Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekuasaan mempunyai peran penting dalam menentukan nasib berjuta-

juta manusia, maka dengan adanya kekuasaan, segala wewenang cenderung

tergantung dari hubungan antara pihak yang memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi pihak yang lainnya (Soemarjan dalam Soekanto, 2010: 227).

Senanda dengan di atas Lasswel dan Kaplan (budiardjo dalam Hasrullah 2009:

31) menjelaskan pula kekuasaan adalah suatu hubungan seseorang atau kelompok

yang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok orang ke arah tujuan

pihak pertama.

Pandangan di atas pula diperkuat dengan beberapa istilah dalam pernah di

kemukakan oleh Gibson, Ivancevinch, Donnelly dan Konopaske (Wibowo, 2013)

yang menjelaskan bahwa kekuasaan sendiri ialah suatu kemampuan membuat

orang lain melakukan sebagaimana yang diinginkan untuk dapat melakukan

sesuatu. Tidak sedikit tokoh dari berbagai bidang ilmu membuat teori yang

mengaitkan kekuasaan dengan berbagai aspek. Pierre Bourdieu merupakan salah

satu tokoh Postmodern yang membahas mengenai simbol dan kekuasaan.

Menurutnya menjadi lazim bagi setiap periode politik untuk menciptakan sistem

simbol yang mencerminkan kekhasannya (Fashri, 2014:11), salah satu contohnya

adalah di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang telah mengalami

perubahan beberapa orde pemerintahan yang di dalamnya terdapat suatu

kontestasi.

1
Perubahan orde pemerintahan ini dimulai pada orde baru (1945-1965),

orde lama (1965-1998), dan era Reformasi (1998-sekarang). Rezim orde baru

merupakan salah satu rezim yang memiliki kekhasan dengan otoritarian

pemerintahannya. Hal ini berimplikasi pada pengkebirian hak-hak politik

kelompok Islam atas tegaknya syariat Islam di Indonesia. Pembubaran orde baru

yaitu tepat runtuhnya kekuasaan Soeharto merupakan awal mula kemunculan era

reformasi yang ditandai dengan adanya pertumbuhan budaya politik yang

demokratis, memiliki keterbukaan dalam mengemukakan aspirasi, dan terjadinya

pemulihan terhadap hak asasi yang pada masa sebelumnya. Pencabutan penetapan

satu-satunya asas dalam kehidupan berorganisasi, pada sisi lain adanya tuntutan

mengenai pemberlakuan syariat islam dalam konstitusi.

Memasuki Era reformasi, menjadi awal dimulainya era kebebasan demokrasi

khususnya bagi Organisasi Islam yang mulai bangkit dan berkembang lagi setelah

sebelumnya terkekang karena intervensi dari penguasa. Berbagai Organisasi Islam

mulai menunjukkan pergerakannya. Pengkaderan anggota mulai dilakukan

masing-masing organisasi Islam, sehingga terlihat sebuah pertarungan kekuasaan

memperebutkan legitimasi baik sosial ataupun politik. Eksistensi ormas Islam

menjadi tujuan masing-masing kelompok, salah satu upaya memperluas

pengaruhnya yaitu melalui praktik sosial keagamaan yang dilakukan seperti

pembaharuan madrasah dan pesantren. Terdapat dua organisasi Islam yang besar

di Indonesia antara lain yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18

November 1912 Masehi oleh KH. Ahmad Dahlan atas saran dari murid-muridnya

yang tergabung dalam Budi Utomo, mengingat ia semula adalah sebagai guru di

2
sekolah Budi Utomo. Budi Utomo adalah ormas yang didirikan oleh Dr. Wahidin

Sudirohusodo di Jakarta 20 Mei 1908 (tanggal ini dijadikan tonggak kebangkitan

Nasional RI). Kelahiran Organisasi Muhammadiyah pada awalnya sebagai

menifestasi dari pemikiran dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan (Muhammad

Darwis) yang menjadi pendirinya. Muhammadiyah adalah gerakan islam

multifaced, pada satu sisi terlihat seperti organisasi yang doktriner, namun di sisi

lainnya merupakan sistematisasi teologis yang menekan aspek moral etik dari Al-

Quran dan sunnah. Organisasi Muhammadiyah juga memiliki beberapa

Organisasi Kepemudaan yang bernaung dan berpatokan dengan syariat yang

ditetapkan, salah satunya yaitu Organisasi Pemuda Muammadiyah.

Pemuda Muhammadiyah adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang

merupakan gerakan sosial, amar ma’ruf nahi munkar, bersumber dari Al-Quran

dan As-Sunnah. Pembentukan organisasi kepemudaan Pemuda Muhammadiyah

dapat dikaitkan dengan keberadaan Siswo Proyo Priyo (SPP), yaitu gerakan yang

dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dengan tujuan untuk melakukan pembinaan

terhadap remaja/pemuda Islam. Perkembangan SPP mengalami kemajuan pesat,

sampai pada Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makasar pada tahun 1932

memutuskan berdirinya Muhammadiyah bagian pemuda. Terlepas mengenai

organisasi Muhammadiyah dan organisasi kepemudaannya.

Di Provinsi Bangka Belitung sendiri saat ini pula Kehadiran Organisasi

Pemuda Muhammadiyah mulai menunjukkan geliatnya hal ini dapat dilacak

dibeberapa beranda situs salah satunya ialah di http://pwpmbabel.wordpress.com.

Dalam situs tersebut dapat dilihat pula bahwa berdasarkan hasil keputusan

Musyawarah wilayah III PWPM serta SK penetapan personalia kepengurusan

3
nomor 1.5/101/1433 atau tertera tanggal 10 Maret 2011 yang menandakan adanya

embrio baru hadirnya pengurus pertama pemuda muhammadiyah Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung yang kalla itu dipimpin oleh Davitri S.Pd. Sedangkan

mulai aktifnya pengurus cabang pemuda mumammadiyah Pangkalpinang sendiri

dilaksanakan pada tahun 2011. Berbagai aktifitas yang selanjutnya dimunculkan

oleh organisasi tersebut baik dari sisi sosial politik, keagamaan, perkaderan dan

lain sebagainya termaksud didalamnya berkaitan erat dengan pusaran arena

kontestasi kekuasaan.

Studi ini pula akan memperuncing kajian serta mengkomparasikan dua

organisasi besar lainnya yaitu Nahdaul ulama (NU). NU merupakan organisasi

sosial keagamaan yang didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 oleh

KH. Hasyim Asy’ari. Pendirian Organisasi ini bertepatan dengan masa

kolonialisme, NU merupakan salah satu wadah penting menunjukkan rasa

nasionalisme dan patriotisme di kalangan ummat Islam. NU terus berkembang

hingga saat ini karena salah satunya jalur kekerabatan para kyai di lingkungan

pesantren di Jawa dan hingga ke daerah-daerah lain. Melalui sistem pendidikan

yang berbasis pesantren NU mudah masuk ke ruang massa. Terdapat kemiripan

dalam standar Ahlu Sunnah wal Al Jama’ah disitu NU bisa diterima dan

berkembang. Persebaran NU juga sama seperti Muhammadiyah yang berkembang

dengan pesat di seluruh Indonesia. NU sendiri berangkat dari tradisi kultural

tradisionalistik ( Tobroni dan Arifin, 1993). Organisasi Sosial Keagamaan

Nahdlatul Ulama (NU) juga memiliki organisasi otonom yaitu Gerakan Pemuda

Anshor atau GP Ansor.

4
Kelahiran Gerakan Pemuda Anshor diwarnai oleh semangat perjuangan,

nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. Hal ini dikarenakan GP

Anshor dibentuk dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca

Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan spirit keagamaan. GP

Anshor merupakan organisasi otonom Nahdlatul Ulama yang terbentuk atas

konflik internal dan tuntutan kebutuhan alamiah.

Mengenai Eksistensi Pemuda Ansor sendiri di wilayah Bangka Belitung mulai

kelihatan gaungnya dimulai pada tahun 2010 hal ini sebagaimana dilansir dari

situs Bangkapos.com dalam artikelnya “Kepengurusan GP Ansor Babel segera

dilantik”. GP Ansor pertama pada saat itu dipimpin oleh Darwis. Berbagai

kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan oleh organisasi ini diantaranya ialah

melaksanakan kegiatan sunatan masal, penjagaan rumah ibadah,keterlibatan

dalam pemakaman uskup, kegiatan sosial politik serta berbagai kegiatan yang

berujung pada pusaran kontestasi politik.

Kedua Organisasi Kepemudaan ini menunjukkan pergerakannya melalui

praktik-praktik sosial keagamaan. Praktik sosial keagamaan yang dilakukan

bertujuan untuk mempertahankan eksistensi, mendorong percepatan mobilisasi

sosial, politik dan kebudayaan. Hal ini yag memicu terjadinya kontestasi diantara

kedua organisasi ini, salah satunya adalah sikap bertolak belakang yang diambil

oleh kedua organisasi ini dalam kegiatan dakwah Ust. Felix pada tahun 2017

silam. Peristiwa ini merupakan bentuk dari perbedaan pemahaman dan ideologi

sehingga praktik sosial yang dilakukan akan berbeda pada masing-masing

organisasi.

5
Hal lain menjelang pemilu 2019. Pesta demokrasi akan segera dilakukan,

terkait perihal ini kedua organisasi kepemudaan ini cenderung meperlihatkan

genderang kontestasi yang berbeda, seperti dilangsir dalam laman http://rmol.co ,

Http://m.detik.com yang menunjukkan sikap GP Ansor pro pada salah satu

pasangan presiden dan cenderung terbuka mendukung presiden Jokowi dan

ma’ruf Amin. Sedangkan Pemuda muhammadiyah Cenderung bersikap netral

walaupun Danhil mantan ketua umum cenderung dekat dengan Prabowo dan

Sandi dan menjadi jurubicara tim pemenangan Prabowo sandi

(http://www.viva.co.id).

Terkait hal lain di Bangka belitung terkhususnya, terdapat perbedaan sikap

organisasi dalam menyikapi meninggalnya Uskup MGR Hilarius Moa Nuruk di

Pangkalpinang, kedua organisasi keagaamaan tersebut memperlihatkan dua pola

yang berbeda GP Ansor lebih mempraktikkan sosiologi keagamaan dengan cara

langsung mengantarkan Jenazah uskup, melakukan penjagaan bahkan melakukan

pengangkatan peti jenazah (www.radarbangka.co.id) yang dilangsir pada tanggal

3 Maret 2016. Hal ini pula dimaknai secara berbeda dan tidak ditemukan oleh

organisasi PWPM Babel khususnya pangkalpinang.

Kota Pangkalpinang merupakan salah Kota yang mengalami pesatnya

perkembangan masyarakat dalam berbagai aspek, baik budaya, ekonomi maupun

sosial politik. Perkembangan sosial politik di pangkalpinang membuat kontestasi

kekuasaan semakin mencuat, hal ini terlihat dari berbagai usaha yang dilakukan

dalam memperebutkan kekuasaan, salah satunya adalah jaringan sosial pada

organisasi-organisasi sosial, khususnya di Kota Pangkalpinang.

6
Terdapat beberapa alasan mengapa kota pangkalpinang di jadikan objek

penelitian antara lain ialah dikarenakan kota pangkalpinang ialah ibu kota provinsi

yang letaknya sangat strategis di pusat pusat lembaga negara. Hal lain pula

aksesbilitas penelitian yang cenderung terpusat dikareakan daerah sekretariat

kedua organisasi ini tidak sulit untuk ditemukan. Organisasi Sosial keagamaan

Pemuda Muhammadiyah dan GP Anshor Kota Pangkalpinang mulai menjalankan

praktik sosial dengan cara yang berbeda pada setiap organisasinya. Pemuda

Muhammadiyah merupakan organisasi yang masih dengan jargonnya yaitu

pemurnian agama islam, berbeda dengan GP Anshor yang merupakan organisasi

yang adaptif terhadap budaya di masyarakat. Berdasarkan perbedaan inlah yang

membuat peneliti tertarik untuk meneliti kedua organisasi tersebut. Namun, buka

ideologi yang akan peneliti telaah lebih dalam, melainkan peneliti akan mengkaji

lebih dalam mengenai arena kontestasi kekuasaan, dan proses perjuangan arena

yang kontestasi kekuasaan pada organisasi Pemuda Muhammadiyah da GP

Anshor Kota Pangkalpinang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Bagaimana arena kontestasi kekuasaan yang dilakukan oleh GP Anshor dan

Pemuda Muhammadiyah di Kota Pangkalpinang?

b. Bagaimanakah strategi kontestasi kekuasaan yang dilakukan oleh GP Anshor

dan Pemuda Muhammadiyah di Kota Pangkalpinang?

7
C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang akan diteliti, adapun tujuan dari

penelitian ini yaitu :

1. Mendeskripsikan arena kontestasi kekuasaan yang dilakukan oleh GP

Anshor dan Pemuda Muhammadiyah Kota Pangkalpinang.

2. Mengetahui strategi kontestasi kekuasaan yang digunakan oleh GP

Anshor dan Pemuda Muhammadiyah Kota Pangkalpinang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi yaitu

tentang kontestasi kekuasaan berbasis organisasi sosial keagamaan.

b. Penelitian ini diharpkan dapat dijakdikan bahan acuan untuk penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan pemerintah

dalam penyusunan kebijakan terkait keberadaan organisasi masyarakat

khususnya organisasi sosial keagamaan.

b. Peneliti diharapkan menjadi gambaran mengenai kontestasi kekuasaan

berbasis organisasi sosial keagamaan

c. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat atau

organisasi sosial keagamaan lainnya mengenai kontesatasi kekuasaan.

8
E. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa hasil penelitian

terdahulu sebagai landasan dalam penelitian. Ada beberapa hasil penelitian yang

berkenaan dengan kontestasi kekuasaan yang penulis gunakan dalam tinjauan

dalam penelitian ini. Adapun tiga penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai

tinjauan pustaka yaitu:

Pertama, penelitian Nur Fahmi Ramdhani (2014) yang berjudul

Kontestasi Kekuasaan dalam Praktik Sosial Keagamaan Gerakan Pemuda Ansor

di Kabupaten Jombang. Didalam penulisannya, Fahmi membahas mengenai

upaya yang dilakukan GP Ansor sebagai organisasi sosial keagamaan semakin

hari semakin menunjukkan adanya pergeseran habitus di dialamnya. Proses

terbentuknya praktik tersebut muncul sebuah kontestasi kekuasaan dalam diri

Ansor yang disebabkan oleh prakrik yang terkesan keluar dari koridor NU sebagai

organisasi induk. Hal ini terlihat dari berbagai praktik yang menimbulkan polemik

tersebut, yaitu penjagaan Gereja saat natal oleh banser ansor, GP Ansor Jombang

menggelar konser dengan Grup Band Musik Slank, GP Ansor menggerakkan

Bansernya dalam pengamanan malam tahun baru 2014 di beberapa titik di

Jombang. Menurutnya, pergeseran pergerakan GP Ansor tersebut juga menjadi

bukti dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap NU, bahwa NU saat

ini telah mengalami pergeseran paradigma diri yang awalnya cenderung dianggap

sebagai ormas Islam yang tradisional, konsevatif, dan tertutup, namun saat ini

telah mengalami keterbukaan dalam pergerakannya.

GP Ansor Jombang, mulai tampak pertarungan anggota yang

memperebutkan sebuah praktik sosial keagamaan yang dianggap paling benar dan

9
ideal yang sebenarnya harus dilakukan Ansor. Kontestasi dalam proses

terbentuknya praktik sosial keagamaan yang dianggap sesuai juga tidak lepas dari

habitus dan modal dimiliki oleh anggota Ansor, yang melibatkan antar kelompok

konserpatif dengan kelompok yang progresif. Praktik sosial kegamaan tersebut

merupakan strategi untuk mempertahankan eksistensi GP ansor sebagai Ormas

Islam ditengah eksistensi Ormas Islam lain. Strategi yang dilakukan Ansor

Jombang ini merupakan sebuah strategi reproduksi, yaitu sekumpulan praktik

yang dirancang untuk mempertahankan atau meningkatkan aset-aset tertentu.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hidayatul Auliya (2011) yang

berjudul Kontestasi Kader Muslimat NU dalam Domain Politik (Studi atas

Partisipasi Politik Pengurus Pusat Muslimat NU Periode 2006-1011). Hidayatul

membahas mengenai, NU merupakan basis gerakan yang signifikan, perempuan

juga menjadi salah satu hal yang terpenting dan berpengaruh dalam pemerintahan.

Hal ini tampak ketika kepeduliannya terhadap isu-isu keperempuanan dan tentang

anak-anak yang menjadi tanggung jawab dalam setiap program yang dijalankan

sebagai suatu organisasi sosial. Program kerja mengenai hal ini, maka bukan

hanya kaum perempuan dalam organisasi yang beruntung, namun organisasi

sendiri pun akan mendapatkan keuntungan didalamnya yaitu eksistensinya dan

citra kepeduliannya terhadap kaum perempuan. Dalam dunia pemerintahan dan

perpolitikan, kaum perempuan akan memiliki lebih mampu memahami isu-isu

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Rahmi Hasyfi Febrina, Bangun Udi

Mustika, Adek Risma yang berjudul Nahdlatul Ulama: Bebas untuk Oportunis?

Menelisik Kontestasi Politik pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten

Banyumas Periode 2008 dan 2013. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

10
keberpihakan Nahdlatul ulama pada kontestasi pemilihan Kepala Daerah di

Kabupaten Banyumas periode 2008 dan 2013. Berdasarkan penelitian ini

didapatkan hasil yaitu Kecenderungan NU yang berpihak kepada pemerintah atau

status quo adalah pilihan politik yang semata-mata mengedepankan kepentingan

umat. Kepentingan umat menjadi tujuan utama untuk berposisi dalam sebuah

pertarungan. NU tdak peduli dan tidak mempersoalkan ketika mereka diberi label

sebagai oportunis, pragmatis, bahkan transaksional, selagi pilihan politik itu

menuju kemaslahatan umat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Kesejahteraan umat Islam adalah agenda utama bagi NU digunakan untuk

menjalin relasi dengan partai politik. NU mendapat banyak perkataan dan

cemoohan dari berbagai peneliti, khususnya peneliti dengan perspektif modernis,

yang melihat ini sebagai gejala negatif dan tidak tahu malu dalam berpolitik,

ketaatan kepada kepentingan umat adalah segalanya. NU sebagai organisasi

keagamaan, lembaga intermediari yang berdiri sendiri, sebagai perpanjang tangan

antara masyarakat dan negara tidak harus dicermati dari perspektif yang

mereduksi NU, yaitu memposisikan sebagai “sang oportunis dan tidak tahu malu”.

NU mencoba mengembalikan posisinya sebagai organisasi keagamaan yang

berorientasi kepada kepentingan dan kemaslahatan umat. Berubah-ubahnya

dukungan politik NU pada dua periode Pilkada di Banyumas menjelaskan bahwa

NU berpihak kepada kubu yang kira-kira mampu menjamin kemaslahatan

umatnya. Kesejahteraan dan kemaslahatan umat Islam di Banyumas jauh lebih

penting dari sekadar dipuja sebagai organisasi konsisten dan sportif dalam kancah

politik, jika memilih beroposisi dengan pemerintah. NU tak kenal oposisi, NU

11
hanya konsisten berpegang pada ideologi keagamaan yang mengedepankan

kepentingan dan kebutuhan para umat atau pengikutnya.

Persamaan dari tiga penelitian di atas dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sama dalam membahas mengenai kontestasi kekuasaan dan

kontestasi politik. Namun, terdapat perbedaan dari ketiga penelitian ini yaitu pada

penelitian Fahmi (2014) mengkaji menganai upaya yang dilakukan GP Ansor

sebagai organisasi sosial keagamaan semakin hari semakin menunjukkan adanya

pergeseran habitus di dialamnya. Proses terbentuknya praktik tersebut muncum

sebuah kontestasi kekuasaan dalam diri Ansor yang disebabkan oleh prakrik yang

terkesan keluar dari koridor NU sebagai organisasi induk. Penelitian Auliya

(2011) mengkaji tentang bagaiaman organisasi membentuk kader terbaik

perempuan yang nantinya akan digunakan sebagai wujud kontestasi dalam

pemerintahan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi et. Al (2014)

yaitu membahas tentang keberpihakan Nahdlatul ulama pada kontestasi pemilihan

Kepala Daerah di Kabupaten Banyumas periode 2008 dan 2013.

F. Kerangka Teoretik

Penelitian ini menggunakan teori Habitus dan Arena (field) dari Pierre

Bourdieu (Fashri, 2016: 93). Definisi habitus memuat beberapa hal prinsipil yang

menjadi khas dari habitus. Pertama, habitus mencakup dimensi kognitif dan

afektif yang terwujud dalam sistem disposisi. Disposisi terbentuk melalui praktik

individu dengan pengalaman personalnya, interaksi individu dengan orang lain

dan dengan struktur objektif. Dengan kata lain, disposisi dapat dimaknai sebagai

sikap, kecenderungan dalam mempersepsi, merasakan, melakukan, dan berpikir,

12
yang kemudian diinternalisasikan oleh individu melalui objektivitas seseorang.

Kedua, habitus merupakan struktur yang dibentuk dan struktur yang membentuk.

Pada satu sisi, habitus akan berperan sebagai struktur yang membentuk kehidupan

sosial, namun disisi lain habitus adalah struktur yang dibentuk oleh kehidupan

sosial. Ketiga, habitus dilihat sebagai produk sejarah. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Bourdieu, “the habitus, the product of history, produces individual

and collective practices, and hance history, in accordance with the schemes

engendered by history”. Berdasarkan pengertian tersebut, habitus dianggap

sebagai kodrat, senantiasa terikat dalam ruang dan waktu yang mengelilinginya.

Habitus merupakan akumulasi pembelajaran dan sosialisasi individu atau

kelompok. Pengaruh masa lalu tidak disadari sepenuhnya dan dianggap sebagai

sesuatu yang alamiah dan wajar. Ketidaksadaran ini akan terus melekat dari

generasi hingga gernerasi selanjutnya.

Keempat, habitus bekerja di bawah aras kesadaran dan bahasa, melampaui

jangkauan pengamatan introspektif atau kontrol oleh keinginan aktor. Hal ini

dikarenakan habitus mengarah pada praktik secara praktis sehingga skema habitus

menyatu pada apa yang disebut dengan nilai-nilai dalam gerak-gerak tubuh yang

paling otomatis, seperti berjalan, makan dan gaya berbicara. Habitus juga

berkaitan dengan konstruksi dan evaluasi yang mendasar terhadap dunia sosial

misalnya pada pembagian kerja atau pembagian pekerjaan dominasi.

Berdasarkan beberapa pemaparan definisi habitus tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa habitus adalah dasar yang menjadi penggerak suatu tindakan

serta pemikiran yang mendominasi disposisi sebagai kecendeerungan sikap dan

skema yang berbasis penilaian. Dalam peta gagasan Bourdieu, keseragaman

13
habitus yang telah megalami disposisi pada akhirya akan menjadi basis

penstrukturan (strukturasi) ditandai dengan munculnya para agen interaksi sosial

sebagai pelaku strategi (Beilharz, 2002). Agen pelaku strategi yang telah

didisposisikan oleh habitus inilah yang akan bertarung dalam memperbutkan

kekuasaan, kehormatan, modal simbolik dalam ragam bidang pemikiran dan

tindakan.

Selain habitus, teori yang berdampingan erat adalah mengenai ranah

(arena, field). Seperti yang dijelaskan sebelumnya, habitus sangat memiliki

keterkaitan yang sangat erat dengan ranah. Tidak berarti arena sama dengan

habuitus. Arena bereda dengan habitus. Arena merupakan tempat pertarungan

kekuatan-kekuatan yang di dalamnya terdapat perjuangan untuk memperebutkan

sumber daya (capital) dan merupakan kesempatan untuk mengakses sesuatu yang

dekat dengan hierarki kekuasaan.

Rumusan sedehana dari konsep yang dipetakan oleh Bourdieu adalah

(Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. Pada rumusan tersebut tercantum adanya

modal, hal ini diarenakan jika kita memahami konsep ranah berarti kita juga harus

mengaitkannya dengan modal. Istilah modal dipergunakan Bourdieu untuk

memetakan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Jenis-jenis modal

yang terdapat dalam ranah sosial menurut Bourdieu digolongkan dalam empat

jenis, yaitu pertama, modal ekonimo yang mencakup alat-alat produksi, materi,

dan uang. Kedua, modal budaya yaitu keseluruhan intelektual yang diproduksi

melalui pendidikan formal dan warisan keluarga. Ketiga, modal sosial yang

menunjuk jaringan ossial yang dimiliki pelaku. Keempat, segala bentuk prestise,

status, otoritas, dan legitiamasi yang terakumulasi sebagai modal simbolik.

14
Modal harus ada di dalam seuah ranah agar memiliki kekuatan yang

berarti. Hubungan habitus, ranah, dan modal berkaitan secara langsung dan

bertujuan menerangkan praktik sosial. Karakteristik modal dihubungkan dengan

skema habitus sebagai pedoman tindakan dan kualifikasi dan ranah selaku tempat

beroperasinya modal. Sedangkan ranah senantiasa dikitari oleh relasi kekuasaan

objektif berdasarkan pada jenis-jenis modal yang digabungkan dengan habitus.

Skema 1

Praktik Sosial

Habitus

Field Capital

Berdasarkan penjelasan ditas menjadi alasan peneliti meggunakan teori arena

dan habitus dari pemikiran Peirre Bourdieu. Bahwa teori ini dianggap relevan

dalam mengkaji dan mendalami penjelasan mengenai kontestasi kekuasaan

berbasis organisasi sosial keagamaan. Pada penelitian ini fokus pada organisasi

Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor Kota Pangkalpinang. Relevansi teori

dengan kajian penelitian bahwa teori arena dan habitus dari pemikiran Pierre

Bourdieu menjelaskan permasalahan dari penelitian ini, adapun kata kunci untuk

menjalaskan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Bourdieu menjelaskan mengenai habitus sikap niat atau

kecenderungan yang melibatkan mental dan intelektual yang dipadukan dalam

15
tindakan dan interaksi, serta diikuti oleh kalkulasi strategi. Sebagaimana konsep

habitus, keseragaman habitus yang telah mengalami disposisi pada akhirnya akan

menjadi basis penstrukturan yang ditandai dengan munculnya agen interaksi

sebagai pelaku strategi. Pada penelitian ini, konsep ini akan menjadi pisau analisis

untuk mengkaji mengenai bagaimana proses perjuangan arena yang dipergunakan

oleh Organisasi Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor di kota Pangkalpinang.

Kedua, dalam penjelasannya mengenai arena yang dijelaskan oleh Bourdieu

yaitu arena merupakan ranah pertarungan untuk mempertahankan dan merombak

kekuasaan. berbicara megenai arena tidak lepas dari modal. Kosep modal menurut

Bourdiu mampu menjelaskan hubungan-hubungan kekuasaan. berdasarkan

konsep yang dijelaskan di atas, arena dapat dijadikan sebagai pisau analisis untuk

menjelaskan mengenai arena-arena kontestasi kekuasaan yang dilakukan oleh

organisasi Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor di Kota Pangkalpinang.

Habitus dan ranah merupakan konsep yang mampu menjadi tool of analysis.

Habitus dikonstruksi sebagai sebuah struktur mental yang diinternalisasikan lewat

individu untuk memobilisasi tindakan yanag bertujuan untuk memahami realitas

sosial, yang pada penelitian kali ini adalah Kontestasi kekuasaan yang berbasiskan

organisasi keagamaan. Arena dikonstruksi sebagai upaya memperkuat jaringan

sosial antar berbagai posisi objek yang dekat dengan hierarki kekuasaan untuk

memproduksi kedudukan sosial. pada dasarnya, habitus dan ranah akan

menciptakan suatu produk yang dinamakan kekuasaan. hal ini adalah hakikat dari

konsep habitus dan arena yang mengonstruksikan segala upaya yang berupa

strategi, arena yang diperjuangkan, dan modal-modal yang dimiliki sehingga

diperoleh sebuah kekuasaan. dari kekuasaan inilah kemudian akan terciptanya

16
kontestasi sebagaimana apa yang menjadi objek yang diteliti oleh peneliti yaitu

kontestasi kekuasaan.

G. Alur Pikir Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti membuat suatu kerangka berpikir untuk

mempermudah pengarahan proses penelitian secara benar. Adapun kerangka

berpikir yang telah dirumuskan oleh peneliti, yaitu:

Gambar 1.1. alur pikir penelitian

Kontestasi Kekuasaan

Organisasi Sosial
Keagamaan

Pemuda GP Ansor
Muhammadiyah

Teori Pierre Bourdieu


Habitus dan Ranah

Berdasarkan gamabar 1.1 di atas dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya di

Indonesia khususnya di Bangka Belitung memiliki dua organisasi sosial

keagamaan yang besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua

organisasi sosial keagamaan ini masing-masing menaungi organisasi kepemudaan

yaitu Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Anshor. Setiap organisasi

kepemudaan ini memiliki cara dan visi yang berbeda dalam melakukan tujuannya,

17
termasuk dalam hal pengkaderan aktor terbaik yang akan bersaing pada ranah

pemerintahan.

Setiap organisasi tidak akan terlepas dari kontestasi atau perebutan kekuasaan

dalam ranah-ranah yang mereka tujukan. Ranah yang menjadi tujuan mereka tentu

akan berbeda, bahkan startegi yang mereka lakukan juta akan berbeda pula. Oleh

karena itu, dalam menganalisis penelitian ini, peneliti, menggunakan teori

sosiologi yang dicetuskan oleh Pierre Bourdieu yang membahas mengenai habitus

dan ranah. Teori ini akan digunakan untuk menganalasis strategi yang

dipergunakan setiap organisasi kepemudaan dan ranah kontestasi setiap organisasi

kepemudaan.

18
BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut

Sukmadinata (Rahman dan Ibrahim, 2009:44) penelitian kualitatif adalah

suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran

orang secara individual maupun kelompok. Menurut Mukhtar (2013: 10),

metode penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu metode yang digunakan

untuk menemukan pengetahuan terhadap subjek pada suatu saat tertentu.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

mengumpulkan informasi mengenai subjek penelitian dan perilaku subjek

penelitian pada suatu periode tertentu.

Peneliti akan memberikan gambaran tentang arena dan strategi

kontestasi kekuasaan yang dilakukan oleh dua organisasi kepemudaan

Pemuda Muhammadiyah dan GP Anshor dengan menggunakan pendekatan

kualitatif deskriptif. Pendekatan yang digunakan cukup relevan untuk

mengkaji permasalahan yang akan diteliti. Adapun alasan peneliti

menggunakan metode ini, yaitu metode ini dapat menggambarkan,

mendeskripsikan, mengumpulkan, dan menganalisis data informasi tentang

objek maupun subjek yang akan diteliti.

19
2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Kota

Pangkalpinang. Adapun alasan peneliti dalam mengambil lokasi ini karena saat

ini Kota Pangkalpinang menunjukkan perkembangan sosial politik, dan

organisasi-organisasi kepemudaan islam yang sangat pesat. Oleh karena itu

peneliti ingin melihat dominasi organisasi kepemudaan islam dalam dunia

sosial politik.

3. Objek dan Subjek Penelitian

Menurut Bungin (2010: 76) objek dan informan penelitian kualitatif

adalah menjelaskan objek penelitian yang sesuai fokus dan lokus penelitian,

yaitu apa yang menjadi sasaran penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah

kontestasi kekuasaan yang dilakukan oleh organisasi keagamaan di Bangka

Belitung. Objek ini mampu memberikan penjelasan mengenai ranah

kontestasi kekuasaan dan strategi yang dipergunakan setiap organisasi

keagamaan tersebut.

Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang memahami dari

informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami

objek penelitian yang diteliti. Informan dalam penelitian ini, yaitu tokoh

organisasi, tokoh yang melakukan kontestasi, serta orang terkait dalam

permasalahan kontestasi ini. Untuk memilih informan kunci atau situasi sosial

lebih tepat dilakukan secara sengaja (purposive sampling) (Burhan Bungin,

2007: 53). Pada penelitian kualitatif, bagian yang terpenting adalah

menentukan informan kunci (key informan). Pada penelitian ini, yang

menjadi informan kunci adalah Ketua dan Anggota dari setiap Organisasi

20
(Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor) Kota Pangkalpinang, Tokoh Agama

Kota Pangkalpinang, Masyarkaat Kota Pangkalpinang.

4. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini, yaitu data yang diperoleh secara

langsung dari lokasi penelitian dan dijadikan sumber utama dalam

penelitian (Rahman dan Ibrahim, 2009: 42). Data penelitian berasal yaitu

hasil wawancara dengan masyarakat dan berbagai pihak yang

berkompeten dalam membicarakan kajian ini termasuk tokoh masyarakat,

akademisi dan pejabat terkait (Rahman dan Ibrahim, 2009:45). Dalam

penelitian ini sumber data utama yaitu hasil wawancara dan observasi

terhadap Anggota dari organisasi sosial keagaman, tokoh pemuda, serta

pengamat dari perpolitikan di Kota Pangkalpinang.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber data yang dapat

menunjang penelitian melalui studi kepustakaan. Data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, dan skripsi serta

informasi yang diperoleh dari sumber internet yang berkaitan dengan

fokus penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

21
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan digunakan peneliti

untuk mendapatkan data yang akurat sesuai dengan penelitian yang diteliti,

antara lain:

a. Wawancara

Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara

langsung dengan lisan kepada responden yang ditunjuk untuk

mengungkapkan berbagai data dan informasi sesuai dengan pertanyaan

penelitian. Menurut Nawawi wawancara merupakan teknik pengumpulan

data dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan dan dijawab secara

lisan pula (Rahman dan Ibrahim, 2009: 43). Pada penelitian ini jenis

wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur, yakni

wawancara yang bebas di mana peniliti menggunakan pedoman wawancara

dengan garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan sebagai bahan

untuk menggali lebih dalam terhadap judul penelitian.

Wawancara tak berstruktur dalam penelitian ini yaitu sebuah cara

mengumpulkan data atau informasi secara langsung, bertatap muka dengan

informan atau subjek penelitian, dengan maksud untuk mendapatkan

gambaran yang lengkap tentang permasalahan yang akan diteliti. Pertanyaan

yang diajukan berbentuk pertanyaan-pertanyaan pokok sebagai pedoman

dalam wawancara selanjutnya, pertanyaannya pokok tersebut dikembangkan

menjadi beberapa pertanyaan dalam proses wawancara langsung.

Pada penelitian ini, teknik yang digunakan peneliti dalam menentukan

informan, yaitu Purposive sampling. Pada penelitian ini, yang menjadi

informan kunci adalah Ketua dan Anggota dari setiap Organisasi (Pemuda

22
Muhammadiyah dan GP Ansor) Kota Pangkalpinang, Tokoh Agama Kota

Pangkalpinang, Masyarkaat Kota Pangkalpinang.

b. Observasi

Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengamati secara langsung realitas yang terjadi di lapangan. Dalam suatu

penelitian kualitatif, observasi sebagai pengamatan langsung terhadap objek

yang ada dilapangan untuk mengetahui kebenaran, situasi, kondisi, dan tata

ruang yang ada pada lapangan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

interaksi secara langsung terhadap subjek yang diamati, memperhatikan apa

yang mereka lakukan, mendengarkan apa yang mereka katakan, serta

mengikuti aktivitas yang dilakukan oleh subjek yang diteliti (Ibrahim, 2015:

81). Pada penelitian ini penulis akan melalukan observasi secara langsung

pada organisasi Pemuda Muhammadiyah dan GP Anshor Kota

Pangkalpinang untuk menetahui lebih lanju terkait kontestasi kekusaan

berbasis Organisasi Sosial Keagamaan di Kota Pangkalpinang.

c. Dokumentasi

Dalam penelitian ini diperlukan dokumentasi sebagai bukti dari adanya

suatu penelitian di daerah yang diteliti. Penggunaan teknik dokumentasi

dimaksud adalah teknik pengumpulan data dengan menjadikan dokumen-

dokumen sebagai sumber data. Dokumentasi dalam penelitian mempunyai dua

makna. Pertama, dokumen yang dimaksudkan sebagai alat bukti dalam

penelitian seperti catatan-catatan, foto, dan rekaman video. Dokumentasi ini

sebagai dokumentasi kegiatan.

23
Kedua, dokumen yang berkenaan dengan peristiwa atau momen atau

kegiatan yang telah lau, yang padanya dihasilkan sebuah informasi, fakta dan

data yang diinginkan oleh peneliti. Menurut Sugiyono (2008: 82) dokumentasi

adalah catatan-catatan peristiwa yang telah lalu, berbentuk tulisan, gambar atau

karya monumental seseorang.

6. Teknik Analisis Data

Setelah keseluruhan data yang diperlukan terkumpul, guna menjawab

rumusan permasalahan, maka data tersebut perlu dianalisis dengan

menggunakan teknik kualitatif walaupun masih tetap melibatkan angka-

angka. Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh sebagai berikut:

a. Tahap pengumpulan data

Pada tahap ini peneliti akan melakukan proses pengumpulan data

melalui hal-hal yang diperoleh dengan cara dilihat, didengar, dan

diamati. Data yang didapat berupa catatan lapangan, deskripsi,

wawancara, jurnal, catatan harian, dan banyak hal lain yang menjadi

proses pengumpulan data sebagai hasil dari pengamatan. Pada penelitian

ini, peneliti akan mengumpulkan berbagai data melalui subjek penelitian

yang telah ditentukan, baik melalui dokumen yaitu berupa jurnal, buku,

danlainnya, wawancara dengan ketua dan anggota organisasi Pemuda

Muhmmadiyah dan GP Ansor, tokoh pemuda, serta pengamat politik di

Pankalpinang, observasi terhadap kegiatan kedua organisasi dan

perpolitikan di pangkalpinang,

b. Reduksi data

24
Dalam proses ini, peneliti akan memilih dan memilah data

mentah yang masih beragam. Kemudian mengelompokkan dalam bagian

persoalan yang sesuai dengan fokus penelitian agar data dapat

terkelompokkan secara tajam, terfokus, ringkas, dan membuang data

yang tidak penting.

c. Display data

Rahman dan Ibrahim (2009: 46) menyatakan bahwa display data

adalah penampilan data sistematis yang sudah diolah. Data tersebut

berupa tabel, matriks, chart, atau grafik dan lain sebagainya. Dalam

proses ini peneliti akan merangkai informasi yang terorganisir untuk

menggambarkan dan menampilkan data dalam bentuk tabel, matriks,

grafik, dan lain sebagian sesuai dngan kebutuhan.

Pada tahap ini, peneliti akan menampilkan data-data yang telah

dipilah terkait dengan fokus penelitian, baik itu berupa dokumen, hasil

wawancara dan berupa foto dokumentasi dari hasil reduksi data.

d. Penarikan kesimpulan

Tahap pengambilan keputusan atas pertanyaan penelitian. Data

yang telah disusun sedemikian rupa dikaitkan dengan pola, model,

hubungan sebab akibat dan persamaan dengan pendapat lain akan muncul

kesimpulan dari apa yang diteliti. Jadi, dari data yang ada dicoba menarik

kesimpulan. Jika kesimpulan itu masih menyisakan keraguan dan

ketidakjelasan, maka akan diadakan verifikasi dengan mencari data baru

yang relevan. Pada penelitian ini, peneliti akan menyimpulkan

25
bagaimana arena kontestasi dan strategi berkontestasi yang digunakan

oleh kedua organisasi yang menjadi fokus penelitian.

H. Sistematika Penulisan

Secara umum terdapat sistematis penulisan pada penelitian ini yang terdiri

dari beberapa bab, yaitu

Pada Bab I pendahuluan terdapat beberapa tahap yang dijelaskan secara

sistematis pada bab ini. Pada bab ini membahas tentang latar belakang penelitian

yang melatarbelakangi penelitian dalam memilih penelitian ini. Selain itu akan

dibahas juga rumusan masalah yang sesuai dengan fokus penelitian sehingga

dapat ditarik kedalam sebuah tujuan dari penelitian yang dilakukan peneliti.

Adanya manfaat dari penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat

praktis. Dilanjutkan dengan tinjauan pustaka, kerangka teoritis, dan kerangka

berpikir.

Pada Bab II metode penelitian. Pada bab ini terdiri dari jenis dan

pendekatan penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif

dengan analisis deskriptif, lokasi penelitian yang menjadi tempat penelitian yang

dilakukan peneliti. Dilanjutkan dengan objek penelitian yang akan diteliti, sumber

data yang terdiri dari data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data

yang berupa dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tahap terakhir

yaitu teknik analisa data yang terdiri dari beberapa langkah yaitu tahap

pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarik kesimpulan, serta

sistematika penulisan dalam penelitian.

Pada Bab III gambaran umum yang berisi tentang gambaran umum objek

penelitian. Bab ini merupakan deskripsi mengenai Organisasi Sosial Keagamaan

26
yang diteliti, diiantaranya adalah gambaran kedua organisasi, yaitu sejarah singkat

kedua organisasi, visi dan misi dari kedua organisasi.

Pada Bab IV hasil dan pembahasan. Pada bab ini akan menjelaskan dan

menguraikan arena kontestasi kekuasaan yang digunakan organisasi Pemuda

Muhamamdiyah dan GP Anshor, kemudian menjelaskan mengenai habitus yang

dikaitkan dengan proses perjuangan arena dari kontestasi kekuasaan kedua

organisasi tersebut.

Pada Bab V penutup. Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

Kesimpulan merupakan jawaban dari rumuan masalah. Bab ini juga berisi tentang

rekomendasi penelitian untuk penelitian selanjutnya

27

Anda mungkin juga menyukai