Anda di halaman 1dari 13

Perkembangan Shi`ah dan Sunnisme Pada Abad XI

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah

Sejarah Peradaban Islam

Dosen pengampu:

Dr. H. Agus Aditoni, M. Ag.

Oleh:

Risa Pramita Wilda Fitria (02040122017)

Nining Rizqi Kurniawati (02040122015)

PROGRAM STUDI ISLAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022/2023
1

Perkembangan Shi`ah dan Sunnisme Pada Abad XI

Risa Pramita W.F, Nining Rizqi K.


Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Abstract

Artikel ini mengekplorasikan tentang sejarah Syi’ah dan Sunni pada Abad XI dan
perkembangannya Syiah dan Sunni adalah dua kelompok Muslim besar yang muncul
setelah wafatnya Nabi. Syiah menganggap bahwaAli bin Abi Thalib yang layak
menjadi khalifah (imam) sepeninggalnya. Alasannya karena Ali bin Abi Thalib adalah
ahl bayt beliau. Namun sebagai kelompok Muslim yang mendominasi, Sunni
mengklaim bahwa para sahabat Nabi Saw. berhak menjadi khalifah sejak kepergian
Nabi. Karena Nabi sendiri tidak memberikan pesan untuk para Sahabat tentang siapa
yang akan menjadi khalifah sepeninggalnya. Fakta inilah yang menimbulkan
perselisihan pada kekhalifahan antara dua kelompok Muslim.

Keyword: Syi’ah, Sunni, Imamah

Pendahuluan

Konflik Syiah dan Sunni adalah konflik yang didasarkan pada motif
kekuasaan, bukan motif agama. Persaingan ini diwakili oleh rezim keturunan Bani
Umayyah dan keturunan Hasyim yang memperoleh kekuasaan setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Namun, untuk melegitimasi dan meraih simpati, kedua belah pihak telah
berkonflik politik dalam isu agama. Dengan keragaman rekayasa, muncul persoalan
penyimpangan dari pandangan keimanan. Kedua belah pihak menganggap keyakinan
dan praktik syariah pendukung pihak lain itu menyimpang. Isu distorsi pun dibuat,
seperti kerasulan Imam Ali, partai yang berhak menggantikan kepemimpinan Nabi
Muhammad, dan lain-lain. Isu penting yang diangkat kaum Syi'ah dalam kaitannya
dengan mazhab Sunni adalah legitimasi kekuasaan para pendahulu mereka, seperti
Abu Bakar, Umar dan Usman. Sebagian mazhab Syiah menganggap kekuasaan yang
diperoleh ketiga khalifah itu haram, karena merampas wasiat yang seharusnya
diterima oleh Imam Ali.
Syiah adalah kelompok Arab yang mendukung Imam Ali. Sementara itu,
Sunni menunjuk kelompok Arab yang mendukung Muawiyah dalam perebutan
kekuasaan. Ketika Imam Ali berkuasa, pusat kekuasaan dipindahkan ke Basra, yang
berada di Madinah pada masa kekhalifahan sebelumnya. Ketika Muawiyah berkuasa,
setelah berhasil menumbangkan Hasan bin Ali, ibu kota kerajaan dipindahkan ke
Damaskus. Pemindahan ibu kota oleh Imam Ali ke Basra tidak lepas dari kekuatan
2

strategi. Basrah adalah basis kekuatan Ali, karena dia adalah gubernur di sana selama
kekhalifahan Utsman. Untuk membangun banteng kekuasaannya, Ali menjadikan
Basra sebagai tempat menjalankan kekuasaan. Pemindahan ibu kota oleh Muawiyah
ke Damaskus juga karena pertimbangan kekuasaan. Dahulu, pada masa pemerintahan
Usman, Muawiyah merupakan gubernur Damaskus yang kekuasaannya cukup kuat di
sana. Maka, ketika kekuasaan tertinggi (kekhalifahan) sudah di tangan, Damaskus
dijadikan benteng kekuasaan.
Isu saling menyudutkan antara pengikut Ali dan Muawiyah bukan lagi di
tataran politik. Ada beberapa pengikut Sunni yang mengasosiasikan legitimasi Syiah
dengan orang tua Imam Ali, Abu Thalib. Untuk menyudutkan kaum Syiah, isu
kemusyrikan Abu Thalib dihembuskan, tidak menyatakan keimanannya pada
kerasulan Muhammad. Mereka meyakini bahwa perlindungan fisik yang diberikan
Abu Thalib Muhammad dari gangguan kaum Quraisy yang mengingkari kerasulannya
lebih kepada sisi kemanusiaannya, bukan terkait dengan keimanannya. Maraknya isu
Abu Thalib sebagai orang yang tidak mengimani kerasulan Muhammad hanyalah batu
loncatan untuk menciptakan eksistensi kelompok Syiah yang berpihak pada Ali.
Sasaran isu ini adalah bapak kelompok Syiah adalah orang yang lahir dari kelompok
yang tidak meyakini kebenaran kerasulan Muhammad. Melalui penalaran ini,
kesimpulan yang ingin dibuat adalah penegasan secara tidak langsung bahwa Syi'ah
berasal dari orang-orang yang nenek moyangnya tidak beriman.

Pembahasan
A. Pengertian Syi’ah dan Sunni

Syiah secara etimologi berarti pengikut, pecinta, pembela, yang


ditujukan kepada ide, individu atau kelompok tertentu. Syiah dalam arti kata
lain dapat disandingkan juga dengan kata tasyaiyu’ yang berarti
patuh/menaati secara agama dan mengangkat kepada orang yang ditaati itu
dengan penuh keikhlasan tanpa keraguan.1 Syiah dalam Bahasa Arab: ‫ شيعة‬dan
Bahasa Persia: ‫ شيعه‬ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Syiah
menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni

1
M. Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran Dan
Pemikiran, (Tangerang: Lentera Hati. 2007), 11.
3

menolak Imam dari Imam Syiah. Bentuk tunggal dari Syiahadalah Syi'i (Bahasa
Arab: ‫ )شيعي‬menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali.2

Adapun Syiah secara terminologi memiliki banyak pengertian. Jika


ditinjau dari segi sejarah maka yang dimaksud dengan Syiah adalah kelompok
yang mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abu Tholib dan keturunannya
(ahlul ba’it).3 Sejarah Syi’ah dan Sunni bermula ketika ricuhnya perpolitikan
yang mengatas namakn Islam. Nabi Muhammad Saw wafat sebelum menunjuk
penggantinya. Karena itu, terjadilah konflik tentang siapa yang tepat untuk
menggantikannya sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik ulur selama dua
hari hingga pemakaman jenazah Nabi sempat tertunda Muhammad, Abu Bakar
as-Siddiq diangkat sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa
kalangan. Bahkan, mereka yang mengklaim Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi
khalifah akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dan membentuk golongan
sendiri, yaitu Syiah. Sedangkan kelompok yang lebih umum, kemudian disebut
Sunni.4

Selain disebut Sunni, golongan ini juga dikenal dengan sebutan ahl al-
hadits wa al-sunnah (kelompok yang berpegang pada hadits dan sunnah), ahl al-
haqq wa al-sunnah (kelompok yang berpegang pada kebenaran dan sunnah) dan
sebagaimana dikutip Harun Nasution, ahl al-haqq wa al-di wa al-jama'ah
(kelompok yang berpegang pada kebenaran, agama dan jama’ah).5

B. Sejarah Kemunculan Syiah dan Sunni

Dalam menjelaskan sejarah kemunculan Syiah, tentunya banyak sekali


teori-teori yang menjelasakan mengenai kemunculan Syiah pertama kali. Seperti
dikutip dalam jurnal yang ditulis oleh Oki Setiana Dewi, dijelaskan bahwa
setidaknya ada lima teori yang menjelaskan kemunculan Syiah pertama kali. 1)
Syiah sudah ada sejak masa kehidupan Rasulullah, bahkan beliau lah yang

2
Oki Setiana Dewi, “Syiah: Dari kemunculannya Hingga Perkembangannya di Indonesia,” Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol.12 (2016): 218, https://doi.org/doi.org/10.21009/JSQ.012.2.06.
3
Ahmad Atabik, “Melacak Historitas Syi’ah,” STAIN Kudus Vol. 3 (2015): 328,
http://dx.doi.org/10.21043/fikrah.v3i2.1800.
4
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam jilid V,(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 521
5
Muhammad Iqbal, “Akar Tradisi Politik Sunni Di Indonesia Pada Masa Kerajaan Islam Di Nusantara”, Islamica,
1, (September 2011), 2.
4

menanamkan benih ke-Syiahan kepada umat Islam. 2) Syiah baru muncul pasca
wafatnya Rasulullah dengan mendukung Ali sebagai khalifah, teori ini didukung
oleh Ibnu Khaldun, Ahmad Amin, Hasan Ibrahim, dan al-Ya’qubi. 3) Syiah
terbentuk pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, teori ini didukung oleh Ibnu
Hazm. 4) Syiah terbentuk pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, teori ini
didukung oleh Naubakhti dalam kitab Firaq al-Syi’ah dan Ibnu Nadhim dalam
kitab al-Fihrist. 5) Syiah terbentuk pada peristiwa Karbala, teori ini didukung
oleh Kamil Musthafa al-Syaibi dalam kitab al-Silah.6

Terkait persoalan ini, Baqir Sadr berpendapat bahwasannya perlu


dibedakan antara kemunculan Syiah sebagai doktrin ajaran dan Syiah sebagai
kelompok. Sebagai sebuah doktrin, Syiah telah ada sejak zaman Nabi, Syiah
merupakan akibat langsung dari rumusan gerakan dakwah dengan tujuan untuk
mempertahankan misi suci yang diperjuangkan oleh Nabi dan dilanjutkan oleh
para ahlubait. Sedangkan Syiah sebagai kelompok/komunitas muncul setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai dampak dari perbedaan ideologi
kepemimpinan dengan mendukung Ali sebagai orang yang paling berwibawa
untuk melanjutkan kepemimpinan umat Islam.7

Dalam catatan Sirah Nabawiyah, di hari wafatnya Baginda, sebelum


jenazah Rasulullah selesai, beberapa sahabat senior memilih mendatangi Tsaqifah
Bani Saidah untuk membicarakan pemilihan khilafah pengganti Rasulullah. Di
antaranya, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abu Ubaidah, Mughirah bin Syu'bah,
Abdur Rahman bin Auf, dan Abu Hudzaifah. di mana hasil musyawarah tersebut,
setelah melalui pembahasan yang panjang, akhirnya mengangkat Abu Bakar
sebagai khalifah kaum muslimin. Adapun Ali dan para pengikutnya, awalnya
enggan untuk berbaiat kepada Abu Bakar, tetapi pada akhirnya mereka harus
melakukan hal tersebut, untuk menghindari perpecahan di golongan umat
Muslim. Pengikut Ali kemudian disebut sebagai Syiah. Mereka memiliki loyalitas
yang begitu besar kepada Ali dan kaum Nabi, karena mereka memandang Ali
lebih berhak menjadi khalifah dibandingkan para sahabat lainnya, seperti
kedekatan/kekerabatan Ali dengan Nabi dan wasiat Nabi mengenai

6
Oki, “Syiah: Dari kemunculannya, 220-221.
7
Thoriq Aziz Jayana , “Studi Syiah: dalam Tinjauan Historis, Teologis, Hingga Analisis Materi Kesyiahan di
Perguruan Tinggi Islam,” Vol. 16 No. 1 (2022), 93.
5

kepemimpinan Ali, serta berdasarkan pada hadits-hadits sebagai tanda yang jelas
penunjukan Ali.bin Abi Thalib sebagai penerus kepemimpinan Nabi menurut
hadits al-Indzar; hadits al-manzilah; hadits ats-tsaqalain; hadits ghadir khum; dan
lain-lain.8

Menurut Abu Zahrah, Syiah sebagai gerakan politik progresif muncul


ketika terjadi perselisihan antara Ali dan Muawiyah dalam Perang Shiffin yang
berakhir dengan tahkim (arbitrase). Propaganda politik yang dimainkan
Muawiyah merugikan Ali dan para pengikutnya. Ali dibunuh oleh Ibnu Muljam,
dan keturunannya dibunuh oleh Bani Umayyah. Sehingga rasa cinta dan simpati
para pendukung Ali terhadap para ahlubait semakin dalam. Dari situ, nama Syiah
menjadi gerakan politik yang setia mendukung Ali dan keturunannya sebagai
penerus kepemimpinan Nabi Muhammad.9

Selain itu, jika dilihat dari sejarahnya, ajaran Syiah dimulai dengan
sebutan yang ditujukan kepada para pengikut Ali yang merupakan pemimpin
pertama Ahl al-Bayt pada masa Nabi sendiri. Peristiwa kemunculan Islam dan
perkembangan selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun kenabian, telah
melahirkan berbagai kondisi yang mengharuskan munculnya kelompok-
kelompok seperti Syi'ah di kalangan sahabat Nabi. Penyebab permasalahan umat
Islam termasuk munculnya gerakan Syiah bermula dari ketidaksepakatan mereka
tentang siapa pemimpin yang paling layak setelah Nabi Muhammad. mati. Sebab,
sebelum wafat, Nabi belum memutuskan siapa yang akan menggantikannya
sebagai pemimpin umat dan negara.10

Sedangkan umat Islam sepeninggal Nabi merasa perlu adanya khalifah


yang dapat mengikat umat Islam dalam ikatan persatuan. Sebelum penguburan,
kaum Ansar berkumpul di Bani Sa'idah. Mereka menganggap golongan Ansar
yang paling cocok untuk menggantikan Nabi, lalu menawarkan Sa'ad bin Ubadah
sebagai pemimpin. Pada saat yang sama, Umar mengundang Abu Bakar dan Abu
Ubaidah bin Jarrah. Mereka bertiga berangkat ke pertemuan Ansar. Di hadapan
kaum Ansar, Abu Bakar berpidato tentang keistimewaan kaum Ansar dan kaum

8
Ibid.
9
Ibid, 94.
10
Allamah M.H Thabathaba’i, Islam Syiah Asal Usul dan Prkembangannya, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
1989), 37.
6

Muhajirin, di antaranya bangsa Arab tidak akan tunduk kecuali kepada kaum
Muhajirin, bahkan Allah dalam al-Qur'an lebih mengutamakan hijrah di atas
kaum Ansar.11

Usai perdebatan masalah pemimpin, kedua belah pihak memilih Abu


Bakar menjadi pemimpin mereka secara aklamasi. Maka perselisihan itu hilang
dan umat Islam bersatu kembali. Masalah kemudian muncul ketika Ali tidak hadir
di persidangan. Setelah mendengar inisiasi Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib merasa
tidak puas. Kemudian orang-orang yang menjadi pengikut Ali, Abu Bakar dan
Umar menjadikan Ali sebagai khalifah. Ada pendapat bahwa keluarga Nabilah
yang berhak memegang kekhalifahan, dan Alilah yang paling berhak. Karena dia
sedang menunggu Nabi, orang yang paling berjihad, paling berilmu, keluarganya
terutama keluarga Arab. Namun, Ali akhirnya ikut setia pada Abu Bakar setelah
beberapa waktu berlalu.12

Setelah Abu Bakar wafat, kekhalifahan dipegang oleh Umar bin Khatab,
banyak wilayah yang dapat dikuasai pada masa Umar. Setelah Umar bin Khattab
terbunuh, Utsman didapuk menjadi khalifah. Pada masa Utsman, Bani Umayyah
diuntungkan. Utsman merasa Bani Umayyah benar-benar tulus dan membantunya
dengan jujur. Kemudian Utsman mengangkat banyak pembantu dari Bani
Umayyah. Umat Islam melihat bahwa Utsman mengambil jalan yang berbeda
yang diikuti oleh dua khalifah sebelumnya. Timbul ketidakpuasan terhadap
kepemimpinan Utsman hingga akhirnya Utsman tewas.13

Sayyidina Ali akhirnya diterima oleh mayoritas umat Islam termasuk


mayoritas Muhajirin. Namun beberapa sahabat Nabi yang menolak bai'at kepada
Ali yaitu Zubair dan Thalhah dengan persetujuan Aisyah, keduanya menentang
Ali dan pecah perang Jamal antara pasukan Ali melawan pasukan Aisyah, Zubair
dan Thalhah tewas dalam perang tersebut. Di sisi lain, Muawiyah dari keluarga
Bani Umayyah yang menjadi Gubernur Syam mendesak Ali mengusut tuntas dan
menghukum orang-orang yang membunuh Utsman. Karena ketidakpuasan Bani
Umayyah, Muawiyah memberontak melawan Khalifah Ali. Ada pertempuran di
lembah Shiffin. Setelah dipukul mundur sedikit, dan pasukan Ali hampir

11
Ahmad Atabik, “Melacak Historitas, 330.
12
Ibid, 331.
13
Ibid.
7

memenangkan pertempuran, Muawiyah memerintahkan salah satu prajuritnya


untuk mengangkat mushaf dengan tombak tinggi, sebagai tanda menyerah dan
memohon perdamaian. Sebagian pasukan Ali tidak puas dengan keputusan damai
(tahkim), karena merasa pasukan Ali hampir menghancurkan pasukan
pemberontak.14

Majelis tahkim ini bahkan tidak berujung pada rekonsiliasi antara kedua
belah pihak, tetapi telah melahirkan fraksi-fraksi di kalangan umat Islam menjadi
tiga (3) kelompok:

1. Kelompok Syiah, yaitu kelompok yang memihak Ali dan kerabatnya serta
meyakini bahwa Ali dan keturunannya berhak menjadi khalifah.
2. Golongan Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan Muawiyah,
menganggap pengadilan tersebut melanggar prinsip-prinsip agama.
3. Sunni adalah kelompok mayoritas dalam politik Islam. Keberadaannya
dimulai sejak akhir pemerintahan al-Khulafa' al-Rasyidun.15

Sejarah Sunni bermula ketika ricuhnya perpolitikan yang mengatas


namakn Islam. Nabi Muhammad Saw wafat sebelum menunjuk penggantinya.
Karena itu, terjadilah konflik tentang siapa yang tepat untuk menggantikannya
sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik ulur selama dua hari hingga
pemakaman jenazah Nabi sempat tertunda Muhammad, Abu Bakar as-Siddiq
diangkat sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa kalangan.
Bahkan, mereka yang mengklaim Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi khalifah
akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dan membentuk golongan sendiri,
yaitu Syiah. Sedangkan kelompok yang lebih umum, kemudian disebut Sunni.16
Istilah Sunni lebih dikenal penggunaannya dalam konteks politik dan
untuk membedakannya dari kelompok politik lain dalam Islam, seperti Syiah dan
Khawarij. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, masalah pertama yang muncul
pada tubuh Muslim adalah tentang suksesi kepemimpinan dari Nabi Muhammad
saw. Dalam karir kenabiannya selama 23 tahun Nabi saw. berhasil membangun
negara dalam artian sebenarnya di Madinah pada tahun ke-13 kerasulannya. Hal
ini penting untuk diperhatikan karena Negara Madinah sudah memiliki syarat

14
Ibid.
15
Ibid.
16
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam jilid V,(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 521
8

dasar suatu negara, yaitu wilayah (Madinah dan sekitarnya), masyarakat (yang
terdiri dari umat Islam muhajirin dan anshor sebuah, rakyat Yahudi dan Kristen
dan non-Muslim lainnya), pemerintah (Nabi sebagai kepala negara) dan konstitusi
atau hukum dasar (Piagam Madinah).17

Kelompok ini dibagi menjadi empat madzhab yang berbeda. Sebagai


catatan, empat madzhab tersebut tidak menunjukkan adanya perpecahan.
Perbedaan antara empat madzhab hanya terletak pada masalah yang "abu-abu",
tidak dijelaskan secara gamblang oleh Al-Quran atau hadis seiring dengan
kemajuan zaman dan kompleksitas kehidupan Muslim. Empat Imam utama Sunni
yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin
Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalam menyelesaikan
masalah yang bersifat “abu-abu”tersebut..18

Menurut Bisri Mustafa, sebagaimana dikutip Zamakhsyari Dhofier, Sunni


atau ahl al-sunnah wa al-jamâ‘ah adalah paham yang berpegang teguh pada: 1)
tradisi salah satu mazhab dari empat madzhab di bidang fikih (yakni Hanafi,
Maliki, Syafi'i, dan Hanbali); 2) ajaran Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu
Manshur al-Maturidi di bidang teologi; dan 3) ajaran al-Junaid dan al-Ghazali
dalam bidang tasawuf. Selain itu bisa menambahkan bahwa dalam bidang politik,
Sunni menganut doktrin pemikiran kelompok mayoritas diwakili antara lain oleh
Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah.

Istilah Sunni lebih dikenal penggunaannya dalam konteks politik dan


untuk membedakannya dari kelompok politik lain dalam Islam, seperti Syiah dan
Khawarij. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, masalah pertama yang muncul
pada tubuh Muslim adalah tentang suksesi kepemimpinan dari Nabi Muhammad
saw. Dalam karir kenabiannya selama 23 tahun Nabi saw. berhasil membangun
negara dalam artian sebenarnya di Madinah pada tahun ke-13 kerasulannya. Hal
ini penting untuk diperhatikan karena Negara Madinah sudah memiliki syarat
dasar suatu negara, yaitu wilayah (Madinah dan sekitarnya), masyarakat (yang
terdiri dari umat Islam muhajirin dan anshor sebuah, rakyat Yahudi dan Kristen

17
Ibid.
18
Ibid.
9

dan non-Muslim lainnya), pemerintah (Nabi sebagai kepala negara) dan konstitusi
atau hukum dasar (Piagam Madinah).19

C. Perkembangan Syiah dan Sunni Abad Ke-XI

Pada awal abad ke-11, reaksi Sunni melawan dominasi penguasa Syiah
mulai terlihat. Satu abad sebelumnya, dinasti Fathimiyah yang beraliran Syiah
Ismailiyah (909—1171) muncul sebagai tandingan kekhalifahan Abbasiyah.
Fathimiyah mendirikan negara di Afrika Utara yang berpusat di Mesir, dan
memperluas kekuasaan ke beberapa wilayah seperti Sisilia, kedua sisi Laut Merah
(termasuk Makkah dan Madinah), dan Suriah selatan (termasuk Yerusalem dan
Damsyik). Kekuatan Syiah lain pada abad ke-10 adalah dinasti Buwaihi yang
beraliran Syiah Dua Belas Imam (934—1062), penguasa banyak kota penting di
Irak dan Iran barat daya. Buwaihi bahkan menginvasi Baghdad di 945 dan
mengontrol khalifah Abbasiyah. Dinasti Syiah lain pada waktu itu adalah dinasti
Hamdani, yang mengontrol Anatolia tenggara serta bagian utara Suriah dan Irak.
Sementara itu, Oaramitah, satu entitas politik Syiah, memerintah Bahrain dan
bagian timur Jazirah Arab.20 Dari abad ke-11 hingga abad ke-15 Syiah terus
berkembang seperti pada abad ke-10. Banyak raja dan penguasa Syiah muncul di
berbagai belahan dunia Islam dan menyebarkan aliran Syiah.21

Pada masa kekuasaan Fatimiyah, orang-orang Sunni dilarang memasuki


Kota Jerusalem. Dalam perspektif Islam, justru Fatimiyah tidak menerapkan
sistem yang longgar bagi orang-orang Sunni atau Ahlussunnah. Sunni dipaksa
menyebutkan nama-nama kahlifah Fatimiyah dalam setiap khutbah Jumat, orang-
orang Syiah Ismailiyah diperbolehkan bahkan dimotivasi untuk berkunjung ke
Jerusalem, sedangkan orang-orang Sunni dilarang melakukan hal itu. Fatimiyah
juga memiliki hubungan yang dekat dengan orang-orang Qaramitah di
Semenanjung Arab. Duet ini bertanggung jawab atas tindakan-tindakan ofensif
terhadap kaum muslimin di wilayah tersebut. Tahun 906 M, mereka menyerang
kafilah jamaah haji yang hendak menuju Mekah yang mengakibatkan 20.000
jamaah terbunuh. Tahun 928 M, Qaramitah dipimpin oleh Abu Thahir menyerang
Mekah, membantai penduduknya, dan mencongkel Hajar Aswad. 22 tahun

19
Ibid.
20
Ahmet T. Kuru, Islam, Otoritarianisme dan Ketertinggalan, (Jakarta: PT Gramedia, 2020), 167.
21
Thabathaba’i, Islam Syiah, 68.
10

kemudian baru mereka kembalikan Hajar Aswad ke Mekkah setelah diberikan


tebusan.22

Imam Ibnu Katsir “Dia (Abu Thahir) telah melakukan ilhad (kekufuran) di
Masjidil Haram, yang tidak pernah dilakukan oleh orang sebelumnya dan orang
sesudahnya.” Secara keseluruhan, masa pemerintahan Fatimiyah adalah
penderitaan bagi Ahlussunnah, mereka melakukan penganiayaan dan memaksa
Ahlussunah untuk menganut keyakinan kufur Ismailiyah. Ribuan Ahlussunnah
dibunuh lantaran mereka menolak untuk menghina para sahabat Nabi Saw.
Puncaknya terjadi pada masa khalifah Fatimiyah, al-Hakim bi Amrillah (996-
1021 M), ia menyiksa orang-orang selain dari Syiah Ismailiyah termasuk juga
orang-orang Yahudi dan Kristen. Semua gereja dan sinagog di Jerusalem
dihancurkan atau minimal ditutup, sampai-sampai orang-orang Yahudi dan
Kristen harus berpura-pura menganut agama Syiah Ismailiyah. Ia memerintahkan
penghancuran makam suci bagi umat Kristen Buah dari perbuatannya ini adalah
pecahnya Perang Salib. Sehingga kita bisa menggaris bawahi bahwa Perang Salib
bukanlah dipicu oleh Islam dan umat Islam, hal itu disebabkan oleh tingkah laku
al-Hakim bi Amrillah dan doktrin Syiah Ismailiyahnya, terlebih dia juga termasuk
imam dalam ajaran Syiah Ismailiyah bahkan dia mengklaim bahwa dirinya adalah
penjelmaan Allah. 23

Adapun Perbedaan yang paling mendasar antara Islam Syiah dan Sunni
terletak pada masalah kekhalifahan (imamah). Bagi kaum Syiah imam adalah
masalah penting dan berprinsip, karena merupakan bagian dari akidah yang
memiliki kedudukan sentral dan perwujudan lutf (anugerah) kepada makhluk-Nya
sebagai Nabi. Adapun Prinsip-prinsip dalam keyakinan Syi'ah adalah: Tauhid,
Nubuwah, keadilan ilahi, imamah dan hari kebangkitan. Sedangkan dalam Islam
Pernyataan Sunni tentang Imamah (Khilafah) tidak sepenuhnya ditolak, tetapi
bukan merupakan prinsip utama dalam agama.24

Pendirian institusi imamah pada hakekatnya adalah untuk menyelamatkan


manusia dari kejahatan dan kemaksiatan. Untuk itulah Allah mengangkat seorang

22
Nuraini H. A.Manan, “Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian Pembentukan dan Perkembangan nya”,
Adabiya, 2, (Agustus, 2017).129.
23
Ibid, 130.
24
Zainal Abidin, “Syi’ah dan Sunni Dalam Perspektif Pemikiran Islam”, Hunafa, 2,(Juni, 2006)
11

imam yang dipercaya. Keyakinan itu merupakan anugerah bagi hamba-hamba-


Nya dan diyakini sebagai penerus dari dakwah kenabian sehingga imam harus
selalu ada. Keberadaan imam itu mutlak, sampai ketiadaannya sementara harus
diganti oleh seorang faqih sampai datangannya imam al-Mahdi yang umumnya
dikenal sebagai wilayah al-faqih yang merupakan implikasi imam dalam
kehidupan sosial dan politik keagamaan.25

Sedangkan di kalangan Sunni, tidak ada ajaran seperti yang dipahami oleh
Syi'ah. Menurut Sunni, Imamah bukanlah wahyu ilahi dan tidak ditetapkan oleh
rasul-Nya, melainkan diserahkan kepada umat untuk memilih siapa yang menurut
mereka layak sesuai dengan situasi dan kondisi dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Oleh karena itu, jabatan imam meskipun pada dasarnya mengurus
masalah agama, dalam beberapa hal bersifat keduniaan. Oleh karena itu, dalam
pengangkatan imam diserahkan kepada umat banyak untuk didiskusikan.26

D. Penutup
Kesimpulan

Sejarah peristiwa Tahkim yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib bukannya menyelesaikan masalah namun malah menimbulkan
perpecahan dan melahirkan fraksi-fraksi di kalangan umat Islam menjadi tiga (3)
kelompok:

a. Kelompok Syiah, yaitu kelompok yang memihak Ali dan kerabatnya serta
meyakini bahwa Ali dan keturunannya berhak menjadi khalifah.
b. Golongan Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan Muawiyah,
menganggap pengadilan tersebut melanggar prinsip-prinsip agama.
c. Sunni adalah kelompok mayoritas dalam politik Islam. Keberadaannya
dimulai sejak akhir pemerintahan al-Khulafa' al-Rasyidun.
Pada abad ke-11 hingga abad ke-15 Syiah terus berkembang seperti pada
abad ke-10. Banyak raja dan penguasa Syiah muncul di berbagai belahan dunia
Islam dan menyebarkan aliran Syiah. Adapun sebaliknya,pada masa itu orang-
orang Sunni dilarang memasuki Kota Jerusalem. Dalam perspektif Islam, justru
Fatimiyah tidak menerapkan sistem yang longgar bagi orang-orang Sunni atau

25
Ibid.
26
Ibid.
12

Ahlussunnah. Sunni dipaksa menyebutkan nama-nama kahlifah Fatimiyah dalam


setiap khutbah Jumat, orang-orang Syiah Ismailiyah diperbolehkan bahkan
dimotivasi untuk berkunjung ke Jerusalem, sedangkan orang-orang Sunni
dilarang melakukan hal itu.

Daftar Pustaka

Abidin. Zainal “Syi’ah dan Sunni Dalam Perspektif Pemikiran Islam”, Hunafa,
2,(Juni, 2006)
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam jilid V,(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997)
Dewi, Oki Setiana. “Syiah: Dari kemunculannya Hingga Perkembangannya di
Indonesia,” Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Vol.12 (2016): 218, https://doi.org/doi.org/10.21009/JSQ.012.2.06.
Iqbal, Muhammad. “Akar Tradisi Politik Sunni Di Indonesia Pada Masa Kerajaan
Islam Di Nusantara”, Islamica, 1, (September 2011)

Jayana, Thoriq Aziz. “Studi Syiah: dalam Tinjauan Historis, Teologis, Hingga
Analisis Materi Kesyiahan di Perguruan Tinggi Islam,” Vol. 16 No. 1
(2022)

Kuru, Ahmet T. . Islam, Otoritarianisme dan Ketertinggalan, (Jakarta: PT


Gramedia, 2020)
Manan, Nuraini H. A.. “Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian
Pembentukan dan Perkembangan nya”, Adabiya, 2, (Agustus, 2017)
Redaksi, Dewan. Ensiklopedi Islam jilid V.(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997)
Shihab, M. Quraish Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah:
Kajian Atas Konsep Ajaran Dan Pemikiran. (Tangerang: Lentera Hati.
2007)
tabik, Ahmad. “Melacak Historitas Syi’ah,” STAIN Kudus Vol. 3 (2015)
http://dx.doi.org/10.21043/fikrah.v3i2.1800.
Thabathaba’i, M.H. Islam Syiah Asal Usul dan Prkembangannya, (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1989)

Anda mungkin juga menyukai