Anda di halaman 1dari 2

Kelompok: 5 (Eko Wahyudi 22202011017); (Ela Indah Dwi Syayekti 22202011016)

Dalam buku The Crescent Arises Over The Banyan Tree yang ditulis Mitsuo
Nakamura menerangkan penelitian dengan pendekatan sejarah dan etnografi. Sejarah garis
besar yang ditekankan ialah perkembangan sejarah dari Muhammadiyah. Mitsuo secara
spesifik juga mengamati dari ragam perilaku dari pimpinan Muhammadiyah. Alasan Mitsuo
mengamati pimpinan ialah karena subjek yang berpengaruh dalam perkembangan
Muhammadiyah.

Pada buku tersebut dijelaskan bahwa gerakan pemurnian agama Islam dari
Muhammadiyah dengan cara yang tidak merendahkan target yang didakwahi atau dapat
disebut dengan cara yang penuh sopan santun. Penelitian yang merujuk pada suatu tempat,
yakni Kotagede ini juga menerangkan bahwa Muhammadiyah muncul dari kalangan Jawa
Tradisional. Artinya, Muhammadiyah dibentuk bukan berasal dari ideologi asing, melainkan
dari asas kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, dengan strategi dakwah yang menyangkut kultur
Jawa ini, Muhammadiyah membawa perubahan-perubahan besar dalam aspek sosial,
ekonomi, bahkan situasi politik.

Disebutkan bahwa pada akhir tahun 1920-an, Muhammadiyah membangun HIS atau
sekolah dsar enam tahun dengan pengantar Bahasa Belanda. Hal tersebut menandai bahwa
Muhammadiyah bersemangat pada kegiatan bidang kesejahteraan sosial dan pendidikan.
Menurut Mitsuo, pada saat itu sekolah yang didirikan Muhammadiyah mengalahkan sekolah
Negeri dengan alasan klasifikasi keluarga priyayi yang memasukkan anak mereka ke sekolah
Muhammadiyah. Pada tahun 1932, Muhammadiyah telah mempunyi 165 sekolah umum
selain sekolah agama.

Berlalunya penjelasan sejarah tentang pendidikan yang dibangun Muhammadiyah


yang semakin maju, Mitsuo menyoroti ideologi yang diusung Muhammadiyah. Secara
umum, ideologi dari Muhammadiyah ialah pemurnian ajaran Islam, akan tetapi tidak
menolak budaya atau adat istiadat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ideologi
Islam yang murni sangat mendasar dari Muhammadiyah ini tidak menghilangkan kekhasan
dari budaya Jawa.
Selanjutnya dalam buku NU dan Ijtihad Politik Kenegaraannya yang ditulis oleh M.
Masyhur Amin menjelaskan tentang bagaimana lahirnya Nahdhatul Ulama, alam pemikiran
serta ijtihadnya dalam bidang politik. Nahdhatul Ulama lahir karena mengakar dan
menyebarnya paham islam tradisional di masyarakat serta untuk mempertahankan eksistensi
negara. Organisasi ini memiliki basis pesantren dengan mengusung semangat nasionalisme.
Dalam perkembangannya, Nahdhatul Ulama terbagi menjadi beberapa periode. Pertama,
periode NU sebagai jam’iyah diniyah mahdhah. Pada periode ini organisasi Nahdhatul Ulama
masih fokus pada kegiatan sosial keagamaan, belum melibatkan kegiatannya dalam ranah
politik. Kedua, periode perjuangan politik. Pada tahun 1936-1984 Nahdhatul Ulama mulai
melebarkan sayapnya di bidang politik. Mulanya NU bergabung dengan partai MASYUMI
namun pada tahun 1952 keluar dari MASYUMI dan memutuskan untuk mendirikan partai
politik sendiri. Ketiga, NU Kembali ke khittah 1926. Pada muktamar tahun 1979, NU
memutuskan kembali ke khittah sebagai organisasi keagamaan dan perjuangan
kemasyarakatan semesta, namun aspirasi politik tetap disalurkan melalui partai persatuan
pembangunan.

Pembahasan selanjutnya yaitu alam pikiran Nahdhatul Ulama dan beberapa ijtihad
politiknya. Di bidang keagamaan terbagi menjadi 3 hal, akidahnya islam yang berhaluan
ahlus sunnah wal jama’ah, fiqih empat madzhab, serta aliran tasawuf yang dipelopori oleh
Abu Junaid Al Bagdadi dan Abu Hamid Al Ghazali. Dalam bidang kemasyarakatan
bercirikan pada sifat tawasuth dan I’tidal, sikap tasammuh, sikap tawazun, amar ma’ruf nahi
munkar.

Sedangkan ijtihad politik Nahdhatul Ulama diantaranya pada masa penjajahan


memperjuangkan kemerdekaan secara terbuka, tidak hanya secara keagamaan. Bergabung
dalam organisasi MASYUMI kemudian mendirikan partai politik sendiri. Kembali ke UUD
1945 dan menuntut pembubaran PKI karena telah melakukan kejahatan serta mengusik
organisasi mahasiswa islam dalam hal regulasi. Menjadikan asas Pancasila dan negara
kesatuan republik Indonesia sebagai bentuk final bagi bangsa Indonesia, Pancasila
mencerminkan tauhid menurut keimanan islam sehingga Pancasila dan negara dipandang
sebagai alat untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan duniawi.
Terakhir yaitu perjuangan kemasyarakatan semesta. Kembalinya Nahdhatul Ulama ke khittah
berarti NU melakukan peran transformatif yaitu mempersiapkan warganya memasuki era
industrialisasi tanpa kehilangan sendi-sendi keagamaannya serta jati dirinya, dengan cara
peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

Anda mungkin juga menyukai