Anda di halaman 1dari 25

Gerakan Partai Politik Islam Masyumi dan Partai Bulan

Bintang di Indonesia
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah
Aliran Islam di Indonesia

Dosen Pengampu:
Dr. Masyhudi, M. Ag

Oleh:
Moch Qoyum Mahfud
(02040122011)

PROGAM STUDI ISLAM PASCASARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNANA AMPEL SURABAYA
2022-2023
Gerakan Partai Politik Islam Masyumi dan Partai Bulan Bintang di
Indonesia
Moch Qoyum Mahfud
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
qoyummahfudz@gmail.com

Abstrak
Munculnya kembali Masyumi Reborn yang telah mendeklarasikan
partainya kembali pada tanggal 7 Maret 2020 lalu, mengingatkan kepada kita lagi
bagaimana partai ini dahulunya merupakan partai politik Islam pertama yang
terbesar di Indonesia. Partai yang didalamnya terdapat sejumlah tokoh partai
politik dan gerakan sosial keagamaan Islam, pada awal pemilu pada tahun 1955
Partai ini berhasil mengumpulkan suara sebanyak 75% dari keseluruhan pemilih
pada pemilihan umum dan pemilihan daerah pada tahun 1957. Namun partai ini
harus dibubarkan karena begitu banyak permasalahan yang terjadi didalam tubuh
internal Masyumi dan meletusnya peristiwa PPRI. Akhirnya pada tahun 1960
partai ini resmi dibubarkan oleh Presiden Soekarno, karena telah dianggap
beberapa tokoh dari Masyumi mengalami keterlibatan dalam Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia atau yang biasa dikenal dengan PPRI.
Pada kurun waktu yang berselang cukup lama, pada tahun 1998 tepat pada
Era Orde Baru, munculah partai yang dinamakan dengan Partai Bulan Bintang.
Partai ini sempat digadang-gadang merupakan partai yang akan melanjutkan peran
dari Partai Politik Islam Masyumi. Dikarenakan antara kedua partai ini, sama-
sama mempunyai ideologi syari’at Islam sebagai landasan mereka dalam
menjalankan perjuangan mewujudkan masyarakat Indonesia yang Islami.
Kata Kunci: Partai Politik, Masyumi, Bulan Bintang.
Pendahuluan

Didalam catatan sejarah masa lalu, sekarang dan masa-masa yang akan
datang, terdapat adanya peranan dari gerakan politik Islam yang selalu ingin
menempati letak posisi yang dimana ia bisa menentukan keadaan sosial politik
dalam masyarakat dan negara. Di Indonesia sendiri, sosok ini begitu kuat serta
begitu tegar dan ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan melawan
penjajah.

Gambaran yang sama juga tercermin didalam kegiatan mereka, mulai dari
posisi dan fungsi politik Islam dalam era Orde Lama. Saat itu tercipta bagaimana
suasana mengenai gejolak arena politisasi dalam semua sektor aktivitas. Mungkin
bagi para aktivis partai politik yang pada saat itu pula berada pada struktur
kekuasaan, telah melihat bagaimana peranan politik Islam selalu dilirik sebagai
aset serta kepentingan politik. Jadi tidak heran jika masa itu di ramaikan dengan
bermunculannya kegiatan organisasi politik Islam, seperti partai politik
Masyumi.1

Seperti yang kita ketahui bersama, Masyumi telah lama dibubarkan oleh
Presiden Soekarno pada tahun 1960, dikarenakan beberapa tokoh dari Masyumi
dianggap telah terlibat dalam gerakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) pada tahun 1958. Pasca runtuhnya Masyumi sebagai repsentasi
umat Islam dan repsentasi golongan oposisi pada zamanya, maka sejak saat itu
peran politik Islam dimatikan, beberapa aspirasi politik umat Islam mengalami
kebuntuan, tidak ada lagi suara lantang dan vokal.2

Di era reformasi, dengan ditandai runtuhnya rezim orde baru yang diawali
dengan krisis moneter pada tahun 1997-1998, telah memberikan peluang untuk
menata kembali kehidupan politik, ekonomi, dan hukum, tuntutan penataan

1
“CITRA GERAKAN POLITIK ISLAM DALAM LINTASAN SEJARAH PERPOLITIKAN
BANGSA INDONESIA (Studi Era Pra Kemerdekan sampai dengan Era Orde Baru) | Millah:
Jurnal Studi Agama,” 110, diakses 14 Oktober 2022.
2
Hilman Qurthuby, “Gerakan Penegakan Syari’at Islam Di Indonesia : Studi Kritis Terhadap Partai
Bulan Bintang” (Skripsi, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009), 2,
http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/7997.
kembali sistem politik, ekonomi dan hukum dikenal sebagai tuntutan reformasi
total atau menyeluruh. Untuk itu diperlukan langkah-langkah konkrit, seperti
pemilu, era ini diharapkan bisa mengkoreksi berbagai kesalahan kebijakan masa
lalu, bisa menjadi awal kebangkitan Indonesia baru yang lebih demokratis,
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan mengedapankan keadilan di
berbagai bidang kehidupan baik sosial, politik, maupun ekonomi.

Indonesia merupakan negara yang prulal, tentu paktik perjuangan


menerapkan syari’at Islam tidaklah mudah, selalu menimbulkan pro dan kontra,
banyak kelompok yang belum sepakat dengan penerapan kebijakan publik yang
bernuansa syari’at Islam, kelompok ini biasanya adalah minoritas non-muslim dan
kalang Islam moderat. Di internal sendiri ada tiga kelompok dalam pemahaman
syari’an Islam dan penerapanya, yaitu: Pertama, mereka yang menjadikan Islam
sebagai ideologi yang manifestasinya berbentuk pelaksanaan ajaran agaman
(syari’at) Islam secara formal sebagai hukum positif. Kedua, mereka yang hanya
mendukung pelaksanaan etika moral dan menolak formalisasi dan juga
keterlibatan agama dalam konteks kehidupan bernegara. Ketiga, mengambil jalan
tengah, mereka yang mendukung formalisasi syari’at untuk hukum tertentu, tetapi
untuk lainnya cukup dengan menjadikan ajaran Islam sebagai sumber etika moral
atau input bagi hukum nasional dan kebijakan publik lainnya.

Dalam diskursus ini, salah satu partai yang mencantumkan Islam sebagai
ideologinya adalah PBB (Partai Bulan Bintang). Bahkan partai ini dapat
diposisikan sebagai gerakan serupa pada awal berdirinya Republik Indonesia,
yakni Masyumi. Keseriusan PBB untuk menegakkan syari’at Islam setidaknya
tertulis jelas pada platform yang melandasi perjuangan politiknya, mulai dari asas
hingga visi dan misinya, untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang Islami,
PBB ingin memposisikan diri sebagai partai politik Islam terdepan yang konsisten
ingin memperjuangkan syari’at Islam di Indonesia, salah satu poin penting dalam
konsep piagam Jakarta yang dipandang paling ideal dalam formalisasi syari’at
Islam dalam konstitusi, karena hanya dengan jalan itulah pemberlakuan syari’at
Islam di Indonesia dapat ditempuh.3

Pembahasan

A. Masyumi
1. Partai Politik Masyumi
Partai politik merupakan suatu gagasan bahwa rakyat menjadi
sebuah faktor yang perlu diperhitungkan dalam proses berjalannya politik,
maka dari itu lahirnya sebuah partai politik ialah sarana penghubung
antara rakyat dan pemerintah. Hal ini ditempuh sebagai sarana agar bisa
mewujudkan hak-hak rakyat dan untuk menentukan beberapa figur yang
akan memimpinnya kelak.4 Begitu juga dengan agama Islam yang
tentunya mempunyai aturan yang lengkap, dengan berusaha terus untuk
mewujudukan bentuk aspirasi umat Islam dalam kehidupan, termasuk
dalam bernegara. Terntunya berdirinya partai politik dibentuk dengan
kelegalan dengan tujuan untuk mencapai golongan tersebut dan dalam
mewujudkannya tanpa disertai adanya unsur kekerasan.
Politik Islam di Indonesia yang pertama kali mengawali ialah
Masyumi, Masyumi adalah partai Islam tersebesar pasca kemerdekaan dan
berdiri pada akhir tahun 1943. Partai ini semula ialah organisai yang
dibentuk oleh Jepang yang mempunyai visi untuk mewadahi beberapa
perserikatan dan tokoh-tokoh Islam yang diberi status hukum oleh tentara
militer Jepang dan mempunyai tujuan pula untuk menyatukan seluruh
umat Islam Indonesia agar dapat ikut serta dalam melestarikan
kolonialisme-imprealisme di Indonesia.
Catatan sejarah mengatakan bahwa Masyumi dibentuk pada
tanggal 7 sampai tanggal 8 November 1945 di Yogyakarta. Tentunya
Masyumi ini bukanlah buatan Jepang tadi, yang digunakan sebagai alat

3
Ibid, Hal 4.
4
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1 ed. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), 159–60.
fasilitator kependudukan Jepang.5 Partai Masyumi ini merupakan sebuah
wadah yang berisi dari kekecewaan dari masyarakat Islam kepada
beberapa partai dan organisasi Islam yang dirasa tidak memadai sebagai
tempat perjuangan, maka dipandang mendesak serta perlu, agar umat
Islam merapatkan barisan dalam satu partai politik. Pembentukan hal
tersebut diharap mampu menjadi sarana untuk menampung kepentingna
dan potensi umat Islam. Dan melegalkan hubungan antara Islam dan
negara di dalam pemerintahan. Inisiatif didirikannya Masyumi berasal dari
sejumlah tokoh partai politik dan gerakan sosial keagamaan Islam sejak
zaman pergerakan, seperti Agus Salim, Prof. Abdul Kahar Muzakkir,
Abdul Wachid Hasjim, Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Prawoto
Mangkusasmito, Dr. Sukiman Wirjosandjojo, Ki Bagus Hadikusumo,
Mohammad Mawardi, dan Dr. Abu Hanifah. Beberapa organisasi para
tokoh tersebut ada yang meleburkan diri atau kemudian menjadi penopang
utama sebagai anggota istimewa Masyumi.6
Keputusan membentuk Masyumi oleh sejumlah tokoh Islam itu
tidak sekedar sebagai keputusan beberapa tokoh tersebut, tetapi keputusan
dari seluruh umat Islam melalui utusan wakil-wakil mereka. Penilaian ini
cukup beralasan apabila Masyumi dilihat dari susunan kepengurusannya,
yang mencerminkan beberapa wakil dari sejumlah partai politik dan
gerakan sosial keagamaan Islam, sebagai berikut:
1) Dewan Partai : Majelis Syura
2) Ketua Umum : Hadratus Syeikh KH. Hasjim Asj’ari (NU)
3) Ketua Muda I : Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah)
4) Ketua Muda II : KH. Wahid Hasjim (Muhammadiyah)
5) Ketua Muda III : Mr. Kasman Singodimedo
(Muhammadiyah)

5
A. Syafi’i Ma’arif, Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965,
1 ed. (Jakarta: Gema Insani Press, 1988), 30.
6
Samsuri, POLITIK ISLAM ANTI KOMUNIS Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi
Liberal, 1 ed. (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), 10.
2. Visi dan Misi Partai Islam Masyumi
Hasil dari Kongres Umat Islam Indonesia pada 1945 Masyumi
mempunyai visi dan misi, diantaranya; Pasal II (1) Menegakkan
kedaulatan Republik Indonesia dan Agama Islam (2) melaksanakan cita-
cita Islam dalam urusan ketatanegaraan”.7

Tujuan ini dipertegas dalam pasal III, yaitu:

a. Menginsafkan dan memperluaskan pengetahuan serta kecakapan


umat Islam Indonesia dalam perjuangan politik.
b. Menyusun dan memperkokoh barisan umat Islam untuk berjuang
mempertahankan agama dan kedaulatan Negara.
c. Melaksanakan kehidupan sosial rakyat berdasarkan Iman dan
Taqwa, perikemanusiaan sosial, persaudaraan dan persamaan hak
menurut ajaran Islam.
d. Bekerja bersama-sama dengan lain golongan dalam lapangan
perjuangan menegakkan kedaulatan Negara.
3. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Masyumi
Partai Masyumi merupakan partai yang berasaskan pada Islam dan
bertujuan untuk melaksanakan ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan
masyarakat Negara Republik Indonesia. Partai Masyumi menjadikan Asas
Islam sebagai asas perjuangan. Karena itu, kader-kader Masyumi harus
sadar sepenuhnya bahwa mereka sedang bertarung dengan partai-partaai
pengusung ideologi yang bertentangan dengan Islam. Para kader Masyumi
harus bahwa mereka sesungguhnya sedang melanjutkan misi Rasulullah
saw untuk memperjuangkan dan mewujudkan Islam seabagai rahmat bagi
alam semesta, sesuai dengan firman Allah swt dalam surat at-Taubah ayat
33:

7
jejakislam1, “AD-ART Masyumi,” Jejak Islam Untuk Bangsa (blog), 16 Januari 2016,
https://jejakislam.net/ad-art-partai-masyumi/.
ِ ِ ِ ِ ْْٓ ‫ُه َو الَّ ِذ‬
َ‫ي اَْر َس َل َر ُس ْولَه ِِب ْْلُٰدى َوديْ ِن ا ْْلَ ِق ليُظْ ِهَره َعلَى الديْ ِن ُكله َولَ ْو َك ِره‬
‫الْ ُم ْش ِرُك ْو َن‬
Artinya: Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-
Qur'an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama,
walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.

Perkembangan mengenai Masyumi dengan Islam sebagai ideologi


dipertegas dengan Tafsir Azas yang diputuskan oleh Muktamar VI
Masyumi di Jakarta, pada 24-30 Agustus 1952. Didalam Tafsir Azas
disebutkan bahwa sikap penolakan Masyumi terhadap Kapitalisme yang
diperjuangkan Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat dan
Komunisme yang diperjuangkan Blok Timur pimpinan Uni Soviet-Rusia.8
Baik kapitalisme maupun komunisme, keduanya merupakan paham
kebendaan (materialisme), “yang mengutamakan harta dari pada manusia,
dan memenangkan kekuatan dari pada hak kebenaran.9

4. Perkembangan Partai Politik Islam Masyumi


a. Masyumi sebagai Pemersatu Umat
Sejak diselenggarakannya Muktamar Umat Islam di
Yogyakarta pada 7 – 8 November 1945, Masyumi sudah
mendapatkan dukungan dari berbagai organisasi Islam seperti NU
dan Muhammadiyah. Dengan didukung oleh organisai besar
tersebut, dengan orang-orang yang terlibat dalam sistem
kepengurusannya tidak heran jika Masyumi sebagai suatu
kelompok partai menjadi berkembang secara cepat.
Perkembangan anggota Masyumi yang semakin pesat
membuat organisasi Islam lain yang bersifat lokal turut bergabung
dengannya. Yang pertama untuk bergabung dengan Masyumi ialah

8
S.U Bajasut, Alam pikiran dan jejak perjuangan Prawoto Mangkusasmito (Jakarta: Kompas,
2014), 401.
9
Deliar Noer, Partai Islam di pentas nasional 1945-1965 (Jakarta Timur: Pustaka Utama Grafiti,
1987), 138.
Persatuan Umat Islam dan Perikatan Umat Islam, lalu disusul oleh
Persatuan Islam (Persis) di Bandung, Jami’ah al-Wasliyah dan al-
Ittihadiyah di Sumatera Utara pada tahun 1948, Persatuan Ulama
Seluruh Aceh (PUSA) pada tahun 1949, al-Irsyad pada 1950,
Mathlaul Anwar di Banten dan Nadlatul Wathan di Lombok.10
Suatu keuntungan bagi partai Masyumi dengan bergabungnya
beberapa organisasi tersebut membuat perluasan terhadap pengaruh
sampai keseluruh pelosok Nusantara.
Tidak berhenti pada organisasi Islam saja, Masyumi juga
mendirikan berbagai organisasi lain yang bersifat otonom.
Misalnya membangun Serikat Tani Islam Indonesia (STII) pada 26
Oktober 1946 di Yogyakarta. Tujuannya ialah untuk merekrut
anggota dari kalangan petani. Selain STII, Masyumi juga
mendirikan perserikatan bagi buruh, yakni Serikat Buruh Islam di
Indonesia (SBII) pada 27 November 1947 di Solo. Masyumi juga
mendirikan Serikat Nelayan Islam Indonesia (SNII) pada tahun
1950-an.11
Organisai yang dibentuk Masyumi baik bersifat Nasional
maupun lokal, serta dukungan dari para kau profesi yang
terhimpun dalam STII, SBII, dan SNII, membuat Masyumi
berkembang secara kualitas dan kuantitas.12 Pada tanggal 31
Desember 1950 tercatat 237 cabang, 1080 anak cabang, 4982
ranting, dan anggotannya berjumlah lebih kurang 10.000.000
orang. Sehingga Masyumi menjadi partai politik terbesar pada saat
itu, sebelum NU memutuskan untuk keluar dari Maysumi pada
tahun 1952.13
b. NU keluar dari Masyumi

10
Ibid, hal 49-50 dan 55.
11
Ibid, hal 56.
12
Insan Fahmi Siregar, “SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PARTAI MASYUMI
(1945-1960),” Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban Dan Informasi Islam 14, no. 1 (7 Februari
2016): 95.
13
Ibid, hal 95.
NU menjadi bagian salah satu anggota istimewa dari
Masyumi, sebagai pimpinan tertinggi (Majelis Syuro) yang
dipimpin oleh tokoh ulama NU; KH. Hasyim Asy’ari dan KH.
Wahid Hasyim yang menjadi wakil ketua Majelis Syuro,
kedudukan Masyumi ditegaskan telah memiliki peranan yang
menentukan dalam kehidupan partai, sehingga NU cukup puas
dengan kedudukannya, walaupun pimpinan partai didominasi oleh
kelompok pemberharu yang biasa dikenal dengan kaum intelektual.
Dalam struktur Masyumi, terdapat beberapa kritik para
pemimpin NU terhadap garis politik yang ditempuh oleh
pemimpin-pemimpin Masyumi menimbulkan suatu reakdsi yang
kurang diperhitungkan oleh pemimpin Masyumi, yaitu suatu usaha
untuk mengecilkan peranan para ulama di dalam peraturan
politik.14 Dewan pusat Masyumi mempunyai suatu aliran pikiran
yang begitu kuat untuk menyingkirkan peranan ulama dalam
percaturan politik, pemikiran ini berasal dari kalangan kaum
intelektual yang berpendidikan barat. Menurut jalan pemikiran
mereka, bahwa ulama sepantasnya hanya bertugas di surau-surau
dan masjid, serta pondok pesantren bukan pada lembaga-lembaga
politik.
Dengan adanya aliran pemikiran tersebut, membuat NU
mempunyai pemikiran terhadap perlakuan menyesatkan dan
mengandung unsur jahat terhadap para ulama atau kiai. Akibat dari
pemikiran yang dilakukan oleh kaum intelektual Masyumi ini,
membuat kerugian terhadap kependudukan NU yang merupakan
himpunan para ulama. Maka bisa disimpulkan bahwa apa yang
dilakukan oleh kaum intelektual Masyumi ini menjadi ancaman
pada keutuhan Masyumi itu sendiri. Sebab para ulama atau kiai
tidak mungkin menerima adanya suatu usaha yang hendak

14
Moh Amirul Mukminin, “HUBUNGAN NU DAN MASYUMI (1945-1960) Konflik Dan
Keluarnya NU Dari Masyumi,” Avatara 3, no. 3 (14 Agustus 2015): 490,
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/29/article/view/12808.
mendesak keluar peranan mereka dari gelanggang peraturan
politik. Alasan utama NU tidak menyetujui Masyumi yang
menganut paham politik luar negeri dibawah pimpinan Sukiman-
Subardjo, karena jelas memihak pemikiran blok barat dan tidak
lagi berdiri diatas prinsip-prinsip bebas dan aktif.
c. Masyumi dan Pemilu 1955
Pemilu pertama yang diadakan pada tahun 1955, untuk
memilih wakil rakyat di DPR dan konstitusi. Dengan pemilihan
calon anggota DPR pada 29 September 1955, sementara konstitusi
pada 15 Desember 1955. Hasil dari pemilu ini ialah adanya empat
partai yang besar, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi,
Nu dan Partai Komunis Indonesia (PKI).15
Pemilu 1955 memperlihatkan bagaimana posisi partai
Masyumi yang mempunyai jaringan begitu luas yang
menggambarkan bahwa partai ini ialah partai yang bersifat
nasionalis di dalam sistem tersebut. Partai Masyumi didukung
masa yang berasal dari luar Jawa yang wilayah Islamnya begitu
kuat, seperti Sumatera sehingga mampu menduduki posisi ke dua
hasil pemilu. Hasil pemilu empat partai besar yakni, PNI, PKI, NU,
dan Masyumi. Partai Masyumi sendiri berhasil mengumpulkan
suara sebanyak 75% dari keseluruhan pemilih pada pemilihan
umum pada tahun 1955 dan pemilihan daerah pada tahun 1957.16
d. Penghapusan Anggota Istimewa Masyumi
Seusai NU keluar dari Masyumi, masih terdapat pula
anggota istimewa lainnya yang tinggal bertahan sampai pada awal
Demokrasi Terpimpin, sampai dengan meningkatnya atmosfir
politik pada pra dan pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka

15
Insan Fahmi Siregar, “SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PARTAI
MASYUMI (1945-1960),” hal 97.
16
Aris Sumanto, “PERKEMBANGAN POLITIK PARTAI MASYUMI PASCA PEMILU 1955,”
Risalah 1, no. 3 (23 Maret 2016): 3,
https://journal.student.uny.ac.id/index.php/risalah/article/view/3894.
dikalangan anggota istimewa muncul pembicaraan tentang
eksistensi anggota istimewa. Hal ini ditandai dengan memanasnya
konflik antara Presiden Soekarno dengan pimpinan Masyumi, yang
berakibat pada rasa kecemasan yang dialami oleh anggota
istimewa.
Muhammadiyah yang saat itu menjadi bagian dari anggota
istimewa turut merasakan hal kecemasan tersebut. Pada 25 Juni
1959 di Yogyakarta, diselenggarakanlah sidang pleno yang
mempertemukan antara Muhammadiyah dan Masyumi. Pertemuan
ini untuk mempertanyakan bagaimana nasib Muhammadiyah, dan
pada akhirnya tanggal 15-16 Agustus 1959 melalui sidang pleno
dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, pada akhirnya
Masyumi menyetujui untuk melepaskan Muhammadiyah dari
keanggotaan istimewa meskipun keputusan tersebut belum diambil
secara sepihak.
Penghapusan anggota istimewa ini, secara tidak langsung
telah memberikan dampak yang begitu signifikan terhadap
keanggotaan Masyumi. Didalam struktur tersebut mengalami
penurunan anggota yang sangat drastis, serta hal itu membuat
meletusnya peristiwa PRRI. Dengan demikian Masyumi begitu
menjadi terbelakang dengan berkurangnya anggota dari partai
tersebut sejak dimulainya masa transisi sampai awal demokrasi
terpimpin. Tidak berhenti pada hal tersebut saja, keadaan Masyumi
semakin terdesak dan juga tersudut, sampai pada akhirnya Partai
Masyumi terpaksa dibubarkan pada tahun 1960.17

5. Masyumi Reborn
Tepat pada tanggal 7 Maret 2020, publik politik di Indonesia
dikejutkan dengan kemunculan acara yang bertajuk Silaturahim dan Urun

Insan Fahmi Siregar, “SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PARTAI


17

MASYUMI (1945-1960),” 98-100.


Rembug Keluarga Besar Masyumi yang di adakan di Aula Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia, Kramat Rayam Jakarta. Acara tersebut
diselenggarakan selain untuk melakukan silaturahim nasional, juga untuk
mempersiapkan pendirian partai Islam baru yang diklaim lebih ideologi
dari partai Islam yang pernah ada, acara tersebut dihadiri setidaknya
sekitar 300 orang dan media sosial memberikan istilah baru terhadap partai
tersebut dengan sebutan Masyumi Reborn.18 Dengan ditetapkannya
Ahmad Yani sebagai ketua umum ia menegaskan, dengan kehadiran
Masyumi kembali bukan untuk merebut suara dari partai Islam lain yang
sudah eksis.19
Didalam draft dokumen partai Masyumi yang terbaru, visi-misi
yang disebutkan tidak jauh dari draft pertama AD/ART Masyumi yang
terdahulu, akan tetapi terdapat penjelasan yang lebih detail mengenai
ideologi Islam yang diusung Masyumi saat ini. Idelogi Islam yang
dimaksudkan didalam draft tersebut ialah, “Mempertegaskan Islam
sebagai landasan gerak, semangat dan tujuan perjuangan partai Masyumi,
sebagai ciri yang membedakan dari partai-partai lain. Masyumi adalah
sarana perjuangan menegakkan kalimah Allah, sarana dalam
melaksanakan Jihad fi sabilillah. Masyumi harus memiliki kader-kader
yang punya semangat dan kualitas bertarung yang tangguh, pantang
menyerah menghadapi segala risiko hingga terwujudnya Islam Rahmatan
li ‘alamin”.20
Ideologi Partai Islam Masyumi selama ini ditematkan dalam varian
Islam formalis, yaitu menghendaki berdirinya negara Islam di Indonesia,
tetapi berdasarkan penelitian kepustakaan ditemukan di akhir berakhirnya
sistem pemerintahan parlementer terjadi konsensus di antara partai-partai
politik Islam, termasuk Masyumi di dalamnya, bahwa mereka menerima

18
Gili Argenti, “Ideologisasi Partai Islam Masyumi di Indonesia,” Jurnal Politikom Indonesiana 5,
no. 1 (30 Juni 2020): 38, https://doi.org/10.35706/jpi.v5i1.3731.
19
“Masyumi Reborn, 2049, dan Sasaran Suara Umat yang ‘Piknik,’” Republika Online, 6 April
2021, https://republika.co.id/share/qr4v03409.
20
“Draft Dokumen Partai Masyumi,” diakses 18 Oktober 2022, https://docplayer.info/209902289-
Draft-dokumen-partai-masyumi.html.
Pancasila sebagai ideologi negara. Para tokoh Masyumi tidak dalam posisi
memaksakan Islam sebagai dasar negara.21
B. Partai Bulan Bintang
1. Profil Partai Bulan Bintang
Partai ini merupakan partai Islam yang berada di Indonesia, PBB
sebagai partai Islam yang berlandaskan perjuangannya dengan
menggunakan ajaran-ajaran Islam yang berlaku secara Universal dan
bersifat “Rahmat Bagi Sekalian Alam” seperti yang dikatakan dalam
al-Qur’an. Universalisme ajaran Islam, terutama pada asas keadilan,
kejujuran, kebenaran, pemihakan kepada kaum yang lemah dan
tertindas, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia apapun
agama yang mereka anut.22 Maka dari itu sejak berdirinya partai
Bulan Bintang 17 Juli 1998, banyak para simpatisan yang tertarik baik
dari golongan muslim ataupun non muslim. Menurut pendapat mereka
partai tersebut merupakan partai Islam yang tenang dan sejuk bahkan
tidak menampilkan kesan perbedaan dan kesan menakutkan mereka
kepada kaum non muslim. Sikap simpatinya kaum non muslim pun
ditujukkan dengan menghadiri kampanye partai Bulan Bintang.
Bisa dikatakan bahwa PBB ialah partai yang meneruskan
Masyumi, dikarenakan pada tahun 1989 merupakan keluarga besar
partai Bulan Bintang yang membentuk forum Ukhuwah Islamiyah,
forum ini bertujuan untuk mewadahi silaturahmi tokoh Islam. Pada
masa ini yaitu Orde Baru dimana penguasa tersebut cenderung anti
akan hadirnya politik Islam, maka dari itu keinginan untuk mendirikan
partai Islam pun dipendam, dan ketika berhembusnya angin reformasi
maka semakin kuat Forum Ukhuwah Islam untuk mendirikan partai
Islam.
Tujuan dari Partai Bulan Bintang ialah, untuk membangun bangsa
dan negara untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia, tanpa ada
21
Gili Argenti, “Ideologisasi Partai Islam Masyumi di Indonesia”, hal 56
22
“HANYA ADA SATU KATA: MAJU! | Yusril Ihza Mahendra,” diakses 19 Oktober 2022,
https://yusril.ihzamahendra.com/2008/07/10/hanya-ada-satu-kata-maju/.
istilah membedakan baik dari asal usul, agama, ataupun golongan
dengan mengusung prinsip Islam sebagai Rahmatan lil’alamin.
Kemunculan Partai Bulan Bintang sebagai partai Islam pasca Era
Reformasi, tidak pernah mundur untuk tetap melakukan Perjuangan
Penegakan Syariat Islam melalui jalur konstitusional perjuangan
politik Islam, berkemajuan serta bermartabat. Partai ini mempunyai
sebuah agenda untuk berusaha mencakup keseluruhan aspek dalam
dimensi pembangunan bangsa, namun tidak bisa dipungkiri bahwa
sebagai partai Islam yang berkemajuan perjuangan Syariah tetap
menjadi ruh dan landasan bagi perjuangan partai.
Bisa dikatakan memang keinginan kuat Partai Bulan Bintang ialah
untuk terus memperjuangkan hukum yang berada di Indonesia dengan
menggunakan hukum Islam, namun tidak sampai harus negara ini yang
awalnya republik berubah menjadi negara Islam, karena seperti yang
kita ketahui bersama, bahwa Indonesia mempunyai beragam agama
didalamnya, walaupun mayoritas memang pemeluknya yang paling
terbesar ialah agama Islam.
Berikut struktur kepengurusan pimpinan pusat Partai Bulan
Bintang periode 2019-2024 M:23
1) Ketua Umum : Yusril Ihza Mahendra
2) Ketua Majelis Syura : KH. Masrur Anhar
3) Ketua Mahkamah Partai : Fahri Bachmid
4) Wakil Ketua Umum : Sukmo Harsono
5) Sekertaris : Afriansyah Noor
6) Bendahara Umum : Dinmar
2. Visi dan Misi Partai Bulan Bintang
Visi yang ditekankan PBB ialah mewujudkan masyarakat
Indonesia yang Islami, sedangkan misi dari PBB yaitu membangun
masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, berkepribadian

23
“Struktur Partai Bulan Bintang,” Partai Bulan Bintang (blog), diakses 23 Oktober 2022,
https://partaibulanbintang.or.id/profil-partai/struktur-partai-bulan-bintang/.
tinggi, cerdas, berkeadilan, demokratis, dan turut menciptakan
perdamaian dunia dengan berlandaskan nilai-nilai islam.24
3. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Bulan Bintang
Partai Bulan Bintang merupakan partai yang berasaskan Islam,
yakni berpedoman terhadap ajaran Islam, sebuah sistem panduan hidup
yang didalamnya terdapat beberapa pokok ajaran, seperti Akidah,
Syariah, dan Akhlak yang di aplikasikan pada pada progam umum
perjuangan Partai Bulan Bintang sesuai dengan firman Allah swt
dalam surat as-Syura ayat 13:
ِ ِِ َّ ‫صى بِِهۦ نُوحا وٱلَّ ِذى أَوحي نَآْ إِلَيك وما و‬ ِ ِ
َ ‫صْي نَا بهْٓۦ إِبْ َٰره َيم َوُم‬
‫وس ٰى‬ َ َ َ َ ْ ْ َ ْ ْٓ َ ً ٰ َّ ‫ع لَ ُكم م َن ٱلدي ِن َما َو‬
َ ‫َشَر‬
‫ِب إِلَْي ِه َمن‬ َّ ۚ ‫وه ْم إِلَْي ِه‬ ِ ِِ ۟ ِ ۟ ِ‫و ِعيس ْٓى ۖ أَ ْن أَق‬
ْٓ َِ‫ٱّللُ ََْيت‬ َ ‫ين َوََل تَتَ َفَّرقُوا فيه ۚ َك َُُب َعلَى ٱلْ ُم ْش ِرك‬
ُ ُ‫ني َما تَ ْدع‬ َ ‫يموا ٱلد‬ ُ َٰ َ
‫يب‬ِ ِ ِ ‫ي َشآْء وي ه ِد‬
ُ ‫ى إلَْيه َمن يُن‬
ْٓ ْ َ َ ُ َ
Artinya: Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa
yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Oleh sebab itu partai ini sesuai dengan apa yang tertulis pada
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta garis perjuanganya
menggunakan pedoman pada ajaran pokok Islam tersebut. Aspek
perjuangan itu meliputi melalui sikap, ucapan, dan perilaku segenap
fungsionaris dan pengrekrutan partai yang berlandaskan serta

24
Erdiansyah, “Komunikasi Politik (Studi Tentang Dakwah Partai Bulan Bintang)” (Skripsi,
Jakarta, Uin Syarif Hidayatullah, 2008), 46.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19672/1/ERDIANSYAH-FDK.pdf.
berpedoman terhadap Islam yang menggunakan prinsip dari al-Qur’an
dan Hadis.25
4. Perkembangan Partai Bulan Bintang di Indonesia
a. Partai Bulan Bintang Pada Masa Kepemimpinan Yusril Ihza
Mahendra
Partai Bulan Bintang yang dipimpin pada masa Yusril Ihza
Mahendra sangat konsisten terhadap perjuangan untuk
menegakkan Syari’at Islam agar dapat masuk didalam konstitusi
Negara Republik Indonesia dengan melalui perjuangan
amandemen UUD 1945, dan ini telah dibuktikan dalam sidang
tahunan dari sejak sidang MPR tahun 1999 sampai berakhirnya
pembahasan amandemen UUD 1945, sebagai sebuah konstitusi
baru di tahun 2002, bersama dengan partai Islam lainya seperti
PPP.
Progam kerja yang dilakukan oleh Yusril pada masa
kepemimpinannya pada tahun 2000-2005 didalam Partai Bulan
Bintang dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Adapun
yang bersifat internal meliputi dalam segi hal; (1) Konsolidasi dan
Pemberdayaan Partai, (2) Kaderisasi, (3) Hukum dan Perundang-
undangan, (4) Dakwah dan Pembinaan Akhlakul Karimah, (5)
Pemberdayaan Ekonomi Anggota.
Adapun kinerja yang bersifat Eksternal meliputi tentang;
(1) Politik, Kenegaraan dan Pemerintahan, (2) Ekonomi, (3)
Pendidikan, (4) Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Ketenagakerjaan, (5) Lingkungan Hidup, (6) Pertanian, (7)
Kelautan, (8) Pertahanan dan Keamanan, (9) Informasi dan
Komunikasi, (10) Sistem Sosial Budaya, (11) Sistem Politik Luar

25
Neneng Komariah, “Peran Yusril Ihza Mahendra dalam partai bulan bintang di Indonesia pada
tahun 1998-2009” (Skripsi, Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, 2011), 36–37,
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1807.
Negeri, (12) Hubungan Antar Umat, (13) Generasi Muda, (14)
Transmigrasi, (15) Industri dan Jasa, (16) Kesehatan Masyarakat.26
b. Partai Bulan Bintang Pada Masa Kepemimpinan Malem Sambat
Kaban
Hasil dari Muktamar ke-II yang ada di Surabaya, Malem
Sambat Kaban yang saat itu menjabat sebagai menteri kehutanan
turut serta untuk mencalonkan diri sebagai salah satu kandidat
ketua umum Partai Bulan Bintang. Akhirnya setelah melakukan
proses pemilihan yang cukup ketat, Malem Sambat Kaban terpilih
sebagai ketua umum Partai Bulan Bintang pada periode 2005-2010
yang menggantikan Yusril Ihza Mahendra.
Dalam pidatonya sebagai ketua umum Partai Bulan
Bintang, Malem Sambat Kaban memberikan pidatonya yang tetap
kritis terhadap pemerintahan Susilo Bamang Yudhoyono, yang saat
itu masih menjabat sebagai presiden, MS Kaban akan tetap
menjaga kekompakan partai tersebut dengan tetap menggunakan
asas Islam sebagai landasannya dan akan merangkul potensi
kekuatan yang ada.
Progam yang dilakukan oleh MS Kaban terbagi menjadi
menjadi dua pada periode pertama (2005-2010) , yaitu progam
internal dan eksternal. Progam internal tersebut meliputi; (1)
Pemberdayaan Organisasi dan Kaderisasi, (2) Dakwah dan
Pembinaan Akhlakul Karimah, (3) Pemberdayaan Ekonomi
Anggota, (4) Pemberdayaan Generasi Muda, (5) Pemberdayaan
Perempuan, (6) Pembinaan dan Pengembangan Profesi.
Adapun progam MS Kaban yang bersifat eksternal meliputi
dalam beberapa aspek, diantaranya; (1) Pertahanan, Luar Negeri
dan Informasi, (2) Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah,
Aparatur Negara dan Agraria, (3) Pertanian, Perkebunan,
26
Nurjannah, “Latar belakang historis dan pasang surut Partai Bulan Bintang dalam pentas politik
nasional” (Skripsi, Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, 2015), 44–48,
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/29023.
Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, (4) Hukum dan Perundang-
undangan, HAM dan Keamanan, (5) Perhubungan,
Telekomunikasi, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat,
Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggi, (6) Pendidikan,
Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Seni dan Budaya, (7) Perdagangan,
Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM dan BUMN, (8) Energi,
Sumber Daya Mineral, Riset Teknologi dan Lingkungan Hidup, (9)
Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan, (10)
Kependudukan, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, (11)
Keuangan, Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
(syariah).27
Pada periode kedua, MS Kaban berhasil kembali terpilih
kembali sebagai ketua umum Partai Bulan Bintang, progam yang
dilakukan mungkin tidak terlalu beda jauh dengan apa yang
dikerjakannya sebagai ketua umum Partai Bulan Bintang pada
periode pertama, dan pembagian kinerja tersebut tetap dibagi
menjadi dua, yaitu internal dan eksternal, adapun dari segi internal
nya meliputi terhadap; (1) Pemberdayaan Organisasi dan
Kaderisasi, (2) Dakwah dan Pembinaan Akhlakul Karimah, (3)
Pemberdayaan Ekonomi Umat, (4) Pembentukan
Badan/Tim/Forum, (5) Pembinaan dan Pengembangan Profesi, (6)
Pemenangan Pemilihan Umum 2014.
Adapun progam kerja MS Kaban yang bersifat eksternal
meliputi beberapa aspek, diantaranya; (1) Pemerintahan Dalam
Negeri, (2) Pemerintahan Luar Negeri, (3) Pertahanan dan
Keamanan, (4) Pertanian, (5) Kehutanan, (6) Kelautan dan
Perikanan, (7) Lingkungan Hidup, (8) Hukum dan HAM, (9)
Perhubungan dan Telekomunikasi, (10) Pekerjaan dan Perumahan
Rakyat, (11) Pembangunan Daerah Tertinggal, (12) Pendidikan,

27
Nurjannah, “Latar belakang historis dan pasang surut Partai Bulan Bintang dalam pentas
politik nasional,”, hal 53-58.
(13) Pemuda dan Olahraga, (14) Pariwisata dan Kebudayaan, (15)
Koperasi UMKM, dan BUMN, (16) Energi dan Sumber Daya
Internal, (16) Energi dan Sumber Daya Internal, (17)
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, (18)
Kependudukan dan Kesehatan, (19) Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi, (20) Keuangan dan Perbankan.

C. Perbedaan dan Persamaan Partai Masyumi antara Partai Bulan Bintang


1. Perbedaan Partai Masyumi dan Partai Bulan Bintang
Perbedaan yang begitu mendetail antara Partai Masyumi dan Partai
Bulan Bintang ialah terletak pada perkembangan anggota yang dimiliki
oleh Masyumi saat itu, dengan kurun waktu yang tidak begitu lama serta
bergabungnya organisasi-organi besar Islam seperti NU dan
Muhammadiyah yang secara tidak langsung membuat Masyumi menjadi
partai politik Islam yang besar dan menjadi pertama pada saat itu, berbeda
dengan Partai Bulan Bintang yang mempunyai anggota tidak sebanyak apa
yang dimiliki oleh Masyumi dahulu, PBB sebenarnya ialah sebuah wadah
yang berangkat dari organisasi yang bernama Forum Ukhuwah Islam.
Pada masa Orde Baru terdapat desas-desus mengenai rasa anti terhadap
partai politik Islam, hal tersebut menjadikan Forum Ukhuwah Islam untuk
mendirikan partai yang berlandaskan Syari’at Islam sebagai Ideologinya.
Meskipun secara ideologi Masyumi dan PBB sama, yaitu Syari’at
Islam sebagai landasan mereka, tetapi ada perbedaan lain pada hal ini. Jika
Masyumi begitu anti terhadap pemikiran kapitalis yang dilakukan pada
blok barat yang mengakibatkan salah satu anggota istimewanya yaitu NU
keluar dari partai Masyumi, dengan dominannya kalangan muda sebagai
pemimpin didalam partai. Sebab Masyumi sebelumnya berangkat dan
berpegang teguh dengan pemikiran serta prinsip mereka. Jika persoalan
mengenai Masyumi Reborn, bahwa mereka menerima Pancasila sebagai
ideologi negara. Para tokoh Masyumi tidak dalam posisi memaksakan
Islam sebagai dasar negara.
Berbeda dengan permasalahan PBB, syariat yang dilakukan oleh
partai ini tidak sampai berkeinginan untuk mengubah Republik Indonesia
menjadi negara Islam, meskipun PBB seperti yang diketahui ialah sebuah
partai yang digadang-gadang akan meneruskan perjuangan Masyumi
dahulu, yaitu menegakkan syariat Islam namun tidak sampai merubah
sistem dalam bernegara.
Jika permasalahan mengenai UUD 1945, Masyumi pernah
menentang akan adanya Demokrasi Terpimpin. Penolakan ini
dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, Masyumi sangat meragukan
kesungguhan pemerintah, terutama Presiden Soekarno dalam menjalankan
pemerintahan secara demokratis dan undang-undang yang berlaku,
keraguan ini didasari atas pengalaman sebelumnya, seperti pembentukan
Kabinet Karya. Kedua, Masyumi menilai usul tentag perlunya kembali ke
UUD 1945 ialah intervensi pemerintah kepada lembaga legislatif, terutama
terhadap konstituante. Penolakan tersebut rupanya menjadi sesuatu yang
sia-sia saja, dikarenakan pada 5 Juli 1959 telah keluar Dekrit Presiden
yang isinya bertujuan untuk kembali menetapkan berlakunya UUD 1945
dan membubarkan konstituante. Masyumi menilai ini tindakan yang begitu
sewenang-wenang telah mengambil keputusan yang sepihak jika dilihat
dari hukum. Pada akhirnya Masyumi terpaksa menerima UUD 1945 pada
tanggal 28 Juli 1959, dengan catatan pemerintah terutama Presiden
Soekarno juga harus tunduk terhadap UUD 1945. Keraguan itu ternyata
terbukti nyata ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden
No.1 tahun 1960 tentang pembentukan MPRS. Tidak berhenti begitu saja
sikap kesewenang-wenangan Soekarno juga terlimpah pada pembeburan
DPR pilihan rakyat, hal ini jelas melanggar UUD 1945 karena kedudukan
Presiden dan DPR adalah sama, sehingga Presiden tidak bisa
membubarkan DPR.28

28
Insan Fahmi Siregar, “DINAMIKA DEMOKRASI DI INDONESIA MASA ORDE LAMA:
STUDI KASUS ANTARA SUKARNO VERSUS MASYUMI,” Paramita: Historical Studies
Journal 21, no. 1 (2011): 32–33, https://doi.org/10.15294/paramita.v21i1.1026.
Berbeda dengan Partai Bulan Bintang, partai secara sukarela untuk
menerima hadirnya UUD 1945. Sesuai dengan tujuan umum didirikannya
Partai Bulan Bintang, yaitu untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa
Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 dan
mengembangkan kehidupan demokrasi dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam NKRI.29
2. Persamaan Partai Masyumi dan Partai Bulan Bintang
Hubungan Masyumi dan Partai Bulan Bintang bisa dikatakan
sejalan dalam segi aspek pemikiran dan ideologi. Sama-sama menjadikan
politik sebagai wadah untuk menyuarakan suara-suara rakyat terutama dari
kalangan umat Islam. Kedua partai ini mempunyai misi yang sama untuk
memperjuangkan ajaran-ajaran Islam dengan platform yang
mengkombinasikan dan mengintegrasikan antara keislaman dan
keindonesian.

Kesimpulan

Ideologi Partai Islam Masyumi selama ini ditempatkan dalam


varian Islam formalis, yaitu menghendaki berdirinya negara Islam di
Indonesia, tetapi berdasarkan penelitian kepustakaan ditemukan di akhir
berakhirnya sistem pemerintahan parlementer terjadi konsensus di antara
partai-partai politik Islam, termasuk Masyumi di dalamnya, bahwa mereka
menerima Pancasila sebagai ideologi negara. Para tokoh Masyumi tidak
dalam posisi memaksakan Islam sebagai dasar negara. Ideologi Partai
Islam Masyumi selama ini ditempatkan dalam varian Islam formalis, yaitu
menghendaki berdirinya negara Islam di Indonesia, tetapi berdasarkan
penelitian kepustakaan ditemukan di akhir berakhirnya sistem
pemerintahan parlementer terjadi konsensus di antara partai-partai politik
Islam, termasuk Masyumi di dalamnya, bahwa mereka menerima
Pancasila sebagai ideologi negara.

29
Nurjannah, “Latar belakang historis dan pasang surut Partai Bulan Bintang dalam pentas
politik nasional,” 20–21.
Jika Partai Bulan Bintang ideologi atau syariat Islam yang
digunakan oleh partai ini ialah dengan menerima bentuk dari tatanan
negara yang berupa Republik dengan tidak berkeinginan untuk menjadikan
Indonesia sebagai negara Islam, bagi mereka sudah cukup dengan
menjalankan ajaran-ajaran yang ada didalam syari’at Islam.
Daftar Pustaka

Argenti, Gili. “Ideologisasi Partai Islam Masyumi di Indonesia.” Jurnal Politikom


Indonesiana 5, no. 1 (30 Juni 2020): 37–57.
https://doi.org/10.35706/jpi.v5i1.3731.
Bajasut, S.U. Alam pikiran dan jejak perjuangan Prawoto Mangkusasmito.
Jakarta: Kompas, 2014.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. 1 ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
“CITRA GERAKAN POLITIK ISLAM DALAM LINTASAN SEJARAH
PERPOLITIKAN BANGSA INDONESIA (Studi Era Pra Kemerdekan
sampai dengan Era Orde Baru) | Millah: Jurnal Studi Agama.” Diakses 14
Oktober 2022. https://journal.uii.ac.id/Millah/article/view/4074.
“Draft Dokumen Partai Masyumi.” Diakses 18 Oktober 2022.
https://docplayer.info/209902289-Draft-dokumen-partai-masyumi.html.
Erdiansyah. “Komunikasi Politik (Studi Tentang Dakwah Partai Bulan Bintang).”
Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah, 2008.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19672/1/ERDI
ANSYAH-FDK.pdf.
“HANYA ADA SATU KATA: MAJU! | Yusril Ihza Mahendra.” Diakses 19
Oktober 2022. https://yusril.ihzamahendra.com/2008/07/10/hanya-ada-
satu-kata-maju/.
jejakislam1. “AD-ART Masyumi.” Jejak Islam Untuk Bangsa (blog), 16 Januari
2016. https://jejakislam.net/ad-art-partai-masyumi/.
Komariah, Neneng. “Peran Yusril Ihza Mahendra dalam partai bulan bintang di
Indonesia pada tahun 1998-2009.” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2011.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1807.
Ma’arif, A. Syafi’i. Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi
Terpimpin 1959-1965. 1 ed. Jakarta: Gema Insani Press, 1988.
Republika Online. “Masyumi Reborn, 2049, dan Sasaran Suara Umat yang
‘Piknik,’” 6 April 2021. https://republika.co.id/share/qr4v03409.
Mukminin, Moh Amirul. “HUBUNGAN NU DAN MASYUMI (1945-1960)
Konflik Dan Keluarnya NU Dari Masyumi.” Avatara 3, no. 3 (14 Agustus
2015).
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/29/article/view/12808.
Noer, Deliar. Partai Islam di pentas nasional 1945-1965. Jakarta Timur: Pustaka
Utama Grafiti, 1987.
Nurjannah. “Latar belakang historis dan pasang surut Partai Bulan Bintang dalam
pentas politik nasional.” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2015.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/29023.
Qurthuby, Hilman. “Gerakan Penegakan Syari’at Islam Di Indonesia : Studi Kritis
Terhadap Partai Bulan Bintang.” Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2009. http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/7997.
Samsuri. POLITIK ISLAM ANTI KOMUNIS Pergumulan Masyumi dan PKI di
Arena Demokrasi Liberal. 1 ed. Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004.
Siregar, Insan Fahmi. “DINAMIKA DEMOKRASI DI Indonesia MASA
ORDE LAMA: STUDI KASUS ANTARA SUKARNO VERSUS
MASYUMI.” Paramita: Historical Studies Journal 21, no. 1 (2011).
https://doi.org/10.15294/paramita.v21i1.1026.
“SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PARTAI MASYUMI
(1945-1960).” Thaqafiyyat : Jurnal Bahasa, Peradaban Dan Informasi
Islam 14, no. 1 (7 Februari 2016): 88–103.
Partai Bulan Bintang. “Struktur Partai Bulan Bintang.” Diakses 23 Oktober 2022.
https://partaibulanbintang.or.id/profil-partai/struktur-partai-bulan-bintang/.
Sumanto, Aris. “PERKEMBANGAN POLITIK PARTAI MASYUMI PASCA
PEMILU 1955.” Risalah 1, no. 3 (23 Maret 2016).
https://journal.student.uny.ac.id/index.php/risalah/article/view/3894.

Anda mungkin juga menyukai