ‫ب ٱلن‬
"Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya
dengan mengatakan, "Kami telah beriman" dan mereka tidak
diuji?"
َ‫ص َدقُواْ َولَيَعۡ لَ َم َّن ۡٱل ٰ َك ِذ ِبين‬
َ َ‫ٱلِلُ ٱلَّذِين‬
َّ ‫َولَقَ ۡد فَتَنَّا ٱلَّذِينَ ِمن قَ ۡب ِل ِه ۡم فَلَيَعۡ لَ َم َّن‬

139
"Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka,
maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti
mengetahui orang-orang yang dusta."
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 1-3)

3. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


ِ َّ ‫ب‬
‫ٱلِل‬ ِ َّ‫ٱلِل َج َع َل فِ ۡتنَةَ ٱلن‬
ِ ‫اس َك َعذَا‬ ِ َّ ‫ِي فِي‬
‫ذ‬ ‫و‬ُ ِ َّ ‫اس َمن َيقُو ُل َءا َمنَّا ِب‬
َ ‫ٱلِل فَإِذَآٰ أ‬ ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
"Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata, "Kami
beriman kepada Allah," tetapi apabila dia disakiti (karena dia
beriman) kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu
sebagai siksaan Allah."
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 10)

4. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َ ‫س ۡت ُه ُم ۡٱل َب ۡأ‬
‫سا ٰٓ ُء َوٱلض ََّّرآٰ ُء‬ َّ ‫أَ ۡم َح ِس ۡبت ُ ۡم أَن تَ ۡد ُخلُواْ ۡٱل َجنَّةَ َولَ َّما َي ۡأتِ ُكم َّمثَ ُل ٱلَّذِينَ َخلَ ۡواْ ِمن قَ ۡب ِل ُكم َّم‬
‫يب‬ ٞ ‫ٱلِل قَ ِر‬
ِ َّ ‫َّل ِإ َّن نَصۡ َر‬ ِ َّ ‫سو ُل َوٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ َم َعهُۥ َمتَ ٰى نَصۡ ُر‬
ٰٓ َ َ‫ٱلِل أ‬ َّ ‫َو ُز ۡل ِزلُواْ َحتَّ ٰى َيقُو َل‬
ُ ‫ٱلر‬
"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-
orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan,
penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga
rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,
"Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu dekat."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 214)

5. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


ْ‫ب ِمن قَ ۡب ِل ُك ۡم َو ِمنَ ٱلَّذِينَ أَ ۡش َر ُك ٰٓوا‬َ َ‫ي أَمۡ ٰ َو ِل ُك ۡم َوأَنفُ ِس ُك ۡم َولَتَ ۡس َمعُ َّن ِمنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ۡٱل ِك ٰت‬
ٰٓ ِ‫لَت ُ ۡبلَ ُو َّن ف‬
‫ور‬ َ ‫يرا َو ِإن تَصۡ ِب ُرواْ َوتَتَّقُواْ فَإِ َّن ٰذَ ِل َك ِم ۡن‬
ِ ‫ع ۡز ِم ۡٱۡل ُ ُم‬ ً ِ‫أَذًى َكث‬

140
"Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti
kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati
dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-
orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka
sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut)
diutamakan."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 186)

6. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫ت َوبَ ِش ِر‬ ِ ‫وع َون َۡقص ِمنَ ۡٱۡلَمۡ ٰ َو ِل َو ۡٱۡلَنفُ ِس َوٱلثَّ َم ٰ َر‬ ‫ج‬
ُ ۡ ‫ف َو‬
‫ٱل‬ ِ ‫َو‬
ۡ ‫خ‬ ۡ َ‫َولَن َۡبلُ َونَّ ُكم بِش َۡيء ِمن‬
‫ٱل‬
ِ
َّ ٰ ‫ٱل‬
َ‫ص ِب ِرين‬
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 155)

7. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َّ ٰ ‫َولَن َۡبلُ َونَّ ُك ۡم َحتَّ ٰى نَعۡ لَ َم ۡٱل ُم ٰ َج ِهدِينَ ِمن ُك ۡم َوٱل‬
َ ‫ص ِب ِرينَ َون َۡبلُ َواْ أَ ۡخ َب‬
‫ار ُك ۡم‬
"Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga
Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan
bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu."
(QS. Muhammad 47: Ayat 31)

Sisi pendalilan dari ayat-ayat diatas:


Andaikan maslahat dan kebutuhan itu membolehkan melakukan
kekafiran tentu manusia tidak akan tetap diatas agamanya barang
sejenak pun, justru mereka akan bolak-balik antara kufur dan
iman sebagaimana silih bergantinya siang dan malam, inilah yang

141
disebut Nabi sebagai "fitnah" sebagaimana dalam hadits Abu
Hurairoh radliyallahu anhu bahwa rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda: " bersegeralah melakukan amal sebelum
datangnya fitnah seperti potongan gelapnya malam, dipagi hari
seseorang dalam keadaan beriman, disore hari dia dalam keadaan
kafir, atau disore hari dia masih beriman, dipagi harinumya dia
sudah menjadi kafir, dia menjual diinnya dengan secuil dunia.
(HR. Muslim)

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini harus kalian jawab:


1. Kekafiran shorih macam apa yang diucapkan Muhamad bin
Maslamah yang datang dengan sanad yang shahih lagi tsabit?!

2. Berbicara buruk tentang Nabi, Nabi mema'afkan pembicaraan


itu dan pemberian izin Nabi dalam mengatakan perkataan itu
adalah hak pribadi Nabi, bukan hak siapapun dari manusia yang
selain beliau, jika Nabi memberi izin kepada siapapun untuk
berkata buruk tentang beliau dengan ungkapan sindiran (ta'ridl)
dan ucapan yang bisa diartikan lain (tauriyah) bukan dengan kata-
kata yang jelas lantas mana dalil dari Al Qur'an, As-Sunnah juga
Ijma' bahwa ini merupakan kufur akbar?!

Sebagian ahli ilmu menjadikan hal ini hanya khusus dibolehkan


pada kasus Muhamad bin Maslamah dan semisalnya disaat Nabi
shallallahu alaihibwasallam masih hidup disebabkan adanya izin
Nabi atas hal itu, dan sudah maklum bahwa hak Nabi disini
mencakup 2 masalah:
A. Hak Nabi yang bersifat khusus, ini bisa diterima sebab
kejadiannya bersifat khusus, tidak bisa kejadian lain dikaitkan
dengan kejadian ini, sebab siapapun tidak memiliki hak untuk

142
menggugurkan hak Nabi shallallahu alaihi wasallam setelah Nabi
wafat, tidak juga seorang pun bisa memberi izin untuk suatu hak
yang tidak dimilikinya.
B. Hak Allah Ta'ala, mengatakan ucapan kekafiran yang menjadi
hak Nabi tercakup juga dengan kekafiran yang menjadi hak Allah,
ini tidak khusus dalam kejadian ini dan semisalnya saja.

3. Jika gugurnya hak Nabi dengan pemberian izinnya hanya


khusus dalam kejadian ini dan semisalnya saja saat Nabi masih
hidup, maka tidak bisa ditarik kesimpulan "jika Nabi telah
menggugurkan haknya maka tersisa lah hak Allah 'azza
wajalla,"sebab izin dari Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah
izin dari Allah Ta'ala, jika Allah tidak mengizinkan apa yang
dilakukan Nabi dan Dia tidak meridloinya maka tentu Allah akan
menurunkan wahyu yang melarang Nabi dari melakukan hal itu,
sebab Nabi merupakan penyampai syari'at dari Rabbnya
subhanahu wata'ala, lantas mana dalil yang membolehkan
menggugurkan hak Allah 'azza wajalla dalam kondisi qiyas umum
atas kejadian itu?!

4. Telah tetap berdasarkan dalil dari Al Qur'an, As-Sunnah dan


Ijma' bahwa paksaan yang diakui itu tidak menjadi penghalang
kekafiran kecuali disertai tenangnya hati dalam keimanan, lantas
mana dalil atas selamatnya keyakinan hati bagi orang yang
membolehkan melakukan kekafiran dengan alasan dlorurot?!
Atau tenangnya hati diatas keimanan itu tidak dijadikan syarat
oleh mereka sehingga paksaan yang mu'tabar bisa tetap menjadi
penghalang kekafiran tanpa harus disertai bukti tenangnya hati
diatas keimanan?!

143
Lalu kami katakan: Dalil telah menunjukan bahwa izin Nabi
shallallahu alaihi wasallam kepada Muhamad bin Maslamah
mengandung banyak kemungkinan (ihtimal) dan tidak mungkin
dipastikan dari sisi ini, sedangkan dalil yang ihtimal tidak boleh
dipakai secara umum dalam dijadikan dalil, mungkin izin Nabi ini
untuk mengatakan ucapan kekafiran, mungkin juga izin untuk
mengatakan sindiran, jadi disana tidak ada dalil yang mencukupi
untuk memastikan.

5. Lantas sisi mana ta'wil yang bisa diterima atas orang yang
memfatwakan bolehnya masuk ikut serta dalam pemilihan syirik
dengan alasan maslahat dari kejadian Muhamad bin Maslamah
ini?!

Terakhir, jika kami menerima perdebatan mereka dalam masalah


yang mereka klaim, tapi masalahnya sudah keluar dari ruang
ijtihad disebabkan sudah ada nash sebagaimana diklaim oleh
mereka, bahkan itu sudah menjadi ijma' para ahli ilmu atas
bolehnya menampakan kekafiran dikarenakan:
A. Dlorurot ikroh mulji' disertai tenangnya hati dengan keimanan
sebagaimana telah dinashkan di surat An-Nahl ayat 106.
B. Dlorurot mendapatkan maslahat dan menolak bahaya, yang ini
kami tidak tahu apakah disyaratkan disertai selamatnya
keyakinan hati atau tidak!

Jika demikian, maka tidak ada pendorong untuk perdebatan


panjang ini sehingga mereka yang membela-bela orang-orang ini
tidak mengikuti salaf ketika mereka membolehkan ikut dalam
syirik pemilihan, walaupun gambaran pemilihannya sudah
kontemporer tapi asal kebolehannya satu sebagaimana klaim
144
kalian.

6. Lantas mana ijma' ulama yang menetapkan bahwa dlorurot


istidl'af menempati posisi ikroh dari segi bolehnya menampakan
kekafiran selama kalian memastikan bahwa ucapan Muhamad bin
Maslamah dan semisalnya berdasarkan atsar yang telah kami
datangkan, bahwa penunjukan atsar-atsar ini jelas kepada
kekafiran?!

7. Bahkan kemukakan kepada kami satu saja ucapan dari


kalangan ulama ahli sunnah yang diakui yang mengatakan hal itu,
jika itu saja tidak ada maka hujjah kalian tidak ada harganya.

MENERAPKAN HUKUM ATAS KETURUNAN BUL'AM DAN


RAKYAT YANG MEMPRAKTEKAN FATWA MEREKA

1. Hukum orang yang membolehkan ikut pemilihan demokrasi


syirik.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َ‫يرا ِل ۡل ُم ۡج ِر ِمين‬ َ َ‫ي فَلَ ۡن أَ ُكون‬
ً ‫ظ ِه‬ َّ َ‫عل‬ َ ۡ‫ب ِب َما ٰٓ أَ ۡن َعم‬
َ ‫ت‬ ِ ‫قَا َل َر‬
"Dia (Musa) berkata, "Ya Tuhanku! Demi nikmat yang telah
Engkau anugerahkan kepadaku, maka aku tidak akan menjadi
penolong bagi orang-orang yang berdosa.""
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 17)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

145
‫ٱلِل ِم ۡن أَ ۡو ِليَا ٰٓ َء ث ُ َّم ََّل‬ ِ ‫ار َو َما لَ ُكم ِمن د‬
ِ َّ ‫ُون‬ ُ َّ‫س ُك ُم ٱلن‬ َ َ‫َو ََّل تَ ۡر َكنُ ٰٓواْ ِإلَى ٱلَّذِين‬
َّ ‫ظلَ ُمواْ فَتَ َم‬
َ‫ص ُرون‬ َ ‫تُن‬
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak
mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu
tidak akan diberi pertolongan."
(QS. Hud 11: Ayat 113)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


َ ٰ ‫ش ۡي‬
َ‫ط ُن فَ َكانَ ِمنَ ۡٱلغَا ِوين‬ َ ‫ِي َءاتَ ۡي ٰنَهُ َءا ٰيَتِنَا فَٱن‬
َّ ‫سلَ َخ ِم ۡن َها فَأ َ ۡتبَ َعهُ ٱل‬ ٰٓ ‫علَ ۡي ِه ۡم نَبَأ َ ٱلَّذ‬
َ ‫َوٱ ۡت ُل‬
"Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang
telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia
melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan
(sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang
sesat."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 175)

Orang yang menetapkan bolehnya ikut dalam pemilihan


demokrasi dia terjatuh kedalam kekafiran dengan sekedar
penetapannya itu, sebab dia telah membolehkan untuk
memberikan bantuan atas pekerjaan kekufuran dan kesyirikan
yang sifatnya terang dan menyeru manusia untuk mengikuti
pemilihan dan membolehkannya untuk mereka dengan klaim
untuk memperkecil kerusakan dan mengambil madlorot yang
lebih ringan, padahal memberikan bantuan atas pekerjaan
kesyirikan dan kekufuran merupakan kerusakan yang paling
besar.
Sesungguhnya penta'wilan orang yang membolehkan ikut
pemilihan demokrasi menjatuhkannya kedalam keadaan
pembolehan dalam membantu kesyirikan, dan sudah maklum

146
bahwa orang yang melaksanakan ta'wil ini untuk menjatuhkannya
kedalam kekafiran maka dia kafir dan ta'wilnya dia bukan
penghalang dari jatuhnya dia kedalam kekafiran, kekafirannya dia
itu terjadi:
1. Setelah bayan jika ta'wilnya diterima.
2. Kafir secara langsung jika ta'wilnya rusak.

Dalil-dalil dan syubhat-syubhat yang ada padanya haruslah


bersifat mustasagh, sehingga andai dia tidak mengikuti pemilihan
tertentu di negeri tertentu, hanya dengan sekedar berbekal dalil-
dalil dan syubhat yang dengannya dia membolehkan manusia
mengikuti pemilihan syirik secara umum maka ini merupakan
kekafiran.

Yang dimaksud dengan ta'wil sa'igh adalah ta'wil yang tidak


membatalkan Diin, diterima dari segi bahasa arab dan orang yang
menta'wilnya mengatakan itu dengan tujuan mendapatkan
kebenaran dan mengatakan penta'wilannya sesuai dengan ushul
i'tiqod ahlussunnah wal jama'ah.

Ibnu Hajar berkata: “Ulama berkata: “setiap yang menta'wil itu


diudzur dengan ta'wilnya, dia tidak berdosa jika penta'wilannya
bisa diterima dalam bahasa arab dan memiliki sisi pendalilan
dalam ilmu. (Fathul bari 12/304)

Kami sajikan sejumlah atsar yang menunjukan bahwa salaf


menerapkan hukum kafir terhadap orang yang menta'wil dengan
ta'wil yang rusak yang tidak memiliki sisi pendalilan dalam bahasa
arab dan syari'at, juga berbalik membatalkan Diin ini.
Para shahabat telah ijma' atas kafirnya para penolak zakat dan

147
tidak mengudzur mereka dengan ta'wil dan kejahilan, sedangkan
tidak diragukan lagi bagi yang meneliti peristiwa itu bahwa
mereka para penolak zakat itu orang-orang jahil yang menta'wil,
lagi masih belum lama masuk islam.

Shahih Bukhari, Kitab: Disuruh taubatnya orang-orang murtad


dan para pembangkang dan memerangi mereka.
Bab: Membunuh orang-orang yang enggan menerima kewajiban
dan mereka dinisbatkan kemurtadan

No. Hadist: 6925


ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
‫ّٰللا‬ َ ‫ّٰللا ب ُْن‬ ُ ‫ع ْن اب ِْن ِش َهاب أَ ْخبَ َرنِي‬
ِ َّ ‫عبَ ْي ُد‬ َ ‫عقَيْل‬ ُ ‫ع ْن‬ َ ‫ْث‬ ُ ‫َح َّدثَنَا يَ ْحيَى ب ُْن بُ َكيْر َح َّدثَنَا اللَّي‬
‫ف أَبُو بَ ْكر َو َكفَ َر‬ َ ‫سلَّ َم َوا ْست ُ ْخ ِل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ي النَّ ِب‬ َ ِ‫عتْبَةَ أَ َّن أَبَا ُه َري َْرةَ قَا َل لَ َّما ت ُ ُوف‬ ُ ‫ب ِْن‬
ُ َّ ‫صلَّى‬
‫ّٰللا‬ َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫اس َوقَ ْد قَا َل َر‬ َ َّ‫ْف تُقَاتِ ُل الن‬ َ ‫ع َم ُر َيا أَ َبا َب ْكر َكي‬ ُ ‫ب قَا َل‬ ِ ‫َم ْن َكفَ َر ِم ْن ْال َع َر‬
‫ّٰللا فَقَ ْد‬ ُ َّ ‫اس َحتَّى َيقُولُوا ََّل ِإلَهَ ِإ ََّّل‬
ُ َّ ‫ّٰللا فَ َم ْن قَا َل ََّل ِإلَهَ ِإ ََّّل‬ َ َّ‫سلَّ َم أ ُ ِم ْرتُ أَ ْن أُقَاتِ َل الن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ
َ‫ّٰللا َۡلُقَاتِلَ َّن َم ْن فَ َّرقَ َبيْن‬ ِ َّ ‫ّٰللا قَا َل أَبُو َب ْكر َو‬ ِ َّ ‫علَى‬ َ ُ‫سابُه‬ َ ‫سهُ ِإ ََّّل ِب َح ِق ِه َو ِح‬ َ ‫ص َم ِمنِي َمالَهُ َونَ ْف‬ َ ‫ع‬َ
‫سو ِل‬ ُ ‫عنَاقًا َكانُوا يُ َؤدُّونَ َها ِإلَى َر‬ َ ‫ّٰللا لَ ْو َمنَعُونِي‬ ِ َّ ‫الز َكاةَ َح ُّق ْال َما ِل َو‬ َّ ‫الز َكا ِة فَإِ َّن‬ َّ ‫ص َل ِة َو‬ َّ ‫ال‬
‫ّٰللا َما ُه َو ِإ ََّّل أَ ْن َرأَيْتُ أَ ْن قَ ْد‬ ِ َّ ‫ع َم ُر فَ َو‬ ُ ‫علَى َم ْن ِع َها قَا َل‬ َ ‫سلَّ َم لَقَاتَ ْلت ُ ُه ْم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ
‫ص ْد َر أَ ِبي َب ْكر ِل ْل ِقتَا ِل فَ َع َر ْفتُ أَنَّهُ ْال َح ُّق‬ َ ‫ّٰللا‬ ُ َّ ‫ش ََر َح‬
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah mencerit
akan kepada kami Al Laits dari Uqail dari Ibnu Syihab telah menga
barkan kepadaku Ubaidullah bin Abdullah bin
'Utbah, bahwasanya Abu Hurairah mengatakan; Tatkala Nabi shall
allahu 'alaihi wasallam wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi kha
lifah, beberapa orang arab menjadi kafir, lalu Umar bertanya; 'Hai
Abu bakar, bagaimana engkau memerangi manusia padahal
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda; "Saya
diperintahkan memerangi manusia hingga mereka mengucapkan
laa-ilaaha-illallah, siapa yang telah mengucapkan laa-ilaaha-
illallah, berarti ia telah menjaga kehormatan darahnya dan

148
jiwanya kecuali karena alasan yang dibenarkan dan hisabnya
kepada Allah." Abu Bakar menjawab; 'Demi Allah, saya akan terus
memerangi siapa saja yang memisahkan antara shalat dan zakat,
sebab zakat adalah hak harta, Demi Allah, kalaulah mereka
menghalangiku dari anak kambing yang pernah mereka bayarkan
kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, niscaya aku
perangi mereka karena tidak
membayarnya.' Umar kemudian berkata; 'Demi Allah, tiada lain
kuanggap memang Allah telah melapangkan Abu Bakar untuk
memerangi dan aku sadar bahwa yang dilakukannya adalah
benar.'

Ulama yang mengutip ijma' tentang ini:


Imam Abul Ubaid Al Qasim bin Sallam (w.224) dalam kitabnya Al
Iman hal.17 berkata: "Yang membenarkan hal ini adalah jihadnya
Abu Bakar As-shiddiq radliyallahu anhu bersama muhajirin dan
anshor bangsa arab yang menolak zakat, sama seperti jihadnya
Rasulullah melawan orang-orang musyrik, tidak ada perbedaan
antara keduanya dalam menumpahkan darah, menawan anak-
anak dan hartanya dijadikan ghanimah, mereka hanyalah
menolak membayar zakat, tanpa mengingkari kewajibannya."

Sebagaimana juga dikutip oleh Ibnu Taimiyyah, beliau berkata


dalam Al Fatawa 28/519: "Para shahabat dan para imam setelah
mereka telah bersepakat dalam memerangi para penolak zakat
walaupun mereka sholat lima waktu dan shaum dibulan
romadlon, mereka ini tidak memiliki syubhat yang bisa diterima
sehingga mereka divonis murtad, alasan mereka diperangi karena
penolakan mereka membayar zakat walaupun mereka mengakui
kewajibannya sebagaimana yang Allah perintahkan." Beliau juga

149
berkata: "Dahulu salaf menyebut para penolak zakat sebagai
orang-orang murtad padahal mereka masih shaum, sholat dan
tidak memerangi kelompok umat islam.”

Imam Abul Bukhturi Ath-Tha'i mendengar Hajjaj berkhutbah, isi


khutbahnya yaitu: "Perumpamaan Utsman di sisi Allah seperti
perumpamaan Isa bin Maryam, lalu Hajjaj mengangkat kepalanya
dan merintih, lalu dia berkata mengutip ayat:
"Aku mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta
menyucikanmu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan
orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir
hingga hari Kiamat."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 55)
Maka Abul Bukhturi berkata: "dia telah kafir demi Rabb ka'bah."
(Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 11/113)

Sisi pendalilan: imam tabi'in ini langsung mengkafirkannya


dengan sekedar mendengar ucapan Hajjaj ini padahal ucapannya
ini tidak shorih kekufurannya.

Ibnu Mandah rahimahullah (w.395) menyebutkan dalil bahwa


mujtahid yang keliru dalam mengenal Allah 'azza wajalla sama
seperti orang yang membangkang, Allah mengabarkan tentang
kesesatan dan pembangkangan mereka, Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman:
َ ‫قُ ۡل ه َۡل نُنَبِئ ُ ُكم بِ ۡٱۡل َ ۡخ‬
‫س ِرينَ أَ ۡع ٰ َم ًل‬
"Katakanlah (Muhammad), "Apakah perlu Kami beri tahukan
kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?""
َ ‫سعۡ يُ ُه ۡم فِي ۡٱل َح ٰيَوةِ ٱلد ُّۡنيَا َو ُه ۡم يَ ۡح‬
ُ َ‫سبُونَ أَنَّ ُه ۡم يُ ۡح ِسنُون‬
‫ص ۡن ًعا‬ َ َ‫ٱلَّذِين‬
َ ‫ض َّل‬

150
"(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia,
sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya."
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 103-104)

Ali bin Abi Thalib radliyallahu anhu berkata ketika ditanya tentang
"orang yang sia-sia perbuatannya", beliau menjawab: "Mereka
adalah orang kafir ahli kitab, dulu generasi awal mereka diatas al
haq, lalu mereka menyekutukan Rabb mereka 'azza wajalla,
membuat-buat bid'ah dalam agama mereka dan membuat-buat
hal muhdats atas diri mereka, lalu mereka bersepakat diatas
kesesatan dan mengira bahwa mereka diatas petunjuk, mereka
bersungguh-sungguh didalam kebatilan dan mengira dirinya
diatas al haq, usaha mereka sia-sia dalam kehidupan dunia
sedangkan mereka mengira telah melakukan sebaik-baik
perbuatan. (Kitab At-Tauhid karya Ibnu Mandah 1/314)

Qawwaamussunnah (w.535 H) berkata dalam Al Hujjah fii


Bayaanilmahajjah 1/255: "Orang yang menta'wil jika keliru
sedangkan dia termasuk ahli aqidah iman maka diteliti
penta'wilannya, jika ta'wilnya terkait dengan masalah yang akan
mengakibatkan menyelisihi sebagian kitabullah atau sunnah Nabi
maka ta'wilnya itu dipastikan diudzur, atau ta'wilnya menyelisihi
ijma' maka dia kafir dan tidak diudzur, sebab syubhat yang terkait
dengannya dari sisi ini lemah dan tidak mencapai kekuatan yang
menyebabkannya diudzur, sebab pokok yang dia saksikan sudah
sangat jelas, jika pengikut pendapat ini tidak kesulitan dalam
mendapatkan al haq dan sebagian tempat-tempat hujjah tidak
tersamarkan darinya, maka dia tidak diudzur ketika dia pergi
menjauhi al haq, bahkan melakukan penyelisihan terhadap al haq
dalam hal itu adalah pembangkangan dan penegasan."

151
Ibul Wazir berkata: "Tidak ada perselisihan dalam kafirnya orang
yang mengingkari hal dari diin ini yang harus diketahui secara
mendasar (ma’lum minaddiin bid-dloruroh) secara keseluruhan
dan bersembunyi dibalik nama ta'wil dalam masalah yang tidak
mungkin dita'wil, seperti orang-orang mulhid (atheis) dalam
menta'wil seluruh asmaul husna, bahkan seluruh Al Qur'an,
syari'at, janji-janji akhirat berupa bangkit dari kubur, qiyamat,
surga dan neraka. (Itsarul haq 'alalkhalq hal.415)

Ibnul Qayyim (w.751 H) berkata dalam mengkafirkan orang yang


menta'wil dalam masalah fiqih: "Siapa yang menyangka bahwa
seseorang boleh melakukan sodomi kepada budaknya seraya
berdalil dengan firman Allah:
ِ ُ‫علَ ٰ ٰٓى أَ ۡز ٰ َو ِج ِه ۡم أَ ۡو َما َملَ َك ۡت أَ ۡي ٰ َمنُ ُه ۡم فَإِنَّ ُه ۡم غ َۡي ُر َمل‬
َ‫ومين‬ َ ‫ِإ ََّّل‬
"kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang
mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela."
(QS. Al-Mu'minun 23: Ayat 6)
Seraya mengqiyaskan ayat itu kepada budak wanita yang
dimilikinya, maka dia kafir dan disuruh taubat sebagaimana
disuruh taubatnya orang murtad, jika tidak mau bertaubat maka
penggal kepalanya.

Dikarenakan syubhat yang mereka pegang merupakan syubhat


yang rusak, apalagi mereka ini termasuk orang-orang yang
terdepan dibidang ilmu syar'i sehingga tidak samar bagi mereka
soal haramnya syirik dan haram juga membantunya kecuali
dalam kondisi dipaksa dengan ikroh mulji' disertai selamatnya
keyakinan hati, mereka juga bukan orang-orang bodoh sehingga
kami tidak boleh mengkafirkan mereka kecuali setelah ditegakan
152
hujjah dan dihilangkan syubhatnya, mereka hanyalah para bul'am
kontemporer, maka mereka dikafirkan dengan pengkafiran yang
sifatnya ta'yin (personal) bagi orang yang telah sampai kepadanya
ucapan mereka yang berisi kekafiran dengan tanpa kesamaran
dan tanpa keraguan.

Sebagian orang berkata: "harus ditegakan hujjah, dihilangkan


syubhat dan diputuskan dulu ta'wilnya dari mereka, sebab
syubhat yang mereka pegang itu ada pendahulunya." kerusakan
macam apa ini sehingga mereka punya pendahulu yang mereka
ikuti?!

Berkata At-Taaj As-Subki al Asy'ari (w.771 H) dalam Al Asybah wa


An-nadzoir 2/131: "Telah diketahui bahwa memakai pakaian
kuffar dan mengucapkan kata-kata kekafiran tanpa dipaksa
adalah kekafiran, tapi jika dalam hal itu ada kemaslahatan untuk
kaum muslimin dan mereka sangat membutuhkan orang yang
melakukan itu maka yang nampak adalah kondisi itu menjadi
seperti paksaan, Sultan Shalahuddin telah menyepakati hal itu,
sebab ketika beliau kesulitan menghadapi masalah raja Shaida
dan dia menimpakan berbagai bahaya yang berlipat atas kaum
muslimin sebagaimana disebutkan para ahli sejarah maka sultan
Shalahuddin memakaikan kepada dua orang muslim pakaian
nasrani dan keduanya diizinkan untuk menghap raja Shaida
dengan mengaku sebagai pendeta dan diperut mereka telah
dipersenjatai untuk membunuh raja terlaknat secara sembunyi-
sembunyi. Lalu keduanya melakukan hal itu, menghadap
kepadanya dengan mengaku sebagai pendeta, tentu keduanya
mengatakan perkataan kekafiran disisi raja itu, mereka berdua
tidaklah meninggalkan raja itu kecuali setelah berhasil

153
membunuhnya, lalu keduanya berhasil meninggalkannya dengan
selamat, andaikan mereka tidak melakukan itu tentu kaum
muslimin akan sangat kesulitan dan tidak yakin bisa
mengalahkannya. Diantara yang menjadi dalil atas hal ini adalah
kisah Muhamad bin Maslamah dalam membunuh Ka'ab bin
Asyrof, karena Nabi shallallahu alaihi wasaalm bersabda: "Siapa
yang bisa membunuh Ka'ab bin Asyrof?!, lalu Muhamad bin
Maslamah bertanya: apakah anda suka jika saya membunuhnya?!
Nabi menjawab: “iya”, dia berkata: izinkanlah untukku, lalu Nabi
memberinya izin lalu aku katakan, dia berkata: telah ku lakukan.

Bantahan dan komentar:


Dengan mengenyampingkan rusaknya aqidah Taaj As-Subki
penganut Asy'ari yang fanatik ini, dalam injtihadnya ini dia
menempatkan dlorurot dalam posisi ikroh saat bertujuan hendak
membunuh seorang to9hut kafir dan tokoh mereka, untuk hal itu
dia membuat contoh dengan apa yang dilakukan oleh raja
Shalahuddin, bukan dalam rangka membantu orang kafir dalam
melakukan kekafiran dan mengangkat para t09hut di muka bumi
seraya menta'wil kejadian yang dilakukan oleh Muhamad bin
Maslamah radliyallahi anhu.

Andaikan mereka berdalil dengan hal itu dalam rangka untuk


membunuh salah satu kandidat dalam pemilihan presiden yang
menyakiti kaum muslimin atau yang telah membunuh orang yang
berhijrah dengan sebab cinta Nabi shallallahu alaihi wasallam
seperti 'Alaj Faransa, mungkin mereka memiliki sisi qiyas dengan
tindakan shahabat Muhamad bin Maslamah radliyallahu anhu.

2. Hukum kandidat, pemilih, promotor dan pemberi dana.

154
1. jika mereka mengetahui keadaan pemilihan bahwa hakikat
tujuannya itu mengangkat t09hut pembuat hukum selain Allah
maka dia kafir.
2. jika dia jahil pada keadaan pemilihan kontemporer dan tidak
mengetahui hakikat tujuannya maka kami jelaskan hukumnya
berikut ini:
Mereka mengklaim secara dusta bahwa tidak boleh menerapkan
hukum kafir secara dzohir kepada personal orang yang ikut
memilih jika ada kemungkinan (ihtimal) bahwa dia itu tidak
mengetahui keadaan pemilihan, dan dia masih dihukumi muslim
sampai ditegakan hujjah, hal ini sebenarnya tindakan meraba-
raba dan tidak menguasai permasalahan dengan benar.

Khusus dalam masalah kemungkinan adanya jahil hal dalam


masalah pemilihan demokrasi sesungguhnya status pemilih ini
tidak kita kuasai (bukan maqdur alaih) sehingga dia itu dihukumi
kafir secara dzohir disebabkan kita tidak memungkinkan untuk
meneliti penghalang kekafiran yaitu kemungkinan dia jahil hal,
sebab kejahilan itu urusan batin, sedangkan bertabayyun dan
penegakan hujjah baru dilakukan saat kondisi setelah munculnya
berbagai indikasi (qarinah) dari personal si pemilih ini yang
menunjukan bahwa dia itu jahil terhadap hakikat pemilihan
demokrasi, dan ini terjadi saat dia kita kuasai (maqdur alaih), dan
ini merupakan tugas peradilan syar'i.

Berdasarkan hal tadi yang kita kemukankan, maka wajib atas kita
untuk menjelaskan permasalahan ini berdasarkan dalil dengan
pemahaman salaf, mudah-mudahan Allah memberi petunjuk
kedalam hati pihak yang menyelisihi kita.

155
Al Bukhari mendatangkan hadits 'Ali radliyallahu anhu ketika Nabi
mengutusnya untuk mengambil surat Hathib yang dibawa
seorang perempuan dengan hadits berikut ini:
ِ ِ‫عنُقَ َهذَا ْال ُمنَاف‬
‫ق‬ ُ ْ‫ّٰللا َد ْعنِي أَض ِْرب‬
ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫فَقَا َل‬
ُ ‫ يَا َر‬: ‫ع َم ُر‬
Umar berkata: "Wahai Rasulullah, biarkan aku untuk memenggal
leher si munafik ini."
(HR. Bukhari Bab: Pembukaan kota Makkah, dan sesuatu yang
dikirim oleh Hathib bin Abu Balta'ah ke Makkah)

Sisi pendalilan: Umar Al Faruq radliyallahu anhu memvonis


Hathib berdasarkan apa yang nampak darinya yaitu Hathib
melakukan sebab kekafiran, Umar tidak mencari-cari penghalang
agar Hathib tidak dikafirkan, kemudian barulah Nabi memberikan
penjelasan rincian dengan metode peradilan sebab jatuhnya
vonis dan sanksi ada ditangan beliau -semoga rahmat dan
keselamatan Allah dicurahkan kepada beliau-.

Dalam Al Mudawwanah disebutkan:


Aku berkata: bagaimana pendapat anda tentang tawanan yang
dipaksa oleh sebagian raja kafir harbi atau kafir harbi
memaksanya untuk masuk nasrani, apakah istri si tawanan ini
dipisahkan atau tidak?! Imam Malik berkata kepadaku: "jika dia
dipaksa maka antara dia dan istrinya tidak boleh dipisahkan, jika
tidak diketahui bahwa dia jadi nasrani itu apa karena dipaksa atau
karena patuh maka pisahkan dia dari istrinya dan semua hartanya
menjadi harta waqaf -menjadi harta baitul maal kaum muslimin-
atas namanya sampai dia mati atau kembali masuk islam."
Rabi'ah dan Ibnu Syihab berkata: "jika dia masuk nasrani sedang
tidak diketahui apakah dia dipaksa atau tidak maka pisahkan
156
antara dia dan istrinya dan hartanya diwaqafkan, dan istrinya
diberi nafaqah dari hartanya ini. (Al Mudawwanah lil Imam Malik
2/36)

Sisi pendalilan: para ulama -rahimahumullah- tidak melirik pada


kemungkinan adanya penghalang dari dikafirkan, masing masing
mereka menghukumi berdasarkan sebab dzohir yang meyakinkan
yaitu terjatuh kedalam sebab kekafiran, sebab sudah maklum
bahwa asal manusia itu tidak dipaksa (ikhtiyar) dan sudah
maklum juga bahwa vonis itu dibangun diatas sebabnya, adapun
penghalang vonis barulah dianggap ketika dia ada pada si
mukallaf, maka tidak boleh menahan diri dari memvonis kafir
ketika seseorang terbukti terjatuh kedalam kekafiran, jika sebab
yang mengkafirkannya sudah terbukti jelas maka memvonisnya
kafir tidak boleh ditinggalkan karena kemungkinan adanya
penghalang, sebab hukum asal itu tidak adanya penghalang,
maka cukuplah dengan hukum asal ini.

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini harus dijawab oleh lawan yang


menentang kami:
1. Bagaimana pemilih yang jahil hal bisa diketahui hakikatnya oleh
orang yang melihat atau oleh mujahid sementara kejahilan itu
sifatnya batin?!

2. Apakah para pemilih itu kelompok yang kita kuasai (maqdur


alaih) sehingga kita bisa meneliti keadaan mereka lalu kita
mengudzur mereka yang terbukti jahil hal terhadap pemilihan
demokrasi atau yang wajib atas kita itu menjalankan hukum
diatas dzohirnya?! Barulah nanti ketika mereka dikuasai dan
disuruh taubat dilakukanlah penyelidikan atas mereka, dicari

157
kejelasan dan ditegakan hujjah, sebab ini merupakan tugas
peradilan syar'i!?

3. Berdasarkan yang telah lalu, sebenarnya status tentara t09hut


itu sama dengan para pemilih demokrasi dari sisi sama-sama
kekafirannya bersifat perantara, lantas apa hukum dzohir bagi
orang yang melihat atau mujahid atas tentara to9hut yang
mungkin saja dia jahil hal terhadap orang yang memimpinnya
(presiden) dan menganggapnya sebagai imam kaum muslimin
sehingga dia masuk dibarisan tentaranya dan dibawah
benderanya?!

Jika kalian menjawab bahwa mereka tidak kafir secara ta'yin


(personal), maka kalian telah menyelisihi Ijma' shahabat yang
telah mengkafirkan tha'ifah mumtani'ah (kelompok yang
mempertahankan diri dengan senjata) seperti pasukan
Musailamah al Kadzdzab dan para penolak zakat.

Jika kalian menjawab bahwa para tentara ini kafir, maka para
pemilih juga saudaranya mereka, sehingga dengan jawaban ini
kalian telah rusak kembali hasil tenunan kalian dan kalian
hancurkan kedustaan kalian sendiri.

KESIMPULAN:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


ۡ ُ‫ٱلِلُ َولَ ۡو ََّل َك ِل َمة‬ ۡ َ‫عواْ لَ ُهم ِمنَ ٱلدِين ما لَ ۡم ي‬ ٰٓ ٰ ‫شر‬
‫ي بَ ۡينَ ُه ۡم‬
َ ‫ض‬
ِ ُ ‫ق‬ َ ‫ل‬ ‫ل‬
ِ ۡ‫َص‬ ‫ف‬‫ٱل‬ َّ ‫ه‬
ِ ‫ب‬
ِ ‫ن‬ َ ‫ذ‬‫أ‬ َ ِ ُ ‫َر‬
َ ‫ش‬ ْ ‫ا‬ ‫ؤ‬
ُ َ
‫ك‬ َ ُ ‫أَ ۡم لَ ُه ۡم‬
َ َ َ َّ ٰ َّ
‫يم‬ٞ ‫عذاب أ ِل‬ َ ‫َو ِإن ٱلظ ِل ِمينَ ل ُه ۡم‬

158
"Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang
menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan
(diridai) Allah? Dan sekiranya tidak ada ketetapan yang menunda
(hukuman dari Allah) tentulah hukuman di antara mereka telah
dilaksanakan. Dan sungguh, orang-orang zalim itu akan mendapat
azab yang sangat pedih."
(QS. Asy-Syura 42: Ayat 21)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫َّل ِإ ٰلَهَ ِإ ََّّل ُه َو ُك ُّل ش َۡيء هَا ِلك ِإ ََّّل َو ۡج َههُۥ لَهُ ۡٱل ُح ۡك ُم َو ِإلَ ۡي ِه‬
ٰٓ َ ۘ ‫ٱلِل ِإ ٰلَ ًها َءاخ ََر‬
ِ َّ ‫َو ََّل تَ ۡدعُ َم َع‬
َ‫ت ُ ۡر َجعُون‬
"Dan jangan (pula) engkau sembah Tuhan yang lain selain Allah.
Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala
sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi
wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 88)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫طن ِإ ِن‬ َ ٰ ‫س ۡل‬ َّ ‫س َّم ۡيت ُ ُمو َها ٰٓ أَنت ُ ۡم َو َءابَا ٰٓ ُؤ ُكم َّما ٰٓ أَنزَ َل‬
ُ ‫ٱلِلُ ِب َها ِمن‬ َ ‫َّل أَ ۡس َما ٰٓ ًء‬ ٰٓ َّ ‫َما تَعۡ بُدُونَ ِمن دُونِ ِه ٰٓۦ ِإ‬
َ‫اس ََّل يَعۡ لَ ُمون‬ِ َّ‫ِين ۡٱلقَ ِي ُم َو ٰلَ ِك َّن أَ ۡكثَ َر ٱلن‬
ُ ‫َّل ِإيَّاهُ ٰذَ ِل َك ٱلد‬ٰٓ َّ ‫لِل أَ َم َر أَ ََّّل تَعۡ بُد ُٰٓواْ ِإ‬ ِ َّ ِ ‫ۡٱل ُح ۡك ُم ِإ ََّّل‬
"Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang
kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek
moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun
tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah.
Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.
Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui."
(QS. Yusuf 12: Ayat 40)

Sudah maklum bahwa pemilihan demokrasi kontemporer dzatnya

159
bukanlah kekufuran yang sifatnya shorih, tapi masuknya kepada
kufur ma'al (kekafirannya bersifat akibat) dan kufur lazim, maka
disana ada kesamaran, karena itulah terkadang disana ada orang
yang terkena jahil hal buah dari penipuan para penyeru diatas
pintu-pintu jahanam yaitu dengan memberikan pemahaman
kepada orang awam bahwa pemilihan demokrasi itu sama
dengan syuro atau bai'at, bahkan mereka membolehkannya
dengan klaim yang penuh tipu daya setan, seperti ucapan mereka
bahwa ikut serta dalam pemilihan adalah memenangkan
kebaikan atas kerusakan, atau itu merupakan cara untuk
menerapkan syari'at islam secara bertahap, padahal maslahat
macam apa yang terdapat dalam kesyirikan dan
pembangkangan?! Penerapan syari'at islam secara bertahap
macam apa jika ashlul islamnya saja sudah batal?! -Kita
berlindung kepada Allah dari hal itu-.

Dan juga, pemilihan demokrasi dengan bentuknya yang


kontemporer maksudnya jelas-jelas murni kesyirikan, baik pemilih
yang mengetahui keadaannya, kandidat yang dipilihnya atau yang
menyeru agar ikut serta dalam pemilihan sama-sama divonis
kafir, kesyirikannya masuk kedalam jenis menyekutukan Allah
dalam sifat rububiyyah-Nya yang paling khusus yaitu membuat
hukum yang mana itu merupakan hak Allah, keputusan-Nya
dalam penghalalan dan pengharaman, mewajibkan berbagai
kefardluan, menetapkan berbagai batasan, ukuran, taklif dan
memberikan ampunan dalam hal yang mubah.

Al Barbahari rahimahullah berkata: "ketahuilah, seseorang keluar


dari jalan itu ada dua macam:
Pertama: dia tergelincir dari jalan sementara dia tidak

160
menginginkan selain kebaikan, maka ketergelinciran orang ini
tidak diikuti sebab ini kebinasaan.
Kedua: orang yang menentang al haq dan menentang ulama
muttaqin sebelumnya, maka orang ini telah sesat dan
menyesatkan, dialah setan dikalangan umat ini, orang yang
mengetahuinya berhak menghati-hatikan orang lain darinya dan
menjelaskan kisahnya kepada mereka, agar tidak ada seorang
pun yang terjerumus kedalam bid'ahnya sehingga dia binasa.
(Thabaqat Al Hanabilah 2/19)

Catatan:
Menurut kami tidak tergambarkan adanya orang yang jahil hal
dikalangan pemilih demokrasi kecuali yang dikehendaki Allah,
adapun orang yang jahil hukum tapi mengetahui keadaan
pemilihan demokrasi maka orang ini tidak mengerti kemuliaan
Rabbnya dan keesaanNya sehingga dia menyekutukan Allah
dalam rububiyyahNya, maka hendaknya orang yang pernah
terjatuh ke dalam pembatal ini bersegera untuk bertaubat dan
kembali kepada Allah, dan ketahuilah!, sesungguhnya orang yang
mendapatkan jabatan kemuliaan dengan sebab dosa dan
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya maka dia kafir lagi
musyrik....adapun lokasi-lokasi pemilihan demokrasi maka itu
merupakan target serangan yang disyari'atkan bagi tentara
thaifah manshuroh, orang yang terbunuh disana statusnya
murtad, tidak ada harganya!

Dari Abu Musa dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda:


"Sesungguhnya Allah Ta'ala membentangkan tangannya di malam
hari supaya orang yang berdosa di siang hari bertaubat dan
membentangkan tanganNya di siang hari supaya orang yang
161
berdosa di malam hari bertaubat, sampai matahari terbit di
tempat terbenamnya. (HR. Muslim)

Kami memohon kepada Allah keselamatan dan keteguhan diatas


al haq sampai kami berjumpa dengan-Nya...Allahumma aamiin.

Selesai dengan karunia Allah saja.


Allah maha tinggi lagi maha mengetahui, Dia lah yang
menunjukan kepada jalan yang lurus.

Ditulis oleh: Naashirussunnah Al Qurasyi

Selesai diterjemah: Selasa 10 muharram 1445 H / 28 juli 2023

Apapun kebenaran yang ada dalam tulisan ini


maka dari Allah saja tidak ada sekutu bagi-
Nya, dan jika ada kekeliruan dan lupa maka
itu dari hamba yang lemah ini dan dari setan.

162
DAFTAR ISI:

Muqaddimah dan sekilas Tentang Syaikh Naasirussunnah Al


Qurasyi -rahimahullah- ..........................................................Hal 3
Khutbah penulis......................................................................Hal 7
1. Muqaddimah penting untuk memahami bencana ini.....Hal 10
Perbedaan-perbedaan Antara PEMILU, Bai'at Dan Syuro.....Hal 11
Metode pemilihan penguasa dalam islam ............................Hal 14
Kondisi dibolehkannya memilih pemimpin dalam islam........Hal 16
KONDISI PERTAMA: jika sistem pemerintahannya islam........Hal 16
Dalil-Dalil yang menunjukan bolehnya sekedar memilih pemimpin
selama sesuai dengan batasan syar'i......................................Hal 19
Pertama: dizaman Nabi shallallahu alaihi wasallam...............Hal 20
Kedua: dizaman Khulafaurrasyidin. ............... ............... .......Hal 23
Ketiga: dimasa setelah Khulafa ar-rasyidin. ......................... .Hal 24
KONDISI KEDUA: jika sistem pemerintahannya bukan islam .Hal 24
Syubhat-syubhat utama dalam membolehkan ikut pemilu...Hal 28
1. Kisah kekalahan bangsa Rum............... ............................ Hal 28
2. Pekerjaan Nabi Yusuf alaihissalam.....................................Hal 29
3. Karena melihat Maslahat yang lebih besar........................Hal 30

2. Pemotong tajam dalam membantah orang yang


membolehkan ikut pemilihan demokrasi...........................Hal.31
Syubhat melegalkan ikut pemilu dengan memotong ayat 217

163
surat Al baqarah.....................................................................Hal 32
Bantahan terhadap orang yang berdalil dengan Ar-Rum......Hal 37
Bantahan Atas Dalil Pekerjaan Nabi Yusuf alaihissalam.........Hal 43

3. Jawaban tertulis untuk orang yang membolehkan ikut


pemilihan karena alasan dlorurot......................................Hal 52
Ucapan Ibnu Taimiyyah; hal haram yang tidak dirukhsoh dalam
kondisi apapun............... ............... ............... ........................Hal 56
BATASAN DLORUROT DAN PERBEDAANNYA DENGAN HAJAT
(KEBUTUHAN) ............... ............... ............... ........................Hal 58
Memilih bersabar untuk dibunuh pahalanya lebih besar.......Hal 62
BATASAN IKROH YANG DIAKUI SECARA SYAR'I......................Hal 65
Ikroh dari penilaian lain ada 3:
1. Ilja............... ............... ............... ............... .......................Hal 72
2. Tahdid............... ............... ............... ............... .................Hal 76
3. Istidl'af............... ............... ............... ............... ................Hal 81
STATUS PARA KHATIB PENGUASA KAFIR............... ................Hal 85
4. Membongkar syubhat para pembantu iblis....................Hal 90
Syubhat Iblis 1; ikut demokrasi untuk menegakan syari'at islam
............... ............... ............... ............... ............... ................Hal 90
Syubhat; apa bedanya hijrah ke negeri kafir yg lebih aman dengan
memilih orang kafir yang bahayanya lebih ringan?! .............Hal 93
Ucapan Asy-syafi'i; mengembalikan kafir dzimmi ke penguasa
mereka lebih baik daripada kita menumpahkan darah untuk
membela nyawa mereka, ini bukan bentuk ridlo mereka dihukumi
dengan hukum syirik. ............... ............... .............................Hal 97
Syubhat Iblis 2; memilih mursi demi menjaga dari kejahatan As-
Sisi ............... ............... ............... ............... ......... ................Hal 98
Definisi Jahil hal............... ............... ............... ......................Hal 98
Jahil hal dihukumi kafir bagi yang tidak mengetahui kondisinya

164
............... ............... ............... ............... ............... ................Hal
100
Jahil hukum............... ............... ............... ............... ...........Hal 100
Pemilih dihukumi kafir karena:
1. Hukum pembantu kemunkaran sama dengan hukum pelaku
kemunkaran............... ............... ............... ............. ............Hal 101
2. Hukum perantara sama dengan hukum tujuan................Hal 103
3. Pemilih mengangkat t09hut............... ............... .............Hal 103
Kita hanya diperintahkan untuk menjauhi syirik, bukan
menghapus seluruh kesyirikan. ............... ............... ..........Hal 105
Orang kafir tidak sah berkuasa............... ............... ............Hal 107
Syubhat iblis 3; Muhamad bin Maslamah dan Hajjaj bin Ilath
diizinkan mengatakan kekafiran demi dlorurot.. ................Hal 108
Syubhat iblis 4; Sa'id bin Musayyab membolehkan mengobati
sihir dengan sihir yang kafir. ............... ............... ...............Hal 118
Al Asqalani dalam Fathul Bari; penjelasan Nusyroh............Hal 120
Ibnu Abdil Barr; cara mengobati penyakit 'ain.....................Hal 123
Ikhtilaf ulama tentang bolehnya nusyroh............... ............Hal 125
Ikhtilaf ulama tentang tata cara nusyroh............... .............Hal 126
Definisi dan pembagian nusyroh............... ..........................Hal 128
Ath-Thabari; mengobati sihir adalah bagian pengobatan..Hal 128
Cara mengobati suami yang dihalangi dari menyetubuhi istrinya
............... ............... ............... ............... ..............................Hal 129
Dosa-dosa yang pelakunya kafir tapi tidak murtad..............Hal 134
Jika maslahat membolehkan melakukan kekafiran maka manusia
akan hidup diatas fitnah ............... ............... ......................Hal 140
Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh lawan
................... ............... ............... ............... ..........................Hal 140
5. Menerapkan hukum kepada turunan bul'am dan rakyat jelata
yang mempraktekan fatwa mereka..................................Hal 145

165
1. Hukum orang yang membolehkan ikut pemilihan demokrasi
syirik............... ............... ............... ......................................Hal 145
2. Hukum kandidat, pemilih, promotor dan pemberi dana. Hal 154
6. Kesimpulan..................................................................Hal 158

166
167

Anda mungkin juga menyukai