Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH DAN PEMIKIRAN SEKTE SYI’AH

Makalah

Disusun guna untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Abdul Basith, S. Th.I., M.H.I

Disusun Oleh :

Kelompok 7
1. Athaya Jauza Naswa (234110302111)
2. Luqman Hafidh (234110302127)

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. KH. SAIFUDDIN ZUHRI

PURWOKERTO

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah Islam telah banyak dijelaskan tentang beberapa aliran atau sekte
yang perhubungan dengan persoalan teologi (paham-paham keagamaan). Syiah
merupakan sekte dalam teologi Islam yang keberadaannya tidak terbantahkan
sepanjang dikursus studi keislaman. Namun keberadaan ini tak jarang menjadi
polemik yang tak kunjung usai bahkan menjadi perdebatan yang berujung kepada
penyesatan. Hal ini bertolak dari perbedaan terkait konsep relativisme dalam
memahami ayat-ayat al Quran dan Hadits. Serta pokok-pokok ajaran Islam hingga
konsep imamah. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan
menganalisis berbagai pemaparan para ahli terkait dikursus tentang syiah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis teologi syiah
mulai dari kemunculannya, sekte-sektenya, pokok ajarannya hingga
perkembangannya di Indonesia. Hasil ini menyimpulkan bahwa syiah adalah orang-
orang yang mencintai Rasulullah Saw dan ahlulbait pada perkembangan sejarah terms
tentang syiah mengalami perluasan pasca arbitrase. Salah satu ideologi syiah yang
paling fundamental terkait persoalan imamah. Konsep imamah ini yang kemudian
memunculkan berbagai sekte dalam syiah. Sekte-sekte yang ada kemudian
berpengaruh kepada pokok ajara dalam syiah itu sendiri. Dalam perkembangannya
syiah di Indonesia melalui berbagai tahapannya memberikan kontribusi yang sangat
signifikan dalam kehidupan keberagamaan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah dan pemikiran aliran/sekte syi’ah?

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Syiah dari segi bahasa (etimologi) berarti pengikut, pecinta, pembela,
yang ditujukan kepada ide, individu atau kelompok tertentu.1 Syiah dalam arti
kata lain dapat disandingkan juga dengan kata tasyaiyu’ yang berarti
patuh/menaati secara agama dan mengangkat kepada orang yang ditaati itu
dengan penuh keikhlasan tanpa keraguan. Arti Syi’ah secara bahasa terdapat
dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya QS.As-Saffat:83 “Dan diantara
Syi’ahnya, adalah Ibrahim”.

Syiah Ali adalah pendukung atau pembela Ali. Syiah Mu‟awiyah adalah
pendukung Mu‟awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Utsman kata Syiah
dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal. Kalau pada waktu
pemilihan khalifah ketiga ada yang mendukung Ali, tetapi setelah ummat Islam
memutuskan memilih Utsman bin Affan, maka orang-orang yang tadinya
mendukung Ali, berbaiat kepada Utsman termasuk Ali. Jadi belum terbentuk
secara faktual kelompok ummat Islam Syiah. Maka ketika terjadi pertikaian dan
peperangan antara Ali dan Mu‟awiyah, barulah kata “Syiah” muncul sebagai
nama kelompok ummat Islam. Tetapi bukan hanya pendukung Ali yang yang
disebut Syiah, namun pendukung Muawiyah juga disebut Syiah Mu‟awiyah.

Kata Syi‟ah menurut Istilah atau terminologis bahwa Syiah spesifik


dengan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Tholib), yang membelanya serta sumpah
setia kepadanya, begitu pula percaya serta beri‟itiqat terhadap keimamahannya
sesudah Rosululloh, tanpa suatu pembatas (artinya langsung setelah Rosulullah)
dan menolak kepemimpinan (keimamahan) siapa saja yang menjadi kholifah
sebelumnya (yaitu Abu bakar, Umar dan Utsman).

Kepemimpinan umat Islam dan siapa yang menjadi pengganti Rasulullah


SAW menjadi awal permasalahan dan menjadi polemik pertarungan antar umat
Islam saat itu, karena adanya firqah-firqah yang saling memperebutkan bangku-
bangku kekhalifahan, diantaranya kaum Muhajirin dan kaum Syiah yaitu

1
Shihab, M. Quraish. 2007. Sunnah-Syiah Ber- gandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas
Konsep Ajaran dan Pemikiran. Tangerang: Lentera Hati.

3
kelompok Ali Bin Abi Tholib, yang membawa calon masing untuk menjadikan
khalifah Al-Rasul. Syiah adalah mazhab politik yang pertama lahir dalam Islam.
Seperti telah disinggung, mazhab mereka tampil pada akhir masa pemerintahan
Utsman, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa Ali. Setiap kali Ali
berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat,
kekuatan beragama, dan ilmunya. Karena itu, para propagandis Syiah
mengeksplorasi kekaguman mereka terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-
pemikiran mereka tentang dirinya. 2

B. Asal-Usul Kemunculan Syiah

Syi’ah berawal pada sebutan yang ditujukan kepada pengikut Ali, yang
merupakan pemimpin pertama ahl al-Bait pada masa hidup Nabi sendiri.
Kejadian-kejadian pada munculnya Islam dan pertumbuhan Islam selanjutnya,
selama dua puluh tiga tahun masa kenabian, telah menimbulkan berbagai
keadaan yang meniscayakan munculnya kelompok semacam kaum Syi’ah di
antara para sahabat Nabi. 3

Akar permasalah umat Islam, termasuk munculnya madzhab Syi’ah


bermula dari perselisihan mereka terkait siapa yang paling layak menjadi
pemimpin setelah Rasulullah Saw. wafat. Sebab, Rasulullah sebelum wafat tidak
menentukan siapa yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat dan
negara. Sementara kaum muslimin sesudah wafatnya Rasul merasa perlu
mempunyai khalifah yang dapat mengikat umat Islam dalam satu ikatan
kesatuan. Sebelum dikebumikan kaum Anshar berkumpul di Bani Sa’idah.
Mereka berpendapat bahwa kaum Ansharlah yang paling layak menjadi
pengganti Rasul, lalu menyodorkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin. Di
waktu yang sama, Umar mengajak Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Ketiganya berangkat ke pertemuan kaum Anshar. Di hadapat kaum Anshar Abu
Bakar berpidato tentang keistimewaan kaum Anshar dan kaum Muhajirin, di
antaranya bangsa Arab tidak akan tunduk kecuali kepada kaum Muhajirin,

2
Jovial Pally Taran, Abdul Manan, Pengantar konflik aliran Sunni dan Syi’ahdalam sejarah
Islam:Studi Deskriptif Analitis pada Kerajaan Utsmaniyah dan safaliyah, Banda Aceh: Bandar Publishing,
July 2020
3
M. Thabathaba’i, Islam Syi’ah: Asal Usul dan Perkembangannya (Jakarta: Temprint, 1989), hlm.
37.

4
bahkan Allah dalam al-Qur’an mendahulukan kaum muhajirin daripada kaum
Anshar. Sesudah perdebatan persoalan pemimpin itu, kemudian secara aklamasi
kedua belah pihak memilih Abu Bakar menjadi pemimpin mereka. Dengan
demikian hilanglah perselisihan paham dan umat Islam kembali bersatu. 4

Permasalahan kemudian muncul, ketika saat itu Ali tidak turut hadir
dalam sidang tersebut. Setelah mendengar pembaiatan Abu Bakar, nampak
ketidak puasan Ali bin Abi Thalib. Belakangan orang-orang yang menjadi
pengikut Ali, Abu Bakar dan Umar menelikung Ali sebagai khalifah. Timbullah
pendapat bahwa yang berhak memegang khalifah adalah keluarga Nabi, dan Ali
lah yang paling pantas. Karena ia adalah menanti Rasul, orang yang paling besar
jihadnya, paling banyak ilmunya, keluarganya adalah seutama-utama keluarga
Arab. Namun demikian, akhirnya Ali turut membaiat Abu Bakar sesudah
beberapa waktu berlalu. 5 Setelah Abu Bakar Wafat, khalifah dipegang oleh
Umar bin Khatab, banyak daerah yang bisa dikuasai pada masa Umar.

Setelah Umar bin Khattab terbunuh, Utsman didapuk menjadi khalifah.


Pada masa Utsman ini bani Umayyah mengambil manfaat untuk diri mereka
sendiri. Masyarakat muslim melihat Utsman menempuh jalan lain yang
ditempuh dua khalifah sebelumnya. Munculah ketidak puasan atas
kepemimpinan Utsman sehingga Utsman akhirnya terbunuh.

Sayyidina Ali akhirnya dibaiat oleh sebagian besar kaum muslimin,


termasuk mayoritas kaum Muhajirin. Namun beberapa sahabat nabi yang enggan
membaiat Ali, yaitu Zubair dan Thalhah, dengan persetujuan Aisyah keduanya
menentang Ali dan berkecamuklah perang Jamal antara pasukan Ali dan Pasukan
Aisyah, Zubair dan Thalhah gugur dalam pertempuran tersebut. Di sisi lain,
Muawiyah dari keluarga Bani Umayyah yang menjadi Gubernur Syam
mempresur Ali untuk mengusut secara tuntas dan menghukup orang yang
membunuh Utsman. Atas ketidak puasan bani Umayyah ini, Muawwiyah
memberontak khalifah Ali. Terjadilah pertempuran di lembah Shiffin. Setelah
agak terdesak, dan hampir-hampir pasukan Ali memenangkan pertempuran,

4
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam (Jakarta: Pustaka Rizki
Putra, 2009), hlm. 104-105.
5
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid....., hlm. 106.

5
Muawiyah menyuruh salah satu tentaranya untuk mengangkat mushaf di atas
lembing yang tinggi, sebagai tanda menyerah dan permintaan perdamaian.
Beberapa orang dari pasukan Ali merasa tidak puas atas keputusan damai
(tahkim) tersebut, sebab mereka merasa pasukan Ali hampir menumpaskan
pasukan pemberontak.

Peristiwa tahkim ini tidak malah menyebabkan perdamaian antara dua


belah pihak, namum memunculkan faksi-faksi di tubuh umat Islam menjadi tiga
kelompok:

1) Kelompok Syi’ah, yaitu golongan yang memihak pada Ali dan kerabatnya
dan berpendapat bahwa Ali dan keturunannyalah yang berhak menjadi
khalifah.

2) Kelompok Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan Muawiyah,


mereka berpendapat bahwa tahkim itu menyalahi prinsip agama.

3) Kelompok Murjiah, yaitu golongan yang menggabungkan diri kepada salah


satu pihak dan menyerahkan hukum pertengkaran itu kepada Allah semata.

Kelompok Syi’ah di atas, mula-mula merupakan orang- orang yang


mengagumi Sayyidina Ali, sebagai pribadi dan kedudukan istimewa di sisi
Rasulullah, sehingga ia mempunyai pengaruh yang besar dan muncullah rasa
cinta sebagian kaum muslimin kepadanya. Meskipun mereka mencintai Ali
melebihi kecintaan kepada sahabat lainnya (termasuk kepada para khalifah
sebelum Ali). Mereka juga membaiat para khalifah yang telah disepakati oleh
para sahabat pada waktu itu. 6

Berdasarkan penjelasan di atas, maka merupakan kekeliruan besar bagi


kaum Syi’ah yang fanatis yang menganggap bahwa sahabat-sahabat yang sangat
mencintai Ali merupakan pengikut Syi’ah sebagaimana pengikut-pengikut
Syi’ah yang sekarang ini dengan doktrin menghukumi kafir para sahabat lainnya,
seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, Thalhah, Zubair dan lainnya. Sementara para
penganut Syi’ah sekarang telah terjadi selisih pendapat terkait dengan masalah-
masalah madzhab dan aqidah. Mereka telah terpecah belah menjadi beberapa

6
Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir al-Qur’an, hlm. 121.

6
kelompok; sebagian dari mereka bersikap ekstrim, sehingga bisa dikatakan
doktrin mereka telah keluar dari ajaran Islam. Sedangkan, sebagian pengikut
Syi’ah lain bersikap moderat, sehingga hampir-hampir menyerupai kaum
ahlussunnah wa al-jama’ah.

C. Aliran-Aliran/Sekte Syi’ah

Pada Perbedaan pemikiran antara aliran-aliran Dalam sekte Syi’ah


terdapat beberapa kelompok, ada yang ekstrim (gulat), moderat, dan ada juga
yang liberal. Di antara kelompok yang ekstrim ada yang menempatkan
Sayyidina Ali pada derajat kenabian, bahkan ada yang sampai mengangkat Ali
pada derajat keTuhanan. Kaum Syi’ah, sejak menjadi pengikut Ali sesudah
peristiwa perang jamal dan shiffin, pasukan Ali terpecah menjadi empat
golongan:7

Kelompok pertama, Syi’ah yang mengikuti Sayyidina Ali., mereka tidak


mengecam para sahabat. Dalam diri mereka terdapat rasa cinta dan memuliakan
para sahabat Nabi Saw mereka sadar betul bahwa yang mereka perangi adalah
saudara sendiri. Oleh sebab itu, mereka segera berhenti memerangi mereka,
bahkan ketika terjadi tahkim mereka menerima keputusan-keputusan yang dibuat
oleh kelompok lainnya.

Kelompok kedua, mereka yang mempercayai bahwa Sayyidina Ali


memiliki derajat yang lebih tinggi daripada para sahabat lainnya. Kelompok ini
disebut tafdhiliyah. Ali memperingatkan mereka dengan keyakinan ini dan akan
menghukumi dera bagi para sahabat yang masih berkeyakinan tersebut.
Kelompok Syi’ah sekarang, mereprentasikan kelompok ini.

Kelompok ketiga, yang berpendapat bahwa semua sahabat Nabi adalah


kafir dan berdosa besar. Mereka disebut Saba’iyah, mereka adalah para pengikut
Abdullah bin Saba’.

Kelompok keempat, kelompok gulat, yaitu mereka yang paling sesat,


paling bid’ah di antara empat kelompok di atas. Mereka berpendapat bahwa
Allah telah masuk pada diri Nabi Isa.

7
Slamet Untung, Melacak Historitas Syi’ah, Kontroversi Seputar Ahl al-Bayt Nabi (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 158-159.

7
Sementara, Abu Zahrah menjelaskan bahwa kelompok ekstrim yang
karena keekstrimannya telah keluar dari Islam, sementara kelompok Syi’ah
dewasa ini menolak untuk memasukkan mereka dalam golongan madzhabnya.
Di antara aliran-aliran Syi’ah itu adalah sebagai berikut:

1. Saba’iyah
Aliran Syi’ah Saba’iyah adalah pengikut Abdullah bin Saba’ seorang
Yahudi dari suku al-Hirah yang masuk Islam. Ia termasuk yang paling keras
menentang Utsman dan para pejabatnya. Ia mengembangkan pemikiran di
tengah- tengah masyarakat sebagaimana di muat dalam Taurat, setiap Nabi
mempunyai penerima wisatnya, dan Ali adalah penerima wasiat Muhammad.
Ketika Ali terbunuh, Abdullah berusaha merangsang kecintaan rakyat kepada Ali
dan perasaan menderita karena kehilangan Ali dengan cara menyebarkan
kebohongan- kebohongan. Di antaranya, bahwa yang terbunuh bukanlah Ali,
namun setan yang menyerupai Ali, sedangkan Ali naik ke langit sebagaimana
dinaikkannya nabi Isa ke langit. Yang lebih parah adalah keyakinan Sabaiyah
bahwa Tuhan bersemayam dalam diri Ali dan diri imam sesudah wafatnya. 8

2. Ghurabiyah
Aliran Ghurabiyah ini keyakinannya tidak sampai menempatkan Ali
sebagai Tuhan, akan tetapi lebih memuliakan Ali ketimbang Nabi Muhammad.
Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian seharunya jatuh kepada Ali, namun
Jibril salah menurunkan wahyu kepada Muhammad. Kelompok ini disebut
Ghurabiyah karena mereka berpendapat bahwa Ali mirip dengan Nabi
Muhammad, sebagaimana miripnya seekor burung gagak (ghurab), dengan
burung gagak lainnya. Pandangan aliran ini disanggah oleh Ibnu Hazim,
pandangan ini muncul karena ketidak tahuan mereka tentang sejarah dan
keadaan yang sebenarnya. Pada waktu Muhammad diangkat menjadi rasul Ali
masih kanak- kanak, belum pantas untuk mengemban risalah kenabian.

3. Kaisaniyah
Penganut aliran Kaisaniyah ini adalah pengikut al-Mukhtar ibn ‘Ubaid al-
Tsaqa. Al-Mukhtar asal mulanya berasal dari kalangan khawarij, kemudia masuk

8
M. Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam (Jakarta: Logos, 1996), hlm.40

8
ke dalam kelompok Syi’ah yang mendukung Ali. Nama Kaisaniyah berhubungan
erat dengan nama Kaisan, yang menurut satu kalangan adalah nama lain dari al-
Mukhtar. Aliran ini mempunyai keyakinan ketidak tuhanan para imam dari ahlul
bait sebagaimana yang dianut aliran Saba’iyah, namun didasarkan atas paham
bahwa seroang imam adalah pribadi yang suci dan wajib dipatuhi. Mereka
percaya sepenuhnya akan kesempurnaan pengetahuannya dan keterpeliharaannya
dari dosa karena ia merupakan simbol dari ilmu Ilahi. Para penganut aliran
Kaisaniyah juga berkeyakinan adanya doktrin bada’, yaitu keyakinan bahwa
Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat
memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan sebaliknya.

D. Ajaran Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah

Dari segi makna Jabariah berarti memaksa. Dalam Syiah ada tiga dimensi
ajaran: akidah, akhlak, dan fiqih (syariat) sebagaimana pembagian yang
disepakati sebagian besar ulama Islam. Syiah telah memformulasikan akidah
dalam tiga prinsip utama, yaitu tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan. Dari
prinsip dasar tauhid, muncul prinsip keadilan Ilahi, dari prinsip kenabian,
muncul prinsip imamah. Sebagian ulama memasukkan kedua prinsip ikutan di
atas, yakni keadilan dan imamah. Sistematika ini pada dasarnya mengikuti
kaidah idkhalul juz’ ilal kull (menyertakan yang particular kepada yang
universal). Dengan demikian, berkembang menjadi lima prinsip, yaitu: al-tauhid,
alnubuwwah, al-imamah, al-‘adl, dan al-ma’ad.

a. Tauhid

Dalam prinsip al-tauhid (keesaan Allah), Syiah meyakini bahwa Allah


Swt. Adalah zat Yang Maha mutlak, yang tidak dapat dijangkau oleh siapa pun
(laa tudrikuhul abshar wahua yudrikul abshar). Dia Maha sempurna. Jauh dari
segala cela dan kekurangan. Bahkan, Dia adalah kesempurnaan itu sendiri dan
mutlak sempurna, mutlaq al-kamal wal kamal al-muthlaq. Tidak dapat dilihat
dengan kasatmata, sebab sesuatu yang dapat dilihat dengan kasatmata adalah
jasmani dan memerlukan ruang, warna, bentuk, dan arah, pada hal semua itu
adalah sifat-sifat makhluk, sedangkan Allah jauh dari segala sifat-sifat makhluk-

9
Nya. Syiah meyakini bahwa Allah Maha Esa. Esa dalam Zat-Nya, Esa dalam
sifat-Nya, dan Esa dalam af’al (perbuatan atau ciptaan)-Nya. Yang dimaksud Esa
dalam zat ialah bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang
menandingi-Nya, dan tidak ada yang menyamai-Nya. Esa dalam sifat, bahwa
sifat-sifat seperti ilmu, kuasa, keabadian, dan sebagainya menyatu dalam Zat-
Nya, bahkan adalah Zat-Nya sendiri. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat
makhluk, yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang lainnya..
Dalam pada itu, Syiah juga meyakini bahwa hanya Allah yang boleh disembah
(tauhid al-ibadah) dan tidak boleh menyembah kepada selain Allah (laa ta’buduu
illa iyyahu). Maka barang siapa menyembah selain Allah, dia adalah musyrik.

b. Kenabian

Dalam prinsip nubuwwah (kenabian), Syiah meyakini bahwa tujuan


Allah mengutus para nabi dan rasul ialah untuk membimbing umat manusia
menuju kesempurnaan hakiki dan kebahagiaan abadi. Syiah meyakini bahwa
nabi pertama adalah Adam a.s. dan nabi terakhir adalah Muhammad Saw. Di
antara para nabi itu terdapat lima nabi yang masuk kategori ulul-azmi atau lima
nabi pembawa syariat Allah dan Shuhuf/kitab suci yang baru, yaitu, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa, dan terakhir Nabi Muhammad Saw., yang merupakan nabi-
nabi paling mulia.9

Syiah meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw. Adalah nabi terakhir dan
penutup para rasul. Tidak ada nabi atau rasul sesudahnya. Syariatnya ditujukan
kepada seluruh umat manusia dan akan tetap eksis sampai akhir zaman, dalam
arti bahwa universalitas ajaran dan hukum Islam mampu menjawab kebutuhan
manusia sepanjang zaman, baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, siapa
pun yang mengaku sebagai nabi atau membawa risalah baru sesudah Nabi
Muhammad Saw. maka dia sesat dan tidak dapat diterima. Adapun adanya
sejumlah ayat yang mengesankan seolah-olah sejumlah nabi pernah berbuat dosa
difahami sebagai tarkal-awla, meninggalkan yang utama (meninggalkan sesuatu
yang lebih baik, bukan melakukan sesuatu yang buruk).

9
Ihsan Ilahi Zhahier, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Gerakan Syi’ah, (Bandung: Pt.
Al-Ma’arif, 1985). Hlm. 19.

10
Syiah juga meyakini bahwa para nabi dibekali oleh Allah dengan
mukjizat dan kemampuan mengerjakan perkara-perkara luar biasa dengan izin
Allah Swt., seperti menghidupkan orang mati oleh Nabi Isa a.s., mengubah
tongkat menjadi ular oleh nabi Musa a.s., dan memperbanyak makanan yang
sedikit oleh Nabi Muhammad Saw. Namun dari semua mukjizat itu, Al-Quran,
yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad Saw.,adalah mukjizat terbesar
sepanjang masa. Karena itu, Syiah meyakini bahwa tidak seorang pun dapat
membuat kitab seperti Al-Quran atau bahkan sebuah surat sekalipun. 10

c. Al Imamah

Dalam prinsip al-imamah (kepemimpinan), Syiah meyakini bahwa


kebijakan Tuhan (al-hikmah al-Ilahiyah) menuntut perlunya kehadiran seorang
imam sesudah meninggalnya seorang rasul guna terus dapat membimbing umat
manusia dan memelihara kemurnian ajaran para nabi dan agama Ilahi dari
penyimpangan dan perubahan. Selain itu, untuk menerangkan kebutuhan-
kebutuhan zaman dan menyeru umat manusia ke jalan serta pelaksanaan ajaran
para nabi. Tanpa itu, tujuan penciptaan, yaitu kesempurnaan dan kebahagiaan
(al- takamul wa al-sa’adah) lebih sulit dicapai.

Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa sesudah Nabi Muhammad Saw.
Wafat ada seorang imam untuk setiap masa yang melanjutkan misi Rasulullah
Saw. Mereka adalah orang-orang yang terbaik pada masanya. Dalam hal ini,
Syiah (Imamiyah) meyakini bahwa Allah telah menetapkan garis imamah
sesudah Nabi Muhammad Saw. Pada orang-orang Suci dari dzuriyat-nya atau
keturunannya, yang berjumlah 12.

Adapun pengangkatannya, Syiah meyakini bahwa seorang imam


diangkat melalui nash atau pengangkatan yang jelas oleh Rasulullah Saw. Atau
oleh imam sebelumnya. Imam Ali ibn Abu Thalib, misalnya, Syiah meyakini
bahwa Nabi Saw. Telah mengangkat dan menetapkannya sebagai imam sesudah
beliau. Demikian pula Imam Hasan dan Husain, putra-putra ibn Ali. Keduanya
telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Dan kemudian dikukuhkan oleh Imam Ali

10
Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama Muktabar, (Jakarta,
Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012), Hlm.19-21.

11
ibn Abu Thalib dan kemudian oleh Imam Hasan ibn Ali.

Syiah meyakini bahwa imamah bukan sekedar jabatan politik atau


kekuasaan formal, tetapi sekaligus sebagai jabatan spiritual yang sangat tinggi.
Selain menyelenggarakan pemerintahan Islam, imam bertanggungjawab
membimbing umat manusia dalam urusan agama dan dunia mereka. Imam juga
bertanggung jawab memelihara syariat Nabi Muhammad Saw Dari kemungkinan
penyimpangan atau perubahan dan bertanggung jawab untuk terus
memperjuangkan tercapainya tujuan pengutusan Nabi Muhammad Saw.

Syiah meyakini bahwa seorang imam tidak membawa syariat baru.


Kewajibannya hanyalah menjaga agama Islam, memperkenalkan, mengajarkan,
menyampaikannya, dan membimbing manusia kepada ajaran-ajaran yang luhur.
Semua yang mereka sampaikan adalah apa-apa yang sebelumnya telah
disampaikan oleh Rasulullah Muhammad Saw.11

Syiah juga meyakini bahwa seorang imam wajib bersifat ma’shum,


terpelihara dari perbuatan dosa dan kesalahan, karena seorang yang tidak
maksum tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk diambil darinya prinsip-prinsip
agama maupun cabang-cabangnya.12 Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa
ucapan seorang imam maksum, perbuatan, dan persetujuannya, adalah hujjah
syar’iyyah, kebenaran agama, yang mesti dipatuhi.

d. Al-‘Adl (Kemahaadilan Tuhan)

Dalam prinsip al-‘adl (kemahaadilan Tuhan), Syiah meyakini bahwa


Allah Swt. maha adil. Dia tidak pernah dan tidak akan pernah berbuat zalim atau
berbuat sesuatu yang dianggap jelek oleh akal sehat kepada hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa manusia tidak terpaksa dalam perbuatan-
perbuatannya. Ia melakukannya atas pilihannya sendiri karena Allah telah
memberikannya kebebasan kepadanya dalam perbuatan-perbuatannya. Oleh
karena itu, manusia akan menerima konsekuensi dari perbuatan-perbuatannya.
Yang baik akan mendapatkan balasan kebaikan, sedangkan yang berbuat jahat

11
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep
Ajaran Dan Pemikiran, Hlm.83.
12
Tim Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama Muktabar, Hlm.
22-26

12
akan menanggung akibat perbuatannya.

e. Al-Ma’ad (hari akhir)

Dalam prinsip al-ma’ad (hari akhir), Syiah meyakini bahwa suatu hari
nanti seluruh umat manusia akan dibangkitkan dari kubur dan dilakukan hisab
atas perbuatan-perbuatan mereka di dunia. Yang berbuat baik akan mendapatkan
surga, sementara yang berbuat keburukan dimasukkan ke neraka. Syiah
meyakini bahwa tubuh dan jiwa atau ruh manusia bersama-sama akan
dibangkitkan di akhirat dan bersama-sama pula akan menempuh kehidupan baru,
sebab keduanya telah bersama-sama hidup di dunia, karena itu bersama-sama
pula harus menerima balasan yang setimpal, pahala atau hukuman. Syiah
meyakini bahwa pada hari kiamat nanti setiap orang akan menerima buku
catatan amalnya masing-masing.13 Orang shalih akan menerimanya dengan
tangan kanan, sementara orang fasik akan menerima dengan tangan kirinya.

Syiah meyakini bahwa di akhirat nanti akan ada timbangan amal dan
jembatan sirathal-mustaqim, yaitu jembatan yang terbentang di atas neraka, yang
akan dilalui oleh setiap orang. Akan tetapi, untuk dapat selamat dari timbangan
atau mampu melewati jalan yang amat berbahaya itu bergantung pada amal
perbuatan manusia itu sendiri. Syiah meyakini bahwa para nabi, imam maksum,
dan wali-wali Allah akan memberi syafaat kepada sebagian pendosa dengan izin
Allah, sebagai bagian dari pemberian maaf Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Akan tetapi, izin itu hanya diberikan kepada orang orang yang tidak memutus
hubungan dengan Allah dan para kekasih-Nya. Dengan demikian, syafaat tidak
berlaku mutlak, tetapi dengan syarat-syarat tertentu, yang ada hubungannya
dengan amal dan niat kita. Syiah meyakini bahwa di antara alam dunia dan alam
akhirat ada alam ketiga yang disebut dengan alam barzakh, yaitu alam di mana
ruh manusia bersemayam di sana sesudah kematian hingga datang Hari Kiamat.
Di alam itu, orang yang salih akan hidup nikmat, sedangkan orang yang kafir
dan atau bejat akan hidup sengsara.

13
Abdur Razak Dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), Hlm.89

13
PENUTUP

Syiah adalah sebuah mazhab yang pertama kali muncul dalam Islam. Syiah
bermula dari keturunan mengenai siapa yang paling layak menjadi pemimpin setelah
Rasulullah SAW wafat. Kelompok Syiah muncul setelah terjadinya pertikaian dan
peperangan antara Ali dan Muawiyah. Ada beberapa aliran atau sekte dalam Syiah, di
antaranya Saba'iyah, Ghurabiyah, dan Kaisaniyah. Beberapa kelompok Syiah ekstrim
bahkan menempatkan Ali pada derajat kenabian atau bahkan keTuhanan, kelompok
Syiah moderat hampir menyerupai kaum ahlussunnah wa al-jama'ah. Terdapat
perbedaan pemikiran antara aliran-aliran Syiah, namun mereka semua mengagumi Ali
sebagai pribadi dan kedudukan istimewa di sisi Rasulullah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish. 2007. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan Mungkinkah:


Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran. Tangerang: Lentera Hati.

Jovial Pally Taran, Abdul Manan, Pengantar konflik aliran Sunni dan Syi’ahdalam
sejarah Islam:Studi Deskriptif Analitis pada Kerajaan Utsmaniyah dan
safaliyah, Banda Aceh: Bandar Publishing, July 2020

M. Thabathaba’i, Islam Syi’ah: Asal Usul dan Perkembangannya (Jakarta:


Temprint, 1989).

M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam (Jakarta:


Pustaka Rizki Putra, 2009).

Slamet Untung, Melacak Historitas Syi’ah, Kontroversi Seputar Ahl al-Bayt Nabi
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009).

M. Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam (Jakarta: Logos, 1996).

Ihsan Ilahi Zhahier, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Gerakan Syi’ah,


(Bandung: Pt. Al-Ma’arif, 1985).

Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama Muktabar,
(Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012).

M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan Mungkinkah: Kajian Atas


Konsep Ajaran Dan Pemikiran.

Abdur Razak Dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006).

15

Anda mungkin juga menyukai