Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS YURIDIS PENINGKATAN ANGKA PERKAWINAN DINI DI

MASA PANDEMI COVID-19 DI KOTA PAREPARE

Dosen Pengampuh : Dr. Sunardi Purwanda, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

NAMA : MILANI KRISYANTI

NIM : 1903034

KELAS :C

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN BISNIS ANDI SAPADA

PROGRAM STUDI HUKUM

TAHUN AJARAN 2021/2022


Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 1 No. 1 tahun 1974 mengatakan


bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan Wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia atau
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Adapun asas-asas atau prinsip-prinsip perkawinan yang ada pada undang-


undang perkawinan No. 1 tahun 1974, yaitu :

1. Asas sukarela
2. Asas partisipasi keluarga
3. Asas perceraian dipersulit
4. Asas monogami (poligami dibatasi dan diperkecil)
5. Asas kedewasaan calon mempelai
6. Asas memperbaiki dan meningkatkan derajat kaum wanita
7. Asas selektivitas

Perkawinan adalah perjanjian atau pertalian antara laki-laki dan perempuan, juga
merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Dari perkawinan manusia akan
memperoleh keseimbangan hidup baik dari segi biologis, psikologis, maupun sosial.
Tujuan dari perkawinan itu sendiri adalah untuk membangun rumah tangga yang
harmonis meskipun kadang kala tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal
tersebut biasa terjadi pada mereka yang memiliki pasangan yang belum dewasa secara
fisik maupun mental. Sehingga membuat pembinaan rumah tangga tidak optimal.

Perkawinan di bawah umur dalam beberapa konsep memiliki definisi yang


berbeda-beda. Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia yang berlaku hingga
sekarang, pengertian dewasa dan belum dewasa belum ada pengertiannya. Undang-
undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan hanya mengatur tentang izin orang tua
bagi orang yang melangsungkan pernikahan apabila belum mencapai umur 21 tahun
(pasal 6 ayat 2), artinya pria maupun wanita yang ingin menikah harus mendapatkan
izin orang tua apabila belum genap 21 tahun, umur minimal untuk diizinkan
melangsungkan perkawinan yaitu pria 19 tahun dan wanita 1tahun (pasal 7 ayat 2),
anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah menikah, berada dalam
kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 2), tidak ada ketentuan yang mengatur tentang
“yang dewasa dan yang belum dewasa”.

Perkawinan dini adalah perkawinan antara anak yang masih dbawah umur.
Perawinan dini bukanlah yang baru di Indonesia. Tidak hanya terjadi di kota-kota besar,
di kota-kota kecilpun hal seperti ini banyak terjadi. Penyebabnya pun bervariasi, mulai
dari masalah ekonomi hingga pergaulan bebas.

Biasanya perkawinan dini tidaklah menciptakan kebahagiaan dalam berumah


tangga, namun kebanyakan darinya berujung pada perceraian. Di samping itu, akibat
lain dari perkawinan dini adalah peningkatan kematian pada perempuan yang fisiknya
masih belum siap mengandung. Pada dasarnya, secara biologis alat-alat reproduksi
anak masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap melakukan
hubungan seks. Karena jika dipaksakan akan terjadi perobekan dan infeksi pada bagian
organ intim yang bisa membahayakan nyawa.

Wajar bila muncul pertanyaan apakah hubungan seks demikian atas kekerasan
seksual dan pemaksaan terhadap seorang wanita. Selain itu, pernikahan dini juga akan
menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan dan masa muda.

Dalam mencapai kesejahteraan dalam berumah tangga tentunya sangat


depengaruhi oleh banyak hal, salah satunya kedewasaan atau kematangan suami istri
yang mana tanpa dibarengi oleh kedewasaan sangat mustahil untuk meraih
kebahagiaan karena kan mempengaruhi pola fikir dalam berumah tangga misalnya,
dalam hal pemecahan masalah yang terjadi dalam rumah tangga tentunya tidak akan
selesai apabila tidak diselesaikan dengan baik dan dewasa. Karena akan berdampak
kurang baik terhadap keadaan keluarga dan tentunya akan mempengaruhi
kebahagiaan keluarga yang diharapkan apabila tidak diselesaikan secara dewasa.

Meskipun deklarasi Hak Asassi Manusia di tahun 1954 dengen jelas menentang
pernikahan anak, namun kenyataannya praktek perkawinan usia dini masih
berlangsung di berbagai daerah di Indonesia, ini menggambarkan bahwa perlindungan
hak asasi belum diperhatikan secara serius.
Implementasi undang-undang sering kali tidak efektif dan terkalahkan oleh adat
istiadat yang mengatur norma sosial kelompok masyarakat. Kebanyakan orang tua
lebih senang apabila anaknya menikah dengan cepat. Sedangkan faktor utama yang
mendorong pernikahan dini adalah rasa khawatir orang tua jika anak perempuannya
tidak mendapatkan jodoh atau tidak laku. Selain itu, keinginan orang tua untuk
melepaskan beban ekonomi orang tua terhadap anak perempuannya termasuk
faktornya.

Jika anaknya sudah beranjak dewasa dan mempunyai teman akrab, tanpa
mempertimbangka kesiapan materi dan mental, orang tua segera menikahkan anakya.
Orang tua perempuan akan mendesak pihak laki-laki untuk melanjutkan hubungan
anaknya ke jenjang yang lebih serius yaitu perkawinan.

Sebaliknya, apabila ada seorang laki-laki yang melamar anak perempuannya,


meskipun duduk dibangku sekolah, sebagian anak akan lebih memilih untuk menikah
disbanding melanjutkan pendidikannya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak putus
sekolah karena akan menikah.

Dalam hal ini saya sebagai penulis akan menganalisis bagaimana kehidupan
masyarakat kota Parepare dalam hal pernikahan. Dimana kebanyakan dari mereka
masih banyak yang menikah di bawah umur dengan alasan yang berbeda-beda.

Rumusan Masalah

1. Apakah faktor hukum mampu mempengaruhi penyebab terjadinya pelonjakan


angka pernikahan dini di Kota Parepare?
2. Bagaimana bentuk penanggulangan pernikahan dini di masa pandemic?

Anda mungkin juga menyukai