Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya krisis ekonomi yang melanda negara-negara di kawasan Asia

Tenggara berdampak sangat parah khususnya terhadap perekonomian Indonesia.

Krisis ini berlanjut dengan lengsernya Presiden Suharto dari tampuk kekuasaan

melalui People Power (kekuatan rakyat), dan terjadilah peralihan kekuasaan

kepada B.J. Habibie yang saat itu sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.

Dan sejak saat itulah tonggak awal Reformasi Indonesia. Terjadi perubahan

fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia khususnya pemerintahan

yang otoriter, juga perubahan dalam kebijakan ekonomi, birokrasi dan lain-

lainnya. Sehingga apa yang telah dijalankan selama 32 tahun harus mengalami

perubahan guna mencapai tujuan yang lebih baik.

Seiring dengan berjalannya waktu masuklah Indonesia ke suatu era yang

disebut era reformasi demokrasi. Demokrasi mempunyai arti penting bagi

masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan adanya demokrasi masyarakat

memiliki hak untuk menentukan jalannya sendiri yang tentunya sudah dijamin

oleh konstitusi. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian

bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-

masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai


2

kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan

rakyat 1.

Negara demokrasi dapat diartikan sebagai negara yang diselenggarakan

berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut

organisasi berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat

sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

Seperti yang telah tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar

1945 dinyatakan bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar”.

Dan dalam setiap individu memiliki sikap dasar dan kecenderungan untuk

selalu hidup berkelompok, karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk

sosial2. Sebagai makhluk sosial, manusia mustahil dapat hidup sendiri tanpa

melakukan interaksi dengan orang lain. Kebebasan untuk mengeluarkan

pendapat, berserikat, berkumpul, bahkan untuk berorganisasi merupakan sebuah

keniscayaan dari hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang. Sejalan

dengan prinsip demokrasi tersebut, dalam perubahan Undang-Undang Dasar

1945 masih berlanjut dengan pemuatan tentang hak-hak asasi manusia sebagai

bagian dari Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu hak asasi manusia yang

1
Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2000), hlm. 19.
2
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1977),
hlm. 75.
3

dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 adalah kebebasan berserikat dan

berkumpul, yang diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) yang menyatakan bahwa

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat ”. Dengan adanya jaminan oleh Undang-Undang Dasar tersebut mulai

ada kesadaran dari masyarakat untuk membentuk suatu kelompok untuk mulai

berdiskusi mengeluarkan pendapat mengenai suatu masalah yang sedang

dihadapi pemerintah dan belum mendapat titik akhir dalam penyelesaiannya.

Kelompok yang dibentuk tersebut yang saat ini dapat dikenal sebagai Organisasi

Kemasyarakatan.

Dalam perspektif historis, sejak sebelum kemerdekaan Negara Repubik

Indonesia, pelaksanaan hak kebebasan berserikat dan berkumpul serta

membentuk berbagai organisasi telah menjadi sarana integrasi dan perjuangan

bangsa. Pembentukan organisasi pertama Serikat Dagang Islam pada tahun 1905,

Organisasi pergerakan Budi Utomo pada tahun 1908 yang menjadi tonggak

perjuangan bangsa dalam mengusir penjajah. Beberapa organisasi masyarakat

dalam bidang sosial keagamaan, seperti Persyarikatan Muhammadiyah,

Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis) juga dibentuk pada era sebelum

kemerdekaan dan menjadi instrument perjuangan kemerdekaan dan

pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, bermunculan organisasi yang berbasis profesi seperti Serikat

Dagang Islam (SDI) yang membuktikan kepedulian kaum usahawan dalam

perjuangan bangsa. Pada era tersebut juga lahir dan bermunculan organisasi
4

masyarakat, khususnya dari kalangan pemuda, yang pada awalnya berbasis

kedaerahan seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Java, Jong Ambon, Jong

Celebes, Jong Borneo dan lain-lain. Organisasi-organisasi masyarakat tersebut

tumbuh dan berkembang yang selanjutnya mengintegrasikan diri dan melahirkan

Sumpah Pemuda sebagai salah satu tonggak penting dan menjadi dasar

terbentuknya Negara Indonesia3. Kehadiran organisasi masyarakat dalam

perjuangan kemerdekaan bangsa jelas tidak terbantahkan, karena mampu

membangun kesadaran kolektif masyarakat hingga mampu mendorong

kemerdekaan bangsa. Tidak dapat dipungkiri dan masih dapat dilihat secara

nyata bahwa organisasi masyarakat yang tumbuh sejak jaman sebelum

kemerdekaan tersebut masih terus tumbuh yang secara konsisten membaktikan

diri dalam bidang keagamaan, sosial, pendidikan, kesehatan pemberdayaan

ekonomi dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi masyarakat dapat

memberikan manfaat yang signifikan bagi peningkatan kualitas kehidupan

masyarakat dalam berbagai bidang.

Tumbuh dan berkembangnya organisasi masyarakat, sebagaimana

digambarkan di atas mencerminkan betapa penting dan strategisnya organisasi

masyarakat. Dengan demikian, pengakuan dalam konstitusi menjadi sangat

bermakna dan memiliki dasar historis, filosofis dan sosiologis.

3
N. Kania Winayanti, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan,
(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 5
5

Setelah kemerdekaan, organisasi masyarakat terus bermunculan dan

semakin beragam sejalan dengan dinamika perkembangan bangsa. Pada masa

kemerdekaan, organisasi-organisasi masyarakat memang belum sepenuhnya

berkembang karena situasi sosial dan politik masih tidak menentu. Memasuki era

Orde Baru, pelembagaan organisasi masyarakat diperkuat dengan dikeluarkannya

peraturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Kemasyarakatan (Organisasi Kemasyarakatan). Meskipun sistem politik saat itu

tidak sepenuhnya menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, namun dengan

pengaturan pelembagaan organisasi masyarakat tetap dapat memunculkan

perkembangan dan pertumbuhan Organisasi Kemasyarakatan.Tetapi timbul

permasalahan pada Undang-Undang tersebut. Permasalahan yang menonjol

adalah tentang adanya penguatan kontrol negara terhadap Organisasi

Kemasyarakatan. Salah satu ketentuan mengenai penguatan kontrol negara

tersebut adalah pemberlakuan asas tunggal Pancasila sebagai satu-satunya asas

pembentukan Organisasi Kemasyarakatan.

Pada era ini pula ditandai dengan kuatnya peran negara dalam mendorong

tumbuh dan berkembangnya organisasi masyarakat pada sektor tertentu yang

difasilitasi negara, terutama Organisasi Kemasyarakatan berbasis profesi seperti

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia

(HKTI), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia (SPSI) yang pada umumnya mengarah pada organisasi tunggal. Pada

organisasi kemahasiswaan, ada organisasi antara lain Himpunan Mahasiswa


6

Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKR),

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan lain-lain.

Saat ini keberadaan Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia telah

menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan setidaknya dari sisi kuantitas

(jumlah). Tercatat total jumlah Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia

sebanyak 344.039 organisasi. Perinciannya, 370 Organisasi Kemasyaraktan

terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, 1.807 di Kabupaten atau Kota, 71 di

Kementerian Luar Negeri dan 321.482 di Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia, 7.226 Organisasi Kemasyarakatan tidak berbadan hukum dalam bentuk

SKT (Surat keterangan Terdaftar) di Provinsi, dan di Pemerintah Daerah dan

Kota sebanyak 14.890 Organisasi Kemasyarakatan.4

Seiring berjalannya waktu dan mengikuti perkembangan zaman,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 kedudukannya digantikan dengan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Orgnasasi Kemasyarakatan. Di

dalam undang-undang tersebut terdapat juga bagaimana cara menyelesaikan

masalah yang muncul di tubuh Organisasi Kemasyarakatan baik yang

bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 ataupun tidak sesuai dengan AD/ART yang terdaftar dan

disahkan oleh pemerintah. Dan menurut hemat penulis Undang-undang tersebut

4
Setkab.go.id/kemendagri-jumlah-Organisasi Kemasyarakatan-di-indonesia-ada-344-0392, diakses pada
tanggal 2 mei 2018 pada pukul 14.00WIB.
7

sudah bagus, karena isinya sistematis dan mudah dimengerti mulai dari pendirian

hingga pembubaran Organisasi Kemasyarakatan.

Empat tahun kemudian tepatnya tanggal 10 Juli 2017 Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 (Perppu Nomor 2

Tahun 2017 ) dikeluarkan dan di tandatangani Presiden Joko Widodo. Perppu ini

berisikan tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Beberapa perubahan yang dilakukan

antara lain pada Pasal 1 angka 1, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan

penjelasan Pasal 59, kemudian Pasal 63-81 dihapus, Muncul Pasal 80A, Pasal

82A, dan Pasal 83A, dan adanya Bab XVIIA.

Menurut pemerintah dasar yang menjadi pertimbangan lahirnya

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang

kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tersebut adalah

Pertama, bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum

mengatur secara komprehensif mengenai Organisasi Kemasyarakatanan yang

bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan

sanksi yang efektif. Kedua bahwa terdapat Organisasi Kemasyarakatan tertentu

yang dalam kegiatannya tidak sejalan dengan asas Organisasi Kemasyarakatan

sesuai dengan Anggaran Dasar Anggatan Rumah Tangga (AD/ART) yang telah

terdaftar dan telah disahkan oleh Pemerintah. Dan organisasi tersebut secara
8

faktual terbukti ada asas Organisasi dan kegiatannya yang bertentangan dengan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ketiga bahwa Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan belum menganut asas

contrarius actus sehingga tidak efektif untuk menerapkan, menganut,

mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan

dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Penulis menilai isi yang ada dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun

2017 ini adalah suatu kemunduran demokrasi di negeri ini, karena Undang-

Undang ini membuka peluang bagi sebuah kesewenang-wenangan oleh

penguasa dan melanggar hak asasi manusia dalam hal tentang kebebasan

berpendapat. Dengan Undang-Undang baru ini semua prosedur itu tampak

dihilangkan dan dipolitisasi, pemerintah dapat membubarkan setiap Organisasi

Kemasyarakatan yang bertentangan dengan pemerintah dengan alasan

bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ada beberapa

Organisasi Kemasyarakatan yang dianggap menentang pemerintah, tapi yang

menjadi korban pertama adalah adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi

Kemasyarakatan berbasis islam ini menurut pemerintah menjadi ancaman

ideologis, radikal dan bercita-cita mendirikan Negara yang berbentuk Khilafah

sehingga harus dibubarkan. Padahal HTI berbadan hukum yang dalam

pendiriannya tentu telah melewati berbagai macam prosedur. Dan HTI lahir di

tahun 1980-an tepatnya dibawah rezim Orde Baru yang terkenal represif , yang
9

bila bertentangan dengan pemerintah dan Pancasia (sebagai asas tunggal) sudah

pasti di bubarkan.

Seharusnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tetap dipertahankan .

Karena Undang-Undang tersebut mengatur agar pemerintah tidak mudah dalam

membubarkan Organisasi Kemasyarakatan, melainkan harus lebih dahulu

melakukan langkah persuasif, memberi peringatan tertulis, dan menghentikan

kegiatan sementara kepada Organisasi Kemasyarakatan tersebut. Kalau tidak

efektif dan pemerintah mau membubarkannya, maka Pemerintah harus meminta

persetujuan Pengadilan terlebih dahulu sebelum membubarkan Organisasi

Kemasyarakatan tersebut.

Kemudian menurut penulis adanya kekeliruan dalam menafsirkan

kalimat-“hal ihwal kegentingan memaksa yang” terdapat dalam “Pasal 22 ayat

(1) Undang-Undang Dasar 1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang

memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti

Undang-Undang”. Kemudian terdapat juga dalam pada Pasal 12 Undang-

Undang Dasar 1945 menyatakan, “Presiden menyatakan keadaan bahaya.

Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-

Undang”. Dan terdapat juga dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang

berbunyi, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah

Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal

ihwal kegentingan yang memaksa”.


10

Sedangkang pengertian serta penafsiran kalimat “hal Ihwal kegentingan

memaksa “di jelaskan didalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1959 Pasal 1 bebunyi “Presiden/Panglima

Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah

Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan

keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang,

apabila:

(a) Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau disebagian

wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan,

kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan

tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

(b) Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah

Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

(c) Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan

khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat

membahayakan hidup Negara.


11

Penafsiran kalimat tersebut juga di perkuat dengan Putusan MK Nomor

138/PUU-VII/2009 yaitu ada tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan

yang memaksa”bagi Presiden untuk menetapkan PERPU, yaitu:

a. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah

hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

b. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi

kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;

c. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang

cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk

diselesaikan;

Sebagaimana dikemukakan oleh Mantan Ketua Mahkama Agung Bagir

Banan sebagai berikut “kegentingan yang memaksa” harus menunjukkan dua ciri

umum, yaitu: (1) Ada krisis (crisis), dan (2) Kemendesakan (emergency). Suatu

keadaan krisis apabila terdapat gangguan yang menimbulkan kegentingan dan

bersifat mendadak (a grave and sudden disturbunse). Kemendesakan

(emergency), apabila terjadi berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan

sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera tanpa menunggu

permusyawaratan terlebih dahulu. Atau telah ada tanda-tanda per mulaan yang

nyata dan menurut nalar yang wajar (reasonableness) apabila tidak diatur segera
12

akan menimbulkan gangguan baik bagi maupun terhadap jalannya pemerintahan


5
.Sedangkan Undang-Undang No 16 tahun 2017 tentang Organisasi

Kemasyarakatan lahir tidak seperti yang dijelaskan diatas yaitu dalam keadaan

“hal ihwal kegentingan yang memaksa” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22

Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun

2011. Keadaan Indonesia saat itu aman terkendali dan Presiden Jokowi

melakukan aktivitas seperti biasanya. Jadi dengan terbitnya Undang-Undang No

16 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan penulis menilai bahwa

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tersebut diskriminatif dan tidak

mencerminkan rasa keadilan, khususnya dalam pembubaran Organisasi

Kemasyarakatan dengan adanya asas contrarius actus di dalam Undang-Undang

tersebut dimana pemerintah dapat membubarkan Organisasi Kemasyarakatan

tanpa dibuktikan kebenaraanya terlebih dahulu. Undang-undang ini juga

bertentangan dengan kebebasan berpendapat yang sejatinya adalah ruh dalam

kehidupan berdemokrasi di dalam sebuah negara hukum. Berangkat dalam hal

inilah penulis tertarik meneliti bagaimanakah mekanisme pembuatan Undang-

Undang Nomoe 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan .

Oleh Karena itu maka penulis memberi penelitian ini dengan judul

5
Bagir Mannan, Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta: FH UII Press, 1999), hlm. 11
13

“MEKANISME PEMBUATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN

2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENURUT

PASAL 22 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ’’

B. Rumusan Masalah

Yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah mekanisme pembuatan Undang-Undang nomaor 16 tahun

2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan menurut Pasal 22 Undang-

Undang Dasar 1945?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian`

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana diatas diatas maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menjelaskan dan mengkaji mekanisme pembuatan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan menurut

Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945.


14

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Mahfud MD, DemokrasidanKonstitusi Di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2000.

N. Kania Winayanti, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Organisasi

Kemasyarakatan, Yogyakarta: PustakaYustisia, 2011.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Yayasan Penerbit

Universitas Indonesia, 1977.

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisai Kemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi P emerintahan.


15

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009

Permendagri Nomor 33 Tahun2012 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

C. Website

Setkab.go.id/kemendagri-jumlah-Organisasi Kemasyarakatan-di-indonesia-ada-

344-0392,diaksespadatanggal 2 mei 2018 padapukul 14.00WIB.

Anda mungkin juga menyukai