Anda di halaman 1dari 12

Kelompok 3

TUGAS PAPER MATA KULIAH TEOLOGI ISLAM


Dosen: NURUL HIKMAH, M.Pd.i

Aliran Muta'zilah dan Syiah

Disusun Oleh:

Adrian Sondak

Annisa

Khairunnisa

Nazwa Salsabilla

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN 2024 M/1445 H


A. Aliran Mu’tazilah

1. Pengertian Mu,tazilah

Secara bahasa dan etimologi, istilah "Mu'tazilah" berasal dari kata Arab "i'tazala" (‫)اعتزل‬,
yang memiliki akar kata "ʿazala" (‫)ع&&زل‬. Istilah ini dapat diartikan sebagai "mereka yang
menjauhkan diri" atau "mereka yang berpisah". Istilah ini kemudian diadopsi untuk merujuk
pada aliran pemikiran tertentu dalam sejarah Islam.

Jadi, secara etimologi, "Mu'tazilah" mengandung makna "mereka yang menjauhkan diri" atau
"mereka yang berpisah", yang merujuk pada keyakinan mereka untuk menjauhkan diri dari
ajaran bid'ah (inovasi) atau ajaran yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Ini
mencerminkan pemikiran mereka yang berusaha untuk memurnikan ajaran Islam dengan cara
menjauhkan diri dari apa yang mereka anggap sebagai kesesatan atau penyimpangan.

2. Sejarah Munculnya Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu'tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H,
tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin
Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan AlBashri
yang bernama Washil bin Atha Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini disebabkan karena
Wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang
berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus
mukmin.

AsySyihristani berkata: Suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Al-Hasan AlBashri
seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang
mengkafirkan pelaku dosa besar. Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat
mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang
lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar, dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap
keimanan. Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan
kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh
terhadap kekafiran, mereka adalah Murji‟ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam
permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip dalam beragama.
Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum beliau
menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha berseloroh: “Menurutku pelaku dosa
besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada pada suatu keadaan di
antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu ia berdiri dan duduk menyendiri di
salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid
Hasan Al-Bashri lainnya. Maka AlHasan Al-Bashri berkata: “Washil telah memisahkan diri dari
kita”, maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu‟tazilah. Pertanyaan itu pun
akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban Ahlussunnah Wal Jamaah:
“Sesungguhnya pelaku dosa besar adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya.
Karena keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq yakni
keimanannya menjadi tidak sempurna.

B. Aliran Syiah

1. Pengertian dan Asal-Usul Kemunculan Syi'ah

Secara bahasa, Syi'ah berasal dari kata sya'ah, syiya'ah yang berarti pengikut, pendukung,
partai, atau kelompok. Sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam
bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW.
Syi'ah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih-lebihan,
karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi
Muhammad SAW.

2. Sejarah Perkembangan Aliran Syi'ah

Mengenai kemunculan Syi'ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
ahli. Menurut Abu Zahrah, Syi'ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman bin Affan
kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan
menurut Watt, Syi'ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan
Mu'awiyah yang dikenal dengan Perang Siffin. Peperangan ini sebagai respon atas penerimaan
Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu'awiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi
dua, satu kelompok mendukung sikap Ali, disebut Syi'ah, dan kelompok lain menolak sikap Ali,
disebut Khawarij.
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan Syi'ah merupakan sesuatu yang
wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah perpecahan dalam Islam yang memang mulai
mencolok pada pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling
kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah perang Shiffin. Adapun kaum
Syi'ah, berdasarkan hadist-hadist yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa
perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu
Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi'ah.

Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Khulafa Ar-rasyidiun sekalipun, kelompok Syi'ah
sudah ada. Mereka bergerak dibawah. permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-
doktrin Syi'ah kepada masyarakat, Tampaknya, Syi'ah sebagai salah satu fraksi politik islam
yang bergerak secara terang-terangan, memang baru muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib, sedangkan Syi'ah sebagai doktrin yang diajarkan secara diam-diam oleh ahl al-bait
muncul segera setelah wafatnya Nabi.

Sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Razak dibukunya ilmu kalam bahwa menurut Syi'ah
hanya Ali bin Abi Thalib lah yang berhak menggantikan Nabi. Kepemimpinan Ali dalam
pandangan Syi'ah sejalan dengan isyarat yang diberikan Nabi Muhammad SAW pada masa
hidupnya.

Pada awal kenabian, ketika Nabi Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah
kepada kerabatnya yang pertama-tama memenuhi ajakannya adalah Ali bin Abi Thalib.
Diceritakan bahwa Nabi Muhammad pada saat itu mengatakan hahwa orang yang pertama-tama
memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian
Muhammad, Ali merupakan orang yang menunjukkan perjuangan dan pengabdian yang luar
biasa besar.

C. Perbedaan Aliran Mu'tazilah dan Syiah

Mutazilah merupakan kaum rasionalis Islam, golongan yang membawa persoalan-


persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan- persoalan yang
dibawa kaum khawarij dan murjiah. adapun tokoh yang terkenal adalah Wasil ibn 'Ata.
pokok-pokok ajarannya yang terkenal yaitu lima prinsip( Al-usul Al-khamsah) yang
merupakan ringkasan dasar ajaran mereka yaitu tauhid/keesaan, keadilan(al-adl), janji dan
ancaman(Al-wa'd wa Al-wa'id), dalam posisi di antara orang muslim yang berbuat dosa (Al-
manzilah baina Al- manzilatain)dan mendesak manusia untuk berbuat baik dan dan melarang
berbuat jahat (Al-'amar bi Al-ma'ruf Al-nahy 'an Al- Munkar).

Syi'ah adalah aliran yang berlebih-lebihan dalam memuja Ali bin Abi Thalib, dalam
bidang agamanya selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wassallam yang biasa disebut dengan Ahlul-Bait atau pengikutnya, selain itu Aliran Syiah
tidak menganggap para khalifah yang lainnya yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ustman
bin Affan.Syiah secara umum adalah kekasih, penolong, pengikut dan lain sebagainya, yang
mempunyai makana membela suatu ide atau membela seseorang seperti kata hizb (partai)
dalam pengertian yang modern. Kata Syiah digunakan untuk menjuluki sekelompok
umat islam yang mencintai Ali bin Abi Thalib secara khusus dengan sangat fanatik. Syi'ah isna
asyariyah merupakan salah satu kelompok dalam Syi'ah. kelompok Syiah ini menyakini dua
belas imam ma'sum setelah nabi Muhammad Saw sehingga dinamakan Syi'ah isna asyariyah.
istilah isna asyariyah memiliki arti dua belas, yang berarti Syi'ah dua belas. dua belas imam
dalam keyakinan Syi'ah isna asyariyah tersebut adalah Ali, Hasan, Husein, Ali Bin Husein,
Muhammad al-Baqir, Ja'far as-Sidiq, Musa bani Abbas, Putra Musa Ali Arridha, Muhammad
Taqi, Ali Naghi, Hasan al Askari, Muhammad Almahdi atau imam sepanjang zaman.

jadi, perbedaan antara aliran Mu'tazilah dan Syiah adalah Aliran Mu'tazilah adalah aliran
yang mempergunakan akal sebagai sumbernya untuk dapat mengetahui Tuhan. Kemudian Aliran
Syi'ah yakni aliran yang membawa doktrin dalam doktrin bahwa segala petunjuk agama
bersumber dari Ahl al-bait .

D. Pola Pemikiran dan Doktrin Aliran Muta'zilah dan Syiah

1. Muta'zilah

Pada dasarnya memiliki pola pemikiran yangng cenderung rasionalis. Dipengaruhi oleh
filsafat yunani yang membawa pemujaan akal ke dalam pemikiran islam, kaum Muta'zilah telah
dipengaruhi hal tersebut dan tidak mengherankan kalau dalam pemikiran teoplogi mereka
banyak dipengaruhi oleh daya akal dan teoplogi mereka memiliki cortak liberal.Diantara doktrin
Muta'zilah yang dimunculkan oleh mereka yaitu mengenai Kalam Mutazilah, yang dirumuskan
dalam lima prinsip pokok yang disebut "al-Ushul al-Khamsah". Keesaan Tuhan, Keadilannya,
Janji dan ancamannya, Posisi di antara dua posisi, Perintah untuk melakukan perbuatan baik dan
mencegah perbuatan jahat.

a) Keesaan Tuhan

Prinsip ini didefinisikan sebagai Allah Maha Esa. Tidak ada satupun yang menyekutuinya
dalam sifat- sifat yang menjadi haknya, baik dalam penegasan maupun penetapan. Penetapan ini
terkait dengan pemahaman Muta'zilah mengenal sifat-sifat Allah dan bagaimana sifat-sifat itu
dinisbatkan kepada Allah, sehingga tidak memberikan pengertian adanya hal-hal yang bisa
menodai keesaannya, semisal adanya hal yang qadim selain dzat Allah. Menurut penulis tidak
begitu percaya dengan asmaul husna, mereka percaya tidak melihat Allah di akhirat, dan Al-
Quran mahluk.

b) Keadilan Tuhan

Prinsip ini didefinisikan bahwa semua perbuatannya adalah baik. Dia tidak mungkin
melakukan sesuatu yang tidak baik. Dia juga tidak mungkin meninggalkan apapun yang
merupakan kewajiban dikatakan oleh al-Khayyat, salah satu tokah Muta'zilah, "Seseorang tidak
berhak atas nama "I'tizal" kecuali berpegang pada keseluruhan dari lima prinsip Mu'tazilah, yaitu
tauhid, keadilan, janji dan ancaman, posisi diantara dua posisi, dan amar makruf nahi munkar.
Jika kelima hal ini ada pada diri seseorang, maka ia adalah seorang Muta'zilah". Allah tidak
berdusta dalam firmannya, dan kedustaan tidak boleh menjadi hukumnya. Allah tidak menyiksa
anak-anak orang musyrik, karena dosa orang tuanya. Allah tidak memberikan mukjizat kepada
orang-orang yang banyak berdusta. Allah tidak membebani hamba dengan sesuatu yang tidak
dapat dilakukan dan tidak dapat diketahui, sebaliknya dia membuat hambannya mampu
melakukan beban yang diberikan. Allah pasti memberikan balasan yang baik kepada manusia
yang menjalankan kewajibannya secara baik dan benar. Rasa sakit yang ditimpakan Allah atas
orang mukalaf, adalah untuk kepentingan mukalaf sendiri apabila tidak maka Dia berarti telah
meninggalkan kewajibannya. Pandangan Allah tentang hambannya, mengenai hal-hal yang
berkenaan dengan agama, tugas serta kewajiban adalah lebih baik daripada pandangan mereka
sendiri mengenai hal itu. Menurut penulis Allah akan menghukum seseorang karena perbuatan
yang dilakukan dari dalam diri seseorang itu sendiri bukan atas perbuatan orang lain.

c) Janji dan Ancaman

Didefinisikan bahwa Allah berjanji untuk memberikan ganjaran kepada orang yang taat
dan mengancam untuk menyiksa orang-orang yang durhaka. Dia pasti melaksanakan janji dan
ancamannya, tidak mungkin terjadi kedustaan dalam janjinya. Bila Dia berdusta akan janjinya
sendiri berarti firmannya tidak dapat dipegangi (tidak dapat dipercaya). Menurut penulis
seseorang wajib menepati janjinya jika tidak maka akan ancaman neraka baginya.

d) Posisi diantara Posisi

Bahwa pelaku dosa besar (dikalangan orang muslim) menduduki posisi di antara dua nama
dan menduduki hukum di antara dua hukum, yaitu fasiq tidak dihukumi kafir karena,
kenyataanya masih beriman dan muslim. Maka tidak dikenakan larangan melakukan perkawinan,
pewarisan dan dikubur di pemakaman muslim. Namun, tidak bisa pula dihukumi sebagai muslim
dan mukmin yang "baik", karena telah melakukan dosa besar disebabkan perbuatannya,
sebagaimana dalam Ijma, tidak pantas dihormati, dipuji dan ditolong demi Allah, sebagaimana
yang mesti dilakukan terhadap seorang mukmin. Menurut penulis atas pernyataan diatas bahwa
orang yang melakukan dosa besar itu tidak fasiq dan munafik selama masih islam dan beriman
kepada Allah.

e) Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Dalam hal ini diperlukan syarat-syarat, antara lain;

1. Pengetahuan yang pasti bahwa yang diperintahkan adalah sesuatu yang baik dan yang
dicegah sesuatu yang jelek.

2. Pengetahuan atau dugaan yang kuat bahwa perbuatan yang tidak baik tersebut telah
benar-benar ada atau telah terjadi. Misalnya, telah tersedia alat-alat minum (minuman
keras), alat-alat judi dan sebagainya.

3. Dugaan yang kuat bahwa pencegahan tersebut tidak menimbulkan kerugian yang lebih
besar. Misalnya, kalau dilakukan pencegahan minuman keras menimbulkan hilang akal
atau pembunuhan dikalangan kaum muslimin, maka pencegahan tersebut tidak wajib
dilakukan.

4. Pengetahuan yang kuat bahwa tindakannya itu akan menimbulkan pengaruh jika sadar
bahwa kata-katanya tidak menimbulkan pengaruh, maka tidak wajib.

5. Sangkaan yang kuat bahwa tindakannya tidak menimbulkan kerugian pada harta atau
dirinya.

2. Syiah

Syiah memiliki beberapa doktrin diantaranya:

A. Ahlul bait secara bahasa berarti keluarga, ada 3 bentuk pengertian ahlul bait yaitu:

1) Mencangkup istri-istri Rasulullah SAW dan seluruh Bani Hasyim.

2) Bani Hasyim.

3) Terbatas harta Rasulullah SAW, Ali, Fatimah, Hasan, Husein dan imam-
imam keterunan Ali.

B. Al-Bada', adalah keputusan Allah yang mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan
yang telah ditetapkannya dengan keputusan baru.

C. Asura, berasal dari kata asyara yang berarti sepuluh yang mempunyai maksud yaitu hari
peringatan wafatnya Husein bin Ali.

D. Imamah (pemimpin) imamah meyakini bahwa harus ada pemimpin-pemimpin setelah


Rasulullah. Ismah berasal dari kata asama yang berarti terpelihara. Doktrin ini meyakini
bahwa imam-imam sepeti Rasulullah SAW, telah dijamin oleh Allah terhindar dari
perbuatan salah dan lupa.

E. Mahdawiyah, meyakini bahwa akan datangnya juru selamat pada hari akhir yang
bernama Imam Mahdi.
F. Marja'yiyah, dari kata marja yang artinya tempat kembali. Rajah adalah keyakinan akan
dihidupkannya kembali sebagian hamba Allah yang paling sholeh dan yang paling
durhaka untuk menunjukkan kebesarannya.

G. Ta'qiyah, menjaga keselamatan jiwa

H. Tawasul, memohon kepada Allah dengan menyebutkan pribadi atau kedudukan seorang
imam, nabi, atau bahkan para wali agar do'anya cepat terkabul.

a. Tawalli dan Taburri, yang artinya mengangkat seorang sebagai pemimpin, tabarri
yang berarti melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang.

Syi'ah memiliki lima perkara pokok, yaitu:

a) Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.

b) Al- Adl, bahwa Tuhan adalah Maha adil.

c) An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai


pembawa berita dari Allah kepada umat manusia.

d) Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat
sebagai penerus risalah kenabian.

e) Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan. Menurut penulis aliran Syiah
percaya akan hari akhir dan ada pemimpin umat.

E. Karakteristik Muta'zilah dan Syiah

1. Mu'tazilah

Kelompok Mu'tazilah memang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam pendekatan


keagamaan dan pendidikannya, terutama karena aliran ini mencakup berbagai subaliran dan
pandangan yang bervariasi. Namun, terdapat beberapa karakteristik umum yang dapat
diidentifikasi dalam pendekatan keagamaan dan pendidikan mereka:

1. Akidah Tawhid yang Kuat: Mu'tazilah sangat menekankan konsep tawhid (keesaan
Allah) dalam akidah mereka. Mereka menolak konsep antropomorfisme (menyerupai
sifat manusia) dalam memahami Allah. Akidah tawhid yang kuat ini sering kali menjadi
pusat dari ajaran mereka.

2. Penekanan pada Akal dan Rasionalitas: Salah satu ciri khas Mu'tazilah adalah
penekanannya pada penggunaan akal (reason) dan rasionalitas dalam memahami agama
Islam. Mereka berpendapat bahwa akal sehat merupakan alat penting untuk memahami
wahyu dan ajaran agama.

3. Pendekatan Etika dan Moralitas: Mu'tazilah juga dikenal karena pendekatan etika dan
moralitas yang kuat dalam ajaran mereka. Mereka menganggap bahwa etika dan
moralitas adalah bagian integral dari agama, dan bahwa perilaku manusia harus
didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang baik.

4. Pandangan tentang Qadha' dan Qadar: Mu'tazilah memiliki pandangan yang unik
tentang qadha' dan qadar, yaitu takdir dan kehendak Allah. Mereka meyakini bahwa
manusia memiliki kebebasan untuk melakukan perbuatan baik atau buruk, dan bahwa
Allah memberikan manusia kebebasan ini. Ini berbeda dari pandangan aliran lain yang
mungkin lebih menekankan predestinasi (takdir mutlak).

5. Pendekatan Ilmiah dan Pendidikan: Mu'tazilah seringkali menunjukkan minat pada


ilmu pengetahuan dan pendidikan. Mereka mengembangkan metode ilmiah untuk
memahami agama dan dunia. Pendidikan dianggap penting dalam pemahaman agama dan
peningkatan moralitas.

6. Pentingnya Keadilan (al-'Adl): Konsep keadilan Allah (al-'Adl) sangat penting dalam
ajaran Mu'tazilah. Mereka meyakini bahwa Allah adalah mutlak adil dan bahwa keadilan-
Nya adalah bagian integral dari sifat-sifat-Nya. Oleh karena itu, Mu'tazilah sangat
menekankan pentingnya keadilan dalam kehidupan manusia.

Meskipun ada variasi dalam pandangan-pandangan individu di dalam kelompok Mu'tazilah,


karakteristik-karakteristik ini memberikan gambaran umum tentang pendekatan mereka dalam
keagamaan dan pendidikan. Mereka mencoba untuk menyatukan antara akal, agama, dan etika
dalam rangka mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran Islam.
2. Syiah

sebagaimana yang telah disinggung di awal, bahwa golongan ini terpecah menjadi beberapa
golongan yang satu sama lainnya memiliki ciri yang berbeda baik dari ideologi maupun dari segi
penafsirannya. Maka pada pembahasan ini akan dibahas mengenai karateristik atau corak
penafsirannya khusus pada syiah Iṡna 'Asyariyah, Ismailiyah dan Zaidiyyah. Metode penafsiran
yang dilakukan oleh syiah Iṡna 'Asyariyah adalah selalu berupaya sekuat tenaga untuk
menyesuaikan ayat-ayat Allah dengan prinsip-prinsip mereka. Seperti contoh mengenai imamah,
mereka tidak hanya mencukupkan diri dengan perkataan yang meyakinkan serta nash-nash dari
Rasulullah Saw. mengenai keimaman Ali dan imam-imam selanjutnya, tetapi mereka juga
berusaha menundukan ayat-ayat Allah Swt. kepada pendapat tentang wajibnya keimaman Ali
setelah Rasulullah secara langsung tanpa terputus. Sedangkan pandangan mereka mengenai
pengertian tafsir bi al-Ma'ṡūr adalah keterangan yang terdapat dalam al-Qur'an itu sendiri
mengenai ayat-ayat-Nya, apa-apa yang dikutip dari Rasulullah, serta apa-apa yang dikutip dari
imam-imam mereka yang dua belas. Menurut mereka, ucapan-ucapan para imam yang ma'ṣum
termasuk kategori sunnah. Ucapan-ucapan para imam dianggap sebagai hujjah dan tak ubahnya
seperti perkataan Nabi, karena ia berbicara dengan bimbingan dari Rasulullah Saw. sebagaimana
Nabi berbicara dan dibimbing oleh Allah. Adapun metode penafsiran yang digunakan oleh syiah
Ismailiyyah di dalam menafsirkan al-Qur'an adalah dengan menyatakan bahwa al-Qur'an itu
memiliki dua makna, yaitu makna lahir dan makna batin. Sedangkan yang dikehendaki adalah
makna batinnya, karena yang lahir itu sudah cukup dimaklumi dari ketentuan bahasa. Adapun
asosiasi antara yang batin dan lahir itu adalah seperti isi dengan kulitnya. Orang yang berpegang
pada makna lahirnya akan mendapatkan kesulitan oleh hal-hal yang membingungkan dalam
kandungan kitab suci. Sedangkan jika mengambil pada ketentuan batinnya, maka akan mengarah
kepada sikap meninggalkan perbuatan amal lahirnya. Kemudian jika dibandingkan antara syiah
Zaidiyah dan syiah lainnya, maka akan diketahui bahwa Zaidiyah telah menempuh jalan yang
moderat yang lebih dekat dengan paham ahlu sunnah. Hal ini dikarenakan kaum Zaidiyyah
bersetuju sepenuhnya dengan keyakinan jumhur kaum Muslimin, bahwa al-Qur'an adalah kitab
Allah yang tidak dinodai oleh kebatilah, baik dari depan maupun dari belakangnya. Diantara
kitab tafsir dari ulama syiah Zaidiyyah yang terkenal adalah kitab tafsir Fath al-Qadīr karya
Imam Al-Saukani.
DAFTAR PUSTAKA

Arkanudin, A. (2021). Studi Tentang Analisis Aliran Syiah Di Indonesia. Jurnal


Dewantara, 12(02), 144-158.

Febrianti, M. (2020). Aliran Syiah dan Pemikirannya. Jurnal Mimbar: Media Intelektual Muslim
dan Bimbingan Rohani, 6(1), 86-97.

Hasibuan, Ishak. "Teologi Pemikiran Klasik Mu’tazilah dan Murji’ah." Ability: Journal of
Education and Social Analysis (2021): 52-64.

Muhyidin, M. (2019). MEMBUMIKAN PANCASILA (AL-USHUL AL-KHAMSAH)


MU’TAZILAH. Ummul Qura Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan, 14(2),
105-114.

Rohman, A. (2022). Perkembangan Tafsir di Kalangan Syiah. Al-Thiqah: Jurnal Ilmu


Keislaman, 5(2), 59-75.

Anda mungkin juga menyukai