Npm : 1931090167
UAS!!
2. Munculnya Sarikat Islam (SI) 1912 dan Sarikat Dagang Islam (SDI) 1911 (pada awal
abad ke-20) menandakan dimulainya babak baru dalam gerakan Islam di Indonesia. Untuk
pertama kalinya, kata "Islam" secara eksplisit digunakan sebagai sebuah nama perhimpunan,
yang mengindikasikan bahwa Islam sekarang telah diaktifkan sebagai basis identitas kolektif
dan sebagai sebuah ideology bagi gerakan-gerakan (proto) nasionalis. Ciri pergerakan pada
babak ini adalah bahwa tokoh tokohnya tidak berlatar belakang pedesaan, tetapi merupakan
wakil dari kelas menengah perkotaan. Disamping itu bentuk organisasi mo dem juga sudah
mulai diterapkan. Itu sebabnya, berbeda dengan gerakan Islam pada masa sebelumnya yang
bercorak komunal, gerakan Islam setelah awal abad ke-20 lebih bersifat asosiasional dengan
solidaritas yang bersifat organis.
Begitu juga organisasi-organisasi yang lahir kemudian, misalnya Boedi Oetomo, yang
berorientasi cultural mencoba menghimpun kekuatan trong cilik dengan memperluas orien
tasi gerakannya pada level ekonomi, politik dan agama. Maka orga nisasi ini kemudian
memperoleh basis yang lebih kuat sehingga ia menjadi organisasi besar dan mencakup
kawasan yang sangat luas Sebuah pergeseran besar dalam perkembangan historis BU
dilakukan oleh Satiman Wirjosandjojo, berkait dengan kegagalan BU menerobos batas-batas
etnosentrisme Jawa. Kegagalan ini menjadikan orang-orang yang berasal dari kelompok-
kelompok etnik yang berbeda seperti orang-orang Sunda mendirikan perhimpunan sendiri
yaitu "Pagujuban Pasundan" dengan kantor pusatnya di Bandung dan Tasikmalaya.* Ke
mudian lahir pula Jong Java tahun 1915 yang membangkitkan kesadaran baru bagi para
pelajar dari latar etnik dan agama yang ber beda akan identitas mereka sendiri. Manisfestasi
dari kesadaran itu tampak pada munculnya perhimpunan pemoeda-peladjar dengan
mengikuti garis etnis dan agama mereka sendiri seperti Jong Suma tranen Bond (1917), Jong
Clebes (1918), Jong Minahasa (1918), Sekar Rukun (1919), dan beberapa lainnya/
Muhammadiyah yang lahir tahun 1912 dengan berorientasi keagamaan.
Dengan tampilnya NU sebagai partai politik, maka umat Islam Indonesia terpecah ke
dalam empat partai: Masyumi, PSIL, NU, dan Perti. Jika dilihat dari sisi orientasi, gerakan
sosial keagamaan mengalami perubahan ke arah orientasi politik praktis. Karena para tokoh
pejuang kemerdekaan mayoritas dari kalangan umat Islam, sehingga posisi strategis ini
mendorong mereka untuk terlibat dalam pembentukan sebuah Negara baru, yang
notabenenya aspirasi umat Islam harus diperjuangkan melalui kekuasaan. Fase perjuangan
mengisi kemerdeka an itu telah ditampilkan selama demokrasi terpimpin yang telah menjadi
catatan sejarah tersendiri.
digantikan oleh apa yang disebut sebagai demokrasi Pancasila yang tampaknya masih
mencari bentuk nya mantap. Demokrasi ini telah beroperasi di Indonesia selama hampir
seperempat abad, dimulai sejak sekitar tahun 1966. Dengan dikeluar kannya UU No.8 tahun
1985 tentang kepartaian dan keormasan yang menuntut agar pancasila dijadikan satu-
satunya asas dalam berpartal dari politik praktis Apalagi ditampak dengan dikeluarkannya
kebijakan fusi dari partai-partai, ke dalam tiga partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Sehingga
kesan adanya hegemoni Negara terhadap masyarakat, seperti dikemukakan Antonio
Gramsci, hegemoni muncul ketika Negara secara ideo-politis mendominasi masyarakat dan
kekuatan sosial politik lainnya. Pada masa awal Orde Baru, menurut Anderson, Negara
memang bangkit serta mengungguli masyarakat dan bangsa. Kebangkitan yang dimaksud
adalah adanya penataan kelembagaan Negara melalui strategi sosial-politik, ekonomi dan
keamanan yang lebih mengutamakan kepentingan Negara. Posisi pemerintah yang dominan
itu, diperkuat pula oleh bantuan asing ter utama dari Negara-negara barat. Tidak terkecuali
kekuatan-kekuatan politik umat Islam secara bertahap mengalami pengkerdilan atau
marginalisasi. Dengan format politik yang didesain secara sistemnik hegemonik,
mengakibatkan posisi tawar-menawar (bargaining position) bagi umat Islam kepada
pemerintah, apalagi sikap oposisi banyak mengalami keterbatasan. Bagi Emerson hilangnya
kesempatan untuk mendirikan negara Islam telah membuat umat Islam memfokuskan
energinya kembali dalam kehidupan dan aktivitas non-politik. Di kalangan umat Islam
kemudian muncul kegairahan beragama dan aktivitas yang menampilkan wajah Islam
kultural' dalam bentuk ke semarakan dakwah, meningkatnya publikasi keislaman,
kesungguhan untuk menampilkan simbol-simbol Islam.
Sikap umat Islam yang mengambil posisi di bidang kultural, ke mudian menimbulkan
dinamika intelektual terutama di kalangan generasi muda yang telah mengenyam pendidikan
di Barat. Pada periode ini, lahir beberapa kelompok diskusi dan kajian yang tumbuh di
beberapa kota seperti Jakarta dan Yogyakarta. Khazanah pemikiran di perkaya lagi oleh
pemikiran-pemikiran alternatif, baik dalam bidang teologi, politik, maupun ekonomi. Nama-
nama seperti Dawam Rahar intelektual tahun 1980-an." Tulisan-tulisan mereka dalam
bentuk buku, monografi, artikel dan komentar di berbagai media massa cukup mendapat
tempat dikalangan generasi muda kelas menengah kota. Dengan menggunakan pendekatan
yang lebih kontekstual, mereka mengetengahkan fungsionalisasi ajaran Islam untuk
mengatasi masalah-masalah umat Islam seperti kebodohan, kemiskinan, keter belakangan,
dan ketidakadilan sosial. Karenanya gagasan-gagasan yang mempunyai muatan ideology
semacam 'negara Islam' sama sekali di negasikan dan sebagai gantinya justru
memformulasikan pemikiran yang berwawasan keislaman dan keindonesiaan yang inklusif
dengan berbagai aliran pemikiran masing-masing.
Tidak berlebihan jika dikatakan, meningkatnya semangat intelek tualitas tersebut telah
membawa perubahan terhadap cara berpikir umat Islam dalam memandang persoalan-
persoalan teologi, politik, dan ekonomi yang muncul dalam konteks keislaman dan
pembangunan. Hal ini membawa pengaruh lain terutama relasi antara umat Islam dengan
pemerintah sebagaimana tampak dalam periode tahun 1980-an sampai dengan periode 1990-
an. Perubahan yang cukup signifikan ada lah lahimya pola hubungan yang lebih kooperatif
atau akmodatif, dimana kedua pihak menunjukkan saling pengertian yang bermuara pada
muculnya konvergensi. Dari kalangan pemerintah muncul peng akuan terus-menerus tentang
sumbangan konseptual dari para cen dekiawan muda Islam dan ulama dalam
mempertemukan gagasan Islam dengan konsep Negara nasional. Keberhasilan pemerintah
me ngesahkan UU Pendidikan Nasional (1988), dan UU Peradilan Agama (1989) bagi
kalangan Islam dilihat sebagai I'tikat pemerintah terhadap umat Islam. Termasuk pendirian
Ikatan Cendekiawan Muslim Indo nesia (ICMI), yang pada akhimya tidak hanya
memberikan kontribusi konseptual kepada pemerintah, juga berperan dalam mensuplai
sebagian menteri-menteri dalam Kabinet Pembangunan VI (Majalah Tempo, 8 Desember
1990).
Secara berangsur-angsur kekuatan sumberdaya umat Islam semakin lama semakin kuat,
disamping sebagian generasi muda Islam mulai menduduki di pusat-pusat kekuasaan, dan
sebagian lagi memperkuat di jalur kultural. Maka tantangan yang dihadapi oleh kekuatan
Islam pada saat itu, tidak lain adalah para penguasa orde baru. Dominasi kekuatan orde baru
yang sangat kuat, ditambah oleh kegagalan proyek pembangunan yang diadopsi dari konsep
Rostow, kondisi sosial eko nomi yang semakin tidak menentu atau krisis moneter
melahirkan semangat generasi muda Islam untuk menuntut reformasi total dari rezim orde
baru. Melalui gerakan mahasiswa, para cendekiawan Muslim terdidik dan dengan dukungan
masyarakat secara menyeluruh akhimya bisa meruntuhkan kekuatan orde baru.
a. Muhammadiyah
b. Nahdlatul Ulama
Setelah santri MAI semakin bertambah,maka sistem halaqah yang selama ini diterapkan
dianggap tidak cocok lagi. Karena itu, dibukalah madrasah dengan menempati gedung
sekolah yang terletak disamping masjid Jami sengkang. Saraana itu dibangun oleh
pemerintah kerajaan bersama tokoh agama dan masyarakat wajo. Untuk mengkoordinir
jalannya madrasah tersbut dipercayakan salah seorang santri senior yang juga asisten KH. M.
As'ad, Gurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle. Yang di kemudian hari mendirikan DDI di
Mangkoso.
4. Masyarakat sipil global menurut Scholte yaitu aktivitas yang bersifat sukarela dengan tujuan
membentuk kebijakan, norma, ataupun struktur sosial yang lebih dalam serta dapat
dibedakan dari sektor komersial dan politis. Selain itu, Scholte juga berpendapat
bahwasanya masyarakat sipil global merupakan sebuah komunitas yang memiliki orientasi
sosial dan bisa dikatakan sebagai komunitas non-profit. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa masyarakat sipil global cenderung mengarah pada sebuah komunitas yang lebih dekat
dengan gerakan-gerakan sosial. Suatu gerakan dikatakan sebagai gerakan masyarakat sipil
adalah ketika berada diluar cakupan negara maupun pasar, dan hal tersebut dilakukan atas
dasar suka rela dari para pelakunya.2 Hal ini diperkuat dengan apa yang dikemukan oleh
Gramsci bahwa masyarakat sipil global menciptakan social order dalam negara. Sehingga,
masyarakat sipil global menurut Scholte dengan berdasarkan dari perkembangannya dapat
disimpulkan merupakan masyarakat yang diluar pemerintah, pasar dan gerakan yang
dilakukan atas dasar suka rela sehingga tidak ada unsur profit dan pemerintahan (non-profit
dan nongovernmental).
b. Bentuk nya tidak akan terlepas dari penjabaran dari konsep masyarakat sipil.4
Menekankan bahwa masyarakat sipil merujuk pada sesuatu hal yang bukan negara, dan
sifatnya tidak resmi, juga tidak termasuk non-pemerintah karena masyarakat sipil
bukanlah bagian dari aparatur negara dan juga tidak berusaha untuk mendapatkan kontrol
didalam negara. Oleh karena itu, partai politik dan instansi pemerintahan tidak dapat
dikategorikan sebagai masyarakat sipil. Kedua, masyarakat sipil merujuk pada sesuatu
yang non-komersial, bukan perusahaan atau bagian dari perusahaan juga tidak berusaha
untuk mencari keuntungan. Dengan kata lain media massa, industri hiburan, koperasi,
dan perusahaan bisnis tidak dapat dianggap sebagai bagian dari masyarakat sipil5. Lebih
lanjut, dalam mengidentifikasi definisi dari masyarakat sipil perlu diperhatikan bahwa
kegiatan yang dianggap sebagai bagian dari masyarakat sipil adalah ketika mereka
melibatkan usaha di luar sektor negara dan pasar secara sengaja serta terorganisir, hal
tersebut ditujukan untuk mempengaruhi pembentukan kebijakan dan norma dalam
struktur sosial yang dibentuk oleh negara. Oleh karena itu, istilah masyarakat sipil
merujuk pada upaya kolektif melalui asosiasi sukarela untuk mempengaruhi
pembentukan aturan resmi, formal, pengaturan hukum, dan konstruksi sosial informal.
5. Perilaku kolektif adalah tindakan bersama oleh sejumlah besar orang yang
didasarkan oleh penyebab atau masalah yang sama, namun bersifat jangka pendek.
Sementara gerakan sosial adalah tindakan bersama yang terorganisasi, memiliki
kepentingan dan tujuan bersama, dan dilakukan dengan kesengajaan. Jika perilaku
kolektif lebih bersifat jangka pendek, maka gerakan sosial memiliki tujuan jangka
panjang, baik untuk mengubah ataupun mempertahankan masyarakat maupun lembaga-
lembaga sosial di dalamnya.