Anda di halaman 1dari 11

PERKAWINAN USIA TUA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi

Dosen Pengampu : Bu Avi Evicenna, S.ST, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Alysa Meidina Fasa 17002/2017

Indri Rahayu 17019/2017

Rina Lestari 17037/2017

POLITEKNIK KESEHATAN ‘AISYIYAH BANTEN

BANTEN

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya
membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai
dengan apa yang ingin diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa
mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan bahwa
perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh
berakhir begitu saja.
Perkawinan adalah ikatan sakral penyatuan sepasang anak manusia
dengan konsekuensi hak dan kewajiban yang tidak mudah. Mengingat
tanggung jawab yang kompleks maka dibutuhkan kesiapan dan
kedewasaan usia, mental, spiritual, dan kesiapan ekonomi.
Segala sesuatu yang akan dilaksanakan perlu direncanakan dahulu
agar membuahkan hasil yang baik, demikian pula dengan hidup
berkeluarga (perkawinan). Salah satu yang perlu direncanakan sebelum
berkeluarga atau menikah adalah berapa usia yang pantas bagi seorang pria
maupun seorang wanita untuk melangsungkan pernikahan.
Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan
tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya,
tinggal di desa atau di kota. Usia perkawinan yang terlalu muda
mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya
kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi
suami-istri. Meskipun batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal
7 ayat (1) UU No. I tahun 74, yaitu perkawinan hanya diijinkan jika pihak
pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai
perkawinan pada usia muda atau di bawah umur, padahal perkawinan yang
sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun
mental untuk bisa mewujudkan garapan yang ideal dalam kehidupan
berumah tangga.
Sedangkan perkawinan usia tua yaitu  pernikahan yang
dilangsungkan pada waktu usia  diatas 35 tahun, juga memiliki dampak
yang tidak sepele. Diantaranya adalah resiko kematian ibu, cacat janin,
keguguran, komplikasi kehamilan, dll. Oleh karena itu, sebaiknya
perkawinan dilakukan pada usia yang ideal.
B. TUJUAN
Mampu menjelaskan aspek kesehatan reproduksi mengenai pernikahan
dini dan usia tua .
C. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah tujuan dari pernikahan ?
b. Apakah yang dimaksud dengan perkawinan usia tua?
c. Apakah Alasan pernikahan usia tua ?
d. Apakah kelebihan perkawinan usia tua ?
e. Apakah kekurangan pernikahan usia tua?
f. Bagaimana cara pencegahan perkawinan usia tua ?
g.  Bagaimana cara penanganan perkawinan usia tua ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan adalah lambang disepakatinya suatu perjanjian (akad)
antara seorang laki-laki dan perempuan  (dalam masyarakat tradisional hal
itu juga merupakan perjanjian antar keluarga) atas dasar hak dan
kewajiban yang setara antara kedua belah pihak. Penyerahan diri total
seorang perempuan kepada laki-laki. Peristiwa saat seorang ayah secara
resmi menyerahkan anak perempuannya kepada laki-laki untuk “dipakai”
sesuka hati laki-laki itu.
Tujuan pernikahan adalah untuk secara hukum mengesahkan
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Untuk secara hukum
mengatur hak dan kewajiban masing-masing termasuk di dalamnya
pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami. Untuk pendataan dan
kepentingan demografi.
Perkawinan adalah ikatan sakral penyatuan sepasang anak manusia
dengan konsekuensi hak dan kewajiban yang tidak mudah. Mengingat
tanggung jawabnya yang kompleks maka dibutuhkan kesiapan dan
kedewasaan usia, mental, spiritual, dan kesiapan ekonomi.  
Perkawinan bukanlah hal yang mudah, di dalamnya terdapat
banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai suatu bentuk tahap
kehidupan baru individu dewasa dan pergantian status lajang menjadi
seorang istri yang menuntut adanya penyesuaian diri terus menerus
sepanjang perkawinan (Hurlock, 1993).
Individu yang memiliki kesiapan untuk menjalani kehidupan
perkawinan akan lebih mudah menerima dan menghadapi segala
konsekuensi persoalan yang timbul dalam perkawinan (Landis and Landis,
1963).
B. TUJUAN PERNIKAHAN
1. Untuk secara hukum mengesahkan hubungan seksual antara laki-laki
dan perempuan
2. Untuk secara hukum mengatur hak dan kewajiban masing-masing
termasuk didalamnya pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami
3. Pengakuan hak hukum anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan
tersebut
4. Untuk pendataan dan kepentingan demografi

C. PERKAWINAN USIA TUA


Perkawinan usia tua adalah perkawinan yang dilakukan bila perempuan
berumur lebih dari 35 tahun.
1. Alasan perkawinan usia tua:
a.  Karir.
Karir adalah faktor penentu utama kenapa seseorang memutuskan
untuk menikah pada usia yang relative sudah matang, sekarang ini
banyak perusahaan memakai persyaratan khusus untuk masuk menjadi
karyawan misalnya dengan status harus masih single, hal ini sangatlah
mudah terutama bagi mereka yang memang menginginkan suatu
pekerjaan tertentu sehingga tanpa mereka sadari mereka telah
melewatkan masa – masa yang tepat untuk mereka bereproduksi.
b.  Pendidikan.
Faktor kedua adalah pendidikan, biasanya orang dengan pendidikan
tinggi cenderung menikah bukan pada saat usia masih muda karena
cara berpikir mereka tidak lagi sama dengan orang – orang yang masih
menganggap bahwa wanita segera menikah.
c.  Ingin mendapatkan pasangan yang ideal.
Faktor lain yang tidak kalah menarik adalah sebagian besar dari
mereka menginginkan pasangan yang ideal atau memiliki derajat yang
seimbang atau bahkan jika bagi sebagian perempuan penghasilan laki-
laki harus lebih tinggi dari perempuan karena suatu saat mereka harus
mencukupi kebutuhan istri dan anak-anak. Sedang pihak laki-laki
berpikir mereka akan mencari pasangan yang lebih muda.
2. Kelebihan perkawinan usia tua:
a. Kematangan fisik.
Secara fisik karena usia yang sudah tua maka alat – alat reproduksi
mereka sudah siap atau sudah matang jika terjadi adanya
pembuahan, namun hal ini juga menjadi sebuah dilema tersendiri
dimana semakin tua usia seseorang maka secara fisik mereka juga
akan mengalami perubahan – perubahan fisiologis.
b. Kematangan psikologis.
Diawal telah dibahas bahwa secara psikologis seorang anak remaja
dan dewasa memiliki tingkatan yang berbeda sehingga hal ini bisa
menjadi modal dasar untuk membangun sebuah keluarga karena
mereka sudah siap dengan perkawinan itu sendiri.
c. Kematangan sosial dan ekonomi sehingga harapan membentuk
keluarga sejahtera berkualitas terbentang.
3. Kekurangan perkawinan usia tua:
a. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Usia tua
dalam persalinan memiliki resiko komplikasi tertentu, misalnya
ketidakmampuan untuk mengejan pada saat persalinan.
b. Meningkatnya resiko kehamilan dengan anak kelainan bawaan,
misalnya terjadi kromosom non disjunction yaitu kelainan proses
meiosis hasil konsepsi sehingga menghasilkan kromosom sejumlah
47.
4. Pencegahan perkawinan usia tua:
a.  Penyuluhan kesehatan untuk menikah pada usia reproduksi sehat.
b. Merubah cara pandang budaya atau cara pandang diri yang tidak
mendukung.
c.  Meningkatkan kegiatan sosialisasi.
5.  Penanganan perkawinan usia tua:
a.  Pengawasan kesehatan, ANC secara teratur pada tenaga kesehatan.
b.  Peningkatan kesehatan dengan peningkatan pengetahuan
kesehatan, perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kurang gizi.
D. CONTOH KASUS PERKAWINAN USIA TUA
Ny. H seorang wanita kelahiran 19 Mei 1965 yang saat ini telah
berusia 43 tahun mengaku bahwa dirinya menikah diusia 37 tahun. Ia pun
mengetahui bahwa sebenarnya menikah diusia tersebut sangatlah
beresiko pada dirinya dan suaminya yang akan kesulitan memiliki
keturunan. Namun jodoh datang sesuai dengan kehendak Tuhan, Ny.H
baru dipertemukan dengan jodohnya diusia 37 tahun.
Alasan Ny.H baru menikah diusia 37 tahun tersebut sebenarnya
bukan untuk mengejar karir ataupun menempuh pendidikan setinggi-
tingginya. Ia juga mengatakan bahwa bukan juga karena terlalu memilih
pasangan yang ideal. Ia baru menikah diusia 37 tahun karena ia selalu
mengkhawatirkan ibunya jika ia menikah maka siapa yang akan menjaga
ibunya. Karena yang dimiliki oleh ibunya hanyalah Ny.H semata dan
Ny.H hanya hidup berdua dengan ibundanya sejak usianya 6 tahun karena
ayahnya telah meninggal dunia.
Bukan hanya sekali Ny.H dekat dengan seorang pria, namun ia
selalu gagal untuk serius melanjutkan ke jenjang pernikahan. Karena
setiap akan melanjutkan ke arah yang lebih serius Ny.H selalu memiliki
keganjalan dalam hatinya tersebut dan menyampaikan keganjalannya
tersebut yang bukan lain pasti masalah tentang ibunya yang akan hidup
bersama siapa jika ia menikah nanti. Semua pria yang pernah ingin
melamar Ny.H menjauh darinya karena Ny,H yang terlalu mencemaskan
hal tersebut sehingga lagi-lagi Ny.H gagal untuk menikah. Namun Ny.H
selalu meyakinkan dirinya bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan. Ia
yakin bahwa Tuhan akan mempertemukan jodohnya disaat yang sudah
tepat.
Secara psikologi, Ny.H sebenarnya sudah mampu untuk menjalani
kehidupan pernikahan. Hal tersebut sesungguhnya sangat diinginkan juga
oleh Ny.H tapi harus bagaimana lagi jika jodoh belum dipertemukan oleh
Tuhan. Banyak orang di sekitarnya yang mempertanyakan mengapa
masih betah hidup melajang padahal usia sudah matang, bahkan memberi
nasihat agar Ny.H tak terlalu memilih mencari pendamping hidup, dan
tak melulu berambisi mengejar materi semata. Adakalanya juga Ny.H
merasa enggan menghadiri acara pernikahan di tengah keluarga besarnya,
baik itu di keluarga ibundanya ataupun keluarga almarhum ayahnya.
Biasanya pada momen inilah Ny.H merasa diserang habis–habisan
tentang status lajangnya layaknya musuh yang selalu tersudutkan. Tak
jarang Ny.H merasa bahwa keberadaannya adalah sebuah stigma di antara
mereka. Ya, sebuah stigma yang menumpulkan afeksi, membuatnya
harus sering menelan ludah dan mengelus dada, bertopeng senyum semu
untuk menyamarkan kondisi hatinya yang sesungguhnya. Dengan kata
lain disebutkan sesungguhnya Ny.H mengalami tekanan pada dirinya
karena belum menikah juga diusia 36 tahunnya.
Meskipun belum menikah saat usianya sudah menginjak 36 tahun,
Ny.H tetap memperhatikan pola makan dan juga pastinya memperhatikan
siklus menstruasinya karena ia juga masih berharap untuk bisa menikah
sehingga ia juga memperhatikan kesuburannya agar saat menikah nanti ia
masih ada kesempatan untuk memiliki keturunan meskipun kehamilannya
nanti termasuk kehamilan yang beresiko.
Seiring berjalannya waktu, saat usia Ny.H menginjak 37 tahun 4
bulan ia telah resmi menjadi seorang istri dari seorang pengusaha swasta
namun ia seorang duda. Bagi Ny.H diusianya yang sudah tak lagi muda
tak menjadi masalah mendapatkan suami seorang duda.
Setelah 8 bulan menikah Ny. H datang ke suatu Klinik untuk
berkonsultasi bersama suaminya tentang program hamil ke tenaga
kesehatan yang pilih. Ny.H berharap dirinya masih bisa hamil diusianya
yang sangat rentan ini. Dibantu oleh dokter kandungan yang ia percaya
akhirnya Ny.H hamil dan ia sangat berhati-hati dengan kehamilannya.
Namun naas, ternyata saat usia kehamilannya menginjak usia ke 15
minggu Ny.H keguguran. Sejak keguguran pertamanya tersebut hingga
kegugurannya yang ketiga kali Ny.H baru melahirkan seorang anak diusia
nya yang menginjak 39 tahun dan proses persalinan Ny.H harus secara
SC karena Ny.H menunjukkan tanda-tanda Pre-Eklampsia. Seperti tensi
darah yang tinggi, dan protein urine (+++).
Dan saat ini Ny. H mempersiapkan dirinya untuk menghadapi
masa menopausenya yang ia yakini sebentar lagi akan terjadi pada dirinya
dengan siap mental dan mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk
menghadapinya agar tidak terlalu mengganggu dirinya jika terjadi
perubahan baik fisiologis maupun psikisnya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perkawinan adalah ikatan sakral penyatuan sepasang anak manusia
dengan konsekuensi hak dan kewajiban yang tidak mudah. Perkawinan
bukanlah hal yg mudah, di dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus
dihadapi sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa.
Perkawinan usia tua adalah perkawinan yang dilakukan bila perempuan
berumur lebih dari 35 tahun. Biasanya faktor yang mendorong manusia untuk
menikah di usia tua adalah faktor karir, pendidikan, dan ingin memilih pasangan
yang ideal. Namun, perkawinan di usia tua juga memiliki dampak positif,
seperti kematangan fisik, kematangan psikologis, sosial dan finansial.
Sedangkan dampak negatifnya adalah meningkatkan angka kesakitan dan
kematian ibu dan bayi, serta meningkatkan resiko kehamilan dengan anak
kelainan bawaan. Untuk mencegah terjadinya perkawinan diusia tua adalah
dengan cara melakukan penyuluhan, merubah cara pandang budaya dan
meningkatkan kegiatan sosialisasi. Sedangkan penanganannya dilakukan
dengan cara pengawasan kesehatan dan peningkatan kesehatan.
B. Saran
Jadi menikah pada usia tua dapat menyebabkan dampak – dampak
negatif, sehingga mengganggu keharmonisan keluarga dan berpengaruh pada
kesehatan reproduksi yang dapat mempengaruhi keturunan dan kesehatan
reproduksi. Sebaiknya, pernikahan dilakukan pada usia yang ideal, sehingga
tidak menimbulkan dampak negatif yang  tidak kita inginkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://fitrikhanavitamin.blogspot.com/2011/07/perkawinan-usia-muda
dan-tua.html
http://sarjanakesehatan.blogspot.com/2013/04/konsep-usia
pernikahan.html
        hasnidar.midwife@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai