PENDAHULUAN
tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia lainnya, yaitu
juga mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama Allah SWT, bahwa kedua
mempelai berniat membangun rumah tangga yang Sakinah, tentram dan dipenuhi
dengan rasa cinta dan kasih-sayang. Untuk menegakkan cita-cita kehidupan keluarga
tersebut perkawinan tidak hanya cukup bersandar pada ajaran-ajaran Allah dalam Al-
Quran dan As-Sunnah yang bersifat global, tetapi perkawinan berkaitan pula dengan
hukum suatu negara. Perkawinan baru dinyatakan sah jika menurut Hukum Allah dan
hukum negara telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Perkawinan adalah akad
yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-
mengakibatkan seseorang terkait seumur hidup dengan pasangannya. Maka dari itu
perkawinan sangat membutuhkan persiapan yang matang, yaitu kematangan fisik dan
mental. Besarnya tanggung-jawab yang timbul dari perkawinan maka perlu kesiapan
1
secara mental, fiisk, sosial, dan ekonomi yang matang. Salah-satu faktor utama
dewasa akan membawa dampak yang baik bagi perkembangan rumah tangga, dengan
adanya kedewasaan dari kedua belah pihak baik secara fisik maupun mental, akan
membawa rumah tangga tentram dan damai. Hal tersebut dapat mewujudkan
perkawinan yang baik tanpa diakhiri dengan perceraian. Yang tidak kalah penting
adalah mental yang matang merupakan kekuatan yang besar dalam memperoleh
kebahagiaan dalam rumah tangga. Kesiapan dan kematangan fisik dan mental
merupakan salah satu bekal dalam berumah tangga guna untuk menciptakan
Dalam arti kata, kedua calon pengantin haruslah sudah siap dalam
dari proses pemilihan pasangan atau proses perkembangan hubungan. Selain itu
kesiapan menikah dianggap sebagai evaluasi subjektif dari diri sendiri untuk dapat
Dalam Hukum Islam tidak mengatur secara mutlak tentang batas umur
perkawinan. Tidak ada ketentuannya dalam agama tentang batas umur minimal dan
orang yang akan melangsungkan perkawinan haruslah orang yang siap dan mampu.
2
“Dan kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-
Jika dipahami kata “layak“ adalah makna dari mampu secara mental dan
2010, 290). Namun secara hukum positif Indonesia memberikan batasan tentang usia
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Perubahan tersebut ada pada pasal 7 ayat
perempuan mencapai umur sembilan belas (19) tahun. Namun pada pasal 7 ayat (2)
menyatakan dalam hal terjadi penyimpangan orang-tua pihak pria dan/atau orang-
tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat
2019).
dua orang (laki-laki dan perempuan) yang belum mencapai usia dewasa atau bisa
juga diartikan dengan perkawinan yang dilangsungkan dibawah syarat batas usia
3
Perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur menurut WHO yaitu
perkawinan di saat usia remaja, antara umur 12 hingga 24 tahun sedangkan menurut
diantaranya:
a. Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis
b. Pendidikan
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan
d. Media massa
4
e. Faktor adat
tingkah laku seksual sehingga remaja awal cenderung berfikir seks adalah
dibawah umur. Karena adanya kesenjanagan ekonomi yang lebih rendah. Di desa
banyak orang tua yang menikahnya anaknya dibawah umur karena tidak sanggup
lagi membiayai anaknya disebabkan miskin, selain itu juga salah-satu dari mempelai
Selain itu di pedesaan juga niatan untuk melanjutkan Pendidikan yang lebih
tinggi kurang, sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan perkawinan daripada
umur tinggi adalah faktor budaya yang masih dijunjung masyarakat yaitu perempuan
tidak boleh terlalu tua untuk menikah, dianggap tidak laku dan memalukan bagi
pergaulan bebas, di kota umumnya anak-anak remaja lebih terbuka dengan informasi
tekhnologi, lebih dekat dengan dunia hiburan dan fasilitas untuk hiburan. Ditambah
dengan kondisi sebagian besar orang tua demi gengsi dan pergaulan membiarkan
5
anaknya menjalani kehidupan sesuka hati mereka, dan ini malah banyak
walaupun masih dibawah umur. Kondisi ini untuk menjaga nama baik keluarga dan
Padahal selain sudah diatur oleh undang-undang, dari segi kesehatan dan
sosial pernikahan di bawah umur juga sangat rentan dengan pertengkaran dan
adanya komplikasi pada saat hamil dan melahirkan anak. Bayi yang lahir dari ibu
dibawah usia 20 tahun hampir 2 kali lebih mungkin meninggal selama 28 hari
pertama dibandingkan bayi yang lahir pada ibu berusia 20-29 tahun. Anak
perempuan yang menikah muda lebih rentan terhadap kekerasan rumah tangga.
Akibat lain yang timbul dari perkawinan anak adalah sisi Pendidikan, yang
akan meningkat angka kematian ibu atau AKI, peluang terjadinya kehamilan dengan
resiko tinggi, kontraksi rahim tidak optimal, kanker servik. Lahir premature, peluang
mengatakan dari sisi ekonomi, pernikahan dibawah umur ini menyebabkan semakin
Perempuan yang menikah sebelum umur 18 tahun hampir dua kali lipat bekerja
6
yang menikah diatas 18 tahun. Dari segi sosial, pernikahan dibawah umur ini akan
meningkatkan kasus kekerasan dalam rumah tangga, pola asuh yang salah kepada
Selain itu perkawinan dibawah umur dengan kondisi calon mempelai secara
psikologis dan sosial yang kurang baik. Misal, apabila terjadi pertengkaran di antara
keduanya, maka mereka tidak mampu menahan diri dari emosi, yang pada akhirnya
mereka tidak mampu menjaga kelangsungan rumah tangga, yang berujung pada
perceraian, sehingga harus ada pertimbangan khusus untuk itu daripada nantinya
banyak dilakukan. Pernikahan dibawah umur ini bisa digolongan menjadi dua,
pertama perkawinan dengan pasangan yang sudah dewasa dengan anak dibawah
umur, dan yang kedua perkawinan pasangan yang sama-sama masih dibawah umur.
Ini adalah kasus yang berbeda. Menikahi anak dibawah umur oleh orang dewasa
cenderung dianggap tindakan eksploitasi terhadap anak dan dianggap bisa merusak
cara berfikir dan masa depan anak. Sedangkan pernikahan anak sesama dibawah
umur cendrung karena pergaulan anak dan opini yang berkembang ditengah
masyarakat, tentu ini akan lebih membahayakan masa depan anak tersebut.
7
yang seharusnya berlaku secara formil. Suatu keputusan yang memperkenangkan
dilakukannya suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang oleh pembuat peraturan-
peraturan.
dari aturan karena adanya pertimbangan yang khusus; pembebasan dari suatu
tuanya tidak mampu; (2) Hukum pengecualian tindakan berdasarkan hukum yang
laki-laki dan seorang perempuan diizinkan untuk menikah jika mereka sudah berusia
perkawinan yang baru, penyimpangan ini hanya dapat dilakukan melalui pengajuan
permohonan dispensasi oleh orang-tua salah satu atau kedua belah calon pengantin.
Pengadilan agama, dan bagi pemeluk agama lain, diajukan ke Pengadilan negeri.
8
yang memiliki halangan untuk menikah. Kewenangan ini tercantum pada pasal 49
Dalam pasal 7 ayat (2) tersebut disebutkan bahwa pasangan dibawah umur
melampirkan dispensasi dari pengadilan agama. Agar pernikahan itu dapat sah secara
agama dan negara. Jika perkawinan ini tidak melampirkan dispensasi nikah maka
pernikahan ini tidak dapat dicatat sesuai dengan peraturan Menteri Agama pasal 8
pada tanggal 20 November 2019 dan diundangkan pada tanggal 21 November 2019
kepentingan terbaik bagi anak, asas hak hidup dan tumbuh kembang anak,
asas penghargaan atas pendapat anak, asas penghargaan harkat dan martabat
9
2. Menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak;
perkawinan anak;
2019, 2019).
moral, adat, agama, dan budaya, aspek, psikologis, aspek Kesehatan dan aspek lain
dengan laki-laki. Selain itu undang-undang perkawinan ini harusnya tidak lepas
dibawah umur ini terjadi dengan mudah, seakan-akan dispensasi kawin yang
10
disyaratkan peraturan ini hanyalah sebuah persyaratan yang fomal saja bukan
umur, atau setidaknya mencegah perkawinan itu terjadi. Sehingga tujuan awal agar
pernikahan dibawah umur tidak terjadi yang diharapkan dengan adanya aturan ini
malah tidak tercapai sama sekali. Tidak ada kekhawatiran apalagi rasa berat untuk
gampang, dan mendapatkan dispensasi kawin itu juga sangat gampang. Terutama
bagi orang-tua yang anaknya sudah terjebak dalam pergaulan bebas sehingga
Mereka melihat dispensasi kawin ini sebagai suatu solusi yang cepat dan tepat.
Begitu juga bagi anak anak, mereka tidak takut berhubungan terlalu jauh dengan
pasangannya karena mereka yakin seberat-berat resiko yang mereka hadapi adalah
menikah, dan usia mereka tidak menjadi masalah, karena ada dispensasi kawin
antara undang-undang nomor 16 tahun 2019 dan uu nomor 1 tahun 1974 tentang
11
1.2. Identifikasi Masalah
masalah, yaitu:
1. Masih minimnya pengetahuan orang tua dan anak anak tentang bahaya
tuanya malu dan menjaga nama baik keluarga akibat pergaulan bebas
Karena permasalahan dalam tema ini sangat luas, maka penulis membatasi
hanya pada: Bagaimana aturan perkawinan anak dibawah umur menurut Undang-
undang nomor 16 tahun 2019 dan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
12
1.4. Rumusan Masalah
perkawinan?
dibawah umur
3. Faktor apa saja yang menyebabkan pernikahan dibawah umur, dan upaya
tentang perkawinan.
perkawinan.
13
2. Manfaat secara Praktisi Ilmu
a. Untuk Peneliti
c. Untuk Masyarakat
14
1.6. Sistimatika Penulisan
Bab I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
Bab ini berisikan kajian teoritis yang terkait dengan masalah Dispensasi
Bab ini membahas tentang, jenis dan sumber data, populasi dan teknik
analisa data dan analisa data yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab ini berisi Analisa data tentang dispensasi pernikahan anak dibawah
dengan data dari penelitian sejenis yang pernah dilakukan penulis lain.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan analisa tentang
dispensasi perkawinan anak dibawah umur, serta saran dan usulan penulis
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian dengan tema Perkawinan di bawah umur dan dispensasi kawin ini
sudah banyak yang melakukannya, berikut beberapa penelitian dengan teman sejenis:
primer dan sekunder secara mendalam, lalu diuraikann dengan diskriptif. Hasil
penelitian ini adalah ada dua faktor yang menyebabkan pernikahan dibawah
umur dan meminta dispensasi nikah, yaitu faktor internal diri anak yang
bersangkutan dan faktor eksternal yang bersumber dari orang tua. Sedangkan
adalah adanya bukti-bukti yang diajukan sudah lengkap, tidak adanya halangan
perundang-undangan.
16
Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Depok. Penelitian ini bertujuan untuk
tersebut, dan ternyata juga tidak efektif dalam menurunkan angka perceraian.
17
bertujuan untuk mengetahui apakah regulasi Undang-undang Nomor 16 Tahun
dapat diterima secara efektif dalam masyarakat. Penelitian ini juga termasuk
ada batasan usia dalam perkawinan menurut hukum positif, aturan hukum
pejabat yang berwenang yaitu hakim. Selain itu masih banyak pernikahan
dibawah umur di luar Pengadilan Agama dan disahkan oleh kantor Urusan
18
2.2. Undang-Undang 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
masalah apalagi dalam dunia modern dengan arus globalisasi. Dalam globalisasi
lemah, hubungan suami istri semakin merenggang, hubungan anak dan orang tua
16 tahun 2019 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 194 tentang
perkawinan.
melalui proses yang panjang dari masa ke masa sebelum kemerdekaan hingga
muncul undang-undang lain, tetapi kehadirannya mengalami pro dan kontra dari
berbagai kalangan sehingga perlu adanya berbagai perbaikan. Dari ini lahirlah
berlaku bagi semua warga negara Indonesua sejak tanggal 02 Januari 1974 untuk
sebagian besar telah memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia. Tuntutan ini sudah
yang menjadi pusat perhatian pergerakan Wanita waktu itu adalah: masalah
19
Setelah Indonesia merdeka langkah-langkah perbaikan diadakan oleh pemerintah
antara lain dengan mengeluarkan Undang-undang tentang pencatatan Nikah talak dan
rujuk tahun mengenai wali hakim dan tata cara pemeriksa perkara fasid, nikah dan
DPRD pada tahun 1958/1959, akan tetapi tidak berhasil terwujud dalam undang-
undang. Antara tahun 1967 sampai 1979 DPR RI juga telah membahasnya tetapi
undang tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan setelah mendapat tanggapan
pro dan kontra akhinrya dicapai satu consensus yang membawa pengaruh pada
Perwakilan Rakyat, dan akhirnya consensus yang membawa pengaruh pada sidang-
Januari 1974 dalam lembar negara yang kebetulan sama nomornya yaitu nomor 1
tahun 1974.
Pada tanggal 01 Januari tahun 1975, setelah satu tahun tiga bulan Undang-
20
yang membuat peraturan pelaksanaan Undang-undang Perkawinan tersebut, dan
dengan demikian, mulai 01 Oktober 1975 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 telah
nomor 1 tahun 1974 ini (2016:6), yang juga menjadi persoalan yang masih pro dan
kontra bagi perempuan dan masyarakat Indonesia. Beberapa hal yang menjadi
posisi yang terbaik dibandingkan dengan sistim-sistem hukum yang pernah ada.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa perkawinan yang ideal adalah perkawinan
suami yang ‘daruri”. Oleh karena itu para ulama menyetujui penetapan syarat-syarat
syarat maka akan ditindak sebagai tindak pidana kejahatan dengan ancaman
hukuman paling lama 5 tahun (pasal 279 KUHperdata), bahkan dalam kondisi
apapun orang-orang yang pernah tunduk kepada hukum perkawinan yang menganut
Dalam hal poligami ini pada dasarnya hukum Islam di Indonesia tidak
dengan berbagai syarat agar suami tidak beristri lebih dari satu. Persyaratan tersebut
21
Lahirnya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
perkawinan sejauh yang telah diatur dalam undang-undang ini dinyatakan tidak
undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah dengan menetapkan syarat
pengadilan.
tahun 1975 yaitu salah satu pihak atau kedua-duanya zina, pemabuk yang sukar
disembuhkan, salah-satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun tanpa izin,
salah satu pihak mendapat hukuman 5 tahun atau lebih, salah satu pihak melakukan
badan sehingga tidak dapat melakukan fungsinya sebagai suami istri, atau terus
menerus menjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
Perkawinan dijelaskan hak dan kedudukan antara suami dan istri memiliki kesamaan
dan keseimbangan, yakni istri bisa mengajukan cerai gugat, meskipun hak cerai atau
22
yang biasa disebut cerai talak adalah hak suami, namu istri dapat mengajukan cerai
di Pengadilan.
asas persamaan hak dan kedudukan suami dan istri dalam keluarga dan kehidupan
masyarakat (M Zahid, 2003:36-38). Kedudukan hak dan kedudukan suami dan istri
antara suami dan istri dalam kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat
tersebut.
perkawinan. Kewenangan istri untuk berbuat hukum, seorang istri menurut pasal 38
ayat (2) menyebutkan bahwa seorang istri berhak mengelola harta pribadinya sendiri,
istri juga bersama-sama dengan suami berwenang mengelola harta bersama mereka.
Kedudukan Istri menurut menurut undang-undang perkawinan ini jauh lebih kuat
dibandingkan dengan kedudukan istri menurut pasal 142 KUH perdata. Namun
dengan jumlah talak cerai oleh suami merupakan indikator yang kuat bahwa terjadi
kecendrungan semakin seimbangnya hak dan kedudukan istri dari suami, baik dalam
23
tentang Perkawinan justru memberikan keseimbangan hak dan kedudukan antara
suami dan istri dalam kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat dibandingkan
menyebutkan dalam 16 pasal yang membahas khusus tentang anak, namun juga ada
pasal-pasal lain yang bahasan utamanya bukan tentang anak namun ada beberapa
ayat yang mengaitkan anak di dalamnya, seperti pasal tentang perkawinan, syaratt
yang khusus membahas tentang anak ini mengambil tema: kedudukan anak, hak dan
kewajiban antara orang tua dan anak, perwalian dan pembuktian asal-usul anak.
Republik Indonesia.
dalam putusan tersebut adalah ketika pembedaan perlakuan antara pria dan wanita itu
konsititusional warga negara, baik yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak sipil
dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial dan kebudayaan yang
24
seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan jenis kelamin, maka
minimak perkawinan yang berbeda antara pria dan anita tidak saja menimbulkan
sebagaimana dijamin dalam pasal 28B ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945,
pemenuhan hak anak sebagaimana dijamin dalam pasal 28 B ayat (2) Undang-
undang Dasar Tahun 1945. Dalam hal ini ketika usia minimal perkawinan bagi
wanita lebih rendah dibandingkan pria, maka secara umum wanita dapat lebih cepat
kepada pembentuk Undang-undang untuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
norma menjangkau dengan menaikkan batas minimal umur perkawainan bagi wanita.
Batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal
umur perkawinan bagi pria, yaitu (19) sembilanbelas tahun. Batas usia dimaksud
dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan
25
Diharapkan dengan kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16
(enambelas) tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang
lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat
termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap Pendidikan
setinggi mungkin.
undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan oleh Presiden Joko
Perkawinan mulai berlaku setelah diundangkan oleh Plt Menkumham Tjahjo Kumolo
ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2019 nompr 186.
ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2019 nomor 6401.
Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
a. Bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan
26
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan
tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar
anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah: Pasal 5 ayat (1),
pasal 20 dan pasal 28B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
adalah:
Indonesia tahun 1945 dicantumkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah serta negara menjamin hak
27
anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
(Sembilan belas) tahun, dan pihak wanita mencapai umur 16 (enambelas) tahun,
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, didefenisikan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
antara pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi pemenuhan hak-hak
daar atau hak-hak konsititusional warga negara, baik yang termasuk ke dalam
kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial
minimal perkawinan yang berbeda anyata pria dan wanita tidak saja menimbulkan
terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagaimana dijamin dalam pasal
28
Dalam hal ini, ketika usia minimal perkawinan bagi wanita lebih rendah
dibandingkan pria, maka secara umum wanita dapat lebih cepat untuk membentuk
keluarga. Oleh karena hal tersebut, dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi
Perkawinan.
norma menjangkau dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita.
Dalam hal batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas
minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilanbelas) tahun. Batas usia
dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan
secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan
berkualitas.
Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enambelas)
tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah
dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat terpenuhinya
pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap Pendidikan setinggi
mungkin.
Maka dari ketentuan umum diatas dapat dilihat juga dalam pasal yang
mengalami perubahan pada Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 ini dari Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal pasal yang mengalami
29
Pasal 1
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya akan diizinkan apabila pria dan wanita sudah
dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau pihak wanita
tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) dan
2. Diantara pasal 65 dan 66 disisipkan 1 (satu) pasal yakni pasal 65A yang
Pasal 65 A
30
Perkawinan, tetap dilanjutkan prosesnya sesuai dengan Undang-undang Nomor
2.4.1. Perkawinan
pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang
didalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan
cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul
suatu persatuan. Persatuan diciptakan oleh cinta dan dukungan yang diberikan
calon suami istri dipertemukan secara formal di hadapan ketua agama, para
saksi dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan
makna yaitu:
31
a. Sebagai suatu institusi sosial, suatu solusi kolektif terhadap
masyarakat.
dinyatakan: bahwa perkawinan dalam hukum Islam adalah akad yang sangat
kuat atau mitsaqan, untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakan
merupakan ibadah.
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
Esa adalah karena Negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila
pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka disini tampak penegasan
hukum atau peristiwa yang diberi akibat hukum. Sahnya perkawinan diatur
32
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-
yang berlaku.
berbeda satu sama lain. Pada dasarnya seluruh tujuan dari perkawinan di atas
muara pada satu tujuan untuk membina rasa cinta dan kasih-sayang antara
pokok, yaitu:
33
a. Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan
pernikahan.
Untuk bisa mencapai tujuan pernikahan yang mulia ini maka calon
pasangan suami istri hendaklah mereka yang sudah siap untuk menikah, atau
34
sebagai aspek dalam proses pemiihanan pasangan atau proses perkembangan
sebagai suami atau istri, siap terlibat dalam hubungan seksual, siap dalam
munkin terjadi dalam pernikahan. Kesiapan dalam sebuah pernikahan baik dari
35
5. Memiliki kelembutan dan kasih-sayang kepada orang lain
Maka kesiapan kawin ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu kesiapan
pribadi (personal) dan kesiapan situasi. Yang dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Kesiapan pribadi
Terdiri dari:
a. Kematangan emosi
b. Kesiapan usia
c. Kematangan sosial
d. Kesehatan emosional
e. Kesiapan peran
2. Kesiapan situasi
Terdiri dari:
a. Kesiapan finasial
b. Kesiapan waktu.
36
2.4.2. Batas Usia Perkawinan.
harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin melangsungkan
pernikahan. Karena kualitas akan dan mental merupakan hal penting dalam
menjadi pribadi dewasa yang secara emosi membutuhkan waktu, sehingga usia
merupakan hal yang berkaitan dengan kedewasaan, semakin tua usia seseorang
muda usia pada saat menikah, maka semakin tinggi tingkat angka perceraian.
(Soemiyati, 2004:112)
batas umur perkawinan. Tidak ada ketentuannya dalam agama tentang batas
orang yang siap dan mampu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS an-
37
akan mampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
Imam Syafi’i apabila seoang anak telah mencapai usia 15 tahun ia telah
dinamakan baligh. Menurut Imam Hanafi dapat dikatakan baligh bagi seorang
mani dan bagi seorang wanita jika sudah mengeluarkan darah haid. Terkadang
umur 12 tahun sudah mengalami mimpi basah bagi laki-laki dan umur 9 tahun
memimpin keluarga. Hal ini tidak bisa berjalan semputna, jika pria tersebut
usia yang dibenarkan atau diakui negara untuk bisa melangsung perkawinan.
Pada Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 7 ayat (1)
laki dan Wanita, bagi laki-laki telah berumur 19 (Sembilan belas) dan bagi
wanita telah berumur 16 (enambelas) tahun. Hal ini dimaksudkan bahwa calon
suami istri harus telah matang jasmani dan rohani untuk melangsungkan
38
perkawinan, agar dapat memenuhi tujuan luhur perkawinan dan mendapatkan
yang tertera dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:
mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4)
perkawinan.
Indonesia tidak konsisten, disatu sisi, pasal 6 ayat (2) menegaskan bahwa untuk
harus mendapatkan izin kedua orang-tua. Disisi lain pasal 7 ayat (1)
umur 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun. bedanya jika kurang dari 21 tahun,
yang diperlukan izin orang tua, dan jika kurang dari 19 tahun dan 6 tahun perlu
izin pengadilan. Ini dikuatkan pasal 15 ayat (2) kompilasi hukum Islam, namun
39
juga menjadi sebuah legalitas bagi seseorang yang ingin melakuan perkawinan
di usia dini.
ingin menikah namun belum mencapai syarat usia perkawinan yang dalam hal
ini ada di dalam undang-undang. Warga negara yang beragama Islam yang
40
ingin menikah namun masih dibawah umur harus mendapatkan dispensasi
adalah putusan yang berupa penetapan dispensasi untuk calon mempelai yang
belum mencapai usia 19 tahun baik bagi pria maupun Wanita untuk
melangsungkan perkawinan.
dapat sah secara agama dan negara. Jika perkawinan ini tidak melampirkan
dispensasi nikah maka pernikahan ini tidak dapat dicatat sesuai dengan
nikah.
41
Perkawinan hanya dapat diizinkan bagi mereka yang telah memenuhi
dispensasi bagi anak yang belum cukup usia untuk nikah secara jelas dan tegas
perkara permohonan dispensasi kawin bagi umat Islam yang belum cukup usia
adalah untuk:
kepentingan terbaik bagi anak, asas hak hidup dan tumbuh kembang
kepastian hukum;
perkawinan anak;
42
5. Mewujudkan standarisasi proses mengadili permohonan dispensasi
Kesehatan dan aspek lain yang timbul dari keadaan yang ada.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi,
Dalam penelitian ini adalah meneliti dispensasi kawin anak dibawah umur
ditinjau dari Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-
tahap peneitian mahasiswa Fakultas Hukum Institut Agama Islam Edi Haryono
44
1. Data Primer.
Yang meliputi aturan dan perundangan yang berkaitan dengan tema
Hukum Islam.
2. Data sekunder.
Terdiri dari: buku-buku, teks, jurnal ilmiah, referensi statistic, hasil-hasil
tertulis, seperti buku, skripsi, jurnal, artikel ilmiah, maupun dari media lain, seperti
website dan internet. Semua bahan ini mengkaitkan tentang dispensasi kawin dalam
45
Selanjutnya data tersebut diulas dan disimpulkan secara diskriptif melalui
rangkaian kalimat dan kata-kata yang mengambarkan apa hasil dari analisa
pada perkawinan anak dibawah umur ditinjau dari Undang-undang nomor 1 tahun
dibutuhkan.
c. Tahap analisa penelitian, dalam tahapan ini peneliti melakukan analisas data
d. Tahap menarik kesimpulan dan menyusun saran, dalam tahap ini penulis
46
BAB IV
P E M B A H A SA N
4.1. Perkawinan Anak Dibawah Umur Menurut Undang-Undang 1 tahun 1974 dan
laki-laki dan wanita yang belum mencapai usia dewasa atau bisa juga diartikan
tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan dalam pasal 7 ayat (1) telah ditentukan
batas umur untuk melangsungkan perkawinan seorang laki-laki dan Wanita, bagi
laki-laki telah berumur 19 (Sembilan belas) dan bagi wanita telah berumur 16
(enambelas) tahun. Dari pasal ini sebenarnya sudah ada penegasan, bahwa untuk bisa
mendapatkan izin dari kedua orang tua. Sebenarnya dari dua ayat pada pasal 6 dan 7
ini sudah secara tegas dinyatakan batas minimal sebuah perkawinan yaitu hanya bisa
bagi mereka yang berumur 16 tahun bagi Wanita dan 19 tahun bagi pria, sedangkan
diatas itu saja yaitu sebelum umur 21 tahun, maka perkawinanya harus seizin orang
47
Secara rinci, pasal 6 dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan adalah:
Pasal 6
mempelai.
orang-tua.
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meningga; dunia
izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua
yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
kehendaknya.
dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih
48
memberikan izin setelah lebih dahulu mendegar orang-orang tersebut
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
Pasal 7
(enambelas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat diminta
orang tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) undang-undang ini,
berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal
ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6)
Dari penjelasan dua pasal ini sudah dapat dipahami adanya adanya batasan
a. Perkawinan hanya bisa dilaksankan kalau sudah ada persetujuan dari kedua
calon mempelai.
b. Batas usia umur minimal baru bisa melaksanakan perkawinan adalah umur
(enambelas) tahun.
49
c. Kalau perkawinan dilaksanakan sebelum umur 21 (duapuluh satu) tahun
d. Jika perkawinan itu dibawah umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
usia sudah lebih ditingkatkan. Ini dapat dilihat dalam pasal berikut:
Pasal 1
Pasal 7
dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau pihak wanita
50
4) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seseorang atau kedua orang
2. Diantara pasal 65 dan 66 disisipkan 1 (satu) pasal yakni pasal 65A yang
Pasal 65 A
peningkatan tentang batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan, selain itu
juga dibuka pula celah untuk melanggarnya dengan tetap bisa melakukan perkawinan
dibawah umur dengan cara mendapatkan dispensasi kawin. Kalau dirincikan maka
b. Apabila ingin menikah dibawah usia minimal tersebut maka orang tua
51
c. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan Agama) wajib mendengarkan
perkawinan
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Perubahan tersebut ada pada pasal 7 ayat
Permohonan dispesnasi kawain dapat diajukan oleh orang tua atau walinya
yang anaknya masih dibawah batas umur tersebut kepada Ketua Pengadilan Agama
mengajukan adalah Bapak, jika tidak ada bapak maka diajukan ibu, selanjutnya
Kakek, selanjutnya nenek dan sampai pada orang yang menjadi walinya saat ini,
sedangkan permohonan dispensasi kawin dari pihak pria boleh siapa saja, boleh
1. Surat permohonan
52
4. Fotocopy akte kelhairan anak /KTP anak
c. Setelah mendengar keterangan kedua orang tua dari kedua belah pihak dan
kedua mempelai.
h. Ada dua orang saksi dari pihak keluarga atau orang terdekat
53
Maka dalam pelaksanaan mendapatkan dispensasi kawin ini, ornag tua akan
melalui tahapan:
mencantumkan identitas.
9. Perkara disidangkan
usia calon pengantin belum mencapai usia tersebut maka petugas pencatat nikah baru
54
Mahkamah Agung berpandangan bahwa anak merupakan Amanah dan
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia
seutuhnya serta memiliki hak yang sama untuk tumbuh kembang. Semua tindakan
dan swasta termasuk Pengadilan, dilaksanakan demi kepentingan yang terbaik demi
anak.
b. Calon suami/istri
kembali Pemohon secara sah dan patut. Namun jika pada hari sidang kedua
- Apabila sidang hari pertama dan hari sidang kedua, pemohon tidak dapat
Kehadiran pihak-pihak tersebut tidak harus pada hari sidang yang sama, akan
tetapi jika dalam hari sidang ketiga, pemohon tidak dapat menghadikran pihak-
- Hakim dalam menggunakan bahasa metode yang mudah dimengerti anak, juga
Hakim dan Panitera Pengganti dalam memeriksa anak tidak memakai atribut
55
- Dalam Persidangan, Hakim harus memberikan nasihat kepada pemohon, Anak
calon suami/istri dan orang tua/wali calon suami /istri. Nasehat disampaikan
demi hukum.
- Penetapan juga batal demi hukum apabila Hakim dalam penetapan tidak
rencana perkawinan.
56
2. Kondisi psikologis, kesehatan dan kesiapan anak untuk
tangga
anak dengan:
untuk dikawinkan
(KPAI/KPAID)
57
- Oleh Karenanya dalam memeriksakan anak dimohonkan dispensasi kawin
hakim dapat:
nilai hukum, kearifan lokal dan dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
anak.
kasasi.
58
4.3. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan dan Upaya Pencegahan Perkawinan di
Bawah Umur
disebabkan diantaranya:
a. Ekonomi
b. Pendidikan
anaknya.
d. Media massa
e. Faktor adat
59
f. Pandangan terhadap konsep cinta
1. Kemauan sendiri
atau hubungan kekerabatan yang akrab, ini sering kali terjadi karena
sekarang, atau karena adanya larangan keluar rumah bgai anak gadis
saja dan kapan saja sehingga mereka menemukan dengan cepat pasangan
60
yang mereka inginkan, dan membuat trend menikah mudah juga
meningkat.
2. Kesulitan EkonomI
mapan, keputusan ini kadang kala datang dari anak yang ingin membantu
3. Pendidikan
yang sama, anak yang memiliki pendidika rendah atau putus sekolah,
sehingga waktu yang seharusnya sekolah diisi dengan bersama yang lain
dan ujungnya menikah, selain putus merasa bahwa setelah putus sekolah
maka yang tidak ada yang bisa mereka lakukan sebaiknya menikah.
Sementara itu pandangan orang tua bahwa anak anak gadis tidak perlu
61
5. Budaya
jika anaknya menikah disaat muda dan mereka merasa cemas jika
diantaranya:
Anak yang menikah kelak akan menjadi orang tua, maka sebaiknya
b. Masalah Psikologis.
usianya pada waktu kawin relative muda. Tetapi untuk remaja yang
62
kecewa, menyesal, rendah diri dan lainnya, terlebih lagi masyarakat
muda.
juga dan dilakukan secara bersama sama, mulai dari anak itu sendiri, orang
tua, sekolah dan pemerintah, sehingga dengan upaya yang menyeluruh akan
memberikan hasil yang maksimal pula. Ada beberapa upaya yang bisa
Saat ini hubungan antara orang tua dan anak mulai berkurang karena
keduanya sibuk bekerja dari pagi hingga sore, sehingga sedikit sekali
63
Orang tua diharapkan khususnya yang bekerja agar bisa menyisihkan
sampai akil balig akan sangat besar pengaruhnya bagi anak saat
kepada anak diyakini banyak pihak sebagai solusi yang paling tepat
64
perempuan dan ayah kepada anak laki-laki. Selain itu Pendidikan
hubungan seksual.
65
anak terutama anak perempuan untuk mendaftar sekolah. Selain itu
belajar.
66
Memberdayakan masyarakat agar lebih paham bahaya perkawinan
tersebut.
67
BAB II
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
satu) tahun maka harus mendapatkan izin dari kedua orang tua.
menentukan lain
68
a. Umur minimal untuk bisa melangsungkan perkawinan adalah
belas) tahun
melangsungkan perkawinan
umur adalah:
69
4. Faktor-faktor penyebab pernikahan dibawah umur adalah sebagai
berikut:
a. Faktor ekonomi
b. Faktor Pendidikan
c. Faktor Orang-tua
e. Faktor adat.
b. Masalah Psikologis.
70
5.2 Saran
terlibat penuh, untuk itu itu penulis menyarankan agar semua pihak
ini.
71