PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pernikahan dini ?
2. Apa saja faktor penyebab terjadinya pernikahan dini ?
3. Apa saja dampak dari pernikahan dini ?
4. Apa saja cara penanganan pernikahan dini ?
5. Apa saja resiko pernikahan dini ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan dini
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pernikahan dini
3. Untuk mengetahui dampak dari pernikahan dini
4. Untuk mengetahui cara penanganan pernikahan dini.
5. Untuk mengetahui resiko pernikahan dini
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian pernikahan usia muda
2. Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya pernikahan dini
3. Dapat mengetahui dampak dari pernikahan dini
4. Dapat mengetahui cara penanganan pernikahan dini
5. Dapat mengetahui resiko pernikahan dini.
a.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua
insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati,
2008).
Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya
belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pernikahan dini adalah sebuah
bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di
bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah
atas. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika kedua atau
salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18 tahun (masih berusia
remaja). Masa remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 18 tahun.
Dan pada usia 20 - 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia
dewasa muda. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak
remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan
dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin
bertualang menemukan jati dirinya.
B. Perkembangan Sekarang
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka persentase pernikahan dini di
Tanah Air meningkat menjadi 15,66% pada 2018, dibanding tahun
sebelumnya 14,18%. Kenaikan persentase pernikahan dini tersebut
merupakan catatan tersendiri bagi pemerintah yang sedang terus
berusaha memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
4
peningkatan persentase pernikahan muda pada 2018 di Jawa Barat jauh
lebih signifikan dibandingkan provinsi lainnya.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pernikahan di usia muda
berpengaruh signifikan pada tingkat kematian bayi dan angka harapan
hidup. Menurutnya, seorang ibu yang siap secara fisik dan mental akan
menekan tingkat kematian bayi.
Hanya saja, ujar Kecuk, BPS tidak mengetahui detail apa saja yang
menyebabkan angka pernikahan muda meningkat. "Saya kira perlu
dilakukan sosialisasi terutama mengenai program keluarga berencana.
Sebab saat ini, jumlah anak pun mengalami peningkatan, sudah bukan
dua anak lagi," katanya.
Pada kesempatan itu, BPS juga merilis angka IPM Indonesia pada 2018
yang mencapai 71,39. Angka ini meningkat 0,58 poin atau tumbuh 0,82%
dibandingkan 2017.
Meski begitu, angka ini lebih rendah dari target Anggaran dan
Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 71,5. BPS
menyatakan, meningkatnya angka pernikahan muda menjadi salah satu
penghambat laju IPM nasional 2018.
5
per kapita per tahun (tumbuh 3,7 %). Selain itu, disparitas status
pembangunan manusia di provinsi pun mengecil.
“Hal ini terlihat dari Provinsi Papua yang naik statusnya menjadi sedang
atau 60,06. Ini menyebabkan Papua menjadi provinsi dengan
pertumbuhan IPM tertinggi yaitu 1,64 %," kata Kecuk.
“Nikah dini sebenarnya hasil dari pola pikir yang kurang rasional. Nikah
dini dianggap sebagai jalan keluar dari persolan hidup dan jalan keluar
pergaulan bebas, tetapi kenyaraannnya justru sebaliknya," papar dosen
Fisipol UGM ini.
6
dalam mengakses informasi tentunya akan akan berdampak kurang baik,
terutama konten-konten yang mestinya belum saatnya diaskes oleh anak-
anak.
C. Kejadian di Indonesia
Di tengah semangat untuk memperjuangkan hak-hak anak dalam rangka
peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli 2018 ini, kita tak bisa
menutup mata bahwa pernikahan dini masih sering terjadi di pelosok Tanah
Air. Cerita pernikahan dini terbaru yang sempat menghebohkan adalah
pernikahan dini antara dua remaja, ZA (13) dan IB (15), di Tapin, Kalimantan
Selatan. Pernikahan mereka akhirnya dibatalkan sehari setelah pesta
syukuran digelar. UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan
bahwa batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan
19 tahun bagi pria. Batas usia tersebut ditentukan dengan pertimbangan
bahwa pada usia tersebut, seseorang dianggap sudah dewasa dan memiliki
tanggung jawab dalam membina dan membentuk keluarga. Berikut ini kisah
5 pernikahan dini dari sejumlah daerah yang sempat menuai kontroversi:
2. Tak direstui sang kakek, pernikahan siswi SD batal Dikutip dari Tribun
Timur, pada bulan Mei tahun 2018 lalu, seorang siswi SDN 125 Karampue,
Sinjai Utara, RSR (12), batal menjalani ijab kabul dengan seorang remaja E
berusia 21 tahun asal Tino, Kecamatan Taroang, Kabupaten Jeneponto.
Pernikahan tersebut gagal setelah kakek RSR, Ramli (60), tidak merestuinya
dan menganggap cucunya masih masih bau kencur. Petugas KUA di Tino
juga enggan melakukan ijab kabul karena RSR masih di bawah umur.
Sayangnya, pemberitahuan tersebut agak terlambat karena para tamu
undangan sudah keburu berdatangan. Akibatnya, Sinar, ibu RSR, pingsan di
7
hadapan para tamu undangan. Untuk mengantisipasinya, panitia mengubah
acara ijab kabul menjadi acara sunatan untuk sang adik. Sebelumnya,
orangtua dari pihak perempuan mengaku terpaksa akan menikahkan sang
anak karena khawatir putrinya akan terlibat pergaulan bebas.
3. Menikah dini karena takut tidur sendirian AR (13) dan AM (14) masih
berstatus pelajar SMP saat menikah di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan. AM, sang siswi, mengaku takut tidur sendirian setelah ibu
kandungnya meninggal. "Menurut tantenya, anak ini mau menikah karena
takut tidur sendiri di rumah setelah ibunya meninggal setahun yang lalu.
Sementara ayahnya selalu meninggalkan rumah keluar Kabupaten untuk
bekerja" kata Mahdi Bakri, Pelaksana Humas Kantor Kemenag Kabupaten
Bantaeng, 15 April 2018. Sebetulnya, KUA sudah menolak pengajuan
pernikahan kedua mempelai karena usia mereka masih terlalu muda.
Namun, ternyata kedua mempelai mengajukan gugatan di Pengadilan
Agama Kabupaten Bantaeng dan mendapat dispensasi. "Awalnya penghulu
dan KUA Kabupaten Bantaeng menolak menikahkan mereka berdua, karena
tidak memenuhi persyaratan. Namun keduanya melakukan gugatan ke
Pengadilan Agama dan mendapat dispensasi. Ya akhirnya dinikahkan secara
resmi, karena sudah ada putusan dari Pengadilan Agama," katanya.
4. Menikah dini karena sering pulang subuh bersama Pada 26 November
2017, sepasang remaja, APA (17) dan APR (15), menikah di Polewali
Mandar, Sulawesi Barat. Ribuan tamu undangan dan sanak keluarga hadir
untuk memeriahkan pesta pernikahan mereka. “Bahagia dan senang bisa
melangsungkan pernikahan seperti pasangan lainnya. Insya Allah saya akan
tetap melanjutkan sekolah," kata remaja perempuan saat dijumpai di
rumahnya. Sementara itu, kedua orangtua menjelaskan bahwa kedua anak
mereka tersebut sudah saling suka dan sering pulang bersama setiap subuh.
Untuk mencegah anggapan negatif, maka keluarga sepakat untuk
menikahkan keduanya.
5. Syekh Puji dan siswi SD di Semarang Pada bulan Agustus 2008, Pujiono
Cahyo Widianto atau dikenal dengan nama Syekh Puji meminang gadis belia
berusia 12 tahun bernama LU. Saat itu, Pujiono berusia 43 tahun dan LU
masih duduk di bangku SD. Kontan saja, pernikahan mengundang protes.
Sejumlah tokoh, sepeti Seto Mulyadi alias Kak Seto, turun tangan untuk
menjernihkan masalah. Tindakan Syekh Puji dinilai telah mencederai UU
8
Perkawinan. Sementara itu, kasus tersebut menyeret Pujiono ke meja hijau
dan pemilik Ponpes Miftahul Jannah itu sempat mendekam di penjara.
Setelah proses persidangan yang memakan waktu lama, pada 13 Oktober
2009, Syekh Puji dinyatakan bebas dalam sidang putusan sela di Pengadilan
Negeri Ungaran.
D. Kebijakan Terkait
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak
yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap
memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari
perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang
tersebut. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk
melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan
12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak
perempuan.
9
a. Faktor Pendidikan.
Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran
yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib
sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini
anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa
mampu untuk menghidupi diri sendiri.
Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut
menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan
membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak
produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan
lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di
luar nikah.
b. Faktor telah melakukan hubungan biologis.
Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-
anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri.
Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan
cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang
tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan
hal ini menjadi aib.
Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang
tua, hal ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari
akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan
suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan
tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu
kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di
kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi
konflik.
c. Hamil sebelum menikah
Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan
hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak
tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya
orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya,
10
tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa
orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada
dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur
hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan
dispensasi kawin.
Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik
bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan.
Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang
akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan
sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena
sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak
gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan
rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bisa goyah,
apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.
11
suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan
“zinah”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab
membiarkan anak tetap berzinah.
b. Faktor ekonomi.
Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang
tua terlilit hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan
jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak
gadis, maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat
pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak tersebut
dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua
si anak.
c. Faktor adat dan budaya.
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat
beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak
gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan
segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami
masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan
mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak
tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah
batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU.
(Ahmad, 2009).
12
c. Kebebasan yang lebih: Dengan berada jauh dari rumah maka
menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya
untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional.
d. Belajar memikul tanggung jawab di usia dini: Banyak pemuda
yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil
dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereka harus dapat
mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.
e. Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain.
13
dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang
melekat dalam diri anak.
c. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya
dalam masyarakat patriarki, yang menempatkan perempuan pada
posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki
saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun
termasuk agama Islam (Rahmatan lil Alamin) yang sangat
menghormati perempuan. Kondisi ini hanya akan melestarikan
budaya patriarki yang akan melahirkan kekerasan terhadap
perempuan.
d. Dampak perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang
gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan
istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal
(menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan
seakan-akan menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan
UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya
pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun,
minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan
minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum
terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara ilegal
akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan
menjadi contoh bagi yang lain.
e. Dampak terhadap suami
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istri yang
telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa
memnuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya
fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki
sifat keegoisan yang tinggi.
f. Dampak terhadap anak-anaknya
14
Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada usia
muda atau di bawah umur akan membawa dampak. Selain
berdampak pada pasangan yang melangsungkan perkawinan pada
usia muda, perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-
anaknya. Karena bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di
bawah umur 20 tahun, bila hamil akan mengalami gangguan pada
kandungannya dan banyak juga dari mereka yang melahirkan
anak yang prematur.
g. Dampak terhadap masing-masing keluarga
Selain berdampak pada pasagan suami-istri dan anak-
anaknya perkawinan di usia muda juga akan membawa dampak
terhadap masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan di
antarta anak-anak mereka lancar, sudah barang tentu akan
menguntungkan orang tuanya masing-masing. Namun apabila
sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan
akhirnya akan terjadi perceraian. Hal ini akan mengkibatkan
bertambahnya biaya hidup mereka dan yang palinng parah lagi
akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua belah pihak.
15
2. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan
perkembangan biologois dan kecerdasan janin terhambat. Bayi lahir
dengan berat badan rendah.
3. Penyulit pada saat melahirkan seperti perdarahan dan persalinan lama.
4. Keracunan kehamilan, yang di tandai bengkak teruta,ma di kaki dan
tangan serta tekanan darah tinggi. Bila ini tidak mendapat pengobatan
yang baik dan benar, maka keadaan ini dapat menimbulkan kejang-
kejang yang pada gilirannya dapat membawa maut baik pada bayi
maupun ibunya.
5. Ketidakseimbangan besar bayi dengan lebar panggul. Biasanya ini
akan menyebabkan macetnya persalinan. Bila tidak diakhiri dengan
operasi Caesar maka keadaan ini akan menyebabkan kematian ibu
maupun janinya.
6. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cenderung
untuk mencoba melakukan pengguguran kandungan (Aborsi) yang
dapat berakibat kematian bagi wanita.
7. Karena kurang pengetahuan dan perawatan kesehatan reproduksi,
pernikahan dini beresiko tinggi untuk tertular penyakit menular
seksual, seperti keputihan yang tidak normal, kencing sakit dll.
8. Kemungkinan terjadinya kanker serviks (kanker dari leher Rahim
wanita) pada perkawinan usia muda lebih besar dari pada mereka yang
kawin pada usia kira-kira dua kali lipat untuk mendapatkan kanker di
bandingkan dengan wanita yang menikah pada umur yang lebih tua.
9. Resiko kematian ibu dan janin pada saat persalinan 2-4 kali lebih
tinggi dari persalinan wanita usia 20 sampai 35 tahun.
10. Anak-anak yang di lahirkan oleh ibu remaja mengalami beberapa
masalah antara lain: Perkembangan yang terhambat, premature (berat
badan lahir rendah). Hal ini selanjutnya akan sangat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental anak.
16
a. Pendewasaan usia kehamilan dengan penggunaan kontrasepsi sehingga
kehamilan pada waktu usia reproduksi sehat.
b. Bimbingan psikologis. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pasangan
dalam menghadapi persoalan-persoalan agar mempunyai cara pandang
dengan pertimbangan kedewasaan, tidak mengedepankan emosi.
c. Dukungan keluarga. Peran keluarga sangat banyak membantu keluarga
muda baik dukungan berupa material maupun non material untuk
kelanggengan keluarga, sehingga lebih tahan terhadap hambatan-
hambatan yang ada.
d. Peningkatan kesehatan dengan peningkatan pengetahuan kesehatan,
perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kurang gizi.
e. Ikut dalam ekskul
f. Menyibukkan diri dengan belajar
g. Memilih teman sepermainan yang baik
h. Membatasi waktu anak keluar rumah
i. Lingkungan
j. Orangtua lebih akrab dengan anak
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada berbagai penyebab pernikahan dini contohnya adalah karena
hamil diluar nikah (kecelakaan), ingin menghindari dosa (seks bebas), dan
ada juga paksaan dari orangtua. Pernikahan dini diperbolehkan dalam
agama hal itu karena apabila si remaja tidak bisa menahan nafsu, jadi lebih
baik dia menikah.
Ada berbagai dampak yang disebabkan oleh pernikahan dini. Dampak
biologis, Dampak psikologis, Dampak sosial, Dampak perilaku seksual
menyimpang, Dampak terhadap suami, Dampak terhadap anak-anaknya,
Dampak terhadap masing-masing keluarga.
Pada dasarnya, Rumah tangga dibangun oleh komitmen bersama dan
merupakan pertemuan dua pribadi berbeda namun hal ini sulit dilakukan
pada usia remaja. Hal tersebut memacu konflik yang bias berakibat pisah
rumah atau perceraian itu semua karena emosi remaja masih labil
terkadang masalah-masalah rumah tangga juga bisa menyebabkan neoritis
depresi sehingga remaja mengalami kebingungan dalam memikirkan
kehidupan keluarga. Remaja tidak bisa membagi waktu antara sekolah dan
keluarga, sehingga menjadi depresi berat.
18
3.2 Saran
Pernikahan dini bisa menyebabkan kanker leher Rahim. Untuk itu
perempuan yang aktif secara seksual di anjurkan untuk melakukan tes pap
smear dua sampai tiga tahun sekali.
Sebelum melakukan pernikahan dini, hendaknya kita dapat
memikirkan resiko yang akan terjadi. Dan juga melakukan persiapan yang
akan dibutuhkan dalam pernikahan tersebut.
Apabila ada masalah dalam keluarga pernikahan dini, hendaknya
diselesaikan baik-baik atau minta tolong dan saran pada orang yang lebih
tau dan berpengalaman.
DAFTAR PUSTAKA
19