Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

LATAR HISTORIS DAN LOGIS


KELAHIRAN DAN PERKEMBANGAN STUDI ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Studi Agama Kontemporer
Dosen Pengampu : Syahmidi, S.Th.I., M.Pd.I

Disusun Oleh :
PURNAMA USWATUN KHASANAH
1901140027

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia. Adapun makalah yang
akan dibahas yaitu dengan judul “Latar Historis Dan Logis Kelahiran Dan
Perkembangan Studi Islam”. Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini dan
sebagai bahan acuan untuk kedepannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing mata kuliah Studi Agama Kontemporer yakni, Bapak Syahmidi,
S.Th.I., M.Pd.I. Atas ketersediaan menuntun penulis dalam penulisan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah ikut
berpartisipasi dalam penyusunan dan pengumpulan data makalah ini. Tanpa
bantuan dan dukungan dari teman-teman semua makalah ini tidak akan
terselesaikan dengan tepat waktu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangkaraya, 22 Maret 2021

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1. Latar Belakang .................................................................................. 1


2. Rumusan Masalah............................................................................. 1
3. Tujuan Penulisan .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2

1. Sejarah Perkembangan Studi Islam ................................................ 2


2. Rasionalisasi Perkembangan Studi-Studi Islam............................. 3
a. Perkembangan Studi Islam Di Dunia Muslim .......................... 3
b. Perkembangan Studi Islam Di Dunia Barat ............................. 9
c. Perkembangan Studi Islam Di Indonesia................................. 10

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13

A. Kesimpulan ....................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sejarah perkembangan studi Islam dikalangan ilmuan muslim dari masa
keemasan ada banyak sekali kisah atau hal yang dapat dipelajari, bahkan pendekatan-
pendekatan dan metode-metodenya bisa juga diterapkan dalam era modern seperti di
zaman sekarang ini. Sejarah perkembangan studi Islam ini merupakan bidang studi
yang banyak menarik perhatian para peneliti, baik dari kalangan sarjana muslim
maupun nonmuslim. Karena dari penelitian itu banyak manfaat yang dapat dapat
diperoleh dari penelitian perkembangan studi tersebut. Seperti halnya perkembangan,
pendekatan, cara, ataupun hal-hal yang lain dalam studi islam.
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan
berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses
pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada
ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul
bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan msalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah perkembangan Studi Islam?
2. Bagaimana rasionalisasi perkembangan Studi-studi Islam?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Studi Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana rasionalisasi perkembangan Studi-studi Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Perkembanga Studi Islam


Jika dilacak, sejarah pertumbuhan studi Islam dapat dilihat pada abad ke-19, di
mana kajian Islam pada masa ini lebih menekankan pada tradisi filologi. Para pengkaji
di bidang ini adalah dari kalangan pakar bahasa, yang melalui bahasa dan teks klasik
itu mereka dapat memahami gagasan-gagasan dan konsep-konsep utama yang
membentuk umat Islam, tanpa memahami konteks (Askandar, Noor Chozin. 2003).
Akan tetapi, kajian Islam melalui pendekatan filologi ini memiliki keterbatasan,
di antaranya adalah penekanannya yang eksklusif terhadap teks. Dunia Islam dipahami
melalui cara tidak langsung, tidak dengan melakukan penelitian tentang kehidupan
muslim yang ada di dalam masyarakatnya, tetapi melalui prisma teks, yang umumnya
teks-teks itu berasal dari tradisi intelektual klasik milik Islam. Kajian ini berfokus pada
tulisan-tulisan muslim, bukan pada muslimnya sendiri (Zakiyuddin. 2001).
Dari sisi kelembagaan, perkembangan studi Islam berkembang dari sorogan dan
halaqah di rumah-rumah para ‘alim ke sistem kuttab, kemudian ke masjid dan masjid-
khan, dai kemudian berlanjut menjadi sistem madrasah. Dari tingkatan di masjid ini
sebagian murid melanjutkan studi ke jenjang yani lebih tinggi, madrasah. Maka
pengertian madrasah di sini tidal sama dengan madrasah dalam pengertian pendidikan
Islam Indonesia. Madrasah di sini berarti pendidikan tinggi. Namun demikian, ada juga
ilmuwan yang menyebut bahwa bentuk awal lembaga pendidikan tinggi Islam adalah
al-Jami‘ah, dari Lembaga Masjid Jami‘, tempat berkumpul orang banyak (Azyurmardi.
1994).
Sementara kuttab ada dua jenis, yakni kuttab yang berfungsi sebagai tempat
untuk mengajarkan baca-tulis, dan kuttabl sebagai tempat untuk mengajarkan al-Qur’an
dan dasar-dasail agama Islam (Asari, Hasan. 1994). Ada juga yang membagi kuttab
menjadi dua jenisl lain, yakni: (1) kuttab sekular, di mana diajarkan tata bahasa, sastra
dan aritmatika, dan (2) kuttab agama, yang khusus mempelajari materi agama.
Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah,
yaitu pada masa pemerintahan Harun Ar-Rosyid (170-193). Karena beliau adalah ahli
ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung Negara dalam kondisi

2
aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu
diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Rasionalisasi Perkembangan Studi-Studi Islam
Pengertian rasionalisasi menurut KBBI (Kamus Besa Bahasa Indonesia) adalah
proses, cara, perbuatan menjadikan bersifat rasional; proses, cara, perbuatan
merasionalkan. Jadi rasionalisasi perkembangan studi Islam yang dimaksud adalah
proses perkembangan dari studi-studi Islam itu sendiri. Adapun perkembangan studi
Islam di tiga wilayah besar, yakni:
A. Perkembangan Studi Islam di Dunia Muslim
Studi Islam di dunia Islam sama dengan menyebut studi Islam di dunia
muslim. Dunia muslim merupakan istilah yang memiliki beberapa arti. Dari
segi budaya, istilah ini merujuk pada komunitas muslim sedunia, pengikut
ajaran Islam. Dari segi sejarah atau geopolitik, istilah ini biasanya merujuk
kepada negara mayoritas muslim atau negara yang Islam menonjol dalam
politiknya. Dalam sejarah muslim dicatat sejumlah lembaga kajian Islam di
sejumlah kota. Selama 350 tahun pertama (750-1258) kejayaan tersebut
didominasi dan secara mutlak dikuasai sarjana-sarjana muslim. Sementara
beberapa pusat kegiatan intelektual pra islam diluar Arabia yang berperan besar
memajukan pendidikan di dunia muslim.
Akhir periode Madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan
Islam sekolah masih di masjid-masjid dan rumah- rumah, dengan ciri hafalan,
namun sudah dikenalkan logika, matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia,
musik, sejarah dan georgafi. Selama abad ke 5 H, selama periode khalifah
Abbasiyah, sekolah-sekolah didirikan di kota- kota dan mulai menempati
gedung-gedung besar, bukan lagi masjid, dan mulai bergeser dari matakuliah
yang bersifat spritual ke matakuliah yang bersifat intelektual, ilmu alam dan
ilmu sosial.
Namun disebutkan, berdirinya sistem madrasah adalah di abad 5 H/akhir
abad 11 M, justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah dibiayai dan
diprakarsai negara. Kemudain madrasah menjadi alat penguasa untuk
mempertahankan doktrin-doktrin terutama oleh kerajaan Fatimah di Kairo.
Sebelumnya di sekolah ini diajarkan kimia, kedokteran, filsafad diganti hanya
mempelajari tafsir, kalam, fiqh dan bahasa. Matematika hilang dari kulikulum

3
al-Azhar tahun 1748.24 Memang pada masa kekhalifahan Abbasiyah, al-
Ma‘mun (198- 218/813-833), sebelum hancurnya aliran Mu'tazilah, ilmu-ilmu
umum yang bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris dipelajri di
madrasah (Ayzuman : Vii).
Pengaruh al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai awal terjadi
pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum, bahkan terkesan terjadi dikotomi.
Dia menyebut bahwa menuntut ilmu agama wajib bagi setiap muslim,
sementara menuntut ilmu umum adalah wajib kifayah. Meskipun perlu dicatat
bahwa hasil kejayaan muslim di bidang sains dan teknologi bukanlah capaian
kelembagaan, melainkan bersifat individu ilmuwan muslim yang didorong
semangat penyelidikan ilmiah. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia
muslim, yaitu Nizhamiyah di Baghdad, Al-Azhar di Kairo Mesir, Cordova
(bagian barat) dan Kairwan Amir Nizam Al-Muluk di Maroko.
Penyebab utama kemunduruan dunia muslim, khususnya di bidang ilmu
pengetahuan adalah terpecahnya kekuatan politik yang digoyang oleh tentara
bayaran Turki. Kemudian dalam kondisi demikian datang musuh dengan
membawa bendera perang salib. Akhirnya, Baghdad sebagai pusat ilmu
pengetahuan ketika itu dihancurkan Hulaghu Khan tahun 1258 M. Pusat-pusat
studi termasuk yang dihancurkan Hulaghu Khan.
Berikut ini adalah beberapa kota yang merupakan pusat kegiatan
intelektual sebelum dan menjelang datangnya Islam, yang berperan sebagai
jembatan dalam proses penyerapan ilmu pengetahuan oleh umat Islam.
1) Athena
Sebagai sebuah kota yang berada di bawah kekuasaan kerajaan besar
Romawi Timur, Athena mengalami kemakmur- an dan kemajuan budaya,
serta menjadi salah satu pusat kegiatan intelektual Romawi. Sejumlah pusat
pendidikan berdiri, filsafat dan ilmu-ilmu lain berkembang dengan baik. Di
kota inilah Plato (w. 347 S.M.) hidup dan mendirikan sebuah Akademi
Filsafat yang belakangan berkembang menjadi Museum Athena, tempat
sejumlah ilmuwan dari berbagai bangsa dan agama mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pada tahun 529 M, Kaisar Romawi (Timur), Justiniah I,
menutup Museum Athena, sekolah-sekolah lain dan menutup Athena bagi
filosof dan ilmuwan yang sebelumnya bebas keluar masuk atau menetap di

4
sana.
Penutupan ini dilatarbelakangi oleh berbagai alasan, termasuk
pandangan agama Kaisar yang tidak terlalu menghormati ilmu pengetahuan
dan alasan-alasan ekonomi. Karena kehilangan kebebasan akademis dan
fasilitas di Athena, mengakibatkan banyak filosof dan ilmuwan yang
memutuskan untuk pindah ke kota-kota lain di pantai sebelah Timur Laut
Tengah (Meditteranean), ke daerah-daerah yang sekarang adalah Palestina,
Syria, Libanon, dan bahkan, lebih kedalam, Persia. Eksodus ilmuwan ini
membawa mereka lebih dekat ke Semenanjung Arabia tempat Islam akan
lahir dan berkembang.
2) Aleksandria
Kota ini dibangun sekitar abad 3 SM dan terletak di pantai laut Tengah.
Sejak abad pertama Masehi, Aleksandria telah menjadi pusat
berkembangnya filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani bersama dengan
pengetahuan yang berasal dari India dan Cina maupun Mesir Kuno.
Dukungan yang diberikan oleh para kaisar di Konstantinopel
melatarbelakangi kemajuan Aleksandria yang berlangsung sekitar 5 abad.
Ilmuwan-ilmuwan pada masa ini ialah Euclid dan Ptomely serta sarjana-
sarjana lain. Pada awal abad ke-5, kota ini melangalami kemuduran
sehingga pada saat penaklukan Islam oleh Jenderal Amrbin Al-Ash, yang
tersisa hanya sebagian kecil dari Museum Aleksandria. Karena kemunduran
Aleksandria beberapa ilmuan besar meninggalkan Aleksandria dan pindah
ke suatu daerah yang dibawah naungan kerajaan Sasaniyah. Disana kegiatan
intelektual sangat bebas dan dijamin bagi seluruh ilmuan tanpa adanya
diskriminasi agama.
3) Edessa, Harran, dan Nisibis
Seperti disebut terdahulu, kemunduran Aleksandria mengakibatkan
eksodus ilmuwan. Di antara kota-kota yang menjadi tujuan mereka adalah
Edessa dan Harran (dua kota Mesopotamia Utara) tempat kebudayaan
Syria yang paling dominan. Perbedaan mendasar dari kedua pusat
intelektual ini adalah dominasi ilmuwan Kristen Nestoris atas Edessa,
sementara Harran didominasi oleh ilmuwan non Kristen, terutama pagan.
Dari Edessa dan Harran, pusat kegiatan intelektual bergeser ke kota
Nisibis, masih di Mesopotamia Utara. Akademi Edessa ditutup atas perintah

5
Kaisar Romawi pada 489 M. Menurut Nakosteen, pada paruh pertama abad
ke 6 M. Nisibis mempunyai akademi pendidikan tinggi terbaik di dunia. Di
sinilah berlangsung proses penerjemahan besar- besaran dari bahasa Yunani
dan Sansekerta ke dalam bahasa Pahlava (Persia Lama) dan bahasa Syria.
Karya-karya yang diterjemahkan mencakup matematika, kedokteran,
astronomi, dan filsafat. Proses ini melibatkan ilmuwan-ilmuwan Syria,
Yahudi dan Persia.
4) Jundi Syapur
Sejarah Jundi Syapur konon kembali ke masa pra sejarah, ketika kota ini
masih bernama Genta Sapairta (Taman nan Indah). Tetapi posisi Jundi
Syapur semakin penting pada masa kekuasaan Sasaniyah, ketika Raja
Syapur II (310-379 M) memperluas kota ini dan membangun sebuah
lembaga pendidikan tinggi yang kemudian membuat Jundi Syapur menjadi
kota intelektual terpenting di daerah kekuasaan Sasaniyah dan kerajaan
Romawi. Kota-kota lain adalah Heart, Marw, dan Smarkand. Sebelum masa
Sasaniyah, bangsa Persia telah berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan
yang berasal dari Babilonia dan India terutama matematika dan musik.
Akumulasi pengetahuan dari kegiatan awal ini kemudian menjadi
fondasi intelektual dari Akademi Jundi Syapur yang mencapai puncak
kejayaan pada abad ke 6. Sikap memusuhi ilmu pengetahuan yang tumbuh
di daerah kekuasaan Romawi mengakibatkan ditutupnya berbagai pusat
kegiatan ilmiah, secara langsung menguntungkan Jundi Syapur. Banyak
ilmuwan Kristen dari Athena yang pindah ke Jundi Syapur dimana
kebebasan ilmiah dijamin, bahkan didorong oleh para raja Sasaniyah.
Kondisi ini menarik ilmuwan-ilmuwan dari berbagai daerah untuk datang
ke kota ini. Meski tak mengecualikan disiplin-disiplin lain, ilmu kedokteran
adalah bidang yang paling terkenal. Akademi Jundi Syapur dilengkapi
dengan sebuah rumah sakit yang para dokternya mempraktikan hasil-hasil
penelitian teoritis mereka.
Kejayaan Jundi Syapur berlanjut sampai akhir abad 4-10 dan berfungsi
sebagai jalur utama masuknya warisan-warisan pengetahuan dari peradaban
kuno kedalam peradaban Islam. Disamping kegiatan-kegiatan dibidang
filsafat dan ilmu pengetahuan, Jundi Syapur juga berperan dalam proses
penerjemahan Sansekerta ke Pahlavi. Contoh paling terkenal dari kegiatan

6
ini adalah Kalilah waDimmah yang diterjemahkan oleh Ibn Al Muqaffa.
5) India dan Timur Tengah
India dan Timur Tengah jauh mempunyai pengaruh lebih sedikit dan
tidak langsung pada perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam karena
letak geografis darah ini yang relatif jauh dari Saudi Arabia. Pada abad ke 6
M daerah ini mengalami kemajuan ilmiah di bidang matematika lewat
ilmuan yang bernama Varahamihira. Di India juga mengalami kemajuan di
bidang kebahasaan. Cina terkenal dengan ilmu kedokteran, astronomi,
geografi, histografi dan matematika. Pada abad ini, mulai mempelajari ilmu-
ilmu Cina melalui para ilmuwan Korea.
Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim yakni Nizhamiyah
di Baghdad, al-Azhar di Kairo Mesir, Cordova, dan Kairwan Amir Nizam al-
Muluk di Maroko.
a. Nizhamiyah di Baghdad
Perguruan tinggi Nizhamiyah di Baghdad ini berdiri pada tahun
455/1063.61 Perguruan tinggi ini dilengkapi dengan perpustakaan yang
terpandang kaya raya di Baghdad, yakni Bait-al-Hikmat, yang dibangun
oleh Khalif Al-Makmun (813-833 M). Salah seorang ulama besar yang
pernah mengajar di sana, adalah ahli pikir Islam terbesar, Abu Hamid al-
Ghazali (1058-1111 M), yang kemudian terkenal dengan sebutan imam
Ghazali. Perguruan tinggi tertua di Baghdad itu hanya sempat hidup selama
hampir dua abad.
b. Al-Azhar di Kairo Mesir
Gambaran singkat perguruan tinggi al-Azhar adalah, ketika kekuasaan
Syiah tumbang di Baghdad, maka kekuasaan Syiah pun bangkit di Tunisia,
yakni Daulat Fatimiah (909-1171 M), yang dibangun oleh Amir Ubaidillah
al-Mahdi yang menyebut dirinya Khalif Ubaidillah (909- 934 M). Pada
masa pemerintahan Khalif Muiz Lidinillah (952-975 M), Khalif keempat
dari Daulat Fatimiah, wilayah Lybia dan Mesir berhasil direbut oleh
Panglima Besar Jauhar Al-Siqili dari Daulat Abbasiah. Tokoh inilah yang
pada tahun 362 H/ 972 M membangun ibukota yang baru di Mesir, yakni
ibu kota Al-Qahirah (Kairo), untuk meggantikan ibukota Fusthat; dan
kemudian memindahkan ibukota Daulat Fatimiah dari Tunis ke Al-Qahirah.

7
Khalif Muiz Lidinillah pindah ke Mesir dad menetap di ibukota yang baru
itu.
Panglima Besar Juhari Al-Siqili ini pula yang pada tahun 362 H/972 M
membangun Perguruan Tinggi AlAzhar dengan kurikulum berdasarkan
ajaran sekte Syiah. Pada masa pemerintahan Khalif Al-Hakim Biamrillah
(996-1020 M), Khalif keenam dari Daulat Fatimiah, ia pun membangun
perpustakaan terbesar di Al-Qahirah untuk mendampingi Perguruan Tinggi
Al-Azhar, yang diberi nama “Bait-al-Hikmat” (Balai Ilmu Pengetahuan),
seperti nama perpustakaan terbesar di Baghdad.
Pada tahun 567 H/l 171 M Daulat Fatimiah ditumbangkan oleh Sultan
Salahuddin Al-Ayyubi (1171-1193 M) yang kemudian mendirikan Daulat
Al-Ayyubiah (1171-1269 M), dan menyatakan tunduk kembali kepada
Daulat Abbasiah di Baghdad. Kurikulum pada Perguruan Tinggi Al-Azhar
lantas mengalami perombakan total, dari aliran Syiah kepada aliran Sunni.
Ternyata Perguruan Tinggi Al-Azhar itu mampu hidup terus sampai kini,
yakni sejak abad ke-10 Masehi sampai abad ke-20, dan tampaknya akan
tetap selama hidupnya.
c. Cordova
Adapun sejarah singkat Cordova dapat digambarkan demikian, bahwa
di tangan Daulat Umayyah, semenanjung Iberia yang sejak berabad-abad
sebelumnya terpandang daerah minus, berubah bagaikan disulap menjadi
daerah yang makmur dan kaya raya dengan pembangunan bendungan-
bendungan irigasi di sana sini menuruti contoh lembah Nil dan lembah
Ephrate. Bahkan pada masa berikutnya, Cordova menjadi pusat ilmu dan
kebudayaan yang gilang gemilang sepanjang Zaman Tengah.
d. Kairwan Amir Nizam al-Muluk di Maroko
Perguruan tinggi ini bermula dibangun pada tahun 859 M oleh puteri
seorang saudagar hartawan di kota Fez, yang berasal dari Kairwan (Tunisia),
Afrika Barat sampai ke Senegal dan Guinea. Pada tahun 305 H (918 M),
perguruan tinggi itu diserahkan kepada pemerintah dan sejak itu menjadi
perguruan tinggi resmi, yang perluasan dan perkembangannya berada di
bawah pengawasan dan pembiayaan negara. Seperti halnya Perguruan
Tinggi Al-Azhar di Kairo (Mesir), Perguruan Tinggi Kairwan di kota Fez
(Maroko) itu pun masih tetap hidup sampai kini.

8
Dapat di simpulkan dari berbagai perguruan tinggi yang telah muncul di
dunia timur tersebut itu membuktikan bahwasannya dunia islam pernah
menguasai dunia ilmu pengetahuan khususnya di dunia timur. Dan ini juga
membuktikan bahwa ajaran agama islam merupakan ajaran yang sempurna baik
dari segi ilmu ketuhanan maupun ilmu yang berkaitan dengan dunia.
B. Perkembangan Studi Islam di Dunia Barat
Secara garis besar terdapat dua bentuk pendekatan dalam kajian Islam;
teologis dan sejarah agama-agama. Pendekatan kajian teologis, yang bersumber
dari tradisi dalam kajian tentang Kristen di Eropa, menyodorkan pemahaman
normatif mengenai agama-agama. Karena itu, kajian-kajian diukur dari
kesesuaiannya dengan dan manfaatnya bagi keimanan. Tetapi dengan terjadinya
marjinalisasi agama dalam masyarakat Eropa atau Barat pada umumnya, kajian
teologis yang normatif ini semakin cenderung ditinggalkan para pengkaji
agama-agama.
Sedangkan pendekatan sejarah agama-agama berangkat dari
pemahaman tentang fenomena historis dan empiris sebagai manifestasi dan
pengalaman masyarakat-masyarakat agama. Penggambaran dan analisis dalam
kajian bentuk kedua ini tidak atau kurang mempertimbangkan klaim-klaim
keimanan dan kebenaran sebagaimana dihayati para pemeluk agama itu sendiri.
Dan, sesuai dengan perkembangan keilmuwan di Barat yang sejak abad ke-19
semakin fenomenologis dan positivis, maka pendekatan sejarah agama ini
menjadi paradigma dominan dalam kajian-kajian agama, termasuk Islam di
Barat (Azra, 1999).
Dalam konteks inilah, pertumbuhan minat untuk memahami Islam lebih
sebagai “tradisi keagamaan yang hidup”, yang historis, ketimbang “kumpulan
tatanan doktrin” yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits, menemukan
momentumnya yang kuat dalam pertumbuhan kajian-kajian Islam di beberapa
universitas besar dan terkemuka di Amerika Serikat. Tradisi ini tentu saja
pertama kali tumbuh di Eropa, yang selanjutnya dikembangkan di Amerika oleh
sarjana semacam D.B. Macdonald (1863-1943) dan H.A.R. Gibb. Keduanya
memperingatkan “bahaya” mengkaji hanya “Islam normatif”, sebagaimana
dirumuskan para ulama, dengan mengabaikan Islam yang hidup di tengah-
tengah masyarakat umum. Gagasan ini mendapatkan lahan yang subur di

9
universitasuniversitas Amerika.
Dan pada era modern seperti sekarang ini, kita mendapati dunia akademi
barat lebih terbuka pada cabang-cabang keilmuan yang lain. Tidak hanya
filsafat dan sains, tetapi juga cabang-cabang ilmu keislaman, seperti Alquran,
hadis, fiqh, dan sejarah Islam. Hal ini merupakan respons dari semakin
meningkatnya kajian arkeologis, antropologis, historis, dan sosiologis di Eropa.
Dalam hal ini, A. Qodri Azizy mengamati bahwa para sarjana Barat yang
melakukan kajian Islam semata-mata dengan pertimbangan akademik, mereka
menempatkan Islam murni sebagai obyek studi. Sama seperti halnya mereka
mengkaji agama lain. Islam oleh para sarjana Barat yang termasuk golongan
tersebut memandang Islam tidak hanya sebagai agama dengan pengertian
sempit, namun juga meliputi peradabannya. A. Qodri Azizy juga menambahkan
bahwa kajian Islam di Barat lebih cenderung pada analisis realitas baik yang
berkaitan dengan keilmuan maupun berkaitan dengan masyarakat pemeluk
Islam (A. Qodri Azizy. 2004).
C. Perkembangan Studi Islam di Indonesia
Berbicara tentang sejarah studi Islam di Nusantara tentunya tidak lepas
dapat terlepas dengan Kerajaan Samudera Pasai yang berdiri pada pertengahan
abad 13 M. Karena Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam
pertama di Nusantara. Sebagai kerajaan Islam yang pertama, Samudera Pasai
mempunyai peran yang sangat berarti dalam perilaku masyarakat sehari-hari.
Peran itu antara lain berupa dukungan secara resmi oleh para sultan yang
memerintah kerajaan tersebut secara berkesinambungan, bahkan mereka turut
berada di garis depan dalam menimba maupun mengajarkan ilmu-ilmu
keislaman.
Sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu lebih bersifat informal,
yang berbentuk majlis taklim dan dilakukan di tempat-tempat seperti di rumah-
rumah, masjid, dan pendopo istana. Pendidikan itu sendiri dilakukan dalam
berbagai kesempatan. Waktu-waktu belajar yang digunakan yaitu pada saat
siang hari, khususnya setelah shalat jum’at, sore hari ba’da ashar, malam hari
ba’da magrib/isya dengan metode-metode diskusi.
Penyebaran ajaran Islam yang tadinya lebih bersifat individual yang
dilakukan dari seseorang ke orang lain atau dari sebuah keluarga ke keluarga
lain menjadi lebih bersifat passif. Mereka memiliki jaringan dari suatu daerah

10
ke daerah lain. Orang-orang Islam yang sudah cukup menguasai ajaran agam
Islam disebar ke berbagai daerah untuk menjadi guru.
Berdasarkan perkembangan studi islam di Indonesia dapat digambarkan
demikian. Bahwa lembaga/system pendidikan Islam di Indonesia mulai
dari sistem pendidikan langgar, kemudian sistem pesantren, kemudian berlanjut
dengan sistem pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam, akhirnya muncul sistem
kelas (Khoirudin Nasution. 2004).
Maksud pendidikan dengan sistem langgar adalah pendidikan yang
dijadikan di langgar atau surau atau masjid atau di rumah guru.
Kurikulumnyapun bersifat elementer. Yakni mempelajari abjad huruf Arab.
Dengan sistem ini dikelola oleh ‘Alim berfungsi sebagai guru agama atau
tukang baca do’a. Pengajaran dengan system ini dilakukan dengan 2
cara; pertama, dengan cara sorangan, yakni seorang murid berhadapan secara
langsung dengan guru dan bersifat perorangan. Kedua, adalah dengan cara
halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid.
Adapun sistem pendidikan dengan pesantren atau dapat diidentikkan
dengan huttah, dimana seorang kyai mengajari santri dengan sarana masjid
sebagai tempat pengajaran/pendidikan dan didukung oleh pondok sebagai
tempat tinggal santri. Di pesantren juga berjalan 2 cara, yakni sorangan dan
halaqah. Hanya saja sorangan di pesantren biasanya dengan cara si santri yang
membaca kitab, sementara kiyai mendengar, sekaligus mengoreksi jika ada
kesalahan.
Sistem berikutnya adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam, yang
di mulai pertama dari kerajaan samudra pasai di Aceh. Kerajaan yang didirikan
Malik Ibrahim bin Mahhdun berdiri pada abad 13 M. Materi yang diajarkan di
majlis ta’lim dan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh Mazhab al-
Shafi’i. Kedua, kerajaan Perlak di selat Malaka. Di kerajaan ini ada lembaga
pendidikan berupa majlis ta’lim tinggi yang dihadiri oleh murid khusus yang
sudah alim dan mendalam ilmunya. Ketiga, kerajaan Aceh Darussalam yang
berdiri 12 Dzulqo’dah 916 H (1511 M). Di kerajaan ini ada lembaga-lembaga
negara yang berfungsi di bidang pendidikan, yakni:
a) Balai Seutia Huhama yakni Lembaga ilmu pengetahuan, tempat
berkumpul ulama, ahli pikir dan intelektual / cendikiawan membahas
ilmu pengetahuan.

11
b) Balai Seutia Ulama, yaitu Jawaban Pendidikan.
c) Balai jama’ah Himpunan Ulama. Adapun jenjangnya adalah Meunasah
(Madrasah), Rangkang (tsanawiyah), Dayah (setingkat Aliyah), Dayah
Teuku cik (setara pendidikan tinggi).
Keempat, Kerajaan Demak, di mana di tempat-tempat ramai
(central/pusat) didirikan masjid untuk tempat belajar. Kelima, kerajaan Islam
Mataram (1575-1757), di mana hampir di setiap desa didirikan tempat belajar
al-Qur’an. Demikian pula di kabupaten didirikan pesantren. Keenam, Kerajaan
Islam di Banjarmasin (Kalimantan), lahir ulama besar dan terkenal yaitu Syeh
Muhammad Arsyad al-Banjari. Setelah pulang dari Makkah untuk belajar, al-
Banjari mendirikan pesantren di kampung Dalam Pagar. System pendidikan
adalah sama dengan system madrasah di Jawa (Khoirudin Nasution. 2004).
Akhir abad Ke-19, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Mulai
lahir sekolah model Belanda: sekolah Eropa, sekolah Venahuler, sekolah Eropa
bagi ningrat Belanda. Disamping itu Pribumi sama dengan sekolah-sekolah
Belanda seperti sekolah taman siswa. Kemudian dasawarsa kedua abad ke-20
muncul madrasah dan sekolah-sekolah model Belanda oleh organisasi Islam,
seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, jama’at al-khair, dll.
Tahun 1901 orang-orang arab yang tinggal di Jakarta mendirikan
madrasah tetapi belum brhasil. Kemudian tahun 1905 dengan Jami’at al-Khoir
berhasil mendirikan madrasah dengan kurikulum mengajarkan pengetahuan
umum dan agama.
Pada level perguruan tinggi dapat digambarkan bahwa berdirinya
perguruan tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam
Indonesia untuk memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak zaman
kolonial. Pada bulan April 1945 diadakan pertemuan antara berbagai tokoh
organisasi Islam, ulama, dan cendekiawan. Dalam pertemuan itu dibentuk
Panitia Perencana Sekolah Tinggi Islam yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta
dengan anggota-anggota antara lain : K.H. Mas Mansur, K.H. A.Muzakkir,
K.H. R.F. Kafrawi dan lain-lain. Setelah persiapan cukup, pada tanggal 8 Juli
1945 atau tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan Isra Mi’raj diadakan
acara pembukaan resmi Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Dari sinilah
sekarang kita mengenal UII, IAIN, UIN, STAIN dan sebagainya

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah pertumbuhan studi Islam dapat dilihat pada abad ke-19, di mana kajian
Islam pada masa ini lebih menekankan pada tradisi filologi. Para pengkaji di bidang ini
adalah dari kalangan pakar bahasa, yang melalui bahasa dan teks klasik itu mereka
dapat memahami gagasan-gagasan dan konsep-konsep utama yang membentuk umat
Islam, tanpa memahami konteks.
Perkembangan studi Islam di tiga wilayah besar, yaitu, di dunia muslim, di
dunia barat, dan di Indonesia.
B. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini penulis persembahkan. Dengan
harapan dapat bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat
penulis harapkan dari para pembaca. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan , Andi dkk. 2005. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN
Sunan Kalijaga.

Joesoef sou’yb. 1985. Orientalisme dan Islam .Jakarta : Bulan Bintang.

Murodi. 2003.Sejarah Kebudayaan Islam; Madrasah Aliyah Kelas Tiga. Jakarta: Karya Toha
Putra.

Mudzar, Atho. 2007. Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nasution, Prof. Dr. Khoiruddin . 2004. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: ACAdeMIA +
TAZZAFA.

Abd. Hakim, Atang, dkk.2008. Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offset.

14

Anda mungkin juga menyukai