Dalam buku The Crescent Arises Over The Banyan Tree yang ditulis Mitsuo
Nakamura menerangkan penelitian dengan pendekatan sejarah dan etnografi. Sejarah garis
besar yang ditekankan ialah perkembangan sejarah dari Muhammadiyah. Mitsuo secara
spesifik juga mengamati dari ragam perilaku dari pimpinan Muhammadiyah. Alasan Mitsuo
mengamati pimpinan ialah karena subjek yang berpengaruh dalam perkembangan
Muhammadiyah.
Pada buku tersebut dijelaskan bahwa gerakan pemurnian agama Islam dari
Muhammadiyah dengan cara yang tidak merendahkan target yang didakwahi atau dapat
disebut dengan cara yang penuh sopan santun. Penelitian yang merujuk pada suatu tempat,
yakni Kotagede ini juga menerangkan bahwa Muhammadiyah muncul dari kalangan Jawa
Tradisional. Artinya, Muhammadiyah dibentuk bukan berasal dari ideologi asing, melainkan
dari asas kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, dengan strategi dakwah yang menyangkut kultur
Jawa ini, Muhammadiyah membawa perubahan-perubahan besar dalam aspek sosial,
ekonomi, bahkan situasi politik.
Disebutkan bahwa pada akhir tahun 1920-an, Muhammadiyah membangun HIS atau
sekolah dsar enam tahun dengan pengantar Bahasa Belanda. Hal tersebut menandai bahwa
Muhammadiyah bersemangat pada kegiatan bidang kesejahteraan sosial dan pendidikan.
Menurut Mitsuo, pada saat itu sekolah yang didirikan Muhammadiyah mengalahkan sekolah
Negeri dengan alasan klasifikasi keluarga priyayi yang memasukkan anak mereka ke sekolah
Muhammadiyah. Pada tahun 1932, Muhammadiyah telah mempunyi 165 sekolah umum
selain sekolah agama.
Pembahasan selanjutnya yaitu alam pikiran Nahdhatul Ulama dan beberapa ijtihad
politiknya. Di bidang keagamaan terbagi menjadi 3 hal, akidahnya islam yang berhaluan
ahlus sunnah wal jama’ah, fiqih empat madzhab, serta aliran tasawuf yang dipelopori oleh
Abu Junaid Al Bagdadi dan Abu Hamid Al Ghazali. Dalam bidang kemasyarakatan
bercirikan pada sifat tawasuth dan I’tidal, sikap tasammuh, sikap tawazun, amar ma’ruf nahi
munkar.