Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Untuk saling mencintai, setiap makhluk diciptakan berpasang-pasangan.


Ungkapan ini menunjukkan bahwa hal ini akan terjadi dengan sukses selama
perkawinan guna membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Tujuan keluarga terutama adalah kebahagiaan dan kesejahteraan, keluarga
dibentuk untuk menyatukan dua makhluk yang berbeda jenis dan terus
menyebarkan cinta dan kasih sayang ibu dan ayah kepada semua anggota keluarga
(keturunan).

Dari liputan 6 SCTV 12 Nopember 2015, diketahui berdasarkan surve yang


dilakukan oleh Plan Internasional, di Indonesia masih banyak terjadi pernikahan
dini pada anak dan remaja. Sebanyak 38% anak perempuan di bawah usia 18
tahun sudah menikah. Sementara persentase laki-laki yang menikah di bawah
umur hanya 3,7 % (persen). Ternyata, ada beberapa penyebab yang mendorong
mereka melakukan pernikahan dini. Hasil penelitian ini membuktikan kuatnya
tradisi dan cara pandang masyarakat, terutama di pedesaan, masih menjadi
pendorong bagi sebagian anak perempuan lain.

Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah umur yang seharusnya belum


layak untuk melakukan pernikahan. Karena belum matangnya pengalaman di
kehidupan kedua mempelai.

Pernikahan usia dini merupakan ikatan yang dilakukan oleh pasangan yang


masih tergolong dalam usia muda (masa pubertas). Sesuai Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 Ayat 1 mengatur bahwa usia yang sudah
diperbolehkan menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi
perempuan.

Undang-Undang Pernikahan tahun 1974 mengatur bahwa usia minimum


bagi perempuan untuk menikah adalah 16 tahun. Namun dari sudut pandang

1
2

kesehatan, usia perempuan yang siap secara fisik dan mental untuk menikah
adalah pada usia 21 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 25 tahun. Dari sekian
banyak hasrat manusia, hasrat seksual yang sulit dikontrol diri dan salah satu
efeknya adalah terjadinya pernikahan di usia muda. Pernikahan dini bukanlah
fenomena baru, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain.

United Development Economic and Social Affairs melaporkan bahwa


Indonesia menempati urutan ke-37 di antara negara-negara ASEAN dengan
tingkat pernikahan di usia muda kedua tertinggi setelah Kamboja. Pada tahun
2010, terdapat 158 negara yang mana perempuan dapat menikah jika mereka
berusia minimal 18 tahun, namun di Indonesia perempuan dapat menikah pada
usia 16 tahun. Pernikahan dini dalam bahaya karena tidak adanya ketersediaan
dari sudut pandang kesejahteraan, mental, pendidikan, ekonomi, dan reproduksi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, faktor terjadinya


pernikahan dini pada remaja Kota Lhokseumawe, yaitu: kebiasaan masyarakat
setempat, masalah ekonomi terutama pada keluarga si gadis, remaja putri tidak
sekolah lagi, takut berbuat dosa (zina), sudah jodoh (cinta), hamil di luar nikah,
menjalankan sunah Rasulullah saw. dan kurangnya pengetahuan remaja putri
tentang kesehatan reproduksi.

Menurut Janiwarty dan Pieter dampak biologis yang banyak diderita wanita
yang menikah usia dini ialah infeksi pada kandungan dan kanker mulut rahim.
Menikah dini dapat mengubah sel normal menjadi sel ganas yang pada akhirnya
akan menyebabkan infeksi kandungan dan kanker, dikarenakan masa peralihan
dari sel anak-anak ke sel dewasa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata penderita infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita yang
menikah di usia dini 16 tahun. Untuk resiko kebidanan, hamil di bawah 19 tahun
berisiko pada kematian, terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan
hamil prematur.

Menurut berbagai penelitian, pernikahan dini sangat berpengaruh dalam


urusan mengasuh anak dikarenakan belum cukupnya pengalaman. Salah satu
3

dampak negatif bagi anak dari orang tuanya yang masih usia dini, yaitu: lemah
dalam berfikir.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah dalam penelitian


ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana definisi pernikahan dini dan apa dasar hukumnya?

2. Bagaimana faktor dan dampak menikah di usia muda bagi remaja di Kota
Lhokseumawe?

3. Bagaimana dampak pendidikan dan pengasuhan anak pada keluarga


pernikahan usia muda?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka yang dapat


dijadikan sebagai tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guna memahami definisi pernikahan dini dan apa dasar hukumnya.

2. Guna memahami faktor dan dampak menikah di usia muda bagi remaja
di Kota Lhokseumawe.

3. Guna memahami dampak pendidikan dan pengasuhan anak pada


keluarga pernikahan usia muda.
4

D. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Pernikahan Dini dan Dasar Hukumnya

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pada


pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.

Batas usia yang diizinkan dalam suatu pernikahan menurut UU


Pernikahan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 (Sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun. Jika ada penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat
meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orangtua pihak pria maupun wanita (pasal 7 ayat 2).

Pengertian pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan atau perkawinan


yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang
mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Jadi sebuah pernikahan disebut
pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18
tahun (masih berusia remaja). Di dalam undang-undang pernikahan terdapat
beberapa pasal di antaranya pada pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada pasal 2 menyatakan bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang- undangan yang berlaku.1

1
Evy Nurachma, Pengaruh Pasangan Pernikahan Dini Terhadap Pola Pengasuhan
Anak, dalam (https://www.google.co.id/books/edition/PENGARUH_PASANGAN_PER
NIKAHAN_DINI_TERHAD/Z7cTEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=dampak+pernikahan+dini&pg=PA4&printsec=frontcover), diakses pada 07
Maret 2023, pukul 09:45 WIB.
5

2. Faktor dan Dampak Menikah di Usia Muda pada Remaja Kota


Lhokseumawe

a. Sebab-sebab Menikah di Usia dini

Menurut E.B. Subakti, pernikahan dini dapat disebabkan dalam beberapa


hal, diantaranya yaitu:

1) Pendidikan yang rendah

Pendidikan yang rendah adalah salah satu penyebab banyaknya terjadi


pernikahan dini. Umumnya mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat
pernikahan dini. Banyak remaja putus sekolah atau hanya tamat sekolah dasar,
kemudian menikah karena tidak punya kegiatan.

2) Peraturan budaya

Peraturan budaya bisa jadi merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya
pernikahan dini. Usia layak menikah menurut aturan budaya seringkali dikaitkan
dengan datangnya haid pertama bagi wanita. Dengan demikian, banyak remaja
yang sebenarnya belum layak menikah, terpaksa menikah karena desakan budaya.

3) Kecelakaan

Tidak sedikit pernikahan dini disebabkan karena kecelakaan yang tidak


disengaja akibat pergaulan yang tidak terkontrol. Dampaknya mereka harus
mempertanggungjawabkan perbuatan dengan menikah secara dini. Untuk
menutupi aib keluarga, tidak ada jalan lain kecuali menikahkan mereka secara
dini. Pernikahan model ini biasanya tidak akan bertahan lama karena landasannya
tidak kuat.2

2
E.B. Subakti, Sudah Siapkah Menikah?, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), h.
316.
6

4) Keluarga cerai (broken home)

Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa menikah secara dini


karena berbagai alasan, misalnya, tekanan ekonomi, untuk meringankan beban
orang tua tunggal, membantu keluarga, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan
taraf hidup, dan sebagainya.

5) Daya tarik fisik

Faktor lain yang sering mendorong terjadinya pernikahan dini adalah


daya tarik fisik. Banyak remaja yang terjerumus ke dalam pernikahan karena daya
tarik fisik. Karena daya tarik fisik sangat terbatas, pernikahan biasanya tidak
berusia panjang.3

Berdasarkan hasil wawancara dengan Murdanil, Eko Abdi Pranata, dan


Muhammad Farhan (remaja Kota Lhokseumawe), faktor terjadinya pernikahan
dini pada remaja Kota Lhokseumawe, yaitu: kebiasaan masyarakat setempat,
masalah ekonomi terutama pada keluarga si gadis, remaja putri tidak sekolah lagi,
takut berbuat dosa (zina), sudah jodoh (cinta), hamil di luar nikah, menjalankan
sunah Rasulullah saw. dan kurangnya pengetahuan remaja putri tentang kesehatan
reproduksi.4

Menurut mereka, setiap pernikahan itu tentu ada plus minusnya. Dengan
menikah selain mendapatkan cinta dan kasih sayang dari pasangan, menikah juga
dapat menyempurnakan sebagian iman dan dapat melakukan sunah Rasulullah,
dan pastinya akan mendapatkan ridha Allah Swt. Minusnya adalah ekonomi
dalam keluarga tidak stabil, alias kurangnya penghasilan.

Dari beberapa faktor diatas, pasti akan sangat berdampak ke masa depan
pernikahan mereka dalam berumah tangga, baik bagi kedua pasangan itu sendiri
maupun terhadap keturunan dari mereka.

3
Ibid.
4
Hasil wawancara dengan murdanil, dkk. (Remaja Kota Lhokseumawe), 06 Mei 2023.
7

b. Dampak Menikah di Usia dini

Dampak dari pernikahan dini bukan hanya dari dampak kesehatan, Tetapi
punya dampak juga terhadap kelangsungan perkawinan. Sebab perkawinan yang
tidak disadari, Mempunyai dampak pada terjadinya perceraian. Pernikahan Dini
atau menikah usia muda, memiliki dampak negatif dan dampak positif pada
remaja tersebut, adapun dampak pernikahan dini adalah sebagai berikut.

1) Dari Segi Psikologis

Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks,
sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang
sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir
pada perkawinan yang dia sedari tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu,
ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan
(Wajib belajar 9 Tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-
hak lainnya yang melekat dalam diri anak.

2) Dari Segi Sosial

Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam


masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya
dianggap pelengkap seks laki-laki saja.

3) Dari Segi Kebidanan

Perempuan terlalu mudah untuk menikah di bawah umur 20 Tahun


berisiko terkena kanker rahim. Sebab pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum
matang.5

4) Dampak terhadap Hukum

Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:

a) UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 7 (1) Perkawinan hanya


diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan
5
Fibriyanti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Malang: Ahli
Media Press, 2021), h. 31.
8

seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang
tua.

b) UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 26 (1) Orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: (1) mengasuh, memelihara,
mendidik dan melindungi anak, (2) menumbuh kembangkan anak sesuai
dengan kemampuan, dan bakat, dan (3) mencegah terjadinya perkawinan pada
usia anak-anak.

c) UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO

Patut ditengarai adanya penjualan/pemindahtanganan dari orang tua anak yang


mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut. Amanat Undang-
undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap
memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi
dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Sungguh disayangkan
apabila ada orang atau orang tua melanggar undang- undang tersebut.
Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk
melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai
dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan
terhadap anak perempuan.6

Berdasarkan hasil wawancara, dampak dari pernikahan dini adalah sering


marah-marah (ngambek), dan juga kemungkinan dapat terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) disebabkan pola pikir, ilmu pengetahuan, dan
pengalaman yang masih sangat minim.7

Pernikahan di Usia muda atau dini juga sangat berpengaruh terhadap


pengasuhan dalam mendidik anak, terutama dalam masalah kepintaran si anak.
Tidak tentu kemungkinan anak menjadi lambat dalam berfikir karena orang tua
yang masih sangat minim dalam pola pikir, ilmu pengetahuan, dan pengalaman.

3. Dampak Pendidikan dan Pengasuhan Anak pada Keluarga


Pernikahan Usia Muda
6
Ibid.
7
Hasil wawancara dengan murdanil...,
9

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa keluarga merupakan “pusat


pendidikan” yang pertama dan terpenting karena sejak timbulnya adab
kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi
pekerti tiap-tiap manusia. Selain itu, orang tua dapat menanamkan benih
kebatinan yang tepat dalam jiwa anaknya melalui kebatinannya sendiri.8

Pendidikan dan pengasuhan anak pada keluarga pernikahan usia muda


sangat berpengaruh untuk sifat dan karakter anak, apalagi di dalam rumah tangga
tersebut sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dapat
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental bagi anak.

Beberapa dampak dari pendidikan dan pengasuhan anak pada keluarga


pernikahan dini adalah sebagai berikut:

a. Mengalami Trauma yang Mendalam pada Psikologis Anak Akibat


KDRT

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat


melaporkan bahwa di rumah-rumah di mana kekerasan dalam rumah tangga
terjadi, ada kemungkinan 45-60 persen anak-anak juga ikut mengalami kekerasan
atau pelecehan. Namun, bahkan ketika mereka tidak diserang secara fisik, anak-
anak menyaksikan 68-80 persen dari kekerasan dalam rumah tangga.

Bukan hanya menyaksikan peristiwa tersebut bisa memberi ketakutan


pada anak, korban KDRT yang sering kali merupakan orang yang menjadi
pengasuh anak juga menjadi tidak responsif, dan tidak bisa memberikan perhatian
yang dibutuhkan anak. Itulah mengapa KDRT bisa memberikan dampak yang
signifikan bagi kesehatan mental anak. Nah, berikut dampak KDRT
bagi psikologis anak:

1) Menyebabkan kecemasan

Anak-anak korban KDRT akan selalu merasa gelisah melihat kekerasan


yang sering dilakukan salah satu orangtua mereka terhadap yang lain. Mereka

8
Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam membantu anak mengembangkan disiplin
diri, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 10.
10

juga bisa hidup dengan perasaan cemas setiap hari, karena tidak tahu kapan
serangan fisik atau verbal berikutnya terjadi di rumah mereka. Hal ini bisa
menyebabkan anak mengalami gangguan kecemasan.9

Bagi anak-anak prasekolah yang menyaksikan KDRT, mereka tidak jarang


mengalami kemunduran mental dan kembali pada kebiasaan pada waktu bayi.
Contohnya seperti mengisap jempol, mengompol, dan lebih sering menangis atau
merengek. 

Sedangkan dampak menyaksikan KDRT bagi anak usia sekolah, mereka bisa
mengembangkan sifat antisosial dan mungkin bergumul dengan rasa bersalah. Hal
itu karena anak-anak korban KDRT tidak jarang disalahkan atas kekerasan yang
terjadi di antara orangtua mereka.

2) Gangguan stres pasca trauma

Dampak KDRT lainnya yang juga cukup mengkhawatirkan adalah adanya


risiko gangguan stres pasca trauma pada anak-anak yang tumbuh di lingkungan
dengan kekerasan tersebut.

Meski terhindar dari kekerasan fisik, trauma yang ditimbulkan dari KDRT cukup
menyebabkan perubahan berbahaya pada perkembangan otak anak. Perubahan-
perubahan ini bisa menyebabkan mimpi buruk, perubahan pola tidur, kemarahan,
sifat lekas marah, sulit berkonsentrasi, dan anak-anak kadang-kadang berpotensi
melakukan kembali aspek-aspek pelecehan traumatis yang mereka amati pada
orang lain.

3) Depresi

Seorang anak yang memiliki kecemasan akibat tumbuh besar dalam


lingkungan yang tidak sehat dan penuh kekerasan, bisa bertumbuh menjadi orang
dewasa yang mengidap depresi. Trauma menyaksikan kekerasan dalam rumah

9
Rizal Fadli, 3 Dampak KDRT pada Psikologis Anak yang Sering Tidak Disadari, dalam
(https://www.halodoc.com/artikel/3-dampak-kdrt-pada-psikologis-anak-yang-sering-tak-disadari),
diakses pada 7 Mei 2023, Pukul 12:10 WIB.
11

tangga secara rutin membuat anak berisiko tinggi mengalami depresi, kesedihan,
gangguan konsentrasi, dan gejala depresi lainnya hingga dewasa.10

b. Anak Cenderung Tertutup (misterius)

Orang tua yang melakukan pernikahan dini sebagian besar melakukan


pola asuh permisif dan otoriter, hal ini berdampak negatif kepada anak seperti
berperilaku impulsif dan suka memberontak.

Dampak seperti ini dapat memicu si anak menjadi seperti layaknya


seorang psikopat (gangguan kepribadian yang ditandai dengan kurangnya empati
dan perilaku impulsif). Akibatnya, dia dapat merugikan diri sendiri bahkan orang
lain yang ada di lingkungan sekitarnya.

c. Pola Pikir Anak Terbatas (Kurangnya Wawasan)

Dikarenakan orang tua anak memiliki pola pikir, ilmu pengetahuan, dan
pengalaman yang masih sangat minim, tidak tentu kemungkinan anak dari
keluarga pernikahan dini mengalami kekurangan dalam berfikir, alias kurang
wawasan.11

Dampak seperti ini sangat disayangkan akan merugikan masa


pertumbuhan dan waktu belajar si anak, biasanya IQ anak yang mengalami
dampak tersebut jauh dibawah rata-rata dan memiliki pemikiran yang sangat
lambat layaknya sinyal tri.

Sangat penting bagi orang tua untuk menjaga ketentraman di rumah


karena banyaknya dampak psikologis negatif dari kekerasan dalam rumah tangga
pada anak. Perdebatan dan ketidaksepakatan tidak dapat dihindari dalam keluarga,
tetapi pertengkaran harus dijaga agar tetap sopan dan jauh dari anak-anak.

Orang tua dapat mencari bantuan profesional untuk menyelesaikan masalah


rumah tangga jika perlu. Dengan demikian, orang tua dapat menciptakan
lingkungan rumah yang aman dan sehat untuk tumbuh kembang anak yang sehat
dan bahagia.

10
Ibid.
11
Hasil wawancara dengan murdanil...,
12

E. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.


Hal ini menjadi alasan untuk menggunakan metode kualitatif adalah sejalan
dengan tujuan penelitian ini yang ingin mendapatkan data deskriptif berupa lisan
atau kata-kata dari gejala yang diamati atau diteliti.
13

DAFTAR PUSTAKA

Fadli, Rizal, 3 Dampak KDRT pada Psikologis Anak yang Sering Tidak Disadari,
dalam https://www.halodoc.com/artikel/3-dampak-kdrt-pada-psikologis-
anak-yang-sering-tak-disadari.

Fibriyanti, Pernikahan Dini dan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Malang: Ahli
Media Press, 2021.

Hasil wawancara dengan murdanil, dkk. 06 Mei 2023.

Nurachma, Evy, Pengaruh Pasangan Pernikahan Dini Terhadap Pola


Pengasuhan Anak, dalam
https://www.google.co.id/books/edition/PENGARUH_PASANGAN_PER
NIKAHAN_DINI_TERHAD/Z7cTEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=dam
pak+pernikahan+dini&pg=PA4&printsec=frontcover.

Shochib, Moh. Pola Asuh Orang Tua dalam membantu anak mengembangkan
disiplin diri, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Subakti, E.B. Sudah Siapkah Menikah?, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008.

Anda mungkin juga menyukai