Dosen pengampu:
Oleh:
2022/2023
1
Artikel ini mengekplorasikan tentang sejarah Syi’ah dan Sunni pada Abad XI dan
perkembangannya Syiah dan Sunni adalah dua kelompok Muslim besar yang muncul
setelah wafatnya Nabi. Syiah menganggap bahwaAli bin Abi Thalib yang layak
menjadi khalifah (imam) sepeninggalnya. Alasannya karena Ali bin Abi Thalib adalah
ahl bayt beliau. Namun sebagai kelompok Muslim yang mendominasi, Sunni
mengklaim bahwa para sahabat Nabi Saw. berhak menjadi khalifah sejak kepergian
Nabi. Karena Nabi sendiri tidak memberikan pesan untuk para Sahabat tentang siapa
yang akan menjadi khalifah sepeninggalnya. Fakta inilah yang menimbulkan
perselisihan pada kekhalifahan antara dua kelompok Muslim.
Pendahuluan
Konflik Syiah dan Sunni adalah konflik yang didasarkan pada motif
kekuasaan, bukan motif agama. Persaingan ini diwakili oleh rezim keturunan Bani
Umayyah dan keturunan Hasyim yang memperoleh kekuasaan setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Namun, untuk melegitimasi dan meraih simpati, kedua belah pihak telah
berkonflik politik dalam isu agama. Dengan keragaman rekayasa, muncul persoalan
penyimpangan dari pandangan keimanan. Kedua belah pihak menganggap keyakinan
dan praktik syariah pendukung pihak lain itu menyimpang. Isu distorsi pun dibuat,
seperti kerasulan Imam Ali, partai yang berhak menggantikan kepemimpinan Nabi
Muhammad, dan lain-lain. Isu penting yang diangkat kaum Syi'ah dalam kaitannya
dengan mazhab Sunni adalah legitimasi kekuasaan para pendahulu mereka, seperti
Abu Bakar, Umar dan Usman. Sebagian mazhab Syiah menganggap kekuasaan yang
diperoleh ketiga khalifah itu haram, karena merampas wasiat yang seharusnya
diterima oleh Imam Ali.
Syiah adalah kelompok Arab yang mendukung Imam Ali. Sementara itu,
Sunni menunjuk kelompok Arab yang mendukung Muawiyah dalam perebutan
kekuasaan. Ketika Imam Ali berkuasa, pusat kekuasaan dipindahkan ke Basra, yang
berada di Madinah pada masa kekhalifahan sebelumnya. Ketika Muawiyah berkuasa,
setelah berhasil menumbangkan Hasan bin Ali, ibu kota kerajaan dipindahkan ke
Damaskus. Pemindahan ibu kota oleh Imam Ali ke Basra tidak lepas dari kekuatan
2
strategi. Basrah adalah basis kekuatan Ali, karena dia adalah gubernur di sana selama
kekhalifahan Utsman. Untuk membangun banteng kekuasaannya, Ali menjadikan
Basra sebagai tempat menjalankan kekuasaan. Pemindahan ibu kota oleh Muawiyah
ke Damaskus juga karena pertimbangan kekuasaan. Dahulu, pada masa pemerintahan
Usman, Muawiyah merupakan gubernur Damaskus yang kekuasaannya cukup kuat di
sana. Maka, ketika kekuasaan tertinggi (kekhalifahan) sudah di tangan, Damaskus
dijadikan benteng kekuasaan.
Isu saling menyudutkan antara pengikut Ali dan Muawiyah bukan lagi di
tataran politik. Ada beberapa pengikut Sunni yang mengasosiasikan legitimasi Syiah
dengan orang tua Imam Ali, Abu Thalib. Untuk menyudutkan kaum Syiah, isu
kemusyrikan Abu Thalib dihembuskan, tidak menyatakan keimanannya pada
kerasulan Muhammad. Mereka meyakini bahwa perlindungan fisik yang diberikan
Abu Thalib Muhammad dari gangguan kaum Quraisy yang mengingkari kerasulannya
lebih kepada sisi kemanusiaannya, bukan terkait dengan keimanannya. Maraknya isu
Abu Thalib sebagai orang yang tidak mengimani kerasulan Muhammad hanyalah batu
loncatan untuk menciptakan eksistensi kelompok Syiah yang berpihak pada Ali.
Sasaran isu ini adalah bapak kelompok Syiah adalah orang yang lahir dari kelompok
yang tidak meyakini kebenaran kerasulan Muhammad. Melalui penalaran ini,
kesimpulan yang ingin dibuat adalah penegasan secara tidak langsung bahwa Syi'ah
berasal dari orang-orang yang nenek moyangnya tidak beriman.
Pembahasan
A. Pengertian Syi’ah dan Sunni
1
M. Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran Dan
Pemikiran, (Tangerang: Lentera Hati. 2007), 11.
3
menolak Imam dari Imam Syiah. Bentuk tunggal dari Syiahadalah Syi'i (Bahasa
Arab: )شيعيmenunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali.2
Selain disebut Sunni, golongan ini juga dikenal dengan sebutan ahl al-
hadits wa al-sunnah (kelompok yang berpegang pada hadits dan sunnah), ahl al-
haqq wa al-sunnah (kelompok yang berpegang pada kebenaran dan sunnah) dan
sebagaimana dikutip Harun Nasution, ahl al-haqq wa al-di wa al-jama'ah
(kelompok yang berpegang pada kebenaran, agama dan jama’ah).5
2
Oki Setiana Dewi, “Syiah: Dari kemunculannya Hingga Perkembangannya di Indonesia,” Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol.12 (2016): 218, https://doi.org/doi.org/10.21009/JSQ.012.2.06.
3
Ahmad Atabik, “Melacak Historitas Syi’ah,” STAIN Kudus Vol. 3 (2015): 328,
http://dx.doi.org/10.21043/fikrah.v3i2.1800.
4
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam jilid V,(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 521
5
Muhammad Iqbal, “Akar Tradisi Politik Sunni Di Indonesia Pada Masa Kerajaan Islam Di Nusantara”, Islamica,
1, (September 2011), 2.
4
menanamkan benih ke-Syiahan kepada umat Islam. 2) Syiah baru muncul pasca
wafatnya Rasulullah dengan mendukung Ali sebagai khalifah, teori ini didukung
oleh Ibnu Khaldun, Ahmad Amin, Hasan Ibrahim, dan al-Ya’qubi. 3) Syiah
terbentuk pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, teori ini didukung oleh Ibnu
Hazm. 4) Syiah terbentuk pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, teori ini
didukung oleh Naubakhti dalam kitab Firaq al-Syi’ah dan Ibnu Nadhim dalam
kitab al-Fihrist. 5) Syiah terbentuk pada peristiwa Karbala, teori ini didukung
oleh Kamil Musthafa al-Syaibi dalam kitab al-Silah.6
6
Oki, “Syiah: Dari kemunculannya, 220-221.
7
Thoriq Aziz Jayana , “Studi Syiah: dalam Tinjauan Historis, Teologis, Hingga Analisis Materi Kesyiahan di
Perguruan Tinggi Islam,” Vol. 16 No. 1 (2022), 93.
5
kepemimpinan Ali, serta berdasarkan pada hadits-hadits sebagai tanda yang jelas
penunjukan Ali.bin Abi Thalib sebagai penerus kepemimpinan Nabi menurut
hadits al-Indzar; hadits al-manzilah; hadits ats-tsaqalain; hadits ghadir khum; dan
lain-lain.8
Selain itu, jika dilihat dari sejarahnya, ajaran Syiah dimulai dengan
sebutan yang ditujukan kepada para pengikut Ali yang merupakan pemimpin
pertama Ahl al-Bayt pada masa Nabi sendiri. Peristiwa kemunculan Islam dan
perkembangan selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun kenabian, telah
melahirkan berbagai kondisi yang mengharuskan munculnya kelompok-
kelompok seperti Syi'ah di kalangan sahabat Nabi. Penyebab permasalahan umat
Islam termasuk munculnya gerakan Syiah bermula dari ketidaksepakatan mereka
tentang siapa pemimpin yang paling layak setelah Nabi Muhammad. mati. Sebab,
sebelum wafat, Nabi belum memutuskan siapa yang akan menggantikannya
sebagai pemimpin umat dan negara.10
8
Ibid.
9
Ibid, 94.
10
Allamah M.H Thabathaba’i, Islam Syiah Asal Usul dan Prkembangannya, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
1989), 37.
6
Muhajirin, di antaranya bangsa Arab tidak akan tunduk kecuali kepada kaum
Muhajirin, bahkan Allah dalam al-Qur'an lebih mengutamakan hijrah di atas
kaum Ansar.11
Setelah Abu Bakar wafat, kekhalifahan dipegang oleh Umar bin Khatab,
banyak wilayah yang dapat dikuasai pada masa Umar. Setelah Umar bin Khattab
terbunuh, Utsman didapuk menjadi khalifah. Pada masa Utsman, Bani Umayyah
diuntungkan. Utsman merasa Bani Umayyah benar-benar tulus dan membantunya
dengan jujur. Kemudian Utsman mengangkat banyak pembantu dari Bani
Umayyah. Umat Islam melihat bahwa Utsman mengambil jalan yang berbeda
yang diikuti oleh dua khalifah sebelumnya. Timbul ketidakpuasan terhadap
kepemimpinan Utsman hingga akhirnya Utsman tewas.13
11
Ahmad Atabik, “Melacak Historitas, 330.
12
Ibid, 331.
13
Ibid.
7
Majelis tahkim ini bahkan tidak berujung pada rekonsiliasi antara kedua
belah pihak, tetapi telah melahirkan fraksi-fraksi di kalangan umat Islam menjadi
tiga (3) kelompok:
1. Kelompok Syiah, yaitu kelompok yang memihak Ali dan kerabatnya serta
meyakini bahwa Ali dan keturunannya berhak menjadi khalifah.
2. Golongan Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan Muawiyah,
menganggap pengadilan tersebut melanggar prinsip-prinsip agama.
3. Sunni adalah kelompok mayoritas dalam politik Islam. Keberadaannya
dimulai sejak akhir pemerintahan al-Khulafa' al-Rasyidun.15
14
Ibid.
15
Ibid.
16
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam jilid V,(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 521
8
dasar suatu negara, yaitu wilayah (Madinah dan sekitarnya), masyarakat (yang
terdiri dari umat Islam muhajirin dan anshor sebuah, rakyat Yahudi dan Kristen
dan non-Muslim lainnya), pemerintah (Nabi sebagai kepala negara) dan konstitusi
atau hukum dasar (Piagam Madinah).17
17
Ibid.
18
Ibid.
9
dan non-Muslim lainnya), pemerintah (Nabi sebagai kepala negara) dan konstitusi
atau hukum dasar (Piagam Madinah).19
Pada awal abad ke-11, reaksi Sunni melawan dominasi penguasa Syiah
mulai terlihat. Satu abad sebelumnya, dinasti Fathimiyah yang beraliran Syiah
Ismailiyah (909—1171) muncul sebagai tandingan kekhalifahan Abbasiyah.
Fathimiyah mendirikan negara di Afrika Utara yang berpusat di Mesir, dan
memperluas kekuasaan ke beberapa wilayah seperti Sisilia, kedua sisi Laut Merah
(termasuk Makkah dan Madinah), dan Suriah selatan (termasuk Yerusalem dan
Damsyik). Kekuatan Syiah lain pada abad ke-10 adalah dinasti Buwaihi yang
beraliran Syiah Dua Belas Imam (934—1062), penguasa banyak kota penting di
Irak dan Iran barat daya. Buwaihi bahkan menginvasi Baghdad di 945 dan
mengontrol khalifah Abbasiyah. Dinasti Syiah lain pada waktu itu adalah dinasti
Hamdani, yang mengontrol Anatolia tenggara serta bagian utara Suriah dan Irak.
Sementara itu, Oaramitah, satu entitas politik Syiah, memerintah Bahrain dan
bagian timur Jazirah Arab.20 Dari abad ke-11 hingga abad ke-15 Syiah terus
berkembang seperti pada abad ke-10. Banyak raja dan penguasa Syiah muncul di
berbagai belahan dunia Islam dan menyebarkan aliran Syiah.21
19
Ibid.
20
Ahmet T. Kuru, Islam, Otoritarianisme dan Ketertinggalan, (Jakarta: PT Gramedia, 2020), 167.
21
Thabathaba’i, Islam Syiah, 68.
10
Imam Ibnu Katsir “Dia (Abu Thahir) telah melakukan ilhad (kekufuran) di
Masjidil Haram, yang tidak pernah dilakukan oleh orang sebelumnya dan orang
sesudahnya.” Secara keseluruhan, masa pemerintahan Fatimiyah adalah
penderitaan bagi Ahlussunnah, mereka melakukan penganiayaan dan memaksa
Ahlussunah untuk menganut keyakinan kufur Ismailiyah. Ribuan Ahlussunnah
dibunuh lantaran mereka menolak untuk menghina para sahabat Nabi Saw.
Puncaknya terjadi pada masa khalifah Fatimiyah, al-Hakim bi Amrillah (996-
1021 M), ia menyiksa orang-orang selain dari Syiah Ismailiyah termasuk juga
orang-orang Yahudi dan Kristen. Semua gereja dan sinagog di Jerusalem
dihancurkan atau minimal ditutup, sampai-sampai orang-orang Yahudi dan
Kristen harus berpura-pura menganut agama Syiah Ismailiyah. Ia memerintahkan
penghancuran makam suci bagi umat Kristen Buah dari perbuatannya ini adalah
pecahnya Perang Salib. Sehingga kita bisa menggaris bawahi bahwa Perang Salib
bukanlah dipicu oleh Islam dan umat Islam, hal itu disebabkan oleh tingkah laku
al-Hakim bi Amrillah dan doktrin Syiah Ismailiyahnya, terlebih dia juga termasuk
imam dalam ajaran Syiah Ismailiyah bahkan dia mengklaim bahwa dirinya adalah
penjelmaan Allah. 23
Adapun Perbedaan yang paling mendasar antara Islam Syiah dan Sunni
terletak pada masalah kekhalifahan (imamah). Bagi kaum Syiah imam adalah
masalah penting dan berprinsip, karena merupakan bagian dari akidah yang
memiliki kedudukan sentral dan perwujudan lutf (anugerah) kepada makhluk-Nya
sebagai Nabi. Adapun Prinsip-prinsip dalam keyakinan Syi'ah adalah: Tauhid,
Nubuwah, keadilan ilahi, imamah dan hari kebangkitan. Sedangkan dalam Islam
Pernyataan Sunni tentang Imamah (Khilafah) tidak sepenuhnya ditolak, tetapi
bukan merupakan prinsip utama dalam agama.24
22
Nuraini H. A.Manan, “Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian Pembentukan dan Perkembangan nya”,
Adabiya, 2, (Agustus, 2017).129.
23
Ibid, 130.
24
Zainal Abidin, “Syi’ah dan Sunni Dalam Perspektif Pemikiran Islam”, Hunafa, 2,(Juni, 2006)
11
Sedangkan di kalangan Sunni, tidak ada ajaran seperti yang dipahami oleh
Syi'ah. Menurut Sunni, Imamah bukanlah wahyu ilahi dan tidak ditetapkan oleh
rasul-Nya, melainkan diserahkan kepada umat untuk memilih siapa yang menurut
mereka layak sesuai dengan situasi dan kondisi dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Oleh karena itu, jabatan imam meskipun pada dasarnya mengurus
masalah agama, dalam beberapa hal bersifat keduniaan. Oleh karena itu, dalam
pengangkatan imam diserahkan kepada umat banyak untuk didiskusikan.26
D. Penutup
Kesimpulan
Sejarah peristiwa Tahkim yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib bukannya menyelesaikan masalah namun malah menimbulkan
perpecahan dan melahirkan fraksi-fraksi di kalangan umat Islam menjadi tiga (3)
kelompok:
a. Kelompok Syiah, yaitu kelompok yang memihak Ali dan kerabatnya serta
meyakini bahwa Ali dan keturunannya berhak menjadi khalifah.
b. Golongan Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan Muawiyah,
menganggap pengadilan tersebut melanggar prinsip-prinsip agama.
c. Sunni adalah kelompok mayoritas dalam politik Islam. Keberadaannya
dimulai sejak akhir pemerintahan al-Khulafa' al-Rasyidun.
Pada abad ke-11 hingga abad ke-15 Syiah terus berkembang seperti pada
abad ke-10. Banyak raja dan penguasa Syiah muncul di berbagai belahan dunia
Islam dan menyebarkan aliran Syiah. Adapun sebaliknya,pada masa itu orang-
orang Sunni dilarang memasuki Kota Jerusalem. Dalam perspektif Islam, justru
Fatimiyah tidak menerapkan sistem yang longgar bagi orang-orang Sunni atau
25
Ibid.
26
Ibid.
12
Daftar Pustaka
Abidin. Zainal “Syi’ah dan Sunni Dalam Perspektif Pemikiran Islam”, Hunafa,
2,(Juni, 2006)
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam jilid V,(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997)
Dewi, Oki Setiana. “Syiah: Dari kemunculannya Hingga Perkembangannya di
Indonesia,” Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Vol.12 (2016): 218, https://doi.org/doi.org/10.21009/JSQ.012.2.06.
Iqbal, Muhammad. “Akar Tradisi Politik Sunni Di Indonesia Pada Masa Kerajaan
Islam Di Nusantara”, Islamica, 1, (September 2011)
Jayana, Thoriq Aziz. “Studi Syiah: dalam Tinjauan Historis, Teologis, Hingga
Analisis Materi Kesyiahan di Perguruan Tinggi Islam,” Vol. 16 No. 1
(2022)