Anda di halaman 1dari 27

Tugas Terstruktur: Dosen Pengampuh:

Ilmu Kalam Mawardi, S.Sy.,M.H

SYIAH

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Agit Yiftah Pratama (12220515403)

Ardi Wiradinata ( 12220513766)

Nurhani Azizah ( 1222025517)

KELAS A

PRODI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN

HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF

KASIM RIAU PEKANBARU

T.P 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT. Yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta petunjuknya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepada baginda Rasulullah SAW. Yang telah membawa manusia dari
alam jahiliyah kepada alam yang terang benderang yang penuh ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini.

Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada bapak Mawardi,


S.Sy.,M.H sebagai dosen pembimbing pada mata kuliah “Ilmu Kalam”
di kelas EKONOMI SYARIAH A yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dengan setulus hati sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Pada makalah ini kami membahas tentang “SYIAH” Kami


berharap pembahasan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Dengan demikian,
berharap makalah ini dapat memberi manfaat untuk pembaca. Dan kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk lebih baik
kedepannya dari pembaca.

Pekanbaru, September 2023

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Syiah
B. Doktrin –Doktrin Ajaran Pokok Syiah
C. Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Syiah
D. Tokoh –Tokoh Syiah
E. Golongan – Golongan Syiah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kemunculan Syiah

Golongan Syiah muncul pada akhir masa khalifah ketiga,


Utsman kemudian tumbuh dan berkembang pada masa khalifah Ali.
Ali sendiri tidak pernah berusaha untuk mengembangkannya, tetapi
bakat-bakat yang dimilikinya telah mendorong perkembangan itu.
Ketika Ali wafat perkembangan ke-Syiah-an itu menjadi mazhab-
mazhab. Sebagiannya menyimpang dan sebagian lainnya lurus.
Namun, keduanya sama-sama fanatik terhadap keluarga Nabi.
Biang keladi timbulnya Syiah adalah seorang Yahudi dari
Yaman, bernama Abdullah bin Saba‟. Ia masuk Islam pada zaman
khalifah ketiga Utsman bin Affan. Ia berkeinginan untuk mendapat
kepercayaan dan kedudukan istimewa dalam pemerintahan Utsman,
tetapi hal itu tidak terlaksana.
Para ahli sejarah menggambarkan bahwa Abdullah bin
Saba‟ menunjukkan keheranannya terhadap umat Islam yang
percaya akan kedatangan kembali Nabi Isa ke dunia. Tetapi mereka
tidak bahwa Nabi Muhammad akan kembali hidup lagi di dunia ini,
padahal Muhammad lebih utama daripada Nabi Isa dan nabi-nabi
lainnya.1Sedikit sekali orang yang mengetahui tenang Abdullah bin
Saba‟ dan madzhabnya. Dalam karangan Syiah Abdullah bin
Saba‟ tidak dikenal, dan orang-orang Syiah menyatakan berlepas
tangan tentang ucapan dan amalannya.

1
Muhammad Kamil al-Hasyimi, Hakikat Akidah Syi’ah, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1989),Hlm 14
Menurut ajaran Syiah ada beberapa catatan yang mendorong
timbulnya golongan ini, yaitu kejadian-kejadian pada masa awal
munculnya pertumbuhan Islam. Selanjutnya, selama dua puluh tiga
masa kenabian, telah menimbulkan berbagai keadaan yang
meniscayakan munculnya kelompok semacam kaum Syiah di antara
para sahabat Nabi.
Pada hari-hari pertama kenabiannya, sesuai dengan ayat al-
Quran, ketika dia diperintahkan untuk mengajak kerabat terdekatnya
untuk memeluk agamanya, Nabi Muhammad saw menjelaskan
kepada mereka bahwa siapa pun yang pertama-tama memenuhi
ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Ali adalah yang
pertama tampil ke depan dan memeluk Islam. Nabi menerima
penyerahan diri Ali dan kemudian memenuhi janjinya.
Bagi kaum Syiah, bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus
Nabi adalah peristiwa tentang Ghadir Khumm. Kaum Syiah
berkeyakinan bahwa sebenarnya Nabi telah menunjuk calon
penggantinya, dan calon tersebut adalah Ali. Menurut mereka
penunjukan tersebut dilakukan Nabi dalam perjalanannya kembali
dari haji wada’, pada tanggal delapan belas Dzulhijjah tahun
kesebelas Hijriah (623 M.) di suatu tempat yang benama Ghadir
Khumm (Kolam Khum), dimana Nabi telah membuat pernyataan
bersejarah yang telah diriwayatkan dalam berbagai versi.2
Menurut Abdurrahman Navis dkk, mengutip Abdul Mun‟im al-
Hafni, Kelompok Syiah muncul sebagai pengaruh dari agama Yahudi.
Sebagian orang, bahkan mengatakan bahwa kelompok Syiah adalah
Yahudinya kaum Muslimin. Hal ini disebabkan karena mereka sangat
membenci Islam sebagaimana orang-orang Yahudi sangat membenci
Nasrani. Mereka masuk Islam bukan karena ingin mencari ridha
Allah SWT, melainkan karena ingin menyebarkan kerusakan, fitnah
dan perpecahan di tubuh kaum Muslimin, serta menanamkan
keraguan atas keimanan di hati kaum Muslimin. Mereka berkata
seperti pekataan orang-orang Yahudi, “tidak ada kekuasaan kecuali
pada keluarga nabi”, sebagaimana kaum Yahudi berkata, “tidak ada
kekuasaan kecuali pada keluarga Dawud”. Syiah sebagai salah satu
2
Fadil Su‟ud Ja‟fari, ISLAM SYI’AH: Telaah Pemikiran Habib Husein al-Habsyi, (Malang: UIN-Maliki
Press, 2010), hlm 27
sekte, pada dasarnya lahir dari kekacauan yang terjadi di tubuh umat
Islam periode awal, yang direkayasa oleh Yahudi.
Lahirnya kelompok Syiah karena pengaruh agama Nasrani.
Pendapat tersebut didasarkam pada perkataan kelompok Syiah
Sabaiyyah, “Ali bin Abi Thalib tidak mati terbunuh, akan tetapi Allah
menyerupakan seseorang dengan rupanya, dan
Ali turun untuk menegakkan keadilan dan menyebarkannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Syiah ?
2. Apa saja doktrin – doktrin ajaran pokok Syiah ?
3. Bagaimana sejarah kemunculan dan perkembangan syiah ?
4. Siapa saja Tokoh –Tokoh dalam Syiah ?
5. Apa saja golongan – golongan Syiah ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Syiah
2. Untuk mengetahui apa saja doktrin – doktrin ajaran pokok syiah
3. Untuk mengetahui sejarah kemunculan dan perkembangan Syiah
4. Untuk mengetahuu siapa saja tokoh – tokoh dalam Syiah
5. Untuk mengetahui golongan – golongan Syiah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Syiah
Kata Syi‟ah menurut bahasa adalah pendukung atau
pembela. Syiah„ Ali adalah pendukung atau pembela Ali. Syiah
Mu‟awiyah adalah pendukung Mu‟awiyah. Pada zaman Abu
Bakar, Umar dan Utsman kata Syiah dalam arti nama kelompok
orang Islam belum dikenal.3 Kalau pada waktu pemilihan khalifah
ketiga ada yang mendukung Ali, tetapi setelah ummat Islam
memutuskan memilih Utsman bin Affan, maka orang-orang yang
tadinya mendukung „Ali, berbaiat kepada Utsman termasuk Ali.
Jadi belum terbentuk secara faktual kelompok ummat Islam Syiah.
Maka ketika terjadi pertikaian dan peperangan antara Ali dan
Mu‟awiyah, barulah kata “Syiah” muncul sebagai nama kelompok
ummat Islam. Tetapi bukan hanya pendukung Ali yang yang
disebut Syiah, namun pendukung Muawiyah juga disebut Syiah
Mu‟awiyah.
Kata Syi‟ah menurut Istilah atau terminologis bahwa Syiah
spesifik dengan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Tholib), yang
membelanya serta sumpah setia kepadanya, begitu pula percaya
serta beri‟itiqat terhadap keimamahannya sesudah Rosululloh,
tanpa suatu pembatas (artinya langsung setelah Rosulullah) dan
menolak kepemimpinan (keimamahan) siapa saja yang menjadi
kholifah sebelumnya (yaitu Abu bakar, Umar dan Utsman).
Kepemimpinan umat Islam dan siapa yang menjadi pengganti
Rasulullah SAW menjadi awal permasalahan dan menjadi polemik
pertarungan antar umat Islam saat itu, karena adanya firqah-firqah
yang saling memperebutkan bangku-bangku kekhalifahan,
diantaranya kaum Muhajirin dan kaum Syiah yaitu kelompok Ali
Bin Abi Tholib, yang membawa calon masing untuk menjadikan
khalifah Al-Rasul.
Syiah adalah mazhab politik yang pertama lahir dalam Islam.
Seperti telah disinggung, mazhab mereka tampil pada akhir masa
3
K.H. Moh. Dawan Anwar dkk, Mengapa Kita Menolak Syi’ah: Kumpulan Makalah seminar Nasional
tentang Syi’ah, (Jakata: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 1998), hlm 4.
pemerintahan„Utsman, kemudian tumbuh dan berkembang pada
masa Ali. Setiap kali Ali berhubungan dengan masyarakat, mereka
semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama, dan ilmunya.
Karena itu, para propagandis Syiah mengeksplorasi kekaguman
mereka terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran
mereka tentang dirinya. 4

B. Doktrin – Doktrin Ajaran Pokok Syiah


Dalam masalah kepemimpinan, syiah meyakini bahwa nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah mewasiatkan imamah
(kepemimpinan) kepada Ali bin Abi Thalib, kaum Syi’ah
berkeyakinan bahwa Nabi saw telah menunjuk pengganti
sepeninggalnya, Melalui beberapa nash –secara eksplisit maupun
implisit- dan menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai Amirul
Mu’minin, penerima amanat wahyu serta imam bagi manusia.5
Berikut ini doktrin-doktrin politik yang dibungkus dengan
agama oleh kaum syiah:
a. Doktrin Imamah
Imamah merupakan bahasa Arab yang berakar dari kata amma,
menurut Ibnu Mandzur berarti yang berada di depan atau ketua. 6
Imamah menurut bahasa juga berarti kepemimpinan dan
pemerintahan. Pada dasarnya kata imamah ini se-analog atau sinonim
dengan kata khilafah. Adapun pengertian Imamah menurut ulama
Syiah adalah sebuah kepemimpinan spiritual atau rohani, pendidikan,
agama dan politik bagi umat Islam yang telah ditentukan Allah secara
turun-temurun sampai imam keturunan Ali yang ke-12.
Atas doktrin inilah kaum syiah selalu membangkitkan revolusi
menentang setiap pemimpin yang tidak dari golongan mereka.
Syiah Itsna ‘Asyariyah berkeyakinan, ada 12 orang imam yang
telah ditetapkan sesudah Rasulullah dan mereka anggap ma’s}u>m
(terhindar dari dosa). Merekalah yang akan memimpin manusia
sampai hari kiamat dan mereka itulah yang harus memerintah manusia
sampai hari kiamat. Mereka adalah:
4
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1996), hlm 34.

5
Abi al-Fath Muhammad Abdu al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, (Beirut, Darul Fikri),
hal: 126
6
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir), hal.12/26.
1. Ali bin Abi Thalib (Abu al Hasan) Bergelar “al Murtadla”. )10
SH- 40 H). Khalifah
Muslim keempat, sepupu dan anak mantu Rasulullah.
2. Hasan bin Ali (Abu Muhammad) Bergelar “az Zaki”. (3 – 50 H).
Putera Ali dan Fatimah.
3. Husein bin Ali (Abu Abdillah) Bergelar “Penghulu para Syahid”.
(4 – 61 H). Karakter
yang paling disukai Syi’ah Iran, putera termuda Ali dan Fatimah.
4. Ali bin Husein (Abu Muhammad), (38 – 95 H). Putera dari Imam
Husein, memiliki dua nama julukan: Sajjad (Ahli Sujud), dan
Zein al-Abedin.
5. Muhammad bin Ali al Baqir (Abu Ja’far) , (57 – 114 H)..
6. Ja’far bin Muhammad ash Shadiq (Abu Abdillah), (83 – 148 H).
7. Musa bin Ja’far al Kadzim (Abu Ibrahim), (128 – 183 Hijriyah).
8. Ali bin Musa ar Ridla (Abu al Hasan), (148 – 202/203 H).
9. Muhammad bin Ali al Jawad (Abu Ja’far), (195 – 220 H)
10. Ali Bin Muhammad al Hadi (Abu al Hasan), (212 – 254 H)
11. Hasan bin Ali al Askari (Abu Muhammad), (232 – 260 H)
12. Muhammad bin Hasanal Mahdi (Abu al Qasim) Inilah yang disebut
“Imam yang ghaib” dan “dinantikan kedatangannya”)
b. Doktrin Mahdisme
Selain konsep imamah, aliran syiah juga memiliki doktrin
Mahdisme, mereka meyakini bahwa imam mereka yang kedua belas
Muhammad bin Hasan al-Mahdi masih hidup dan akan kembali
untuk menegakkan keadilan di muka bumi. Dikatakan bahwa “al-
Mahdi” lahir pada tahun 256 Hijriyah mengalami “masa ghaib kecil
(Ghaibah Shugra)” pada tahun 260 Hijriyah, dan “masa ghaib besar
(Ghaibah Kubro)” pada tahun 329 Hijriyah. Ia hidup sampai hari
kiamat sehingga bumi tidak sunyi dari Imam. Menurut aqidah syiah,
keimanan terhadap Imamah tidak sempurna kecuali dengan meyakini
adanya Imam Mahdi. Ia merupakan orang yang dipercayai tidak
dapat meninggal dan orang yang dijanjikan juru selamat agama
Ibrahim. Ia dikenal dengan julukan wali al-Ashr atau sahibal–
Zaman (penguasa zaman). 7

Ketika Al Mahdi datang kembali, maka otoritas otoritas


temporal dan spiritual akan terpadu pada dirinya seperti halnya Nabi.
Dia akan mempersatukan dua bidang pemerintahan Islam yang ideal.
Maka gagasan tentang imamah yang ditunjukkan mereka ialah
diantara keturunan Ali bin Abi Thalib, yang berkesinambungan di
sepanjang sejarah dan dalam segala keadaan politis, dan diperkuat
pula oleh harapan mereka berkenaan dengan imamah dari imam
terakhir yang sedang ghaib. Hal ini mengukuhkan kembali
harapan imamiyah akan pemerintahan Islami sejati oleh seorang
imam yang absah dari halangan keturunan Husein.8
c. Doktrin al-‘Is}mah (kemaksuman)
Menurut keyakinan Syiah, para imam mereka wajib
besifat ma‘s}ūm (terpelihara dari perbuatan dosa dan kesalahan,
karena jika tidak ma‘s}ūm tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk
diambil darinya prinsip-prinsip agama maupun cabang-cabangnya).
Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa ucapan seorang imam
ma‘sum, perbuatan, dan persetujuannya adalah hujjah syar‘iyyah,
kebenaran agama yang mesti dipatuhi.9

“Doktrin ‘is}mah para imam merupakan karakteristik sekte

7
Syahatah Muhammad Saqr, Asy-Syiah Humul Aduw Fahzharu>hum), 48, Lihat juga: KBRI Iran, Iran The
Cradle of Civilization, hal:33.
8
Lihat: Abdullah al-Mausuli, Haqi>qatu al-Shi>ah Hatta Laa Nankhadi’ (Alexandria: Dar al-Iman, tt), 171,
lihat juga: Zulkarnain, Konsep Imamah Dalam Perspektif Syiah, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 (Juli-Desember
2011), 50.

9
Nasir Makarim Syirazi, “Inilah Aqidah Syi’ah”, (Terj) (Al-Dasma-Kuwait: Era of Appearance
Foundation(Mu’assasah ‘Ashr al-Zhuhūr), cet. II, 1430 H/2009 M), hal. 79
Syiah rafidhah Imāmiyyah, karena sekte yang lain tidak berkeyakinan
demikian – baik al-Zaidiyyah maupun seluruh aliran Islam lainnya –
kecuali yang lebih jahat dari mereka, seperti sekte Syi’ah
Ismā‘īliyyah yang meyakini kemaksuman keturunan Bani ‘Ubaid,
yang dinisbatkan kepada Muhammad ibn Ismā‘īl ibn Ja‘far. Yaitu
sekte yang menyatakan bahwa kepemimpinan (al-imāmah) setelah
Ja‘far jatuh ke tangan Muhammad ibn Ismā‘īl, bukan jatuh ke tangan
Mūsā ibn Ja‘far. Mereka ini kaum kafir-ateis dan munafiq
(malāhidah munāfiqūn).”

d. Konsep Marja’iyyah (Wilayah al-Faqih)


Konsep Marja’iyyah ialah proses pelimpahan tanggungjawab
kepemimpinan dari Imam Mahdi kepada para fuqaha yang bersifat
adil dan mempunyai kemampuan memimpin. Dalam hal ini, setiap
orang Syiah yang tidak mampu mengambil kesimpulan hukum
dalam permasalahan keagamaan sehari-hari harus merujuk kepada
orang yang lebih tahu, yaitu para Ulama atau Fuqaha. Hal ini
disebabkan karena para Fuqaha merupakan penerus kepemimpinan
Imam Mahdi selama masa kegaibannya. Maka, wewenang atau
kekuasaan yang dimiliki fuqaha terhadap umat sangat besar. Doktrin
Wilayah al-Faqih ini dicetuskan oleh al-Khomaini
Wilayat faqih ini ditegakkan atas empat dasar pokok:
Pertama, Allah adalah hakim mutlak pada alam semesta dan segala
isinya, Kedua, kepemimpinan manusia (qiyadah basyariyah ) yang
mewujudkan kepemimpinan Allah dimuka bumi adalah para nabi
dan rasul. Ketiga, garis imamah keturun Ali melanjutkan garis
kenabian dalam memimpin umat.untuk menjalankan kepemimpinan
ilahiyah. Keempat, pada saat imam ghaib, kepemimpinan nabawiyah
dilanjutkan oleh para fuqaha. Fuqaha adalah pengganti para imam.
Pada mereka dipercayakan kepemimpinan ( wilayat ) atas umat, dari
sinilah dikenal istilah wilayat al-Faqih.

e. Taqiyyah
Secara etimologi, kata taqiyyah berasal dari bahasa Arab, dari
akar kata waqa-yaqi yang berarti melindungi atau menjaga diri10.
Dari terjemahan tersebut, maka praktek taqiyyah diartikan dengan
seseorang yang menyembunyikan agamanya atau beberapa praktek
tertentu dari agamanya dalam keadaan yang mungkin atau pasti akan
menimbulkan bahaya sebagai akibat tindakan- tindakan dari orang-
orang yang menentang agamanya atau praktek-praktek keagamaan
tertentu.
“Taqiyyah adalah menyimpan kebenaran dan
menyembunyikan keyakinan, serta merahasiakannya terhadap orang-
orang yang tidak seakidah, dan tidak minta bantuan mereka dalam hal-
hal yang dapat mengakibatkan bahaya, baik dalam urusan agama
maupun keduniaan.”

Singkat kata, dengan adanya doktrin taqiyyah ini, maka secara


politis ini sangat mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi para
pengikut syiah, bahkan bisa dijadikan pembenaran untuk
mengelabuhi musuh-musuhnya atau siapa saja yang bersebrangan
dengannya baik secara aqidah ataupun secara politik.

10
Ibn Manzhu>r al-Ans}a>ry, Lisa>n al-Arab (Beirut: Dar S}a>dir, 1414 H), Cet. 3, vol. 15, hal. 404.
C. Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Syiah
Syiah mendapat pengikut yang besar terutama pada masa
Dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat
perlakuan kasar dan kejam Dinasti ini terhadap Ahlul Bait sebagai
contoh Yazid Ibn Mu‟awiyah memerintahkan pasukannya yang
dipimpin oleh Ibn Ziyad, untuk memenggal kepala Ali di Karbala.
Dalam sejarah disebutkan bahwa setelah kepala Ali dipenggal lalu
dibawa ke hadapan Yazid Ibn Mu‟awiyah memukul-mukulkan
tongkatnya pada kepala cucu Rasulullah saw, yang pada waktu kecil
sering diciumi oleh Rasulullah.
Kekejaman seperti yang digambarkan di atas, menyebabkan
sebagian kaum Muslimin menaruh simpati terhadap tragedi Ahlul
Bait atau keluarga Rasul dan tertarik untuk mengikuti mazhab Syiah,
atau menaruh simpati yang mendalam terhadap tragedi yang
menimpa Ahlu Al-Bait.

Menurut para ahli sejarah, peristiwa kesyahidan Husain di


Karbala inilah penyebab utama terbentuknya Syiah secara hakiki,
sejak tragedi ini sebutan Syiah tidak lagi dirangkaikan dengan
nama-nama tertentu seperti sebelummya, syiah Ali, Syi’ah Husain,
tetapi cukup dengan Syiah saja dan sebagai bukti hal tersebut
timbul perlawanan terhadap penguasa seperti gerakan: At-Tawwabut,
Kaisaniah.

Dalam perkembangan selanjunya, Syiah selain


memperjuangkan hak kekhalifahan Ahlul Bait di hadapan
Amawiyah dan Abbasiyah, juga menggambarkan doktrin-doktrinya
sendiri. Berkaian dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun
iman, yakni Tauhid (kepercayaan terhadap keesaan Allah);
Nabuwwah (kepercayaan kepada kenabian); Ma’ad (kepercayaan
akan adanya kehidupan akhirat); Imamah (kepercayaan akan adanya
imamah yang merupakan hak ahl al-bait); dan Adl (Keadilan Ilahi).
Belum ada pendapat yang benar-benar bisa dipercaya kapan
masuk paham Syiah di Indonesia. Namun bila dilihat dari sejarah
dan kejadiannya beberapa abad yang lalu paham Syiah masuk ke
Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik negara asalnya Syiah
yaitu Iran. Sejak runtuhnya Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979
dengan melalui sebuah revolusi besar-besaran yang dipimpin oleh
Khomeini. Mulai saat itulah paham Syiah mulai menyebar ke
seluruh dunia khususnya Indonesia.
Keberhasilan seorang ulama (Khumeini) dalam menjatuhkan
rezim Pahlevi yang mempunyai kekuatan militer nomor lima di
dunia hanya dengan ceramah-ceramahnya dari suatu tempat yang
jauh dari terpencil di Prancis. Sehingga menggugah para Intelektual
untuk mengetahui lebih jauh tentang mazhab Syiah tersebut.11
Khomeini sebagai tokoh sentral revolusi pada saat itu
mempunyai pandangan yang berbeda tentang kekuasaan
(pemerintahan) yang disebutkannya dengan istilah wilayah al-fiqih.
Dalam hal ini menurut Attamimy dalam pandangan Khomeini, islam
bukan hanya agama yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, tetapi juga agama yang penuh dengan keadilan dan
kebenaran bagi kemanusiaan orang per orang atau masyarakat.
Bahkan menurut Khomeini, Islam juga merupakan agama
yang ingin melakukan pembebasan dari setiap bentuk penindasan

11
Attamimy, SYI”AH: Sejarah, Doktrin, dan Perkembangan di Indonesia, (yogyakarta: Grha Guru
Printika, 2009), hlm 112.
yang dilakukan. Bukan seperti kebanyakan para ulama yang
membicara nikmat surga dan siksa neraka. Ia lebih banyak
membicarakan tentang kesadaran umat dalam beragama, disiplin diri
dan sebab-sebab kemunduran dalam Islam.
Sebagai sebuah gerakan atau kelompok paham Syiah di
Indonesia dapat disebutkan memulai perkembangannya pasca
revolusi Iran pada tahun 1979. Memanfaatkan momentum kelahiran
Iran sebagai “negara Syiah” yang menggunakan Islam sebagai dasar
perjuangannya, Syiah di dunia Islam tidak terkecuali Indonesia mulai
berani menunjukkan jati dirinya.

Gerakan-gerakannya pun mulai tersusun secara sistematis


dalam kerangka kelembagaan atau organisasi-organisasi yang
pahamnya berafiliasi terhadap Syiah. Hanya saja, ini tidak berarti
bahwa sebagai sebuah paham, Syiah baru ada pasca 1979. Beberapa
pakar sejarah bahkan justru meyakini bahwa orang Syiah lah yang
pertama kali menyebarkan Islam di Nusantara.
Jalaluddin Rahmat mengemukakan tiga teori terkait cara Syiah
masuk ke Indonesia. Pertama, Syiah dibawa oleh penyebar Islam
awal yang datang ke Indonesia dan ber-taqiyyah dengan
menjalankan mazhab Syafi‟i. Mereka menampakkan Syafi‟i di luar,
namun Syiah di dalam. Asumsi ini didukung dengan ditemukannya
akulturasi aspek-aspek Syiah pada mazhab Syafi‟i di Indonesia
yang tidak ditemukan di tempat lain. Kedua, Syiah tidaklah datang
pada Islam periode awal adalah ulama Sunni yang membawa Islam
ke Indonesia. Syiah baru datang kemudian melalui praktek-praktek
mistik dan sufistik. Ketiga, Syiah baru datang ke Indonesia setelah
Revolusi Iran pada tahun 1979 melalalui buku-buku tentang filsafat
atau pergerakan yang ditulis tokoh-tokoh Syiah Iran.
Aliran Syiah berpendapat bahwa kekhalifahan imamahnya
berdasarkan pengangkatan, baik secara terbuka maupun
tersembunyi. Mereka juga berpendirian bahwa imamah
sepeninggalan Ali, hanya berada di tangan keluarga Ali. Penganut
paham Syiah, mengakui bahwa nabi telah menunju penggantinya
yang dinilai memiliki kualifikasi pemimpin ruhani dan pemimpin
umat sekaligus. Pengganti nabi tersebut tidak lain adalah Ali bin Abi
Thalib dan sebelas keturunannya.

Dengan demikian para imam dalam konsep Syiah itu adalah


melanjutkan nabi yang bertugas memberi petunjuk manusia,
pemelihara dan penjelas hukum Allah. Oleh karenanya imam adalah
pilihan Tuhan yang berilmu, berakhlak tinggi dan terpelihara dari
dosa.
Imamah merupakan doktrin Syiah yang paling pokok, semua
paham yang lain pada dasarnya merupakan penjelasan dari paham
ini. Misalnya ketika pandangan Imamah dimunculkan sebagai
prinsip dasar dalam menunjuk dan pengangkatan imam, mereka
memperkuatnya melalui penjelasan bahwa semua nabi Allah dan
para Imam pasti bebas dari dosa kecil.
Perkembangan Syiah atau yang mengatasnamakan madzhab
Ahlul Bait di Indonesia memang cukup pesat. Sejumlah lembaga
yang berbentuk pesantren maupun yayasan didirikan di beberapa
kota di Indonesia, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan luar Jawa.12 Dan membanjirnya buku-buku tentang Syiah
12
K.H. Moh. Dawan Anwar dkk, Mengapa Kita Menolak Syi’ah: Kumpulan Makalah seminar Nasional
tentang Syi’ah, (Jakata: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 1998), hlm 58.
yang sengaja diterbitkan oleh para penerbit yang memang
berindikasi Syiah atau lewat media massa, ceramah-ceramah agama
dan lewat pendidikan dan pengkaderan di pesantren-pesantren, di
majelis-majelis ta‟lim.

Dalam sejarah, kelompok Syiah terpecah menjadi tiga


kelompok besar: Itsna „Asyariyah, Ismailiyah dan Zaidiyah, dan
banyak kelompok sempalan yang dipandang liar (ghulath). Masing-
masing kelompok itu tidak hanya mewakili kelompok politis,
tetapi juga kelompok pemikiran. Pemikiran Syiah tidak berhenti
dengan timbulnya perpecahan itu, tetap justru perpecahan itu
merupakan bagian dari faktor-faktor kompetitif dalam memajukan
pemikiran.13 Dengan demikian pemikiran Syiah senantiasa mengalami
perkembangan, yang tentunya akan lebih ekspansif dan bervariasi
ketika kelompok ini menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam,
termasuk Indonesia.
Kelompok ini sebagian besar tersebar di beberapa daerah di
Indonesia khususnya di Bangil Pasuruan merupakan basis dari
komunitas Syiah Imamiyah. Banyak masyarakat Syiah di Bangil
Pasuruan tidak lepas dari peran dan perjuangan dari Habib Husein al-
Habsyi sebagai orang pertama kali menyebarkan paham Syiah.14
Termasuk juga di Yayasan Pesantren Islam (YAPI) yang berada di
kota Bangil Pasuruan terdapat ustad yang bermazhab Syiah Imamiyah
karena yayasan tersebut merupakan rintisan dari Habib Husein al-
Habsyi dengan pola pemikiran yang lebih banyak mengarah kepada
Syiah Imamiyah.

13
Fadil Su‟ud Ja‟fari, ISLAM SYI’AH: Telaah Pemikiran Habib Husein al-Habsyi, (Malang:
UIN-Maliki Press, 2010), hlm 2.
14
Ibid,. hlm 83
Perkembangan Syiah di Indonesia juga dapat dilihat dari
banyaknya lembaga atau yayasan yang ada atau tersebar khususnya di
Jawa Timur. Salah seorang ulama Jawa Timur yang berdomisili di
kota Bangil Ustad Husein al- Habsyi adalah termasuk tokoh yang
menjelaskan keingintahuan masyarakat tersebut melalui ceramah-
ceramahnya yang secara rutin diadakan di masjid pada awal tahun
1980 ketika revolusi tersebut baru mencapai usia yang sangat muda. 20
Pada tahun ini juga tampaknya mazhab Syiah mulai mulai
diperkenalkan secara terbuka kepada masyarakat Jawa Timur,
khususnya masyarakat Bangil.

D. Tokoh – Tokoh Syiah Terdahulu atau Belakangan

Seluruh kitab-kitab Syiah terdahulu seperti al-Kafi, al-


Istibshar, al-Ihtijaj, Man La Yahdluruhu al-Faqih dan lain-lain,
memuat tenang tuduhan dan predikat “zhalim” pada Abu Bakar ra,
Umar ra, Utsman ra dan sahabat-sahabat pendukung kekhalifahan
mereka, telah menjadi kesepakatan diantara tokoh- tokoh Syi‟ah
terdahulu maupun tokoh-tokoh Syiah belakangan.15 Adapun tokoh-
tokohnya diantaranya sebagai berikut:
o Murtadla al-Asykari, menyebutkan hadits (palsu) yang
menyatakan bahwa khulafa‟ tiga sebelum Sayyidina Ali adalah
“imam-imam sesat dan pelopor- pelopor yang mengajak ke
dalam neraka”, dalam kata pengantarnya pada buku ”Ashlu al-
Syi‟ah wa Ushuliha” halaman 14.
o Muhammad Ridla al-Mudzaffar di dalam kitabnya “Aqaid al-
15
Ahmad Ilham Masduqi, Penghianatan Syi’ah: Terdahulu dan Belakangan Terhadap Kaum Muslimin,
(Pandaan:, 2009), hlm 24.
Imamiyah” pada Bab “Aqidatuna fi al-Dakwah ila al-Wahdah
al-Islamiyah”, halaman 110, menyisipkan kalimat “Wa‟I‟tida-
uhu bi Ghashbihim li Haqqihi” (S.Ali meyakini bahwa 3
Khalifah sebelum beliau telah merampas/ merampok hak
beliau).
o Ibrahim al-Musawiy al-Zanjani, dalam bukunya “Aqaid al-
Imamiyah” halaman 15-58, penuh dengan penjelasan senada.
o Muhammad Husein Ali Kasyif al-Ghita dalam “Ashlu al-
Syi‟ah wa Ushuliha”, dengan bahasa diplomatis, dia menulis
bahwa bila S. Ali tidak mau berbaiat kepada kahlifah-
kahlifah tersebut, maka bisa berakibat
timbulnya tindakan-tindakan mereka yang membahayakan
Islam bahkan menjebol Islam dari pondasinya. (Ashlu al-
Syi‟ah wa Ushuliha, halaman 47)

o Khumaini, pemimpin revolusi Syiah di Iran dan bukunya


“Kasyfu Asrar”, dengan bahasanya yang arogan, banyak
melalukan kecaman-kecaman pedas khususnya terhadap S.
Abu Bakar dan S. Umar. Misalnya menuduh kedua
Khalifah tersebut tidak memperhatikan Islam dan al-Qur‟an,
kecuali hanya dengan kepentingan duniawi dan kepemimpinan
serta mereka telah berani menambah dan mengurangi al-
Qur‟an” (Kasyfu Asrar, halaman 131).
o Habib Husein al-Habsyi, dalam bukunya yang berjudul
“Sunnah-Syiah Dalam Ukhuwa Islamiyah”. Merupakan
sanggahan al-Habsyi terhadap ”Dua Wajah Saling Menentang”
karya Abu Hasan Ali al-Nadwi. Al-Habsyi sangat
menyayangkan pendapat-pendapat al-Nadwi dalam bukunya
tersebut.
Di awal kemunculannya, aliran Syiah hanya bersifat politis,
namun selanjutnya berkembang ke masalah teologis dan hukum.
Loyalitas Syiah tidak saja kepada Ali bin Abi Thalib, melainkan
kepada seluruh keluarganya, termasuk Hasan yang diangkat sebagai
khalifah menggantikan ayahnya.
Salah satu tokoh yang meletakkan dasar teologi Syiah adalah
Abdullah bin Saba'. Selain itu, ada beberapa tokoh Syiah, yakni:
 Abu Dzar al Ghiffari
 Miqad bin Al Aswad
 Ammar bin Yasir
Dalam keyakinan Islam Syiah, terdapat 12 imam Syiah, yakni:
1. Ali bin Abi Thalib (Amirul Mukminin)
2. Hasan bin Ali (Hasan Al-Mujtaba)
3. Gusain bin Ali (Husain Asy-Syahid)
4. Ali bin Husain (Ali Zainal Abidin)
5. Muhammad bin Ali (Muhammad Al-Baqir)
6. Ja'far bin Muhammad (Ja'far Ash Shaqid)
7. Musa bin Ja'far (Musa Al-Kadzim)
8. Ali bin Musa (Ali Ar-Ridha)
9. Muhammad bin Ali (Muhammad Al-Jawad/Muhammad At
Taqi)
10. Ali bin Muhammad (Ali Al Hadi)
11. Hasan bin Ali (Hasan Al Askari)
12. Muhammad bin Hasan (Muhammad Al-Mahdi)

E. Golongan – Golongan Syiah


Syiah berpecah kepada beberapa puak-puak atau golongan-
golongan kecil yang ekstrim (Ghulat), di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Syiah Sabaiyyah
Adalah pengikut Abdullah bin Saba`, mereka berlebih-lebihan
mempercayai bahwa Nabi Muhammad akan kembali ke dunia seperti
Nabi Isa as. Kemudian mereka juga meyakini bahwa Ali belum mati
tetapi beliau bersembunyi dan akan lahir kembali. Dan mereka juga
meyakini bahwa Jibril keliru dalam menyampaikan wahyu, mestinya
Jibril menurunkan wahyu kepada Ali bukan kepada Nabi
Muhammad. Dan mereka juga meyakini bahwa ruh Tuhan turun
kepada Ali.
2. Syiah Kaisaniyyah
Adalah syi`ah pengikut Mukhtar bin Ubai al-Saqafi. Golongan
inipun digolongkan sebagai syiah yang ekstrim (Ghulat). Pendiri
kelompok Kissaniyah adalah Kisan, seorang mantan pelayan Ali.
Kisan disebutkan pernah belajar kepada Muhammad Ibn Hanafiyyah,
karena itu ilmu pengetahuannya mencakup segala macam
pengetahuan, baik pengetahuan takwil (tafsir) maupun pengetahuan
batin, baik pengetahuan yang fisik maupun pengetahuan non-fisik.
Mereka sependapat bahwa agama merupakan ketaatan kepada
pemimpin (Imam), karena para Imam dapat menafsirkan ajaran-ajaran
pokok agama seperti shalat, puasa, dan haji. Bahkan sebagian dari
mereka ada yang meningalkan perintah agama dan merasa cukup
hanya dengan mentaati para Imam. Sebagian lagi kelihatannya lemah
dalam hal keyakinannya terhadap adanya hari kiamat dan sebagian
yang lain menganut aliran hulul (roh ketuhanan masuk ke dalam
tubuh manusia), tanasukh (roh berpindah dari satu tubuh ke tubuh
yang lain).
Dan Raj’ah (hidup kembali di dunia juga setelah mati),
sebagian lagi berpendapat imam tertentu tidak mati (ghaib) dan dia
akan kembali lagi ke dunia, baru mati setelah itu. Kendatipun
demikian, mereka sepakat bahwa agama merupakan ketaatan kepada
Imam, dan barangsiapa yang tidak taat kepada Imam berarti dia
bukanlah orang yang beragama.
3. Syiah Mukhtariyyah
Adalah kelompok Syiah yang mengikuti ajaran Mukhtar ibn
Abi Ubaid Al-Tsaqafi. Pada mulanya Mukhtar sebagai seorang
Khawarij, kemudian berubah menjadi pengikut Al- Zubairiyyah dan
akhirnya menjadi pengikut Syiah dan Al-Kisaniyyah. Dia mengakui
kepimpinan (Imamah) Muhammad bin Hanafiyyah sesudah Ali bin
Abi Thalib, bahkan sebelum Muhammad adalah Hasan dan Husain.
Mukhtar mengajak masyarakat agar menerima pendapatnya, dan
mengakui bahwa dirinya memiliki ilmu pengetahuan yang luas.
Ketika berita tentang dirinya dan ajarannya tersebar, Muhammad bin
Hanafiyyah tidak mengakui semua yang telah dia katakan dan
ajarkan, namun banyak juga orang awam yang tertarik menjadi
pengikutnya.

4. Syiah Hashimiyyah
Adalah pengikut Abu Hasyim ibn Muhammad ibn
Hanafiyyah. Menurut kelompok ini, kepimpinan berpindah dari
Muhammad ibn Hanafiyyah kepada puteranya yang bernama Abu
Hasyim.
Menurut mereka, Abu Hasyim telah menerima pelimpahan
ilmu rahasia; dia mengetahui bukan saja kepada zahir, tetapi juga
yang batin. Dia mengetahui tafsir dan takwil ayat-ayat Alquran,
sehingga maknanya dapat disesuaikan antara yang lahir dan batin.
Mereka berpendapat, setiap yang lahir ada batinnya, setiap orang
yang mempunyai roh, setiap ayat ada takwilnya, setiap apa yang ada
di alam semesta ini ada hakikatnya pada alam lain. Hukum tersebar
di seluruh penjuru, rahasia semuanya ada pada diri seseorang, yaitu
ilmu yang dimiliki oleh imam Ali dan keturunannya, Muhammad
Hanafiyyah.
5. Syiah Bayaniyyah
Adalah pengikut Bayan bin Sam’an Al- Tamimi. Menurut
mereka kepimpinan (Imamah) berpindah dari Abu Hasyim kepada
Bayan bin Sam’an. Kelompok Al-Bayaniyyah termasuk kelompok
Syiah yang ekstrim yang mengakui Ali adalah Tuhan. Menurut
mereka Tuhan telah masuk ke dalam tubuh Ali dan bersatu dengan
Ali, karenanya Ali mengatahui hal-hal yang ghaib karena
diberitahukan dari sumber berita terpecaya, Ali memerangi orang-
orang kafir dan dalam peperangan selalu memperoleh kemenangan.
Karena itu Ali berhasil membuka pintu benteng khaibar.
Menurut mereka Ali pernah berkata: “Demi Allah tidak kubuka
pintu benteng Khaibar dengan kekuatan jasmani, bukan dengan
kekuatan tubuh yang bersumber dari makanan, tetapi kubuka pintu
benteng Khaibar dengan kekuatan Tuhan, dengan Nur Tuhan yang
bersinar”
6. Syiah Rizamiyah
Adalah para pengikut Rizam bin Rizam. Menurut mereka
imamah berpindah dari Ali kepada putranya Muhammad bin al-
Hanafiah, kemudian kepada putra Muhammad yaitu Abu Hasyim.
Kemudian dari Abu Hasyim berpindah lagi kepada Ali bin
Abdullah bin Abbas melalui wasiat. Kemudian Imamah berpindah
kepada Muhammad bin Ali dan diwasiatkan lagi kepada putranya
yang bernama Ibrahim yang juga teman akrab Abu Muslim
sekaligus menjadi propogandisnya yang mengatakan bahwa
Ibrahim menjadi Imam.
Kelompok ini pertama kali muncul di Khurasan di masa Abu
Muslim, sehingga ada yang mengatakan Abu Muslim sendiri
menjadi salah seorang pengikutnya. Karena mereka berpendapat
kepimpinan (imamah) berpindah kepada Abu Muslim, Abu muslim
dianggap sebagai imam dan roh ketuhanan telah masuk ke dalam
tubuhya. Abu muslim menyokong gerakan yang menyokong
kekuasaan Bani Umayyah sampai mati terbunuh. Para pengikut
kelompok ini mengakui pemahaman tanasukh (Reinkarnasi)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fairuz Abadi menjelaskan bahwa Syi’ah secara bahasa
adalah seseorang pengikut dan pendukungnya. Sementara, maksud
dari Syi’ah yang terkenal adalah para pengikut Ali sehingga mereka
berkeyakinan bahwa Ali adalah khalifah
pilihan Nabi Muhammad dan ia adalah orang yang paling
utama (afd}al) di antara para sahabat Nabi lainnya.
Kaum Syi’ah, sejak menjadi pengikut Ali sesudah peristiwa
perang Jamal dan Shiffin, pasukan Ali terpecah menjadi empat
golongan: a) Syi’ah yang mengikuti Sayyidina Ali, mereka tidak
mengecam para sahabat. Dalam diri mereka terdapat rasa cinta dan
memuliakan para sahabat Nabi Saw. mereka sadar betul bahwa
yang mereka perangi adalah saudara sendiri. b) Mereka yang
mempercayai bahwa Sayyidina Ali memiliki derajat yang lebih tinggi
daripada para sahabat lainnya. Kelompok ini disebut tafd}i>liyah.
Ali memperingatkan mereka dengan keyakinan ini dan akan
menghukumi dera bagi para sahabat yang masih berkeyakinan
tersebut. Kelompok Syi’ah sekarang, mereprentasikan kelompok ini.
c) kelompok yang berpendapat bahwa semua sahabat Nabi adalah
kafir dan berdosa besar. Mereka disebut Saba’iyah, mereka adalah
para pengikut Abdullah bin Saba’. d) Kelompok gula>t, yaitu
mereka yang paling sesat, paling bid’ah di antara empat kelompok di
atas. Mereka berpendapat bahwa Allah telah masuk pada diri Nabi
Isa.

B. Saran
Kaum syiah masih memiliki kepercayaan kepada wahyu sebagai
salah satu dasar untuk mencapai kebenaran mengenai mengetahui
Tuhan, dan sebagai penyempurna wahyu adalah hadits – hadits yang
berasal dari ahl al- bayt. Dan diharapkan dari hasil makalah ini dapat
bermanfaat dan memberikan pandangan baru bagi seluruh mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Kamil al-Hasyimi, Hakikat Akidah Syi’ah, (Jakarta: PT Bulan Bintang,


1989),Hlm 14

Fadil Su‟ud Ja‟fari, ISLAM SYI’AH: Telaah Pemikiran Habib Husein al-Habsyi, (Malang:
UIN-Maliki Press, 2010), hlm 27

K.H. Moh. Dawan Anwar dkk, Mengapa Kita Menolak Syi’ah: Kumpulan Makalah
seminar Nasional tentang Syi’ah, (Jakata: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam,
1998), hlm 4.

Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, (Jakarta:
Logos, 1996), hlm 34.

Abi al-Fath Muhammad Abdu al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, (Beirut,


Darul Fikri), hal: 126

Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir), hal.12/26.

Syahatah Muhammad Saqr, Asy-Syiah Humul Aduw Fahzharu>hum), 48, Lihat juga:
KBRI Iran, Iran The Cradle of Civilization, hal:33.
Abdullah al-Mausuli, Haqi>qatu al-Shi>ah Hatta Laa Nankhadi’ (Alexandria: Dar al-Iman,
tt), 171, lihat juga: Zulkarnain, Konsep Imamah Dalam Perspektif Syiah, Jurnal TAPIs
Vol.7 No.13 (Juli-Desember 2011), 50.
Nasir Makarim Syirazi, “Inilah Aqidah Syi’ah”, (Terj) (Al-Dasma-Kuwait: Era of
Appearance Foundation(Mu’assasah ‘Ashr al-Zhuhūr), cet. II, 1430 H/2009 M), hal. 79
Attamimy, SYI”AH: Sejarah, Doktrin, dan Perkembangan di Indonesia, (yogyakarta:
Grha Guru Printika, 2009), hlm 112.
K.H. Moh. Dawan Anwar dkk, Mengapa Kita Menolak Syi’ah: Kumpulan Makalah seminar Nasional tentang
Syi’ah, (Jakata: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 1998), hlm 58.

Fadil Su‟ud Ja‟fari, ISLAM SYI’AH: Telaah Pemikiran Habib Husein al-Habsyi, (Malang: UIN-Maliki
Press, 2010), hlm 2.

Anda mungkin juga menyukai