Komunitas Agama-Agama
(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Komunitas Agama-
Agama)
Kelompok 5
Dosen Pembimbing :
Majelis Ulama Indonesia (MUI), adalah wadah musyawarah para ulama zu’ama dam
cendikiawan muslim, yang kehadirannya berfungsi untuk mengayomi dan menjaga umat.
Untuk menjalankan fungsi dan tujuan sebagaimana di atas, MUI melakukan pendekatan dan
upaya proaktif, responsif dan preventif terhadap berbagai problem keutamaan dan kerakyatan
agar berbagai problem keumatan dan kerakyatan agar problem-problem itu sedini mungkin
dapat di atasi, untuk tidak menimbulkan dampak yang lenih luas pada masyarakat.
Khususnya umat islam.
Syi’ah menjadi problem baru di Indonesia setelah ratusan tahun hidup bersama.
Karena pada saat ini perlakuan terhadap syi’ah sudah mengarah pada bentuk pelanggaran
terrhadap prinsip kebebasan beragama. Syi’ah adalah paham keagamaan yang menyandarkan
pada pendapat sayyidina ali (khalifah ke-4) dan keturunannya yang muncul sejak awal
pemerintahan khulafaurasidin. Syi’ah berkembang menjadi puluhan aliran-aliran karena
perbedaan paham dan perbedaan dalam mengangkat Imam. Perkembangan syi’ah di
Indonesia melalui empat tahap gelombang yaitu : Pertama, bersamaan dengan masuknya
Islam ke Indonesia. Kedua, pasca revolusi islam Iran. Ketiga, melalui intelektual Islam
Indonesia yang belajar di Iran. Keempat, tahap keterbukaan melalui pendirian organisasi
ikatan jama’ah Ahlul Bait Indonesia.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Sejarah Munculnya Syi’ah,
Ajaran Syiah, Pengikut Syiah Perkembangan dan Isu Aktualnya. Pandangan dan kriteria
yang telah ditetapkan oleh MUI dan semua keputusan fatwa, rekomendasi dan hasil-hasil
musyawarah ulama dan ijma ulama komisi fatwa MUI. Ada yang menganggap syi’ah lahir
pada masa akhir kekhalifahan Usman Bin Affan ra atau pada masa awal kepemimpinan Ali
Bin Abi Thalib ra. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Usman bin Affan
ra, yang berakhir dengan kesyahidan usman dan ada tuntutan umat agar Ali bin abi Thalib
bersedia di bait sebagai khalifah.
B. Sejarah Munculnya Syiah di Indonesia
Syiah secara etimologi berarti pengikut, pecinta dan pembela yang ditujukan pada
individu atau kelompok tertentu. Syiah juga disandingkan dengan kata Tasyayu’ yang berarti
patuh/mentaati secara agama dan mengangkat kepada orang yang ditaati dengan penuh
keikhlasan tanpa keraguan. Syiah secara terminologi berarti kelompok aliran atau paham
yang mengidolakan bahwa Ali bin Abi Thalib ra dan keturunannya yaitu imam atau para
pemimpin agama setelah nabi Muhammad SAW. Nama Syiah itu pada awal mulanya berarti
golongan, firqah dalam bahasa arab. Tetapi pada permulaan Islam nama ini terutama
digunakan untuk suatu golongan yang tertentu yaitu golongan yang sepaham dan membela
Ali Bin Abi Tholib, Khalifah yang keempat, suami dari anak junjungan kita nabi Muhammad
SAW yang bernama Fatimah dan kemenakan penuh dari nabi, karena ia anak pamannya Abu
Thalib, saudaranya ayahnya.1
Keberadaan syiah di Indonesia dibawa oleh ulama dari Hadramaut ribuan tahun lalu,
yaitu ketika mereka ada yang datang ke Indonesia untuk berdagang, namun tak semuanya
menunnjukkan dirinya sebagai penganut syiah. Masuknya karya-karya pemikir Syiah di
Indonesia menjadi oase baru bagi intelektual Indonesia. Kajian filsafat yang diusung oleh
Syiah menjadi diskursus dalam pemikiran yang tidak pernah terputus untuk dikaji. Pemuda-
pemudi di kalangan kampus begitu antusias, untuk mendiskusikan pemikiran-pemikiran
Syiah.
Muhammad Husain Attabi’I dalam bukunnya “Syiah Islam” yaitu kaum muslimin
yang menganggap pengganti nabi Muhammad SAW adalah hak istimewa yang dimiliki oleh
keluarga nabi dan mereka yang dalam bidang pengetahuan dan kebudayaan Islam mengikuti
Ahlul Bait. Dalam Al-Qur’an penggunaan kata Syiah terdapat dalam surat As-Saffat ayat 83
yang artinya: “Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar sebagai pendukungnya (Nuh)”. Syiah
pernah dilantunkan oleh sahabat Hasan bin Tsabit ketika beliau memuji nabi Muhammad
SAW, dengan syair: Akrama bi qaumi rasulillah syi’atuhum, idza ta’ddadat al-ahwa wa
syiya’. Yang artinya: “Orang yang paling mulia diantara umat Rasulullah adalah para
pengikutnya, apabila telah banyak para pemuja nafsu dan pengikut”. Sehingga Syiah sudah
1
Aboebakar Atjeh, Aliran Syi’ah di Nusantara (Jakarta : Islamic Research Institute : 1977), Hlm 1.
dikenal sejak awal kepemimpinan Islam sebagai identifikasi terhadap kelompok-kelompok
yang mengidolakan seseorang yang dianggap sebagai tokoh. 2
Nama Syiah itu pada awal mulanya berarti golongan, firqah dalam bahasa arab.
Tetapi pada permulaan Islam nama ini terutama digunakan untuk suatu golongan yang
tertentu yaitu golongan yang sepaham dan membela Ali Bin Abi Tholib, Khalifah yang
keempat, suami dari anak junjungan kita nabi Muhammad SAW yang bernama Fatimah dan
kemenakan penuh dari nabi, karena ia anak pamannya Abu Thalib, saudaranya ayahnya.3
Syiah adalah sejarah umat Islam yang terus bergulir lebih dari 1000 tahun, Syiah
mengalami perjalanan sejarah. Ada yang menganggap Syiah lahir pada masa akhir
kekhalifahan Usman Bin Affan ra atau pada masa awal kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib ra.
Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap Khalifah Usman Bin Affan ra, yang berakhir
dengan kesyahidan Usman dan tuntutan umat agar Ali Bin Abi Thalib bersedia dibaiat
sebagai Khalifah. Pendapat yang paling popular adalah Syiah lahir dari gagalnya
perundingan antara pihak pasukan Khalifah Ali dengan pihak Muawiyah Bin Abu Shufyan ra
di Siffin yang lazim disebut sebagai peristiwa at-Tahkim (Arbitrasi). Mengakibatkan
sejumlah pasukan Ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka ini
disebut golongan khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Sebagian besar orang
yang tetap setia kepada Khalifah disebut Syiah Ali (pengikut Ali). 4
Istilah Syiah pada era kekhalifahan Ali hanyalah bermakna pembelaan dan dukungan
politik. Syiah Ali yang muncul pertama kali pada era Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib ra,
bisa disebut sebagai pengikut setia Khalifah yang sah pada saat itu melawan pihak
muawiyah, dan hanya bersifat kultural, bukan bercorak aqidah seperti yang dikenal pada
masa sesudahnya hingga sekarang. Sebab kelompok setia Syiah Ali terdiri dari sebagian
sahabat Rasulullah SAW dan sebagian besar Tabiin pada saat itu tidak ada yang
berkeyakinan bahwa Ali Bin Abi Thalib ra lebih utama dan lebih berhak atas Kekhalifahan
setelah Rasul dari pada Abu Bakar ra dan Umar Bin Al-Khattab ra. Bahkan Ali Bin Abi
Thalib ra sendiri, saat menjadi Khalifah, menegaskan dari atas mimbar masjid khufah ketika
2
Moh Hasim, Syiah : Sejarah Timbul dan Perkembangannya di Indonesia, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol.11, No.4, Desember 2012,
Hlm 23-24.
3
Aboebakar Atjeh, Aliran Syi’ah di Nusantara (Jakarta : Islamic Research Institute : 1977), Hlm 1.
4
Moh Hasim, Syiah : Sejarah Timbulnya dan Perkembangan di Indonesia, Jurnal Harmoni, Vol.11, No.4, Oktober-Desember 2012, Hlm 3.
berkhutbah bahwa “sebaik-baik umat Islam setelah nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar
dan Umar ra”. Demikian pula jawaban beliau ketika ditanya oleh putranya yaitu Muhammad
Ibn Al-Hanafiyah seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam syahihnya. Menurut
Thabathabai, Syiah muncul karena kritik dan protes terhadap dua masalah dasar dalam Islam
yaitu berkenaan dengan pemerintahan Islam dan kewenangan dalam pengetahuan keagamaan
yang menurut Syiah menjadi hak istimewa Ahl Al-Bait.
Menurut An-Naubakhti, Syia’ah terpecah menjadi tiga golongan : Pertama,
kelompok yang berpendapat Ali tidak mati terbunuh, dan tidak akan mati, sehingga ia
berhasil menegakkan keadilan di dunia. Inilah kelompok pertama. Kelompok ini disebut
Syiah As-Sabaiyah yang dipimpin oleh Abdullah Bin Saba’ mereka adalah kelompok yang
terang-terangan mencaci serta berlepas diri (bara’ah) dari Abu Bakar, Umar dan Usman serta
para sahabat Rasulullah.
Kedua, kelompok yang berpendapat Imam pengganti sesudah Ali Bin Abi Thalib
adalah putranya Muhammad Bin Al-Hanafiah karena dia yang di percaya membawa panji
ayahnya Ali, dalam peperangan di bashrah. Ketiga, kelompok ini berkeyakinan bahwa
setelah Ali wafat, imam sesudahnya adalah putranya Al-Hasan. Ketika Al-Hasan
menyerahkan Khilafah kepada Muawiyan Bin Abi Sufyan, mereka memindahkan imamah
kepada Al-Husain, sebagian mereka mencela Al-Hasan, bahkan Al-Jarah Bin Sinan Al-
Anshari pernah menuduhnya sebagai musyrik.5
C. Ajaran Syiah
1. Al-Tauhid (keesaan Allah) syiah meyakini bahwa Allah SWT adalah zat yang maha
mutlak yang tidak dapat dijangkau oleh siapapun, Dia yang Maha Sempurna dan jauh
dari segala cela dan kekurangannya. Syiah meyakini bahwa Allah SWT tidak dapat
dilihat dengan kasat mata, karena sesuatu yang dapat dilihat dengan kasat mata dan
jasmani dan memerlukan ruang, warna, bentuk dan arah pada semua makhluk hidup.
Syiah meyakini bahwa hanya Allah yang boleh disembah dan tidak boleh menyembah
selain Allah SWT, karena barang siapa yang menyebah selain Allah maka dia adalah
musyrik.
5
Zulkifli, Kemunculan dan Perkembangan Syiah, Jurnal Khatulistiwa, Vol.3, No.2, September 2013, Hlm 147.
2. Nubuwwah (kenabian) yang mana syiah meyakini bahwa tujuan Allah mengutus Nabi
dan Rasul untuk membimbing umat manusia menuju kesempurnaan dan kebahagiaan
abadi. Syiah meyakini Nabi pertama adalah Nabi Adam dan Nabi terakhir adalah Nabi
Muhammad SAW. Dan nabi yang termasuk dalam ulul-azmi yaitu Nuh, Ibrahim, Musa,
Isa dan Muhammad SAW.
3. Al-Imamah (kepemimpinan) dimana Syiah meyakini bahwa kebijakan tuhan yang
menuntut perlunya seirang imam setekah menunggalnya Rasul guna membimbing umat
manusia dan memelihara kemurnian ajaran para Nabi sehingga tidak menyimpang. Syaih
meyakini bahwa seorang imam diangkat melalui nash atau pengangkatan oleh Rasulullah
SAW. Seperti Imam Ali bin ibn Abu Thalib yang diangkat dan diyakini oleh nabi
Muhammad SAW sebagai pengganti imam sesudah beliau, hingga seterusnya putra-putra
Imam Hasan dan Husain.
4. Al-‘Adl (kemahaadilan Tuhan) Syiah meyakini bahwa Allah SWT maha Adil, tidak
pernah berbuat zalim atau berbuat sesuatu yang dianggap jelek oleh akal sehat hamba-
hambanya. Allah SWT telah memberikan kebebasan dalam melakukan perbuatan,
sehingga manusia akan menerima konsekuensi dari perbuatannya. Perbuatan baik dibalas
kebaikan begitu pun sebaliknya perbuatan jahat akan menanggung akibatnya.
5. Al-Ma’ad (hari akhir), Syiah meyakini bahwa suatu hari nanti seluruh umat manusia akan
dibangkitkan dari kubur dan di hisab atas perbuatan di dunia. Syiah meyakini bahwa
tubuh dan jiwa atau ruh manusia akan dibangkitkan di akhirat dan menjalani kehidupan
baru karena mereka akan menerima balasan natas perbuatan mereka selama di dunia baik
itu pahala maupun dosa.6
D. Pengikut Ajaran Syiah
1. Abu al-Khair al-Baghdadi, membagi syiah menjadi empat kelompok besar yaitu : Syiah
Kaisaniyyah, golongan ini dapat dikatakan sebagai sekte Syiah yang tertua. Mereka
mengadakan aksi militer terhadap penguasa Bani Umayyah, dengan dalih membela hak-
hak kaum tertindas yang di dukung oleh kaum Mawali Irak dan Persia. Sekte ini
mengangkat Muhammad ibn Hanafiyyah sebagai imam dan ajarannya bersumber pada
Ibn Saba’ dan golongan Saba’iyyah, seperti ajaran tentang Al-Gaibah, Aqidah ar-Raj’ah
(keyakinan akan kembakinnya seorang imam yang telah wafat) dan Tanasukh.
6
Oki Setiana Dewi, Syiah : Dari Kemunculannya Hingga Perkembangannya di Indonesia, Jurnal Studi Al-Qur’an; Membangun Tradisi Berfikir
Qur’ani, Vol.12, No.2, 2016, Hlm 228-232.
2. Syaih Zaidiyyah, sekte ini berdiri sesudah 60 tahun Husain wafat, dibawah pimpinan
Imam Zaid ibn Ali. Sekte ini memiliki doktrin yang kuat dalam mencapai cita-cita
perjuangannya. Sekte ini sudah tidak terorganisasikan lagi sampai munculnya Nasir al-
Atrus yang mendakwahkan madzhab Zaidiyyah di daerah Dailam dan Jabal. Sekte ini
mengalami perpecahan menjadi beberapa sekte yang menyimpang dari Zaidiyyah yaitu
Al-Jarudiyyah.
3. Isma’iliyyah, dikenal dengan Syiah Sab’iyyah atau Syiah Batiniyyah karena sekte ini
berkeyakinan bahwa Imam yang ketujuh bagi mereka adalah Isma’il. Syiah Isma’iliyyah
muncul sesudah tahun 200 H, Ismail wafat mendahului ayahnya diyakini keimanannya
melalui sumber dari ayahnya yakni Ja’far as-Sadiq. Pengikut sekte ini mengingkari
kematiannya dan ia dipandanh sebagi al-Qa’im (yang bangkit) sampai ia menguasai bumi
dan menegakkan urusan manusia.
4. Syiah Itsna’ Asyariyyah, pengikut sekte ini didirikan sesudah abad ke-3 H, namun ada
pendapat bahwa ia lahir sesudah hilangnya Muhammad al-Mahdi al-Muntazar secara
misterius pada tahun 260 H. keimaman pada sekte ini sesudah wafatnya Ja’far as-Sadiq
adalah Musa al-Kazim lalu digantikan oleh putranya yaitu Ali Rida.7
E. Perkembangan Syiah di Indonesia
1. Syiah sudah masuk ke Indonesia mulai masa awal masuknya Islam di Indonesia, yaitu
melalui para penyebar Islam awal dari orang-orang Persia yang tinggal di Gujarat. Syiah
pertama kali datang ke Aceh dan penyebarannya ditunjang oleh tokoh-tokoh ulama
terkemuka yaitu Hamzah Fansuri, Samsudin bin Abdullah As-Samatrani, Nuruddin Ar-
Raniri, Burhanuddin dan Ismail bin Abdullah.
2. Pasca revolusi Islam Iran pada tahun 1979, ketika itu orang syiah mendadak punya
negara yaitu Iran. Sejak kemenangan syiah pada revolusi Iran, muncul simpati yang besar
di kalangan aktivis muda islam di berbagai kota terhadap syiah. Naiknya popularitas
syiah itu membuat khawatir dan was-was negeri yang selama ini menjadi “musuh”
bebuyutan Iran, yakni Arab Saudi melalui lembaga-lembaga bentukan pemerintah, Saudi
7
Jovial Pally Taran, Abdul Manan, Pengantar Konflik Aliran Sunni dan Syiah dalam Sejarah Islam (Banda Aceh : Bandar Publishing Banda
Aceh, 2020), Hlm 42-48.
Arabiah melakukan upaya untuk menangkal perkembangan syiah, termasuk
penyebarannya di Indonesia.
3. Melalui intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran, penyebaran syiah di Indonesia di
dorong oleh peminat, pengagum syiah secara falsafi kearah pemahaman fiqih.
Gelombang ketiga ini dimotori oleh para habib (keturunan arab atau nabi) atau orang-
orang syiah yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Qum, Iran. Karena
pemahaman syiah sudah masuk ke ranah fiqih, maka tahap ini benih-benih konflik sudah
mulai tumbuh secara terbuka. Era reformasi sebagai era keterbukaan, membawa
perubahan besar pada prinsip-prinsip dakwah kelompok syiah. Syiah tidak lagi
bersembunyi dalam doktrin Taqiyah.
4. Tahap keterbukaan melalui pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indoensia,
yaitu ketika orang-orang syiah mulai membentuk ikatan, yaitu ikatan Jemaah Ahlul Bait
Indonesia (IJABI), berdiri pada 1 juli 2000. Sehingga secara terbuka syiah eksistensinya
semakin diakui oleh sebagian masyarakat Indonesia. Perkembangan syiah secara terbuka
ini didorong oleh semangat keterbukaan dan pluralisme sebagai buah dari semangat
reformasi. Dengan semakin meningkatnya penganut yang mengamalkan ajarah fiqih
syiah, maka tingkat ketegangan kelompok sunni dengan syiah semakin meningkat,
perseteruan pertama terjadi pada pesantren milik Ustad Ahmad, di desa Brayo,
Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, 8 April 2000.8
8
Moh Hasim, Syiah : Sejarah Timbul dan Perkembangannya di Indonesia, Jurnal Analisa, Vol.19, No.2, Juli-Desember 2012, Hlm 154-156.
Ketiga, kelompok ini mulai mempelajari fiqih Syi’ah, terutama oleh lulusan Qom di
Iran. Bukan lagi sekedar pemikiran, mereka cenderung berkonflik dengan kelompok lain,
bersemangat misionalis yang tinggi dalam menyebarkan ajaran, dimensi intelektual yang
sangat rendah, karena lebih sibuk kepada fiqih menganggap Syi’ah sebagai pemikiran dan
cenderung memposisikan diri sebagai orang yang paham tentang Syiah atau sebagai
pemimpin Syiah di Indonesia.
Isu Sunni-Syiah terjadi pada tanggal 26 Agustus 2012, baik Ulama Bassra
ataupun MUI di Jawa Timur, Ulama di Sampang menganggap kelompok Syiah sebagai
pemicu terjadinya konflik. Terjadinya kekerasan yang menimpa pengikut Syiah di Desa
Karang Gayam dan Blu’uran yang mana diperbuat oleh mereka sendiri. Berdasarkan
pernyataan yang di media massa yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pemerintah
daerah sampang, pemerintah provinsi Jawa Timur dan Kementerian Agama.
Menyebutkan bahwa konflik yang terjadi antara kelompok Sunni dan Syiah di Sampang
bersumber dari perselisihan keluarga antara Tajul Muluk (Syiah) dan adiknya Rois al-
Hukama. Suryadharma Ali menyatakan bahwa : “Akar masalah kerusuhan di Sampang
itu merupakan masalah keluarga bukan konflik aliran Sunni dan Syiah, melainkan konflik
antara Rois dengan Tajul Muluk yang merupakan kakak beradik kandung. Kedua kakak
beradik ini memiliki pengikutnya masing-masing, namun pengikutnya ikut campur dalam
urusan keluarga mereka, maka terjadilah konflik keluarga”.
Tajul Muluk dan pengikutnya adalah korban kekerasan oleh kelompok mayoritas
Sunni yang merasa di posisi yang benar. Selain dituduh menjadi sumber konflik di
Sampang, rumah tempat tinggal mereka dihancurkan, komplek Pesantren dibakar, dan
bangunan lainnya. Bentuk dari penyelesaian konflik keluarga ini adalah dengan cara
mengedepankan unsur budaya masyarakat serta menyeimbangkan posisi dan hak dan
kewajiban Hak Asasi Manusia (HAM).9
10
Ma’ruf Amin dkk, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia (Depok : Gema Insani, 2013), Hlm 90-96.
C. Kesimpulan
Syiah secara etimologi berarti pengikut, pecinta dan pembela yang ditujukan pada
individu atau kelompok tertentu. Syiah juga disandingkan dengan kata Tasyayu’ yang berarti
patuh/mentaati secara agama dan mengangkat kepada orang yang ditaati dengan penuh
keikhlasan tanpa keraguan. Syiah secara terminologi berarti kelompok aliran atau paham
yang mengidolakan bahwa Ali bin Abi Thalib rad an keturunannya yaitu imam atau para
pemimpin agama setelah nabi Muhammad SAW. Nama Syiah itu pada awal mulanya berarti
golongan, firqah dalam bahasa arab. Tetapi pada permulaan Islam nama ini terutama
digunakan untuk suatu golongan yang tertentu yaitu golongan yang sepaham dan membela
Ali Bin Abi Tholib, Khalifah yang keempat, suami dari anak junjungan kita nabi Muhammad
SAW yang bernama Fatimah dan kemenakan penuh dari nabi, karena ia anak pamannya Abu
Thalib, saudaranya ayahnya.
Ada beberapa poros persebaran Syi’ah di Indonesia, yaitu: Pertama, Poros Jakarta di
Islamic Cultural Centre (ICC), Di wilayah Jabodetabek. Kedua Poros Yogyakarta salah satu
penggerak kegiatan syiah di Yogyakarta adalah Yayasan Rausyan Fikr.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ma’ruf dkk. 2013, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia
(Depok : Gema Insani).
Taran. Jovial Pally. 2020, Abdul Manan, Pengantar Konflik Aliran Sunni dan Syiah dalam
Sejarah Islam (Banda Aceh : Bandar Publishing Banda Aceh)
Dewi, Oki Setiana. 2016, Syiah : Dari Kemunculannya Hingga Perkembangannya di Indonesia,
Jurnal Studi Al-Qur’an; Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani, Vol.12, No.2.
Hasim Moh. 2012, Syiah : Sejarah Timbul dan Perkembangannya di Indonesia, Jurnal
Multikultural dan Multireligius, Vol.11, No.4.
Hasim Moh. 2012, Syiah : Sejarah Timbulnya dan Perkembangan di Indonesia, Jurnal Harmoni,
Vol.11, No.4.
Hasim Moh. 2012, Syiah : Sejarah Timbul dan Perkembangannya di Indonesia, Jurnal Analisa,
Vol.19, No.2.
Atjeh Aboebakar. 1997, Aliran Syi’ah di Nusantara (Jakarta : Islamic Research Institute).
Mahbub Syukron. 2018, Konflik dan Kekerasan Sunni-Syiah Sampang Perspektif Kultur
Kekerasan dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Hukum dan Keadilan, Vol.2, No.1.
Zulkifli. 2013, Kemunculan dan Perkembangan Syiah, Jurnal Khatulistiwa, Vol.3, No.2.