Anda di halaman 1dari 11

Salah satu tujuan penegakan hukum adalah terjaminnya hak-hak asasi manusia (HAM).

Manusia mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum. Manusia adalah obyek dan
subyek dalam rangka penegakan hukum tersebut.

Hak asasi manusia memang menyangkut masalah di dalam kehidupan manusia, baik yang
menyangkut hak asasi manusia individu maupun hak asasi manusia kolektif. Hak asasi
manusia individu merupakan hak yang menyangkut kepentingan perorangan dan hak asasi
manusia kolektif menyangkut kepentingan bangsa dan negara.

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati,
universal dan langgeng sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup,
hak berkeluarga untuk melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak
kemerdekaan, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang berfungsi untuk menjaga integritas
keberadaannya, sehingga tidak boleh diabaikan dan dirampas oleh siapapun. Rumusan
tersebut jelas mengakui bahwa hak asasi adalah pemberian Tuhan Yang Maha Esa dan negara
Indonesia mengakui bahwa sumber hak asasi manusia adalah karunia Tuhan. Tegasnya hak
asasi manusia termasuk hak atas kebebasan berserikat bukan pemberian negara akan tetapi
pemberian Tuhan Yang Maha Esa.

Konsep tentang hak asasi manusia bukan merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia. Salah
satu komitmen Indonesia terhadap penghormatan dan jaminan perlindungan hak asasi
manusia terkandung dalam sila kedua Pancasila, dasar negara dan falsafah hidup bangsa
Indonesia, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Selanjutnya, sejumlah pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya


secara tegas mengatur jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia yang paling utama, yaitu
di bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Bahkan ketentuan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 ini dirumuskan tiga tahun sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Universal of Human Rights) 1948 dicetuskan.

Salah satu perlindungan hak asasi manusia yaitu asas principle of liberty (prinsip kebebasan)
dalam bidang hubungan kerja di Indonesia terdapat dalam Pasal 28 D Ayat (2) Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara tanpa memandang
segala perbedaan yang ada pada diri seseorang berhak mendapatkan dan melakukan
pekerjaan serta menerima imbalan secara adil.

Demikian juga di dalam Pasal 28 E Ayat (3) Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat. Pengertian dari ketentuan tersebut adalah bahwa setiap warga negara
tanpa memandang segala perbedaan baik ras, jenis kelamin, agama dan lain-lain, berhak
untuk menjadi bagian dari suatu organisasi dan memanfaatkan organisasi tersebut guna
kepentingannya secara adil dengan memperoleh perlindungan akan kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Kebebasan berserikat sebagai hak dasar tidak bisa dilepaskan dari pendekatan realitas
kehidupan sosial dan politik dengan berbagai aspeknya seperti aspek ekonomi, pendidikan,
agama dan sebagainya. Alasannya karena aspek-aspek tersebutlah yang sangat berperan
membuat manusia kehilangan banyak kesempatan memperoleh kebebasan dirinya.
Konsep hak dasar mulai diperjuangkan setelah manusia merasakan adanya kelemahan dari
teori perjanjian yang diperkenalkan oleh Thomas Hobbes. Dengan teori Thomas Hobbes
seluruh hak-hak masyarakat diserahkan pada pengusaha, sehingga tidak ada kekuasaan lain
yang tersisa. Hal ini merupakan awal timbulnya kesadaran akan adanya hak yang hilang
karena terdesak dengan hadirnya seorang pengusaha.

Akibat adanya kelemahan teori ini, kemudian timbul teori baru yang diperkenalkan oleh John
Locke dan J.J.Rosseau, teori mereka ini pada prinsipnya mengandung pengertian bahwa
dalam perjanjian antara rakyat dengan pengusaha harus terdapat sebagian kekuasaan yang
tersisa. Disamping itu, kekuasaan yang tersisa tersebut juga harus mendapat jaminan secara
konstitusional dan penegakannya dilakukan melalui badan- badan peradilan. Hak-hak yang
eksistensinya dijamin konstitusi inilah yang dinamakan hak dasar. Semenjak itu penegakan
hak asasi manusia identik dengan penegakan konstitusi dibidang hak asasi manusia, sebagai
jaminan terhadap kepentingan masyarakat dari tindakan sewenang-wenang penguasa.

Kebebasan berserikat yang diinginkan oleh para pekerja dalam serikat pekerja tidak diberikan
oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan begitu saja, namun timbul karena adanya
perkembangan gerakan buruh di Indonesia sejak zaman penjajahan hingga keluarnya
Undang-Undang No.21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Efektif tidaknya
undang-undang tersebut dalam praktek berpulang kembali kepada bargaining position
organisasi buruh itu sendiri. Sejak beberapa dekade, kebebasan berorganisasi bagi para buruh
telah dipasung. Terpasungnya organisasi buruh di Indonesia ini berdampak luas termasuk
tumpulnya suara buruh dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan.

Pada jaman penjajahan Jepang gerakan buruh sempat terhenti dan tidak berkembang. Situasi
ini terjadi karena adanya tindakan represif dan ditambah dimatikannya banyak industri yang
dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Baru kemudian setelah kemerdekaan Indonesia
mulai bangkit gerakan buruh. Serikat buruh yang kuat pada masa itu salah satunya adalah
SBII (Serikat Buruh Islam Indonesia) menyatakan siap untuk bekerja sama dengan serikat
buruh manapun asal tidak merusak dasar-dasar Islam. Pada masa Orde Baru, terdapat
peristiwa penting di dalam pergerakan buruh di Indonesia, yaitu dibentuknya Kesatuan Aksi
Buruh Indonesia (KABI) tahun 1966 dan Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI)
pada tanggal 1 November 1969. Dalam perkembangan selanjutnya, lahir pula Federasi Buruh
Seluruh Indonesia (FBSI) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Sejak lahir Orde Baru tersebut, gerakan buruh dimobilisir dari dibentuknya KABI (Kesatuan
Aksi Buruh Indonesia) pada tahun 1966. Tujuannya ialah untuk bersama-sama kekuatan Orde
Baru lainnya berjuang menumbangkan sisa-sisa G 30 S PKI, Perjuangan KABI bersifat
politis sedangkan soal-soal yang bersifat sosial ekonomi di selesaikan oleh sekretariat
bersama buruh beserta anggota-anggotanya.

Di Jakarta pada tanggal 20 Februari 1973, berdiri FBSI (Federasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia) dimana dalam tubuh FBSI masih dimungkinkan hidupnya serikat-serikat buruh.
Berdirinya FBSI pada tanggal 20 Februari 1973 yang kemudian berubah menjadi SPSI
(Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) pada tahun 1985 telah membuka sejarah baru bagi kaum
buruh di Indonesia. Kaum buruh di Indonesia telah mampu mempersatukan dirinya dalam
satu wadah perjuangan dan satu tujuan bersama, yaitu suatu organisasi dibidang perburuhan
yang bersifat sosial-ekonomi. Dengan demikian orientasi utama dari wadah organisasi SPSI
adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan para anggota dan keluarganya.
Dalam bagian umum penjelasan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh, menyatakan bahwa pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha
yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya, sehubungan dengan hal itu, serikat
pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh
dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh didasarkan


pada Pasal 28 E perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi ILO
(Internasional Labour Organization) Nomor 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan
Kemerdekaan berserikat diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-
Undang No.18 Tahun 1956, tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional No.98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar- Dasar dari pada Hak untuk
berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO No
98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan Berserikat serta
diundangkannya Undang-Undang Nomor No 21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, maka bidang perburuhan sesungguhnya telah berubah secara radikal. Namun secara
prinsip, organisasi buruh dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan buruh,
khususnya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup dan melindungi hak-hak buruh.

Dalam konteks perjuangan hak-hak pekerja/buruh ada beberapa pilar yang sangat berperan
dalam penegakan serta melindungi hak-hak pekerja/buruh dalam mewujudkan
kesejahteraannya. Salah satu pilar itu adalah organisasi serikat pekerja/serikat buruh.
Eksistensi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan untuk memberikan perlindungan,
pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi
pekerja/buruh dan keluarganya. Sejarah telah membuktikan bahwa peranan serikat
pekerja/serikat buruh dalam memperjuangkan hak anggotanya sangat besar, sehingga
pekerja/buruh telah banyak merasakan manfaat organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang
betul-betul mandiri (independence) dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak buruh.

Umumnya pekerja secara individual berada dalam posisi lemah dalam memperjuangkan hak-
haknya, dengan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh akan meningkatkan bargaining
baik secara individu maupun keseluruhan. Serikat pekerja/serikat buruh dapat mengawasi
(control) pelaksanaan hak-hak pekerja di perusahaan. Oleh karena itu, peran serikat pekerja
sangat penting bagi pekerja.

Pengertian Serikat Pekerja

Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia


seutuhnya dalam mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam menjalankan visi diatas, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat
penting sebagai salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu.

Guna mencapai tujuan pembangunan itu diperlukan adanya rencana terpadu dan terukur
sesuai dengan misinya. Dibidang peserikatan pekerja (Serikat Pekerja) visi dan misi itu jelas
dinyatakan dalam UU No. 13 tahun 2003 yang dituangkan dalam pengertian sebagai berikut :
Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik
diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis
dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.

Dalam pelaksanaan visi dan misi itu, perlu ditetapkan sarana-sarananya secara jelas dan dapat
dilaksanakan secara baik, konsisten, terencana dan terukur.

Peran Serikat Pekerja

Dalam suatu perusahaan biasanya terdapat organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang
dalam pelaksanannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungan industrial.
Serikat Pekerja dalam memecahkan persoalan menuju suatu kemajuan dan peningkatan yang
diharapkan, hendaknya menata dan memperkuat dirinya melalui upaya :

1. Menciptakan tingkat solidaritas yang tinggi dalam satu kesatuan diantara pekerja dengan
pekerja, pekerja dengan Serikat Pekerjanya, pekerja/Serikat Pekerja dengan manajemen

2. Meyakinkan anggotanya untuk melaksanakan kewajibannya disamping haknya


diorganisasi dan diperusahaan, serta pemupukan dana organisasi.

3. Dana Organisasi dibelanjakan berdasarkan program dan anggaran belanja yang sudah
ditetapkan guna kepentingan peningkatan kemampuan dan pengetahuan pengurus untuk
bidang pengetahuan terkait dengan keadaan dan kebutuhan ditempat bekerja, termasuk
pelaksanaan hubungan industrial.

4. Sumber Daya Manusia yang baik akan mampu berinteraksi dengan pihak manajemen
secara rasional dan obyektif

Bilamana, paling tidak 4 persyaratan diatas terpenuhi, Serikat Pekerja melalui wakilnya akan
mampu mencari cara terbaik menyampaikan usulan positif guna kepentingan bersama.

Perlu diyakini bahwa tercapainya Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan
dan bermartabat, hanya akan ada ditingkat perusahaan. Karenanya social dialogue yang
setara, sehat, terbuka, saling percaya dan dengan visi yang sama guna pertumbuhan
perusahaan sangat penting dan memegang peranan menentukan.

Faktor diluar itu pada dasarnya hanya merupakan pedoman dan faktor pendukung dan
pembantu. Pembinaan dan peningkatan kualitas SDM dapat dirumuskan melalui LKS
Bipartit. Program Quality Circle perlu dilakukan.

Selain itu peran serikat pekerja juga memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja itu
sendiri. Sebagai dasar dari kebebasan pekerja dapat dijumpai dalam Pasal 28 UUD 1945 dan
berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti :

- Undang-undang No. 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98 mengenai
Convention Concerning the Application of the Principles of the Right to Organize and to
Bargain Collectively.
- Undang-undang No. 28 Tahun 2000 tentang Berlakunya Undang-undang No. 25
Tahun 1997 tentang ketentuan pokok tenaga kerja yang mengatur prinsip-prinsip
serikat pekerja yang antara lain :

Hak pekerja membentuk serikat kerja

Serikat pekerja di bentuk secara demokratis serta tidak boleh adanya campur tangan pihak
lain.

Pada awal era reformasi, pemerintah juga telah meratifikasi Konfensi International Labour
Organization (ILO) No. 187 Tahun 1948 tentang Freedom of Asociation and Protection of the
Right to Organize Convention dengan keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998. Selanjutnya
dalam perkembangan terbaru, pada tanggal 4 Agustus 2000 telah dikeluarkan Undang-
undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang merupakan salah
satu produk hukum yang mencerminkan era demokrasi dan kebebasan di berbagai bidang di
Indonesia. Dalam bentuk peraturan yang lebih tinggi, lampiran TAP MPR No.
XII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) secara jelas juga memberi arahan pada
pelaksanaan kebebasan berserikat.

Hal ini misalnya tertuang dalam Pasal 6 yang berbunyi :

Setiap orang berhak untuk memajukan diri dengan memperjuangkan hak-haknya secara
kolektif serta membangun masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 9 menyebutkan :

Setiap orang dalam hubungan kerja berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak. Sedangkan Pasal 19 menyatakan Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Dari aturan ini serikat pekerja akan dapat bertahan hidup dan berperan dalam masyarakat
pekerja dan menjadi serikat pekerja yang kuat, aspiratif terhadap kepentingan pekerja,
profesional dan mandiri Selain itu serikat pekerja juga dapat menjawab tantangan yang
dihadapi di bidang ketenagakerjaan dan hubungan industrial dalam era globalisasi.

Ratifikasi Konvensi ILO No. 87 mempunyai dampak terhadap peraturan perundang-


undangan ketenagakerjaan khususnya yang berkaitan dengan perserikatan pekerja. Maksud
pendirian serikat buruh sebagaimana diuraikan sebagai berikut : setiap pekerja/buruh dapat
mendirikan serikat pekerja/buruh secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung
jawab oleh pekerja/buruh untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan,
serta meningkatkan kesejahteraan yang layak pada umumnya memperjuangkan kepentingan
pekerja/buruh dan keluarganya. Meskipun pekerja/buruh bebas menentukan asas
organisasinya, namun tidak boleh menggunakan asas yang bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dasar negara dan konstitusi negara
Republik Indonesia.

Sedangkan tujuan pendirian serikat pekerja/buruh, federasi maupun konfederasi tidak


lain adalah sebagai berikut :
a. Pihak dalam pembuatan perjanjian kerja

b. Wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja

c. Sarana menciptakan hubungan industri

d. Sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya

e. Perencana, pelaksana dan penanggungjawab pemogokan pekerja/ buruh.

f. Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.

Tenaga kerja yang telah dikenakan PHK, akan diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan nasional dan ketentuan oleh perusahaan. Hak-hak tersebut
dapat berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang saling membutuhkan satu sama lain.
Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik
diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis
dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Tujuan didirikannya serikat pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan


kepentingan pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis
dan berkeadilan.

Saran

Dengan adanya Serikat Pekerja/Serikat Buruh hendaknya dapat membawa dampak yang
positif bagi hak-hak pekerja mengingat dalam kasus perburuhan yang ada sering ditemukan
kurangnya keperpihakan kepada buruh karena lemahnya perlindungan dari pemerintah.
SEJARAH SINGKAT

BERDIRINYA ORGANISASI

SERIKAT PEKERJA PT PLN (Persero)

Pegawai PT. PLN (Persero) memerlukan suatu wadah organisasi yang berfungsi sebagai alat
pemersatu dan pembela kepentingan pegawai sehingga dapat meningkatkan jiwa korsa
pegawai. Untuk itu yang dibutuhkan adalah suatu organisasi Serikat Pekerja yang kuat,
didirikan dan didukung oleh sebanyak-banyaknya pegawai agar dapat berperan secara
optimal dalam membela kepentingan pegawai serta meningkatkan kesejahteraan pegawai
melalui peningkatan kesejahteraan pegawai dan kemanan serta menciptakan suasana kerja
yang kondusif.

Organisasi Serikat Pekerja menjadi sangat diperlukan kehadirannya dan akan dirasakan
secara langsung oleh setiap pegawai. Organisasi Serikat Pekerja dapat menampung dan
menyalurkan aspirasi pegawai, memperjuangkan kepentingan pegawai dan keluarganya,
khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban, membela pegawai dalam menghadapi
masalah hubungan industrial. Selain itu juga sebagai wahana peningkatan profesionalisme
pegawai dan menyusun kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
kepegawaian serta syarat-syarat yang dituangkan ke dalam Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat bersama-sama antara perusahaan
yang diwakili oleh Manajemen dan pegawai yang diwakili oleh Serikat Pekerja.

Jelaslah melalui organisasi Serikat Pekerja akan dapat diciptakan suasana kerja yang
kondusif, kenyamanan dan keamanan kerja serta terwujud suasana kerja yang bebas korupsi,
kolusi dan nepotisme. Dan dengan profesionalisme dan semangat kerja yang tinggi, jujur dan
disiplin, pegawai dapat berperan memajukan Perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan.

Secara yuridis formal, pendirian Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) mempunyai dasar hukum
sebagai berikut :
a. UUD 1945 Pasal 28 dan perubahan kedua UUD 1945 Pasal 28 E.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.

b. UU No. 18 tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional


(ILO) No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk
Berunding Bersama.

c. UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh.

d. UU No. 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan.

e. UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

f. UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

g. UU No. 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.


h. Keppres No. 83 TAHUN 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 87 tahun 1948
mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi.

Sebelum terbentuknya organisasi serikat pekerja, seluruh pegawai PT. PLN (Persero), seperti
juga perusahaan-perusahaan BUMN lainnya, secara otomatis menjadi anggota KORPRI
(Korps Pegawai Republik Indonesia).

Memasuki masa reformasi, geliat keinginan para pegawai PT. PLN (Persero) untuk
membentuk organisasi sebagai wadah pegawai yang benar-benar bersifat bottom up, mulai
terasa pada penghujung tahun 1998. Hal tersebut tercermin pada pertemuan pada tanggal 3
Desember 1998 antara Pengurus Korpri dengan perwakilan pegawai di Gedung Penunjang
Lantai 2 Kantor Pusat PT. PLN (Persero). Pertemuan itu membuahkan rencana dibentuknya
Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah Organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN
(Persero), dan sambil menunggu terbentuknya organisasi tersebut, maka KORPRI dibubarkan
oleh Direktur Utama PT. PLN (Persero) dan untuk membina pegawai di luar kedinasan
dibentuklah wadah yang disebut dengan BKK (Badan Kesejahteraan Karyawan).

Pada Musyawarah Nasional (MUNAS) KORPRI yang dilaksanakan pada tanggal 15 s/d 17
Februari 1999, dan diikuti oleh 900 peserta terdiri dari 483 unsur (Pusat, Departemen,
Propinsi, DT II, BUMN/D, Lembaga-lembaga Negara), tercetuslah hasil bahwa keanggotaan
KORPRI bagi pegawai BUMN bersifat STELSEL AKTIF, yang berarti keanggotaanya tidak
secara otomatis (berdasar unsur sukarela).

Dengan hasil MUNAS KORPRI itu, semakin terbuka lebarlah kesempatan untuk membentuk
organisasi Serikat Pekerja.

Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang Kebebasan
Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden RI Nomor 83 tahun 1998 pada masa
pemerintahan Presiden BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap pekerja/pegawai
disetiap perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk anak-anak
perusahaannya serta Pegawai Negeri Sipil dapat mendirikan atau masuk pada suatu
organisasi Serikat Pekerja secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak lain. Organisasi yang
dimaksud adalah organisasi yang Serikat Pekerja yang sifatnya mandiri / independen dan
tidak berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan untuk mendukung pada
suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan tertentu melainkan bertujuan
memperjuangkan / membela kepentingan pekerja/pegawai dan keluarganya serta sebagai
suatu wadah untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan pegawai dalam rangka mewujudkan
suasana kerja yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja.

Seiring dengan hal tersebut, Kementrian Pendayagunaan BUMN dengan pertimbangan


bahwa kondisi kinerja BUMN akan lebih terkendali jika serikat pekerja di lingkungan BUMN
terbentuk secara internal, segera mengadakan kegiatan-kegiatan. Kegiatan tersebut berupa
Workshop tentang Pembentukan Serikat Pekerja pada tanggal 18 Februari 1999 di gedung
Sucofindo Jakarta dan Lokakarya Pembentukan Serikat Pekerja dilingkungan BUMN pada
tanggal 22 s/d 23 Maret 1999. Ir. Ahmad Daryoko dan dua orang dari kepegawaian mewakili
PLN mengikuti lokakarya ini.

Kemudian Menteri Negara Pendayagunaan BUMN cq. Staf Ahli Bidang Komunikasi dan
Pengembangan SDM menerbitkan surat No. S.19/MSA-5/BUMN/1999 tanggal 15 Maret
1999 perihal Instruksi Memfasilitasi Pendirian Serikat Pekerja.
Pada tanggal 21 s/d 22 Maret 1999 Ir. Achmad Daryoko dan Ir. Batara Lumbanradja
mengikuti pelatihan tata cara pembentukan organisasi Serikat Pekerja. Selanjutnya Direksi
PT. PLN (Persero) mengeluarkan Keputusan Direksi No. 061.K/010/DIR/1999 tanggal 7
April 1999 tentang Pembentukan Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah/Organisasi/Serikat
Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero). Tim yang berfungsi sebagai fasilitator dalam
pembentukan wadah/organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero) itu
beranggotakan 20 orang dengan susunan keanggotaan Ir. Samiudin sebagai Ketua merangkap
anggota, Ir.Hariyanti Soeroso sebagai Sekertaris merangkap anggota, Ir.Daryoko, Ir.Batara
Lumbanradja, Budi Kristanto,SH , Ir.Maryono, Budiman Z. SH., Ir.Okman Anwar, Ir.Donny
Kuswandito, Drs.Abbas Thaha, Drs.Irwan S. Agoes, Ir. S.A. Aritonang, Ir. Z.A. Dalimunthe,
MM, Ir.Rachmadi, Ir.Arief BP Kamirin, MBA, Drs.Anwar Suryadi, Drs.Saleh Ardisoma,
Drs.Kardi Sastrawinata dan Ir. Slamet Rahardjo.

Tugas Tim antara lain menyusun materi penyuluhan, menyusun rencana pembentukan wadah
organisasi, melaksanakan penyuluhan ke unit dan TOT ke Tim penyuluh unit, berperan
sebagai fasilitator dan memberikan laporan kepada manajemen.

Setelah diterbitkannya SK tersebut, pada tanggal 12 April 1999, Direksi memberikan


informasi kepada anggota Tim Penyuluhan mengenai sikap Direksi bahwa Direksi memberi
keleluasaan kepada pegawai PLN untuk mendirikan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) tanpa
campur tangan Manajemen dan proses dilakukan bottom up. Dalam pembentukan tersebut
Direksi menyampaikan jadual bagi Tim Penyuluh untuk bekerja sampai terbentuknya
organisasi yang direncanakan pada bulan Agustus 1999. Muncul usulan nama organisasi
dengan sebutan KOPRS PEGAWAI PT. PLN (PERSERO)

Dengan dibentuknya Tim Penyuluhan tersebut Pegawai PLN diharapkan dapat mengerti dan
memahami peran dan keberadaan Serikat Pekerja di PLN dan dapat membantu jalannya
proses pembentukan organisasi tersebut.

Setelah pertemuan dengan Direksi tersebut, Tim Penyuluh pada tanggal 15 April 1999
mengadakan rapat yang pertama dan dilanjutkan dengan rapat-rapat berikutnya yang
menghasilkan program kerja untuk penyusunan materi pada bulan April 1999, tahap
sosialisasi pada bulan Mei-Juni 1999, pembuatan pernyataan pada bulan Mei-juni 1999,
pembentukan panitia pemilihan pada bulan Juni 1999, pembentukan embrio Serikat Pekerja
di unit-unit pada bulan Juli 1999 dan pembentukan gabungan Serikat Pekerja pada bulan
Agustus 1999.

Tim Penyuluhan menyusun materi penyuluhan menjadi dua bagian yaitu latar belakang
masalah dan proses prosedur. Sementara Tim Penyuluhan menyusun materi, kepada
Pimpinan/Kepala Unit disampaikan informasi mengenai rencana pembentukan wadah Serikat
Pekerja PT.PLN (Persero) dan kepada Pimpinan/Kepala Unit diminta agar menjadi fasilitator
dan pembentukan Tim penyuluh yang selanjutnya akan diberi penyuluhan oleh Tim Penyuluh
PLN Kantor Pusat.

Sebelum pelaksanaan sosialisasi, Tim penyuluh melakukan benchmarking dengan BUMN


lain yang telah lebih dulu membentuk organisasi Serikat Pekerja yang meliputi cara
penyuluhan dan materi serta ikut seminar/lokakarya mengenai Serikat Pekerja.

Sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan, sosialisasi dilakukan mulai pertengahan
bulan Mei sampai dengan awal Juni 1999. sosialisasi dilakukan di 10 (sepuluh) lokasi ibu
kota provinsi yang dilakukan oleh 6 (enam) kelompok Sub Tim Penyuluhan. Unit-unit induk
termasuk unit asuhannya (cabang/sektor/proyek) mengirimkan anggota Tim Penyuluhan
Unit. Tim Penyuluhan Unit tersebut selanjutnya akan memberikan penyuluhan kepada
karyawan masing-masing unit. Sosialisasi secara keseluruhan berjalan baik dan lancar tanpa
ada kendala yang berarti.

Ketua Tim Penyuluh menandatangani Surat keputusan nomor SK. 02/SP-PST/VII/1999


tanggal 20 Juli 1999, tentang Pembentukan Panitia Pemilihan Pengurus Serikat Pekerja PT.
PLN (Persero). Musyawarah Besar Pendirian Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero)
yang diselenggarakan pada tanggal 18 dan 19 Agustus 1999 berlangsung dengan semarak,
tertib dan demokratis. Dihadiri oleh 94 orang perwakilan Pegawai PT. PLN (Persero),
sebagai embrio Pengurus di Unit -Unit seluruh Indonesia. Mubes ini telah menghasilkan 13
keputusan penting sebagai pedoman pelaksanaan organisasi SP-PLN yang mengerti aspirasi
arus bawah dan atas guna mencapai persamaan pandangan.

Ir. Adhi Satria, Msc sebagai Direktur Utama PT. PLN (Persero) memberikan kata sambutan
dan dilanjutkan dengan informasi mengenai Serikat Pekerja Serikat Pekerja di BUMN oleh
asisten Menteri PBUMN, Sofjan Djalil pada acara pembukaan Musyawarah Besar tersebut.

Musyawarah Besar selain berhasil menyusun AD/ART dan sekaligus memilih formatur untuk
menjadi Ketua Umum Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yaitu Ir. Hasrin Hutabarat, juga
mendeklarasikan terbentuknya organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dan menetapkan
bahwa tanggal 18 Agustus 1999 sebagai tanggal berdirinya organisasi Serikat Pekerja PT.
PLN (Persero).

Dan pada tanggal 8 September 1999 telah dilakukan pelantikan /pengukuhan pengurus DPP
Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) Periode 1999-2003, dengan susunan pengurus sebagai
berikut :
Ketua Umum : Ir. Hasrin Hutabarat
Sekjen : Ir. Ahmad Daryoko
Bendahara Umum : Refrizal Syam, SE
Ketua Bidang I (Organisasi) : Ir. Misbachul Munir
Ketua Bidang II (LITBANG) : Ir. Eko Sudartanto
Ketua Bidang III (Advokasi) : Josa Sulistyo, SH
Ketua Bidang IV (Humas & Kesejahteraan) : Ir. Tunjungan Wicaksono

Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dapat berperan secara optimal sesuai dengan
fungsi dan tujuan bila memiliki visi, misi, arah dan tujuan melalui penyusunan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga serta program kerja organisasi dan memilih pengurus
organisasi. Hanya dengan dilandasi semangat kebersamaan serta berpikir positif organisasi
Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yang didukung seluruh pegawai (Kantor Pusat dan unit-
unit diseluruh pelosok nusantara) dapat menyatukan seluruh Pegawai PT PLN (Persero).

Anda mungkin juga menyukai