Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada
golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu,
semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW.
Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang
kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai
terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.
Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai
tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan
tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah
Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai
ditebarkan oleh Ibin Saba, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai
pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut
mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang
menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongangolongan ahli bidah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti
Mutazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi
adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh
kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabatsahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan
akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah
golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan
akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa
yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1. Pemahaman Ahlus Sunnah Waljamaah pada zaman para sahabat, masa
kekhalifahan dan pada zaman modern?
2. Apa itu kelompok-kelompok pemahaman islam?
C. TUJUAN
Tujuan saya meyelesaikan makalah ini adalah untuk:
1. Untuk memahami Ahlus Sunnah Waljamaah pada zaman para sahabat, masa
kekhalifahan dan pada zaman modern.
2. Untuk mengerti kelompok-kelompok pemahaman islam.

BAB II
2

Pemahaman Ahlus Sunnah Waljamaah


Ahlussunnah berarti ahli sunnah atau pengikut ajaran sunnah Nabi Muhammad.
Sementara itu, Jamaah yang dimaksud merujuk pada jamaahnya Nabi Muhammad
yang tak lain adalah para sahabat dan generasi selanjutnya seperti tabiin, tabiut
tabiin, termasuk imam empat madzab (ada yang mengklasifikasikan sebagai tabiin
dan ada juga yang mengklasifikasikan sebagai tabiut tabiin) atau salafush shalih,
hingga generasi berikutnya yang punya ikatan madzab dengan generasi salafush
shalih.
A. Zaman Para Sahabat
Ahlus Sunnah Waljamaah atau disingkat jadi Aswaja muncul sejak Nabi
Muhammad diangkat menjadi rasul pada usia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari. Ini fase
awal di mana umat manusia diminta untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad yang
kemudian dikenal dengan Islam. Setelah sahabat banyak bermunculan mengikuti Nabi,
umat manusia juga diminta untuk mengikuti ajaran sahabat yang terlebih dahulu
diajarkan oleh Nabi.
Pada fase ini, kalimat Aswaja sama sekali tidak muncul, tetapi secara substantif
umat manusia diajak untuk mengikuti ajaran Muhammad dan para sahabat, sehingga
meski tidak secara formal muncul kalimat ahlussunnah wal jamaah, tetapi umat
manusia sudah diminta untuk mengikuti ajaran Nabi dan sahabatnya yang secara
substantif berarti ahlussunnah wal jamaah. Pada fase ini, orang-orang yang
menyatakan masuk Islam secara otomatis adalah pengikut Aswaja.
saat Nabi Muhammad menjelang wafat dan memberikan wejangan kepada
umatnya bahwa umat Islam kelak akan terbagi ke dalam 73 golongan. Dan, semuanya
akan masuk neraka, kecuali satu golongan, yakni golongan yang mengikuti Nabi
Muhammad dan sahabat.
Nabi sudah mengumumkan Aswaja sebagai aliran Islam yang akan selamat secara
formal-resmi kepada umatnya. Meskipun demikian, kata ahlussunnah wal jamaah
sama sekali tidak disinggung dalam peristiwa ini, sehingga hanya sebagai basis ajaran
atau teologi saja.

B. Zaman Masa ke Khalifahan


3

Peristiwa ini muncul pada masa sesudah Nabi Muhammad wafat hingga dalam
periode tertentu muncul ulama besar bernama Abu Hasan Al Asyari (260H - 324H, 64
tahun), tokoh Muktazilah yang kemudian keluar dan mendirikan madzab baru dengan
semangat maana alaihi wa ashabihi. Pengikut madzab ini kemudian dinamakan
Asyaariyah. Seiring populernya ajaran ini, Asyariyah dijadikan mazhab resmi oleh
Dinasti Gaznawi di India pada abad 11-12 Masehi, sehingga pemahaman ini mudah
menyebar ke berbagai wilayah, termasuk India, Pakistan, Afghanistan, sampai ke
Indonesia.
Selain Abu Hasan Al Asyari, ada juga tokoh yang mendukung semangat maana
alaihi wa ashabihi, yaitu Abu Mansur Al Maturidi yang kemudian pengikutnya
dikenal dengan Al Maturidiyah. Dua tokoh ini kemudian secara formal dikenal sebagai
ulama besar yang memelopori munculnya kembali semangat ajaran Islam berwawasan
ahlussunnah wal jamaah di tengah derasnya arus Islam berwawasan Jabariyah,
Qodariyah, dan Mutazilah yang banyak membingungkan umat Muslim.
Kita kembali kepada sejarah setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga munculnya
aliran formal Ahlussunnah wal Jamaah yang digagas dan dipopulerkan kembali oleh
Al Asyari dan Al Maturidi. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, kepala negara atau
pemimpin dari negara Islam yang dibuat oleh Nabi Muhammad adalah Abu Bakar Ash
Shidiq. Abu Bakar dipilih sebagai pemimpin melalui sebuah musyawarah yang
demokratis. Nabi Muhammad sema sekali tidak menunjuk pemimpin yang akan
menggantikannya, sehingga pada akhirnya para sahabat menunjuk Abu Bakar sebagai
pemimpin. Selanjutnya, pasca-Abu Bakar wafat, kepemimpinan digantikan oleh Umar
Bin Khattab yang dikenal dengan beberapa ijtihadnya yang melampaui ajaran tekstual
Nabi.
Pasca-Umar Bin Khattab wafat, kepemimpinannya diganti diganti oleh Ustman Bin
Affan melalui sebuah pemilihan juga. Inilah dasar-dasar demokrasi praktis yang sudah
dijalani pada masa khalifah Islam. Inilah kepiawaian Nabi Muhammad bahwa
menjelang ia wafat sekalipun, Nabi tidak menunjuk pemimpin sehingga melahirkan
sebuah sistem demokrasi praktis yang sehat pada masa awal-awal negera Islam pascaNabi Muhammad wafat.
Sejak Utsman Bin Affan wafat karena dibunuh pemberontak, kemelut muncul yang
akhirnya perang antar-mukmin terjadi, yaitu perang antara kubu Ali dan Muawiyah.
Peperangan secara militer dimenangkan oleh Ali Bin Abi Thalib, tetapi kemenangan
secara diplomatis dimenangkan oleh Muawiyah yang akhirnya membawa Muawiyah
sebagai khalifah. Peristiwa ini lahir istilah populer yang dikenal dengan tahkim, yaitu
kelompok Muawiyah mengibarkan bendera putih dengan Al Quran berada di ujung
tombok sebagai tawaran damai.

Berawal dari sini, muncul kelompok Islam baru yang menolak adanya tahkim
dikenal dengan Khawarij. Kata khawarij diambil dari kata kharaja yang berarti
keluar. Dari sini, golongan Islam sudah pecah menjadi tiga, yaitu Syiah (kelompok
pendukung Ali, dari awal, tahkim, hingga akhir hayat Ali), Khawarij (pendukung Ali
yang kemudian keluar pasca-peristiwa tahkim. Khawarij adalah golongan yang tidak
membela Ali maupun Muawiyah karena berpendapat bahwa keduanya tidak
menggunakan hukum Allah atau Al Quran), dan pendukung Muawiyah.
Jadi, tiga golongan Islam pada awalnya (terjadi sekitar tahun 40H) yang muncul
adalah tiga: Syiah-Ali, Khawarij, dan Muawiyah. Saat perundingan tahkim terjadi, Ali
mengutus Abu Musa Al Asyari yang berlatar tokoh agama, sementara Muawiyah
mengutus Amru bin Ash yang berlatar tokoh politik.
Selanjutnya, untuk menguatkan kekuasaan Muawiyah dengan dalil agama,
Muawiyah membuat aliran atau golongan Islam bernama Jabariyah yang mengajarkan
bahwa setiap tindakan manusia adalah kehendak Allah. Sehingga, apa yang kita
lakukan sudah menjadi takdir Allah. Aliran Jabariyah juga didukung sejumlah ulama
yang dekat dengan Muawiyah. Dunia politik juga berlaku pada zaman ini. Boleh jadi,
ulama yang mendukung dan menyebarkan ajaran Jabariyah untuk dekat dengan
kekuasaan saja. Ini hanya spekulasi politik saja. Hal ini bisa dijumpai pada ulama
sekarang ini yang mendukung tokoh politik tertentu dalam Pemilu.
Saat ajaran Jabariyah menyebar, tidak semua ikut aliran ini. Aliran Jabariyah
digunakan untuk melegimitasi atas kekuasaan Muawiyah dari tangan Ali, karena
peperangan dan kemenangan Muawiyah semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah. Dari
sini, aliran Islam sudah empat, yaitu Syiah, Khawarij, Muawiyah, dan Jabariyah
(kelanjutan dari Muawiyah). Semua pengikut Muawiyah bisa dikatakan setuju dan ikut
aliran Jabariyah. Salah satu dalil dalam Al Quran yang digunakan Jabariyah adalah
Wamaa ramaita idzromaita walaaa kinnalllaaha ramaa
Merebaknya ajaran Jabariyah membuat situasi semakin rumit, banyak orang-orang
yang malas bekerja karena yakin bahwa apa yang ia lakukan adalah kehendak Allah.
Pun, pengemis banyak bermunculan akibat doktrin aliran Jabariyah ini dan
perekonomian mulai goyah. Banyak orang yang sekadar beribadah ritual, tetapi tidak
berusaha dan bekerja karena yakin bahwa rejeki sudah diatur oleh Allah. Aliran ini
dalam istilah modern dikenal dengan fatalism. Padahal, aliran Jabariyah secara
politis digunakan Muawiyah untuk melegitimasi caranya mengalahkan Ali melalui
tahkim atau arbitrase, bukan muncul secara murni sebagai ajaran untuk
kemaslahatan umat.
Respons atas kemelut ini, cucu Ali Bin Abi Thalib yang bernama Muhammad bin
Ali bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib membuat aliran baru yang kemudian
dikenal dengan Qodariyah. Aliran Qodariyah mengajarkan kepada umat Muslim
bahwa manusia memiliki kehendak dan bertanggung jawab atas setiap perbuatannya.
5

Dalam hal ini, Allah tidak memiliki ikut campur dalam setiap kehendak manusia. Dalil
Al Quran yang populer untuk melegitimasi aliran ini adalah QS Ar-Rad ayat 11 yang
artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Aliran Qodariyah muncul sebagai doktrin untuk melawan dan melakukan kritik
terhadap aliran Jabariyah yang kian meresahkan umat. Pencuri pun akan mengaku
bahwa apa yang dia lakukan adalah kehendak Allah. Dari sini aliran Jabariyah mulai
luntur seiring runtuhnya kekhalifahan Muawiyah (Umayah) yang diganti dengan
kekhalifahan Dinasti Abassiyah. Pada pemerintahan Dinasti Abassiyah ini, doktrin
Qodariyah menjadi aliran paling populer hingga menjadi pondasi dan semangat untuk
melakukan pembangunan negara. Tak ayal, paham Qodariyah paling tidak membantu
Dinasti Abassiyah untuk melakukan reformasi besar-besaran dan menjadi negara maju
dalam berbagai aspek, seperti ilmu pengetahuan.
Seiring populernya aliran Qodariyah, paham ini kemudian mengalami metamorfosa
menjadi aliran Mutazilah yang serba menggunakan logika dalam setiap ijtihadnya.
Bahkan, keturunan Abas selanjutnya menjadikan ajaran Mutazilah sebagai aliran
resmi negara di mana setiap warga wajib menggunakan doktrin Mutazilah sebagai
aliran pemikiran (manhajul fikr) umatnya. Beberapa peristiwa sampai pada
pembunuhan terhadap setiap warganya yang tidak menggunakan aliran mutazilah.
Berawal dari sini, seorang ulama besar pada masanya yang mulanya pengikut
Mutazilah dan mengatakan keluar untuk mendirikan madzab atau aliran baru dengan
semangat maa anna alaihi wa ashabihi. Ulama tersebut bernama Abu Hasan Al
Asyari. Al Asyari menyatakan netral, bukan menjadi bagian dari Jabariyah atau
Qodariyah atau Mutazilah, tetapi ia ingin membangun kembali semangat ajaran yang
dipesan Nabi Muhammad untuk mengikuti sunnah dan para sahabatnya.
Oleh Al Asyari, paham tersebut ia sebut sebagai Ahlussunah wal Jamaah. Dari
sini, sudah bisa dimengerti bahwa Jabariyah adalah aliran fatalism yang menganut
kepada takdir. Sementara, Qodariyah adalah bertolak belakang dengan Jabariyah, yaitu
manusia punya kehendak dan berlanjut dengan aliran Mutazilah di mana manusia
punya kehendak sepenuhnya (free will) dan mengedepankan rasio atau akal
sepenuhnya. Berbeda dengan ajaran Asyariyah yang menyatakan bahwa manusia
punya kehendak, tetapi dalam porsi tertentu dibatasi oleh takdir Allah.
Dalam hal ini, ulama besar seperti Abu Mansur Al Maturidi juga mempelopori
aliran bernama Al Maturidiyah yang juga dengan semangat maa anna alaihi wa
ashabihi. Dua tokoh ini bisa dikatakan sebagai bapak Ahlussunah wal Jamaah dalam
bidang tauhid atau teologi. Sementara itu, ulama-ulama besar yang ijtihad fiqihnya
6

mendasarkan pada Ahlussunah kemudian kita kenal dengan imam empat madzab,
yakni Imam Hanafi, Imam SyafiI, Imam Hambali, dan Imam Maliki.
Imam Hambali menjadi korban atas doktrin Mutazilah hingga imam Hambali
dipenjara dan dihukum oleh dua khalifah berturut-turut (al Mamun dan al Mutasim)
dalam pemerintahan Abbasiyah. Sementara itu, ulama Aswaja di bidang tasawuf yang
dikenal pertama kali adalah Imam al Gazali dan Imam Abu Qasim Al-Junaidy. Inilah
sejarah Aswaja pada fase sosial-politik.
C. Zaman Modern
Seiring berkembangnya ajaran Aswaja sebagai aliran pemikiran yang dirasa
mampu mengakomodasi kepentingan ibadah-rohaniyah umat Muslim, Islam Aswaja
atau orang juga populer menyebutnya Sunni berkembang pesat hingga ke berbagai
penjuru dunia di mana masing-masing kelompok Islam menggunakan ideologi
Aswaja. Salah satu kelompok atau perkumpulan Islam yang menganut Aswaja sebagai
ideologi dan metode berpikir (manhaj al-fikr). Fase ini kemudian disebut dengan fase
ideologi. Pada fase ini, Aswaja menjadi ideologi yang secara formal menjadi visi,
spirit dan manhaj al fikr bagi perkumpulan atau organisasi keislaman. Dalam fase ini
pula, banyak organisasi yang kemudian saling klaim bahwa dirinya adalah organisasi
Islam bermadzab Aswaja.
Hadirnya para penyebar agama Islam di Nusantara seperti Walisongo memberikan
warna bagi tumbuh suburnya aliran Aswaja di Indonesia. Walisongo menyebarkan
Islam dengan cara damai, akomodatif, moderat, toleran dan berpegang pada
mengambil maslahat dan menolak kemudaratan sebagai konsep yang dibawa oleh para
ulama pendahulu yang mengusung Aswaja. Spekulasi saya, cara Walisongo dalam
menyebarkan Islam di Nusantara juga berpedoman pada Aswaja.
Di Indonesia, tokoh yang digadang-gadang sebagai Bapak Aswaja Indonesia boleh
jadi adalah KH Hasyim Asyari yang merupakan founding father pesantren Tebu
Ireng, pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20 an. Kenapa saya katakan
Bapak Aswaja? Sebab Hasyim Asyari lah yang merumuskan secara formal bagaimana
organisasi Islam yang ia bentuk (Nahdlatul Ulama) harus menggunakan aliran Aswaja
sebagai manhajul fikr.

Bersama dengan ulama penting lainnya, Hasyim Asyari membentuk organisasi


Islam bernama Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926 dengan Aswaja sebagai
landasan dan manhajul fikr-nya. Begini kutipannya, Adapoen maksoed
perkoempoelan ini jaitoe : Memegang dengan tegoeh pada salah satoe dari mazhabnja
Imam Empat, jaitoe Imam Moehammad bin Idris Asj Sjafii, Imam Malik bin Anas,
7

Imam Aboe Hanifah an Noeman atau Imam Ahmad bin Hambal, dan mengerdjakan
apa sadja jang mendjadikan kemaslahatan agama Islam.
NU secara eksplisit menjelaskan bahwa tujuan awal dibentuknya NU adalah untuk
mengembangkan ajaran-ajaran Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah dan
melindunginya dari penyimpangan kaum pembaharu dan modernis. Aswaja juga
menjadi landasan atas semua prilaku dan keputusan yang berlaku di NU. Bukan hanya
landasan dalam kehidupan beragama, tetapi menjadi landasan moral di setiap
kehidupan sosial-politik NU.
Bertolak dari sini, ada beberapa prinsip yang menjadi landasan dalam kehidupan
kemasyarakatan NU (hasil dari ijtihad KH Akil Siraj) yaitu tawasuth (moderat, sikap
tengah-tengah, sedang, tidak ekstrim kiri atau ekstrim kanan), tasamuh (toleransi),
tawazun (seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil
naqli), dan Amar maruf nahi munkar.

BAB III
KELOMPOK PEMAHAMAN ISLAM
A. Ahlus Sunnah Waljamaah
1. Salafush Shalih
8

Yang Dimaksud dengan Salafush Shalih


a. Etimologi (secara bahasa):
Ibnul Faris berkata, Huruf sin, lam, dan fa adalah pokok yang menunjukkan makna
terdahulu. Termasuk salaf dalam hal ini adalah orang-orang yang telah lampau, dan
arti dari al-qoumu as-salaafu artinya mereka yang telah terdahulu. (Mujam
Maqayisil Lughah: 3/95)
b. Terminologi (secara istilah)
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah Salaf dan
terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4
perkataan :
Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf
adalah para Sahabat Nabi dan Tabiin (orang yang berguru kepada Sahabat).
Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka adalah para
Sahabat Nabi, Tabiin, dan Tabiut Tabiin. (Luzumul Jamaah (hal: 276-277)). Dan
pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah
berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu alaihi wasallam. Mereka itulah yang
berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabiin dan Tabiut Tabiin.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

Artinya,Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia
yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa
berikutnya. (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))
Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai
manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena menisbahkan/menyandarkan
kepada mereka.
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta pada
tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M. Muhammadiyah
berasal dari bahasa Arab Muhammad yaitu nama nabi terakhir, kemudian
mendapatkan ya nisbiyah yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti
umatnya Muhammad atau pengikutnya Muhammad. Tujuan : menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang
9

sebenarnya.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
November 1912. Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH
Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi
hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita
dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam
pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang
dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama
menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah
Muallimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan
Wirobrajan dan Muallimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan
Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah
terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan
Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang
Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925,
Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan
membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus
gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari
daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan
Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.
Terdapat
pula
organisasi
khusus
wanita
bernama
Aisyiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar maruf nahi munkar, berasa
Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud
untuk bertafaul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak
perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam
sebagai
idealita
dan
kemuliaan
hidup
sebagai
realita.
Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil
pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Quran dalam menelaah, membahas,
meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan
bahwa: Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.
Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun
sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya
berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar maruf nahi munkar di tengah
10

masyarakat.
Visi dan Misi Muhammadiyah
1. Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Quran dan AsSunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam
melaksanakan dakwah Islam amar maruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya
mewujudkan Islam sebagai rahmatan lilalamin menuju terciptanya/terwujudnya
masyarakat
Islam
yang
sebenar-benarnya.
2.Misi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar maruf nahi munkar memiliki
misi
:
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang
dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran
Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran sebagai kitab Allah
terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.
3. Nahdlatul Ulama
Dikalangan pesantren dalam merespon kebangkitan nasional, membentuk
organisasi pergerakan, seperti Nahdatul Wa an (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun
1916. Kemudian pada tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga
dengan Nahdatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial
politik kaum dan keagamaan santri. Dari Nahdatul Fikri kemudian mendirikan
Nahdatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk
memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya nahdatut tujjar, maka taswirul
fikar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang
berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Perkembangan selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan
lebih sistematis, serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah
berkoodinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk
organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Nahdlatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 januari 1926). Organisasi ini
dipimpin oleh K.H Hasyim Asyari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prinsip
dasar organisasi ini, maka K.H Hasyim Asyari merumuskan kitab Qanun Asasi
(Prinsip Dasar), kemudian juga merumuskan kitab Itiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
11

Kedua kitab tersebut kemudian di implementasikan dalam khittah NU yang dijadikan


sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan politik.
Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran islam menurut paham
kitab Itiqad Ahlussunnah Wal Jamaah ditengah-tengah kehidupan masyarakat, di
dalam wadah negara kesatuan republik indonesia.
4. PERSIS
Persatuan Islam (disingkat Persis) adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia.
Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok Islam yang
berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam
dan Haji Muhammad Yunus.
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai
dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda
dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena
bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau
menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh
karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan
Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya
bersumber dari Al-Quran dan Hadits (sabda Nabi).
Organisasi Persatuan Islam telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa
Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi,
Gorontalo, dan masih banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan.
Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi politik namun lebih fokus
terhadap Pendidikan Islam dan Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran Islam secara
utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bidah yang telah banyak menyebar di
kalangan awwam orang Islam. Jamiyyah Persis berasaskan Islam
Jamiyyah Persis bertujuan terlaksananya syariat Islam berlandaskan al-Quran dan asSunnah secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
B. Sempalan Islam
1. Syiah
Secara fisik, sulit dibedakan antara penganut Islam dengan Syiah. Akan tetapi jika
diteliti lebih dalam terutama dari sisi akidah, perbedaan di antara keduanya ibarat
minyak dan air. Sehingga tidak mungkin disatukan..

12

Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang,
selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul diatas suatu perkara. (Tahdzibul
Lughah, 3/61 karya Azhari dan Taajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi)
Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa
Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi
khalifah kaum muslimin, begitu pula sepeninggal beliau (Al-Fishal Fil Milali Wal
Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm)
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman bin Affan. Pada
masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu
pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan.
Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya perpecahana, muncullah kelompok pembuat fitnah dan
kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat islam pun
berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali juga muncul golongan syiah akan tetapi mereka
menyembunyikan pemahaman mereka, mereka tidak menampakkannya kepada Ali
dan para pengikutnya.
Saat itu mereka terbagi menjadi tiga golongan:
a. Golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan.
Ketika mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di
depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari
meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, Suatu
ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang
menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar
mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah
(dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena
Nabibersabda:

Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia
b. Golongan Sabbah (pencela).
Ali mendengar tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba) bahwa ia pernah
mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan
bahwa Ali mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri
c. Golongan Mufadhdhilah
yaitu mereka yang mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah
diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda,
13


Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar.
Riwayat semacam ini dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya,
dari Muhammad bin Hanafiyyah bahwa ia bertanya kepada ayahnya, siapakah
manusa terbaik setelah Rasulullah, ia menjawab Abu Bakar, kemudian siapa?
dijawabnya, Umar.
Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi lima sekte yang utama yaitu
Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima
sekte tersebut lahir sekian banyak cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang paling penting untuk diangkat adalah sekte
imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu hingga saat ini senantiasa berjuang keras
untuk menghancurkan islam dan kaum muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini
terus berusaha menyebarkan berbagai macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya
negara syiah, Iran yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab bermakna meninggalkan, sedangkah dalam
terminologi syariat bermakna mereka yang menolak kepemimpinan abu bakar dan
umar, berlepas diri dari keduanya, mencela lagi menghina para sahabat nabi.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa
Rafidhah itu? Maka beliau menjawab, Mereka adalah orang-orang yang mencela
Abu Bakr dan Umar. (ash-Sharimul Maslul Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah)
Sebutan Rafidhah ini erat kaitannya dengan Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin
Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul
Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86) Syaikh Abul Hasan alAsyari berkata, Tatkala Zaid bin Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah para
pengikut yang membaiatnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu
Bakr dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya)
meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:

Kalian tinggalkan aku?


Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan
perkataan Zaid kepada mereka Rafadhtumuunii. (Maqalatul Islamiyyin,
1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dalam Majmu Fatawa (13/36).

14

Pencetus paham syiah ini adalah seorang yahudi dari negeri Yaman (Shana)
yang bernama Abdullah bin saba al-himyari, yang menampakkan keislaman di masa
kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba mengenalkan ajarannya secara terang-terangan, ia kemudian
menggalang massa, mengumumkan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi
Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk
Nabi shallallahu alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka).
Menurut Abdullah bin Saba, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah
mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu Fatawa, 4/435, Abdullah bin
Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan
bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang mashum
(terjaga dari segala dosa). Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke
waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang mengetahui sikap
berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar mereka yang tidak mau
bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri.
Abdullah bin Saba, sang pendiri agama Syiah ini, adalah seorang agen Yahudi
yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam oleh orangorang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal
kemunculannya adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan.
Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dengan
kedok keislaman, semangat amar maruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk
(giat beribadah), ia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan
kufur) yang ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun
dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah Utsman bin Affan. Akibatnya, sang
Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat diantara
para sahabat pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil Izz hlm. 490,
dan Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123)
Rafidhah pasti Syiah, sedangkan Syiah belum tentu Rafidhah. Karena tidak
semua Syiah membenci Abu Bakr dan Umar sebagaimana keadaan Syiah
Zaidiyyah, sekte syiah yang paling ringan kesalahannya.
2. Ahmadiyah
Ahmadiyah adalah salah satu dari kelompok Bathiniyyah[1] yang keji, karena
mereka memakai pokok-pokok pemikiran Bathiniyyah yang mengklaim bahwa nashnash memiliki makna dhohir dan batin, yang dhohir adalah kulit, dan yang batin
adalah isi, dengan maksud untuk menghilangkan makna-makna nash dan
menggantinya dengan makna-makna batin yang mencocoki program makar mereka
terhadap Islam. Gerakan Ahmadiyah lahir pada tahun 1900 M, yang dibentuk oleh
pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum muslimin dari
15

agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran/bentuk khusus, sehingga
tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini
dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad al-Qodiyani.
Corong gerakan ini adalah Majalah al-Adyan yang diterbitkan dengan bahasa
Inggris. Di India dan Pakistan mereka menamakan diri dengan nama Qodiyaniyyah
dan di negeri-negeri lain mereka menamakan diri mereka dengan Ahmadiyah.
(Lihat Firoq Muashiroh oleh Dr. Gholib Awaji terbitan Daru Linah Damanhur
cetakan ketiga 1418 H / 1997 M hal. 602 dan al-Qadiyaniyyah Dirosah wa Tahlil oleh
Syaikh Ihsan Ilahi Dhohir rahimahullah, Makalah Pertama)
Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1839-1908 M. Dia dilahirkan di desa
Qodian, di wilayah Punjab, India tahun 1839 M . Dia tumbuh dari keluarga yang
terkenal suka khianat kepada agama dan negara. Begitulah dia tumbuh, mengabdi
kepada penjajahan dan senantiasa mentaatinya. Ketika dia mengangkat dirinya
menjadi nabi, kaum muslimin bergabung menyibukkan diri dengannya sehingga
mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan Inggris.
Oleh pengikutnya dia dikenal sebagai orang yang suka menghasut/berbohong, banyak
penyakit, dan pecandu narkotik. Pemerintah Inggris banyak berbuat baik kepada
mereka. sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada
pemerintah Inggris.
Banyak dari ulama-ulama India dan Pakistan yang melawan dakwah Mirza
Ghulam Ahmad di antara mereka adalah Syaikh al-Allamah Tsanaulloh al-Amri
Tasri rahimahullah. Beliau mendebat dan mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad,
menyingkap keburukan yang disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan
pengakuannya. Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada
petunjuk
kebenaran,
Syaikh
al-Allamah
Tsanaulloh
al-Amri
Tasri rahimahullah mengajaknya bermubahalah (berdoa bersama), agar Allah
mematikan siapa yang berdusta di antara mereka, dan yang benar tetap hidup. Tidak
lama setelah bermubahalah, Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908 M.
Pada awalnya Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana para dai Islam
yang lain, sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya.
Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid (pembaharu) Pada
tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi al-Muntazhor dan Masih alMauud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa kenabiannya
lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam.
Dia mati meninggalkan lebih dari 50 buku, buletin serta artikel hasil karyanya.
Di antara kitab terpenting yang dimilikinya berjudul Izalatul Auham, Ijaz Ahmadi,
Barohin Ahmadiyah, Anwarul Islam, Ijazul Masih, at-Tabligh dan Tajliat
16

Ilahiah. (Lihat Firoq Mulashiroh hal. 605 dan 694, dan al-Qodiyaniyyah Dirosah wa
Tahlil oleh Syaikh Ihsan Ilahi Dhohir rahimahullah, Makalah Pertama dan Keenam)
PEMIKIRAN DAN KEYAKINAN AHMADIYAH
1.
Meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah al-Masih yang dijanjikan.
(Lihat Safinatu Nuh oleh Ghulam Ahmad al-Qodiyani hal. 47)
2.
Meyakini bahwa Allah berpuasa dan melaksanakan shalat, tidur dan
mendengkur, menulis dan menyetempel, melakukan kesalahan dan berjima. Maha
Tinggi Allah setinggi-tingginya dari apa yang mereka yakini. (Lihat al-Busyro oleh
Ghulam Ahmad al-Qodiyani 2/97).
3.
Keyakinan Ahmadiyah bahwa tuhan mereka adalah Inggris, karena dia berbicara,
dengannya menggunakan bahasa Inggris (Lihat Barohin Ahmadiyah oleh Ghulam
Ahmad al-Qodiyani hlm. 480)
4.
Berkeyakinan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Mirza Ghulam Ahmad, dan
memberikan wahyu dengan diilhamkan sebagaimana al-Quran (Lihat Nawahibur
Rohman oleh Ghulam Ahmad al-Qodiyani hlm. 43)
5.
Menghilangkan aqidah/syariat jihad dan memerintahkan untuk mentaati
pemerintah Inggris, karena menurut mereka pemerintah Inggris adalah waliyul amri
(pemerintah Islam) sebagaimana tuntunan al-Quran (Qosim al-Qodiyani, Tabligh
Risalat 4/49).
6.
Seluruh orang Islam menurut mereka kafir sampai man bergabung dengan
Ahmadiyah. Seperti bila ada laki-laki atau perempuan dari golongan Ahmadiyah yang
menikah dengan selain pengikut Ahmadiyah, maka dia kafir (Riyuyu of Religion nomor 35, 17/10)
7.
Membolehkan khomer (miras. red), opium, ganja dan apa saja yang
memabukkan. (Surat kabar al-Fadhl, 19 Juli 1929 M).
8.
Mereka meyakini bahwa kenabian tidak ditutup dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam akan tetapi terus ada. Allah mengutus rasul
sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Dan Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi yang paling
utama dari para nabi yang lain. (Surat kabar al-Fadhl, 26 September 1915 M).
9.
Mereka mengatakan bahwa tidak ada al-Quran selain apa yang dibawa oleh
Mirza Ghulam Ahmad. Dan tidak ada al-Hadits selain apa yang disampaikan di dalam
majelis Mirza Ghulam Ahmad. Serta tidak ada nabi melainkan berada di bawah
pengaturan Mirza Ghulam Ahmad. (Surat kabar al-Fadhl, 15 Juli 1924 M).
10. Meyakini bahwa kitab suci mereka diturunkan (dari langit), bernama al-Kitab alMubin, bukan al-Quran al-Karim yang ada di tangan kaum muslimin. (Lihat AnNubbuwwah fil Islam oleh Muhammad Yusuf al-Qadiyani hlm. 43).
11. Mereka menyakini bahwa al-Qodian (tempat awal gerakan ini) sama dengan
Madinah al-Munawaroh dan Makkah al-Mukaromah; bahkan lebih utama dari kedua
tanah suci itu, dan suci tanahnya serta merupakan kiblat mereka dan kesanalah mereka
berhaji. (Haqiqotu ar-Rukya hlm. 46).
17

12. Mereka meyakini bahwa mereka adalah pemeluk agama baru yang independen,
dengan syarat yang independen pula. Seluruh teman-teman Mirza Ghulam Ahmad
sama dengan sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. (Lihat Firoh
Muashiroh hlm. 632-673 dan al-Qodiyaniyyah Dirosah wa Tahlil oleh Syaikh Ihsan
Ilahi Dhohir, Makalah Kelima).
HAL-HAL YANG MEWAJIBKAN KAFIRNYA AHMADIYAH
1.
Pengakuannya sebagai nabi. (Lihat Nawahiburrohman oleh Ghulam Ahmad alQadiyani hlm. 43).
2.
Menghapus kewajiban jihad dan mengabdi kepada penjajah. (Qosim alQadiyani, Tabligh Risalat 4/49).
3.
Meniadakan berhaji ke Makkah dan menggantinya dengan berhaji ke Qodian
(Lihat Haqiqotu ar-Rukya hlm.46)
4.
Penyerupaan yang dilakukannya terhadap Allah dengan manusia. (Lihat alBusyro oleh Ghulam Ahmad al-Qodiyani 2/97)
5.
Kepercayaannya
terhadap
keyakinan tanasukh (menitisnya
ruh)
dan hulul (bersatunya manusia dengan tuhan) (Lihat Tiryaqul Qulub oleh Gulam
Ahmad al-Qodiyani hlm. 155)
6.
Penisbatannya bahwa Allah memiliki anak, serta klaimnya bahwa dia adalah
anak tuhan. (Safinatu Nuh hlm 47oleh Ghulam Ahmad al-Qodiyani)
7.
Pengingkarannya terhadap ditutupnya kenabian oleh Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam, dan membuka pintu bagi siapa saja yang menginginkannya. (Surat
kabar alFadhl, 26 September 1915 M)
PENYEBARAN DAN AKTIVITAS AHMADIYAH
1. Penganut aliran Ahmadiyah kebanyakan hidup di India dan Pakistan dan sebagian
kecilnya di Israel dan wilayah Arab. Mereka senantiasa membantu penjajah agar dapat
membentuk/membangun sebuah markas di setiap negara di mana mereka berada.
2. Ahmadiyah memiliki pekerjaan besar di Afrika dan pada sebagian negara-negara
Barat. Di Afrika saja mereka beranggotakan kurang lebih 5.000 mursyid dan dai yang
khusus merekrut manusia kepada kelompok Ahmadiyah. Dan aktivitas mereka secara
luas memperjelas bantuan/dukungan mereka terhadap penjajahan.
3. Keadaan kelompok Ahmadiyah yang sedemikian, ditambah perlakuan pemerintah
Inggris yang memanjakan mereka, memudahkan para pengikut kelompok ini bekerja
menjadi pegawai di berbagai instansi pemerintahan di berbagai negara, di Perusahaanperusahaan dan persekutuan-persekutuan dagang. Dari hasil kerja mereka itu
dikumpulkanlah sejumlah dana untuk membiayai dinas rahasia yang mereka miliki.
4. Dalam menjalankan misi, mereka merekrut manusia dengan segala cara, khususnya
media massa. Mereka adalah orang-orang yang berwawasan dan banyak memiliki
orang pandai, insinyur dan dokter. Di Inggris terdapat stasiun pemancar TV dengan
18

nama TV Islami yang dikelola oleh penganut kelompok Ahmadiyah (Lihat Firoq
Muashiroh hlm. 687-693)
3. LDII
LDII didirikan oleh Nur Hasan Ubaidah Lubis, sekitar tahun 1951 di desa
Burengan Banjaran, Kediri, Jawa Timur. Pertama berdiri, kelompok ini bernama
Darul-Hadits.
Kemudian di tahun 1968, Darul Hadits dilarang dan dibubarkan oleh PAKEM
(Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur. Setelah dibubarkan, Darul
Hadis mereka ganti nama dengan Islam Jamaah (IJ).
Karena menyimpang dan meresahkan masyarakat, terutama di Jakarta, secara resmi IJ
dilarang di seluruh Indonesia, dengan Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep.
08/D.4/W.1971 tanggal 29 Oktober 1971
Setelah dibubarkan, Madigol mencari taktik dengan mendekati Letjen Ali
Murtopo (Wakil Kepala Bakin dan staf Opsus Operasi Khusus Presiden Suharto).
Padahal seperti yang kita kenal, Ali Murtopo sangat anti terhadap Islam.
Dengan perlindungan Ali Murtopo, tanggal 1 Januari 1972, IJ ganti nama Lemkari
(Lembaga Karyawan Islam atau Lembaga Karyawan Dakwah Islam) di bawah payung
Golkar.
Karena menyimpang dan menyusahkan masyarakat, tahun 1988, Lemkari
dibekukan oleh Gubernur Jawa Timur, Soelarso, dengan SK No. 618 tahun 1988.
Kemudian pada November 1990, diadakan Musyawarah Besar Lemkari di Asrama
Haji Pondok Gede Jakarta, dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam
Indonesia) atas anjuran Menteri Dalam Negeri, Rudini, dengan alasan agar tidak rancu
dengan Lembaga Karatedo Republik Indonesia.

Fatwa dan Pernyataan Sesat untuk LDII


Berikut beberapa keputusan MUI dan beberapa organisasi yang menyatakan kesesatan
LDII dan aliran yang memiliki ajaran serupa.
1. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005,
merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam
Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena
sangat meresahkan masyarakat.

19

Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: Ajaran Sesat dan Pendangkalan
Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya
berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya,
karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis
terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan
aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut.
Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat
mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor
PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun
daerah. (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia,
Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan
Aqidah).
2. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar,
insyaf, taubat dan mencabut Baiat mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat
itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari
LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jamaah,
LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam
Jamaah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari
Cimahi Bandung yang mencabut baiatnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai
dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Muminin Pusat , dan
pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam
Jamaah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
3. Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang
banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh
para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada
tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan.
Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang
disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang
menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta
dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula
ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong
sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa
Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu
Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang
sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21
Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan
Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jamaah, Darul
Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan
20

dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancingmancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06
Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia,
Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.
5. Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jamaah, Darul Hadits (atau
apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran
Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya
keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979,
Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafiie ketua umum, H.
Gazali Syahlan sekretaris umum.
6. Pelarangan Islam Jamaah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat
Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap
Aliran- Aliran Darul Hadits, Djamaah jang bersifat/ beradjaran serupa.
Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djamaah Quran Hadits, Islam
Djamaah, Jajasan Pendidikan Islam Djamaah (JPID), Jajasan Pondok Peantren
Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan
mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang
semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang
bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober
1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
7. Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI
tentang Bahaya Islam Jamaah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan
Penipuan
Triliunan
Rupiah
(2004).
8. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks
pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan
Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa Beberapa contoh aliran
sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang
seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jamaah. (Jakarta 12 Februari 2000, Staf
Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
9. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua
Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Maruf Amin menyatakan, Fatwa
MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Maruf Amin
menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli
2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap
sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas! (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei
2006/ 6 Rabiul Akhir 1427, halaman 31)
21

4. Al-Jamiyatul Washliyah
Berdirinya Al-Jamiyatul Washliyah merupakan perluasan dari sebuah
perkumpulan pelajar. Pada awal pertumbuhannya ia banyak mengalami rintangan,
terutama dalam hal keuangan dan penataan organisasi. Maktab Islamiyah Tapanuli
(MIT) merupakan sebuah lembaga pendidikan agama yang didirikan pada tahun 1918
oleh orang-orang Tapanuli Selatan. MIT sebagai madrasah dianggap modern pada
zamannya, namun masih tetap mempunyai cirri-ciri tradisional. Pelajar-pelajar MIT
inilah yang kemudian mendirikan suatu kelompok diskusi yang diberi nama Debating
Club pada tahun 1928.
Perkumpulan pelajar merupakan hal yang umum di kalangan pelajar-pelajar
sekolah umum. Di Medan, misalnya saat itu terdapat perkumpulan pemuda Jong
Islamieten Bond (JIB) cabang Medan, yang didirikan oleh pelajar-pelajar Indonesia
yang belajar di sekolah Belanda pada tahun 1926. Tetapi pelajar-pelajar MIT tidak
bergabung dalam perkumpulan ini, karena belum mampu berkomunikasi dalam
bahasa Belanda, yang sering kali dipergunakan JIB.
Debating Club dalam perkembangannya bukan hanya mengadakan diskusi
pelajaran, tetapi juga membahas persoalan di masyarakat, terutama mengenai
perbedaan faham di antara golongan-golongan. Agar bisa bergerak lebih luas, mereka
bermaksud mendirikan sebuah organisasi Islam, yang kemudian berhasil mereka
dirikan setelah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali membahas hal tersebut, di
ujung tahun 1930. Pemberian nama organisasi tersebut mereka serahkan kepada guru
kepala MIT, Syekh Muhammad Yunus. Beliau memberikan nama perhimpunan ini, AlJamiyatul Washliyah (Perhimpunan yang menghubungkan dan Mempertalikan).
Kemudian para pelajar membentuk panitia persiapan untuk merumuskan dan
menyusun Anggaran Dasar. Duduk sebagai ketua dan sekretaris dalam panitia tersebut
adalah Ismail Banda dan Arsyad Talib Lubis. Sehingga pada tanggal 30 November
1930 Al-Jamiyatul Washliyah secara resmi berdiri[16].
Duduk sebagai pengurus I adalah Ismail Banda (Ketua), Abdurrahman Syihab
(Wakil Ketua), Arsyad Talib Lubis (Sekretaris) dan Syekh Muhammad Yunus
(Penasehat). Anggota pengurus seluruhnya berasal dari suku Tapanuli Selatan. Dalam
pembentukan pengurus disepakati pergantian pengurus setiap enam bulan sekali.
Sebenarnya masa kerja pengurus untuk satu periode ini relatif terlalu singkat, tetapi
organisasi ini ingin lebih cepat mengadakan evaluasi kerja. Ternyata dalam periode
pertama organisasi ini tidak dapat bergerak banyak, hanya maengadakan tabligh yang
bersifat insidentil saja.

22

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang
dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam.
Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah
itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bidah, seperti Mutazilah,
Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran
Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah
menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Begitu
23

pula sebelum timbulnya ahli bidah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok


sempalan.
Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait
adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang
dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bidah, tapi dari golongan Ahlus
Sunnah.
B. Saran
Hendaknya sebagai muslim yang beriman selalu mengikuti apa yang diajarkan oleh
Rasululloh dan tidak mengubah apa yang pernah diajarkannya, karena itu akan
mengakibatkan pertikaian antar golongan.

24

Anda mungkin juga menyukai