Anda di halaman 1dari 16

KALAM SALAFI-WAHABI DAN ASY’ARIYAH

NAMA : Dhiya Atha Pratama

Muhammad Fauzul Azim

DOSEN PENGAMPU: DR.Noviandy, M. Hum

PENDAHULUAN

Mengenai tentang islam,islam itu adalah agama peradaban yang membawa rahmat
allah SWT bagi seluruh alam semesta,bukan agama yang dibuat-buat ataupun keyakinan
yang dibuat dan juga bukan merupakan agama teroris. Maka dengan itulah Allah mengutus
nabi dan rasul untuk menyebarkan rahmat ke seluruh alam semesta ini

Ada 3 hal penting di dunia ini yang menjadi pegangan bagi umat manusia
ialah:toleran,moderat,dan akomodatif. Orang-orang yang telah beriman harusnya
disempurnakan dengan amal ibadah yang baik dan kokoh lalu perilaku yang tergolong dalam
sifat terpuji( al-akhlaq al-karimah)

Para ulama terdahulu , seperti Imam syafi’i, Ghazali, Ibnu sina dan beberapa tokoh
islam yang terkemuka lainnya mempunyai jenggot panjang dan memakai sorban. walaupun
memiliki sifat simbolik itu tidaklah cukup untuk dinilai bahwa dia telah mengamalkan ajaran
islam dikarenakan ajaran islam itu sungguh amat luas dan beraneka ragam yang dimana
tidak hanya bisa diwakilkan hanya dengan simbol belaka.

B.TUJUAN MASALAH

APA SALAFI- WAHABI ITU? Di dalam pandangan al-Bani, salafi dan wahabi
tujuan dan orientasi ajaran nya tidak jauh berbeda di karenakan salafi itu sendiri ialah suatu
gerakan pemurnian ajaran islam yang mengampanyekan dan memberantas segala sesuatu

1
yang dianggap bid’ah tetapi tetap al-Bani tidak menggunakan istilah wahabi karena
dianggap kurang tepat dan terkesan memuja satu tokoh.1

APA ASY’ARIYAH ITU? Al-Asy’ari yang merupakan pendiri dari aliran Asy’ariyah
ialah seorang yang pernah menganut paham Mu’tazilah sehingga ia tidak dapat menjauhkan
diri penggunaan akal dan pikiran untuk menyatakan pendapatnya dan menentang dengan
keras mereka yang mengatakan penggunakan akal dan pikiran dalam soal-soal agama atau
membahas soal-soal yang tidak pernah di singgung oleh Rasulullah bahwa itu kesalahaan.2

C.RUMUSAN MASALAH

a). Sejarah Salafi-Wahabi dan Asy’ariyah

b).Pokok-pokok Ajaran Salafi-Wahabi dan Asy’ariyah

c). Relevansi Ajaran Salafi-Wahabi dalam konteks kekinian

1
Tim Harakah Islamiyah, Buku Pintar Salafi-Wahabi, Ulin Nuha,Harakah Islamiyah,64 Hal
2
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

2
PEMBAHASAN

A). Sejarah Salafi-Wahabi dan Asy’ariyah

Sejarah Asy’ariyah dimulai pada masa puncaknya pada zaman khalifah Al-
Ma’mun,setelah Al-Ma’mun menjadikan aliran Mu’tazilah sebagai aliran teologi resmi
Negara. Mereka memanfaatkan kekuasaan pemerintah pemerintah untuk mempengaruhi
rakyat agar menerima ajaran-ajarannya,tetapi banyak yang menentangnya dan harus
menjalani hukuman penjara3

Setelah Al-Mutawakkil berkuasa,aliran mu’tazilah sebagai aliran resmi dihapuskan.


Sejak itu pengaruh aliran Mu’tazilah mulai menurun dan saingannya semakin
banyak,terutama jabariyah dari kalangan biasa yang tidak bias menyelami ajaran
Mu’tazilah yang bersifat rasional dan filosofis4

Mereka dituduh oleh golongan mayoritas yang berpegang teguh pada sunnah dan
hadist sebagai golongan yang tidak berpegang teguh pada sunnah Nabi karena kaum
Mu’tazilah terlalu berpegang teguh pada akal dan pikiran dan kurang berpegang teguh pada
sunnah atau hadist di karenakan mereka ragu akan keaslian sunnah atau hadist Nabi5

Al-Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah sekitar tahun 300 H dan selanjutnya
membentuk aliran teologi yang dikenal dengan namanya sendiri yaitu Asy’ariyah. Ahli
sunnah wal jamaah banyak dipakai setlah timbulnya aliran Asy’ariyah6

Menurut suatu riwayat bahwa Al-Asy’ari bermimpI bertemu Nabi Muhammd


SAW,didalam mimpinya Nabi Muhammad SAW berkata bahwa muzhab ahli sunnahlah yang
benar dan muzhab mu’tazilah itu salah. Ada sebab lain yang membuat Asy’ari meragukan
3
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

4
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

5
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

6
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

3
ajaran Mu’tazilah dan keluar dari aliran itu karena gurunya Al-Jubba’I tidak dapat menjawab
pertanyaannya dalam perbedebatan lalu sejak saat itu ia mulai merasa tidak puas dan ragu
akan ajaran Mu’tazilah. Pada puncak keraguannya, Al-asy’ari mengasingkan diri di
rumahnya dari orang banyak selama 15 hari untuk memikirkan ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Setelah memikirkannya selama 15 hari lalu ia pergi ke masjid Basrah dan mengatakan
sebagai berikut:

“Hadirin sekalian, saya selama ini mengasingkan diri untuk


berpikir tentang keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang
diberikan massing-masing golongan. Dalil-dalil yang dimajukan
dalam penelitian saya sama kuatnya. Oleh karena itu saya
meminta petunjuk dari Allah dan atas petunjuk-Nya saya sekarang
meninggalkan keyakinan-keyakinan lama, dan menganut
keyakinan-keyakina baru yang saya tulis dalam buku ini.
Keyakinan-keyakinan lama saya lemparkan sebagaimana saya
melemparkan baju ini“7

Setelah keluar dari golong Mu’tazilah, Al-Asy‘ari membentuk teologi baru yang
dipandang sesuai dengan aliran orang-orang yang berpegang kuat pada sunnah dan hadist.
Ada beberapa factor dari ajaran aliran Asy’Asy’ariyah yang menguntungkan dan dapat
mengalahkan aliran Mu’tazilah, yaitu antara lain:

a. Sejak masa khalifah Al-Mutawakkil, aliran Mu’tazilah sebagai


aliran resmi Negara dihapuskan, sehingga umat islam yang tidak
ikhlas menerima aliran tersebut banyak yang meninggalkannya.
b. Umat islam pada waktu itu sudah bosan menghadapi dan
mendengarkan perbedaan dan pertentangan , khususnya mengenai
persoalan yang dicetuska Mu’tazilah mengenai kedudukan Al-
Qur’an. Hal ini berakibat timbulnya ketidaksenangan mereka
terhadap aliran Mu’tazilah.

7
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

4
c. Al-Asy’ari adalah seorang ulama yang memiliki ilmu yang
mendalam, mahir dalam berdebat, terkenal sebagai orang yang
saleh dan takwa, serta disegani dikalangan umat islam.
d. Al-Asy’ari memiliki pengikut-pengikut yang kuat, yang selalu
memberikan penerangan mengenai ajaran-ajaran Al-Asy’ari
dengan jelas. Karena mereka adalah tokoh-tokoh masyarakat,
maka orang banyak tertarik kepada aliran Al-Asy’ariyah.
e. Pemerintah Banu Buwaihi yang bercorak Syi’ah digantikan
oleh pemerintah Bani Saljuk Turki yang bercorak Sunni, memiliki
seorang menteri yang pandai dan kuat yaitu Nizamul Mulk
penyokong aliran Ahlusunnah, sedangkan paham-paham lainnya
tidak diajarkan.8

Selain Al-Asy’ari sebagai pendirinya aliran Asy’ariyah juga memiliki beberapa tokoh
kenamaan yang sangat tekun menyiarkan dan menjelaskan ajaran Al-Asy’ariyah. Mereka
ialah Al-Baqilani yang bernama lengkap ialah Muhammad Tayib bin Muhammad Abu Bakar
Al-Baqilani, Abdul Malik Al-Juwaini yang dilahirkan di Khurasan tahun 419 H dan wafat
pada tahun 478 H, Abu Hamid Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali,Alauddin Al-Iji, dan Abu
Abdillah bin Yusuf.9

Sejarah Salafi-Wahabi dimulai dengan hakikat islam sebagai agama peradaban yang
membawa rahmat untuk alam semesta, Islam yang Nampak kepermukaan ini bukanlah islam
yang menginginkan perdamaian dunia tetapi islam yang identik dengan kekerasan yaitu
sejarah berdarah sekte Salafi-Wahabi. Mereka membunuh semuanya termasuk para ulama.10

Untuk menyebarkan ajarannya, wahabi mengatasnamakan kelompok mereka sebagai


kelompok Salafi yang dikenal dengan Salafi-Wahabi,yang dimana istilah Salafi itu sendiri
ialah merek(manusia) yang hidup di masa rasulullah dan yang mengikuti mereka(tabiin)

8
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

9
Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni 2006 cetakan II:April
2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

10
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, Maret 2011 , Hal 276

5
kemudian mengikuti mereka(tabiit-tabiin) dalam artian,Salafi merupakan generasi pertama
hingga ketika setelah rasulullah wafat.11

Berkat mengatasnamakan Salafi,kelompok Wahabi mendapatkan banyak pengikut


dan secara kasat mata ajaran mereka dilakukan hampir mirip dengan kelompok islam
lainnya, akan tetapi penguasaannya terhadap al-quran dan pemahamannya terhadap islam
hanya sebatas kulit luarnya saja.12

Mereka rata-rata adalah para penghafal Al-qur’an,setiap malam shalat tahajud,hampir


setiap hari menjalankan puasa sunnah,jidat mereka juga hitam dan lutut mereka juga kapanan
untuk sujud yang dimana mereka terlihat tekun menjalankan ibadah dan amalan-amalan
sunnah akan tetapi paradigma yang mereka gunakan ialah paradigma ekstrem.13

Maka dari itu,kelompok Salafi-Wahabi sering dikatakan sebagai aliran yang tidak
mengetahui sepenuhnya hakikat islam atau tidak memahami islam secara kompleks.

Lahirnya sekte islam yang mana dicela oleh Nabi Muhammad sudah ada sejak abad
pertama hejriyah. Kelompok ini mulai berani menampakkan diri di hadapan Nabi
Muhammad pada bulan syawal tahun 8 hejriyah,pada saat Nabi Muhammad baru saja
memenangkan perang Thaif dan Huiain.

Tiba-tiba seorang yang bernama Dzul Khuwaishirah dari


keturunan Bani Tamim maju kedepan dengan sombol sambil
berkata,”berlaku adillah,hai Muhammad!” nabi pun
berkata,”celakalah kamu siapa yang akan berbuat adil jika aku
saja tidak berbuat adil?” lantas Umar berkata, “wahai
rasulullah,biarkan kupenggal saja lehernya. Nabi
menjawab,”biarkan saja”!. Ketika itu Nabi bersabda,”akan lahir
dari keturunan orang ini kaum yang membaca Al-Qur’an,tetapi
tidak sampai melewati batas tenggororkannya (tidak memahami
substansi misi-misi Al-Qur’an dan hanya hafal dibibir saja).
Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus
11
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, Maret 2011 , Hal 276
12
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, Maret 2011 , Hal 276
13
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, Maret 2011 , Hal 276

6
keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka memerangi
orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Kalau aku
menemui mereka niscaya akan kupenggal lehernya seperti halnya
kaum’Ad.“ (HR. Muslim pada kitab Az-Zakah, bab Al-Qismah)
(hal 11)14

Kelompok Salafi-Wahabi hampi sama persis meniru gaya hidup rasulullah. Mereka
memakai sorban, memakai celana diatas tumit dan berjenggot panjang. Tetapi hal yang
bersifat simbolik seperti itu tidak cukup untuk menilai bahwa ia telah mengamalkan ajaran
islam, sebab ajaran islam sangatlah luas dan tidak bisa memawakili hanya dengan simbol
saja.15

Simbol merupakan kulit luar saja yang siapa pun bisa melakukannya bahkan orang
jahat sekalipun bisa melakukannya dengan sangat mudah, maka dari itu jangan sampai hanya
dengan simbol umat islam terpancing untuk menjustifikasi bahwa orang tersebut muslim
puritan atau abangan. Akibat dari keterjebakkan ini kemudian dunia dan opini publik
mengatakan bahwa islam merupakan agama teroris ataupun kebalikan teroris identik dengan
islam. Padahal di ajaran islam tidak mengajarkan terorisme dan ajaran ektrem lainnya.16

B). Pokok-pokok ajaran Salafi-Wahabi dan Asy’Ariyah

Dilihat dari pendiri kelompok wahabi yaitu Muhammad Ibn’Abd Al-Wahhab yang
sosok seorang ulama yang produktif yang menciptakan berbagai macam karya ilmiah yang
mencapai puluhan jumlahnya. Antara lain Tafsir Surat Al-fatihah, Mukhtasar Sahih al-
Bukahri, Mukhtasar Sirat al-Nabawiyyah, Kitab al-Tauhid, Usul al-Iman, Kitab al-Kaba’ir,

14
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, Maret 2011 , Hal 276
15
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, Maret 2011 , Hal 276
16
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, Maret 2011 , Hal 276

7
Kasyi al-Subyat, Thalatal al-Usul, Adab Al-Masyi‘ ila al-Salah, dan al-Hadith al-Fitn17,
Semua tema karya-karyanya terfokus pada misi pemurnian tauhid

Ia berpendapat dalam ajarannya bahwa:

1) Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan, dan orang-


orang yang menyembah selain Tuhan telah menjadi musyrik, dan
boleh dibunuh
2) Kebanyakan orang islam bukan lagi penganut paham tauhid
yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi
kepada Tuhan, tetapi kepada para Syaikh atau Wali dan dari
kekuatan goib. Orang islam demikian juga telah menjadi musyrik
3) Menyebut nama nabi, syaikh atau malaikat sebagai perantara
dalam doa juga merupakan syirik
4) Meminta safaat selain kepada Tuhan juga adalah syirik
5) Bernazar selain kepada Tuhan adalah juga syirik
6) Memperoleh pengetahuan selain dari Al-qur’an, hadis, dan
kias(analogi) merupakan kekufuran
7) Tidak percaya kepada qada dan qadar Tuhan juga merupakan
kekufuran
8) Dan penafsiran Al-Qur’an dengan takwil (interpretasi bebas)
adalah kufur18

Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan bahwa semua poin diatas oleh Muhammad
ibn’Abd al-wahab dianggap bidah dan bidah adalah kesesatan. Oleh karena itu untuk
melepaskan umat islam dari praktek-praktek bidah mereka harus kembali ke islam yang
asli.19

17
Al-Jundul, 1979:13 (https://www.researchgate.net/publication/317612741_MUHAMMAD_IBN_’ABD_AL-
WAHAB_DAN_GERAKAN_WAHABI)

18
Nasution,1975:25 (https://www.researchgate.net/publication/317612741_MUHAMMAD_IBN_’ABD_AL-
WAHAB_DAN_GERAKAN_WAHABI)

19
Nasution,1975:25 (https://www.researchgate.net/publication/317612741_MUHAMMAD_IBN_’ABD_AL-
WAHAB_DAN_GERAKAN_WAHABI)

8
Tiga pokok ajaran dari pikiran-pikiran Muhammad Ibn’Abd Al-Wahab yang
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pemikiran pembaharuan abad 19 , yaitu

1) Hanya Al-Qur’an dan Hadist lah yang merupakan sumber asli


ajaran Islam, pendapat ulama bukanlah sumber
2) Taklid kepada ulama tidak dibenarkan
3) Dan pintu ijtihad tetap terbuka20
Di antara ketiga pokok ajaran pemikiran diatas mungkin hanya poin terakhir yang
satu-satunya yang dapat dijadikan dasar untuk menyatakan gerakan wahabi sebagai gerakan
pembaharuan

Selanjutnya pokok-pokok pandangan dari ajaran-ajaran al-Asy’ari sebagai


pendiri kelompok Asy’Ariyah secara rinci disimpulkan berikut :

1). Al-Qur’an sebagai Kalam Allah

Dari reaksi atau teologi Mu’tazilah, Al-Asy’ari mengecam pendapat yang


mengatakan bahwa Al-Qur’an diciptakan Allah dan karenanya itu maka ia adalah
”mahluq”dan golongan yang berpandangan semacam ini dikecam oleh Al- Asy’ari sebagai
pendapat yang mengadopsi pendirian orang kafir yang menganggap Al-Qur’an sebagai
ucapan manusia (In huwa illa qaul al-basyar). Bahkan lebih jauh Al-Asy’ari berpendapat
bahwa orang yang meyakini Al-Qur’an sebagai mahluq adalah, kafir. Bagi Al-Asy’ari
menentukan apakah Al-Qur’an itu sebagai kalam Allah yang qadim atau sebagai mahluq
yang hadis (baru) ialah amat penting karena sebab di sinilah letaknya apakah al-Qur’an
memiliki otoritas atas pendapat manusia atau tidak. Bagi Al-Asy’ari Al-Qur’an adalah
sumber otoritas yang harus dipedomani.21

2). Tuhan memiliki sifat

20
Harun Nasution, 1975:26
(https://www.researchgate.net/publication/317612741_MUHAMMAD_IBN_’ABD_AL-
WAHAB_DAN_GERAKAN_WAHABI)
21
Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 212

9
Dari beberapa ayat al-Qur’an jelas disebut bahwa Tuhan itu ALIM, dan mengetahui
dengan pengetahuannya dan bukan dengan zat-Nya dan mustahil tuhan itu merupakan
pengetahuan. Disini terlihat Al-Asy’ari menetapkan sifat yang sama dengan kalangan salaf
namun cara penafsirannya berbeda. Kaum salaf hanya menetapkan sifat kepada Tuhan
sebagaimana dalam teks ayat tanpa melakukan pembahasan.22

Bagi Al-Asy’ari arti sifat berbeda dengan makna zat tetapi bukan pula lain dari zat
dan pemaknaan semacam ini seperti tidak jauh berbeda dengan ungkapan Mu’tazilah dan
bagi mereka sifat itu sama dengan zat. Jika dikatakan bahwa Tuhan mengetahui (Alim),
maka ini artinya menetapkan pengetahuan bagi Allah dan yang mengetahui itu adalah zat-
Nya dan penetapan ini hanya digunakan untuk menjelaskan bahwa Allah (Tuhan) itu tidak
jahil.23

3). Perbuatan Tuhan dan Teori Kasb

Berbeda dengan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa Tuhan wajib berbuat yang
terbaik untuk manusia, Al- Asy’ari berpendapat sebaliknya. Bagi Asy’ary Tuhan tidak
mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia dan dengan kekuasaam-Nya yang mutlak
Tuhan bisa saja memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya atau
sebaliknya.24

Bertitik tolak dari paham kekuasaan mutlak tak terbatas yang dimiliki Tuhan, Al-
Asy’ary berpendapat bahwa Allah tidak wajib berbuat adil seperti dikatakan dalam Al-
Luma’, sebagaimana dikutip zainun Kamal, bagi Al-Asy’ari tidak dikatakan salah kalau
Tuhan memasukkan seluruh umat manusia ke dalam surga termasuk orang-orang kafir. Dan
juga sebaliknya dan tidak bisa dikatakan bahwa Tuhan itu dzalim jika Ia memasukkan
seluruh umat manusia ke dalam neraka25.

22
Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 213
23
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Hal. 75
24
Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 214
25
Abdul Karim Al-Syahrastani, Al-Milal Wa al Nihal (Mesir: Darul Fikri), Hal 101

10
Berdasarkan dari prinsip ke-Maha Kuasaan Tuhan Al-Asy’ary berpendirian bahwa
manusia tidak memiliki kehendak dan daya untuk melakukan sebuah pekerjaan. Apa yang
dikerjakan manusia merupakan kehendak dan ciptaan Tuhan.26

Untuk menjelaskan hubungan antara perbuatan Tuhan dengan perbuatan manusia,


Al-Asy’ari menetapkan teori ”kasb”. Dalam Al- Luma’, sebagaimana dikutib Dr. Harun
Nasution, arti kasb ialah sesuatu yang timbul dari yang berbuat (al-Muktasib) dengan
perantaraan daya yang diciptakan.27

4).Konsep Tentang Iman

Dalam Al-Ibanah’An Usul Al-Diyahah Al-Asy’ary mengatakan bahwa iman itu


menyangkut ucapan dan perbuatan yang kadarnya bisa bertambah dan berkurang.

Memperhatikan pandangan ini maka Al-Asy’ari sebenarnya mengakui bahwa amal


itu penting bagi pembinaan kualitas iman seseorang dan iman itu akan mencapai
kesempurnaannya bila didukung oleh amal saleh tetapi ketika Al-Asy’ary dihadapkan pada
persoalan pendosa besar seperti para pelaku zina, pencuri dan peminum arak maka Ia
berpendapat bahwa mereka itu tetap tidak dapat dikatakan kafir selama masih berkeyakinan
bahwa apa yang dilakukan itu merupakan perbuatan yang diharamkan.28

c). Relevansi Ajaran Salafi-Wahabi dalam konteks kekinian

Virus corona juga membayangi kebijakan politik dan budaya yang dikendalikan oleh
Putra Mahkota Saudi. Bagi para ulama Wahabi, pandemi berarti meningkatnya kesadaran
publik terhadap otoritas keagamaan.

Selama ini pengaruh keluarga al-Syeikh yang menguasai urusan keagamaan


bergantung pada perjanjian kuno yang dibuat dengan keluarga al-Saud. Perjanjian itu pula
yang memungkinkan ulama Wahabi memperluas pengaruhnya di dunia Islam, dengan
imbalan berupa legitimasi moral terhadap kekuasaan keluarga al-Saud.

26
Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 215
27
Harun Nasution, Teologi Islam, Hal. 107
28
Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 217

11
Antropolog agama Madawi Al-Rasheed, yang mengajar di London School of
Economics, menggambarkan bagaimana pengaruh kaum Wahabi terhadap kehidupan publik:
Pada paruh kedua abad ke-20 saja, otoritas agama di Saudi sudah mengeluarkan lebih dari
30.000 fatwa. 

Di dalamnya, mereka mengambil sikap terhadap semua persoalan Fiqh dalam


kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya "Contesting the Saudi State" Al-Rasheed
menggambarkan, derasnya kemunculan fatwa baru yang seakan tidak ada habisnya itu
sebagai upaya “menyihir dunia”, demi menyita perhatian orang sepenuhnya pada agama.

Namun sebagai bagian dari "Visi 2030", Mohammed bin Salman secara konsisten
menggerus kekuasaan klan al-Syeikh dan dengan begitu membatasi pengaruh Wahabi.
Proyek ambisius sang pangeran dirancang untuk mempersiapkan kerajaan ketika pendapatan
minyak berhenti mengalir. Februari lalu Dana Moneter Internasional (IMF) mewanti-wanti,
cadangan minyak Saudi akan menyusut drastis dalam 15 hingga 20 tahun ke depan.

Salah satu faktor kunci bagi Visi 2030 sebenarnya adalah melunakkan ajaran Wahabi
agar tampil lebih moderat. Mohammed bin Salman memahami aliran Islam puritan itu
dipandang kritis oleh banyak pihak, terutama negara-negara barat yang merupakan mitra
dagang penting. Betapapun juga, citra sebagai negara yang modern dan terbuka tidak bisa
dianggap remeh dalam memperdalam hubungan perdagangan atau politik dan budaya. 

Tetapi pandemi corona ikut memperkuat pengaruh ulama Wahabi. Peran mereka
dibutuhkan kerajaan untuk mengajak penduduk mematuhi aturan pembatasan sosial. Awal
April lalu, Abdullah bin Mohammed al-Mutlaq, seorang ulama penasehat kerajaan yang juga
anggota komite cendekiawan nasional, tampil di televisi menjawab pertanyaan Fiqh dari
penduduk.

12
PENUTUPAN

KESIMPULAN

Wahabi adalah gerakan pemurnian dan pembaharuan islam yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman at- Tamimi(1115-1206 H/ 1703-1792 M) dari
Najd, Semenanjung Arabia. Istilah wahabi sudah dikenal dari semassa Ibn Abdul Wahab
hidup dan merupakan bagian dari stigma dari rangkaian terhadap gerakannya terhadap
lawan-lawannya yang mana dalam ajaran-ajaran semuanya menyelempang dari paham islam
dan siapa saja yang melakukannya harus di hukuman mati atau dibunuh dan oleh sebab itu

Timbulnya aliran Asy’ariyah disebabkan oleh karena kuatnya keinginan untuk


kembali pada pemahaman yang semula yaitu pemikiran Ahlusunnah Waljamaah, tapi juga
dalam pemikiran al-asy’ari masih menggunakan metode yang digunakan kaum Mu’tazilah ,
yaitu menggunakan kemampuan akal menganalisis nash-nash al-qur’an .Kaum Mu’tazilah
selalu mengedepankan akal pikiran untuk memahami wahyu, berangkat dari akal kemudian
wahyu tapi al-Asy’ari sebaliknya mengedepankan wahyu dibanding akal, menggunakan akal
seperlunya saja, sehingga tidak heran al-Asy’ari dalam pemikirannya selalu
mengkompromikan pemahanman ahlusunnah waljamaah dengan kaum rasional tersebut. Hal
tersebut dapat diihat pada setiap pokok-pokok pemikirannya.

PANDANGAN KAMI TENTANG JUDUL

Secara garis besar kedua aliran diatas yakni Salafiyyah dan Wahabiyyah memiliki
keterkaitan sejarah yang sangat erat, karena Wahabiyyah dulunya merupakan bagian dari
kaum salafiyyah.Perbedaan salafiyyah pada fase ‘wahabbi’ dengan salafiyyah yang
dikembangkan oleh ulama-ulama sebelumnya adalah pemaksakan kepada seluruh masyarakat
untuk mengikuti cara berpikir Muhammad Bin Abdul Wahhab,kelompok yang tidak senang
dengan pemaksaan konsep tersebut lebih cenderung menamakan pemikiran Muhammad ibn
Abdul Wahhab sebagai pemikiran Wahabbiyyah dan bukan salafiyyah.

Madzab Asy’Ariyah adalah sebuah paham yang dinisbatkan kepada Abu Hasan al-
Asy’ari. Dululunya al-asy’ari adalah pengikut madzhab Mu’tazilah, tetapi pada

13
perkembangan selanjutnya ia menolak paham-paham orang mu’tazilah dan memisahkan diri
dari pemikiran Mu,tazilah . Asy’ari mengambil jalan tengah antara golongan rasional dan
golongan tektualis, dan ternyata jalan yang di ambil al- Asy’ari tersebut dapat diterima oleh
mayoritas kaum muslimin

14
DAFTAR PUSTAKA

Tim Harakah Islamiyah, Buku Pintar Salafi-Wahabi, Ulin Nuha,Harakah Islamiyah,64 Hal

Drs. Hasan Basri, M. Ag. , Ilmu Kalam,Bandung,Azkia Pustaka Utama,2006,Cetakan I:Juni

2006 cetakan II:April 2007 Cetakan III: Desember 2007,102 Hal

Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren,


Maret 2011 , Hal 276

Al-Jundul, 1979:13
(https://www.researchgate.net/publication/317612741_MUHAMMAD_IBN_’ABD_AL-
WAHAB_DAN_GERAKAN_WAHABI)

Nasution,1975:25
(https://www.researchgate.net/publication/317612741_MUHAMMAD_IBN_’ABD_AL-
WAHAB_DAN_GERAKAN_WAHABI)

Harun Nasution, 1975:26


(https://www.researchgate.net/publication/317612741_MUHAMMAD_IBN_’ABD_AL-
WAHAB_DAN_GERAKAN_WAHABI)

Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 212

Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 213

Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Hal. 75

Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 214

15
Abdul Karim Al-Syahrastani, Al-Milal Wa al Nihal (Mesir: Darul Fikri), Hal 101

Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 215

Harun Nasution, Teologi Islam, Hal. 107

Fikrah, vol.1, No.2, Juli-Desember 2o13, Hal 217

16

Anda mungkin juga menyukai