DISUSUN OLEH :
A. Latar Belakang
HAM adalah konsep hukum dan normatif, yang menunjukkan bahwa manusia memiliki
hak yang melekat karena ia adalah manusia. HAM berlaku bagi siapa saja dan dimana saja,
bersifat universal, dan pada prinsipnya tidak dapat dicabut.
HAM adalah hak asasi manusia yang dimiliki setiap orang sejak lahir. Oleh karena itu,
untuk melindungi hak asasi manusia pemerintah memberlakukan perngaturan yang tegas
dalam UUD Negara Republik Indinesia tahun 1945. Oleh karena itu, warga negara Indonesia
berhak memperoleh hak asasi sesuai UUD 194 Ketika mereka bertempat tinggal di negara.
Tonggak sejarah pengaturan HAM Internasional terjadi setelah majelis umum. PBB
menyetujui pernyataan umum tentang hak-hak asasi manusia pada 10 desember 1948.
Penyatuan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri seseorang meliputi kebebasan, keadilan dan
permaian dunia.
B. Rumusan Masalah
Meskipun tidak diatur secara khusus ketentuan tentang HAM pada UUD 1945 sebelum
amandemen ke dua, bukan berarti dalam UUD 1945 tidak mengakomodir ketentuan tentang
HAM. Jika dilihat dari lahirnya UUD 1945 lebih dulu lahir daripada Deklarasi HAM tahun
1948. Ketentuan yang berkaitan dengan HAM dapat dilihat sebagai berikut :
(1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Dengan demikian perlindungan diberikan kepada seluruh bangsa dan tumpah
darah Indonesia, tidak hanya terbatas atau berdasarkan kepentingan kelompok atau warga
Negara tertentu.
(2). Memajukan kesejahteraan umum, hal ini mengandung pengertian pembangunan
kesejahteraan secara merata dan setiap warga Negara punya kesempatan untuk sejahtera.
(3). Mencerdaskan kehidupan bangsa, guna untuk meningkatkan sumberdaya manusia
Indonesia seluruhnya secara merata guna mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
(4). Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social, membangun bangsa yang mandiri serta kewajiban untuk menyumbangkan
pada bangsa – bangsa lain di dunia, tanpa perbedaan.
(5). Dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa Indonesia adalah
Negara berdasarkan hukum (rechtsstaat bukan berdasarkan atas kekuasaan
belaka/machtsstaat). Kaitannya dengan HAM adalah salah satu cirri Negara hokum adalah
mengakui adanya HAM. Selanjutnya dalam penjelasan umum diterangkan bahwa UUD
menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” dan pasal –
pasalnya, dimana mengandung arti bahwa Negara mengatasi segala paham golongan, dan
paham perorangan, mewujudkan keadilan social berdasarkan kerakyatan perwakilan dan
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini
mencerminkan cita – cita hokum bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi HAM serta lebih
mengutamakan kepentingan bersama manusia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka hubungan HAM dengan UUD 1945 dapat
diterjemahkan dalam moral bangsa sebagai berikut :
(a). Kebijaksanaan harus diarahkan pada kebijaksanaan politik dan hokum, dengan
perlakuan serta hak dan kewajiban yang sama bagi siapapun, perorangan atau kelompok
yang berada di dalam batas wilayah NKRI.
(b). Kebijaksanaan Ekonomi dan Kesejahteraan, dengan kesempatan serta beban
tanggungjawab yang sama, bagi siapapun yang ingin berusaha atas dasar persaiangan yang
sehat.
(c). Kebijaksanaan Pendidikan dan Kebudayaan, dengan kebebasan serta batasan –
batasan yang perlu menjaga ketahanan dan pertahanan mental terhadap anasir dan
eksploitasi dari dalam dan luar negeri.
(d). Kebijaksanaan luar negeri, meningkatkan kehormatan bangsa yang merdeka yang
bias mengatur diri sendiri, serta mampu menyumbang pada hubungan baik antara bangsa –
bangsa di dunia.
Selanjutnya dalam UUD 1945 terdapat pasal – pasal yang berkaitan dengan masalah –
masalah HAM, pasal – pasal tersebut adalah :
a). Pasal 27, tentang kesamaan kedudukan hokum dan pemerintahan, tanpa ada
kecuali serta setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan
b). Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan
c). Pasal 29, tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya
d). Pasal 30, tentang hak untuk membela bangsa
e). Pasal 31, tentang hak mendapat pengajaran
f). Pasal 33, tentang hak perekonomian atas asas kekeluargaan
g). Pasal 34, tentang fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Dalam perkembangannya sesuai dengan amandemen kedua UUD 1945 berdasarkan
siding tahunan tahun 2000, masalah hak asasi manusia secara lugas telah dicantumkan
dalam BAB XA, Pasal 28A sampai dengan 28J.
Dari uraian tersebut diatas maka UUD 1945 mulai dari pembukaan, penjelasan umum,
dan batang tubuh cukup memuat tentang pengakuan hak asasi manusia, atau dengan kata
lain secara yuridis konstitusional, Indonesia mengakui HAM jauh sebelum lahirnya Universal
Declaration of Human Right.
Tragedi ini terjadi pada September 1984. Saat itu hampir tengah malam, tiga orang juru
dakwah, Amir Biki, Syarifin Maloko dan M. Nasir berpidato berapi-api di jalan Sindang Raya,
Priok. Mereka menuntut pembebasan empat pemuda jamaah Mushala As-Sa’adah yang
ditangkap petugas Kodim, Jakarta Utara.
Empat pemuda itu digaruk tentara karena membakar sepeda motor Sertu Hermanu.
Anggota Babinsa Koja Selatan itu hampir saja dihajar massa jika tak dicegah oleh seorang
tokoh masyarakat di sana. Ketika itu, 7 September 1984, Hermanu melihat poster ”Agar para
wanita memakai pakaian jilbab.’ Dia meminta agar poster itu dicopot.
Tapi para remaja masjid itu menolak. Esoknya Hermanu datang lagi, menghapus poster
itu dengan koran yang dicelup air got. Melihat itu, massa berkerumun, tapi Hermanu sudah
pergi. Maka beredarlah desas-desus ‘ada sersan masuk mushola tanpa buka sepatu dan
mengotorinya.’ Massa rupanya termakan isu itu. Terjadilah pembakaran sepeda motor itu.
Maka, pengurus Musholla pun meminta bantuan Amir Biki, seorang tokoh di sana agar
membebaskan empat pemuda yang ditahan Kodim itu. Tapi ia gagal, dan berang. Ia lantas
mengumpulkan massa di jalan Sindang Raya dan bersama-sama pembicara lain, menyerang
pemerintah. Biki dengan mengacungkan badik, antara lain mengancam RUU Keormasan.
Pembicara lain, seperti Syarifin Maloko, M. Natsir dan Yayan, mengecam Pancasila dan
dominasi Cina atas perekonomian Indonesia. Di akhir pidatonya yang meledak-ledak, Biki pun
mengancam, ”akan menggerakkan massa bila empat pemuda yang ditahan tidak dibebaskan.”
Ia memberi batas waktu pukul 23.00. Tapi sampai batas waktu itu, empat pemuda tidak juga
dibebaskan.
Maka, Biki pun menggerakkan massa. Mereka dibagi dua; kelompok pertama
menyerang Kodim. Kelompok kedua menyerang toko-toko Cina. Bergeraklah dua sampai tiga
ribu massa ke Kodim di jalan Yos Sudarso, berjarak 1,5 Km dari tempat pengerahan massa.
Biki berjalan di depan. Tapi di tengah jalan, depan Polres Jakarta Utara, mereka
dihadang petugas. Mereka tak mau bubar. Bahkan tak mempedulikan tembakan peringatan.
Mereka maju terus, menurut versi tentara, sambil mengacung-acungkan golok dan celurit.
Masih menurut sumber resmi TNI, Biki kemudian berteriak, Maju…serbu…’ dan massa
pun menghambur. Tembakan muntah menghabiskan banyak sekali nyawa. Biki sendiri tewas
saat itu juga.
Keterangan resmi pemerintah korban yang mati hanya 28 orang. Tapi dari pihak korban
menyebutkan sekitar tujuh ratus jamaah tewas dalam tragedi itu. Setelah itu, beberapa tokoh
yang dinilai terlibat dalam peristiwa itu ditangkapi; Qodir Djaelani, Tony Ardy, Mawardi Noor,
Oesmany Al
Hamidy. Ceramah-ceramah mereka setahun sebelumnya terkenal keras; menyerang
kristenisasi, penggusuran, Asaa Tunggal Pancasila, Pembatasan Izin Dakwah, KB, dan
dominasi ekonomi oleh Cina.