Anda di halaman 1dari 19

cBAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan
jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan
sesuai dengan apa yang ingin diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan
untuk bisa mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan
bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak
boleh berakhir begitu saja.
Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan
tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya,
tinggal di desa atau di kota.
Usia perkawinan yang terlalu muda mengakibatkan meningkatnya
kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab
dalam kehidupan berumah tangga bagi suami-istri.Meskipun batas umur
perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. I tahun 74,
yaitu perkawian hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudak mencapai umur 16 tahun. Namun dalam
prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di
bawah umur, padahal perkawianan yang sukses membutuhkan kedewasaan
tanggung jawab secara fisik maupun mental untuk bisa mewujudkan
garapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga.
Peranan orang tua sangat besar artinya bagi psikologis anak-
anaknya. Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh
perkembangan anak sejak lahir hingga dengan dewasa maka pola asuh
anak dalam perlu disebar luaskan pada setiap keluarga.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pernikahan dini ?
2. Apa saja faktor penyebab terjadinya pernikahan dini ?
3. Apa saja dampak dari pernikahan dini ?
4. Apa saja cara penanganan pernikahan dini ?
5. Apa saja resiko pernikahan dini ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan dini
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pernikahan dini
3. Untuk mengetahui dampak dari pernikahan dini
4. Untuk mengetahui cara penanganan pernikahan dini.
5. Untuk mengetahui resiko pernikahan dini

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian pernikahan usia muda
2. Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya pernikahan dini
3. Dapat mengetahui dampak dari pernikahan dini
4. Dapat mengetahui cara penanganan pernikahan dini
5. Dapat mengetahui resiko pernikahan dini.
a.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian pernikahan dan pernikahan usia muda


Pernikahan adalah lambang disepakatinya suatu perjanjian (akad)
antara seorang laki-laki dan perempuan (dalam masyarakat tradisional hal
itu juga merupakan perjanjian antar keluarga) atas dasar hak dan
kewajiban yang setara antara kedua belah pihak.Penyerahan diri total
seorang perempuan kepada laki-laki.Peristiwa saat seorang ayah secara
resmi menyerahkan anak perempuannya kepada laki-laki untuk “dipakai”
sesuka hati laki-laki itu.
Tujuan Pernikahan adalah untuk secara hukum mengesahkan
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. untuk secara hukum
mengatur hak dan kewajiban masing-masing termasuk di dalamnya
pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami. Untuk pendataan dan
kepentingan demografi.
Kriteria keberhasilan suatu pernikahan, kebahagiaan suami isteri,
hubungan yang baik antara orang tua dan anak, penyesuaian yang baik
antara anak-anak, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan
pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah
keuangan, penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan.
Pernikahan adalah hubungan (akad) antara laki-laki dan perempuan
dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain (istimtaa’)
dan untuk membentuk keluarga yang sakinah dan membangun masyarakat
yang bersih (Utsaimin, 2009).
Pernikahan Usia Muda (Dini) adalah Pernikahan yang dilakukan
oleh remaja di bawah umur (antara 13-18 tahun) yang masih belum cukup
matang baik fisik maupun psikologis, karena berbagai faktor antara lain
faktor ekonomi, sosial, budaya, penafsiran agama yang salah, pendidikan,
dan akibat pergaulan bebas. Individu yang menikah pada usia muda akan
cenderung bergantung pada orangtua secara finansial maupun emosional.

3
Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua
insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati,
2008).
Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya
belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pernikahan dini adalah sebuah
bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di
bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah
atas. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika kedua atau
salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18 tahun (masih berusia
remaja). Masa remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 18 tahun.
Dan pada usia 20 - 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia
dewasa muda. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak
remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan
dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin
bertualang menemukan jati dirinya.

B. Perkembangan Sekarang
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka persentase pernikahan dini di
Tanah Air meningkat menjadi 15,66% pada 2018, dibanding tahun
sebelumnya 14,18%. Kenaikan persentase pernikahan dini tersebut
merupakan catatan tersendiri bagi pemerintah yang sedang terus
berusaha memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Berdasarkan data BPS, mereka yang digolongkan pernikahan dini adalah


perempuan yang menikah pertama di usia 16 tahun atau kurang. Dari
catatan BPS, provinsi dengan jumlah persentase pernikahan muda
tertinggi adalah Kalimantan Selatan sebanyak 22,77%, Jawa Barat
(20,93%), dan Jawa Timur (20,73%).

Sebagai perbandingan, pada 2017 persentase pernikahan dini di Jawa


Barat mencapai 17,28%. Angka itu lebih rendah dari Jawa Timur
(18,44%) dan Kalimantan Selatan (21,53%). Dengan demikian,

4
peningkatan persentase pernikahan muda pada 2018 di Jawa Barat jauh
lebih signifikan dibandingkan provinsi lainnya.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pernikahan di usia muda
berpengaruh signifikan pada tingkat kematian bayi dan angka harapan
hidup. Menurutnya, seorang ibu yang siap secara fisik dan mental akan
menekan tingkat kematian bayi.

"Bayangkan jika seseorang menikah secara dini, psikologi dan kesehatan


ibu akan buruk. Ketika buruk, dia berpengaruh pada tingkat kematian bayi
sehingga angka harapan hidup berkurang," tutur pria yang akrab
dipanggil Kecuk itu saat konferensi pers di Jakarta kemarin.

Hanya saja, ujar Kecuk, BPS tidak mengetahui detail apa saja yang
menyebabkan angka pernikahan muda meningkat. "Saya kira perlu
dilakukan sosialisasi terutama mengenai program keluarga berencana.
Sebab saat ini, jumlah anak pun mengalami peningkatan, sudah bukan
dua anak lagi," katanya.

Pada kesempatan itu, BPS juga merilis angka IPM Indonesia pada 2018
yang mencapai 71,39. Angka ini meningkat 0,58 poin atau tumbuh 0,82%
dibandingkan 2017.

Meski begitu, angka ini lebih rendah dari target Anggaran dan
Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 71,5. BPS
menyatakan, meningkatnya angka pernikahan muda menjadi salah satu
penghambat laju IPM nasional 2018.

"Secara keseluruhan, IPM terus mengalami peningkatan sejak tahun


2010. Tapi jika dibandingkan dengan target APBN, memang lebih rendah.
Namun selisihnya cukup tipis," ujar Kecuk.

Peningkatan IPM 2018 didorong pertumbuhan di semua komponen, yaitu


umur harapan hidup saat lahir (tumbuh 0,19 %), harapan lama sekolah
(tumbuh 0,47 %), rata-rata lama sekolah (tumbuh 0,86 %), pengeluaran

5
per kapita per tahun (tumbuh 3,7 %). Selain itu, disparitas status
pembangunan manusia di provinsi pun mengecil.
“Hal ini terlihat dari Provinsi Papua yang naik statusnya menjadi sedang
atau 60,06. Ini menyebabkan Papua menjadi provinsi dengan
pertumbuhan IPM tertinggi yaitu 1,64 %," kata Kecuk.

Sementara itu, Pengamat Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Hempri


Suyatna mengatakan, ada beberapa penyebab terjadinya pernikahan dini
di Indonesia. Di antaranya perkembangan teknologi dan pergaulan.

“Nikah dini sebenarnya hasil dari pola pikir yang kurang rasional. Nikah
dini dianggap sebagai jalan keluar dari persolan hidup dan jalan keluar
pergaulan bebas, tetapi kenyaraannnya justru sebaliknya," papar dosen
Fisipol UGM ini.

Hempri menambahkan, pernikahan dini akan memunculkan sejumlah


risiko antara lain menurunnya kesehatan reproduksi, beban ekonomi yang
makin bertambah berat, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian dan
bunuh diri.

Untuk itu pernikahan dini harus dicegah dengan meningkatkan


kesadaraan laki-laki dan perempuan sejak masih remaja. Sebab, usia
remaja merupakan masa transisi di mana anak masih suka meniru dan
suka mencoba hal-hal yang baru.

“Umumnya, anak remaja masih tergantung pada lingkungan sosial dan


belum mampu mandiri, tetapi sudah ingin dilepas oleh orang tuanya untuk
belajar mandiri," katanya.

Menurutnya, pesatnya kemajuan teknologi selain membawa dampak


positif berupa kemudahan dalam mengakses informasi, juga berdampak
negatif.

Hempri menambahkan, dengan berbagai kemudahan tersebut tentunya


berbagai informasi dapat dengan cepat didapatkan. Hanya saja jika salah

6
dalam mengakses informasi tentunya akan akan berdampak kurang baik,
terutama konten-konten yang mestinya belum saatnya diaskes oleh anak-
anak.

C. Kejadian di Indonesia
Di tengah semangat untuk memperjuangkan hak-hak anak dalam rangka
peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli 2018 ini, kita tak bisa
menutup mata bahwa pernikahan dini masih sering terjadi di pelosok Tanah
Air. Cerita pernikahan dini terbaru yang sempat menghebohkan adalah
pernikahan dini antara dua remaja, ZA (13) dan IB (15), di Tapin, Kalimantan
Selatan. Pernikahan mereka akhirnya dibatalkan sehari setelah pesta
syukuran digelar. UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan
bahwa batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan
19 tahun bagi pria. Batas usia tersebut ditentukan dengan pertimbangan
bahwa pada usia tersebut, seseorang dianggap sudah dewasa dan memiliki
tanggung jawab dalam membina dan membentuk keluarga. Berikut ini kisah
5 pernikahan dini dari sejumlah daerah yang sempat menuai kontroversi:

1. Pernikahan dini di Tapin, Dibatalkan Sehari Setelah Pesta Kisahnya


menjadi ramai diperbincangkan setelah foto dan video pernikahan ZA dan IB
beredar di media sosial. Rupanya, sehari setelah pesta syukuran digelar,
polisi memanggil kedua remaja tersebut dan keluarga. Hadir pula perwakilan
Kantor Urusan Agama (KUA), penghulu dan pemuka masyarakat. Dalam
pertemuan yang dilakukan secara tertutup tersebut, semua pihak sepakat
bahwa pernikahan itu tidak sah. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Binuang Ahmad, mengatakan, pernikahan keduanya tidak sah, baik secara
agama maupun negara, karena ada syarat-syarat yang belum terpenuhi.

2. Tak direstui sang kakek, pernikahan siswi SD batal  Dikutip dari Tribun
Timur, pada bulan Mei tahun 2018 lalu, seorang siswi SDN 125 Karampue,
Sinjai Utara, RSR (12), batal menjalani ijab kabul dengan seorang remaja E
berusia 21 tahun asal Tino, Kecamatan Taroang, Kabupaten Jeneponto.
Pernikahan tersebut gagal setelah kakek RSR, Ramli (60), tidak merestuinya
dan menganggap cucunya masih masih bau kencur. Petugas KUA di Tino
juga enggan melakukan ijab kabul karena RSR masih di bawah umur.
Sayangnya, pemberitahuan tersebut agak terlambat karena para tamu
undangan sudah keburu berdatangan. Akibatnya, Sinar, ibu RSR, pingsan di

7
hadapan para tamu undangan. Untuk mengantisipasinya, panitia mengubah
acara ijab kabul menjadi acara sunatan untuk sang adik. Sebelumnya,
orangtua dari pihak perempuan mengaku terpaksa akan menikahkan sang
anak karena khawatir putrinya akan terlibat pergaulan bebas.

3. Menikah dini karena takut tidur sendirian AR (13) dan AM (14) masih
berstatus pelajar SMP saat menikah di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan. AM, sang siswi, mengaku takut tidur sendirian setelah ibu
kandungnya meninggal. "Menurut tantenya, anak ini mau menikah karena
takut tidur sendiri di rumah setelah ibunya meninggal setahun yang lalu.
Sementara ayahnya selalu meninggalkan rumah keluar Kabupaten untuk
bekerja" kata Mahdi Bakri, Pelaksana Humas Kantor Kemenag Kabupaten
Bantaeng, 15 April 2018. Sebetulnya, KUA sudah menolak pengajuan
pernikahan kedua mempelai karena usia mereka masih terlalu muda.
Namun, ternyata kedua mempelai mengajukan gugatan di Pengadilan
Agama Kabupaten Bantaeng dan mendapat dispensasi. "Awalnya penghulu
dan KUA Kabupaten Bantaeng menolak menikahkan mereka berdua, karena
tidak memenuhi persyaratan. Namun keduanya melakukan gugatan ke
Pengadilan Agama dan mendapat dispensasi. Ya akhirnya dinikahkan secara
resmi, karena sudah ada putusan dari Pengadilan Agama," katanya.
4. Menikah dini karena sering pulang subuh bersama Pada 26 November
2017, sepasang remaja, APA (17) dan APR (15), menikah di Polewali
Mandar, Sulawesi Barat. Ribuan tamu undangan dan sanak keluarga hadir
untuk memeriahkan pesta pernikahan mereka. “Bahagia dan senang bisa
melangsungkan pernikahan seperti pasangan lainnya. Insya Allah saya akan
tetap melanjutkan sekolah," kata remaja perempuan saat dijumpai di
rumahnya. Sementara itu, kedua orangtua menjelaskan bahwa kedua anak
mereka tersebut sudah saling suka dan sering pulang bersama setiap subuh.
Untuk mencegah anggapan negatif, maka keluarga sepakat untuk
menikahkan keduanya.

5. Syekh Puji dan siswi SD di Semarang Pada bulan Agustus 2008, Pujiono
Cahyo Widianto atau dikenal dengan nama Syekh Puji meminang gadis belia
berusia 12 tahun bernama LU. Saat itu, Pujiono berusia 43 tahun dan LU
masih duduk di bangku SD. Kontan saja, pernikahan mengundang protes.
Sejumlah tokoh, sepeti Seto Mulyadi alias Kak Seto, turun tangan untuk
menjernihkan masalah. Tindakan Syekh Puji dinilai telah mencederai UU

8
Perkawinan. Sementara itu, kasus tersebut menyeret Pujiono ke meja hijau
dan pemilik Ponpes Miftahul Jannah itu sempat mendekam di penjara.
Setelah proses persidangan yang memakan waktu lama, pada 13 Oktober
2009, Syekh Puji dinyatakan bebas dalam sidang putusan sela di Pengadilan
Negeri Ungaran.

D. Kebijakan Terkait
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:

1.      UUNo.1 tahun 1974 tentang Perkawinan


Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua
orang tua.

2.      UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
b. Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, dan bakat
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

3.      UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO

Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak
yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.

Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap
memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari
perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang
tersebut. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk
melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan
12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak
perempuan.

E. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini


Ada dua faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan
remaja, yaitu sebab dari anak dan dari luar anak.
1. Sebab dari Anak

9
a. Faktor Pendidikan.
Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran
yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib
sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini
anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa
mampu untuk menghidupi diri sendiri.
Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut
menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan
membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak
produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan
lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di
luar nikah.
b. Faktor telah melakukan hubungan biologis.
Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-
anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri.
Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan
cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang
tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan
hal ini menjadi aib.
Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang
tua, hal ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari
akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan
suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan
tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu
kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di
kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi
konflik.
c. Hamil sebelum menikah
Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan
hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak
tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya
orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya,

10
tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa
orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada
dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur
hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan
dispensasi kawin.
Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik
bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan.
Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang
akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan
sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena
sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak
gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan
rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bisa goyah,
apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.

2. Sebab dari luar Anak


a. Faktor Pemahaman Agama.
Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa
jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi
pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi
dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak
tersebut.
Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa
jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan
satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus
mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis
hakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun
tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika
menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa bulan
lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan
harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling

11
suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan
“zinah”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab
membiarkan anak tetap berzinah.
b. Faktor ekonomi.
Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang
tua terlilit hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan
jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak
gadis, maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat
pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak tersebut
dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua
si anak.
c. Faktor adat dan budaya.
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat
beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak
gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan
segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami
masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan
mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak
tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah
batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU.
(Ahmad, 2009).

2.1 Dampak Positif dan Negatif dari Pernikahan Dini


2.3.1 Dampak Positif
Berbagai dampak positif pernikahan dini atau perkawinan
dibawah umur dapat dikemukakan sebagai berikut.:
a. Dukungan emosional: Dengan dukungan emosional maka dapat
melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap
pasangan (ESQ).
b. Dukungan keuangan: Dengan menikah di usia dini dapat
meringankan beban ekonomi menjadi lebih menghemat.

12
c. Kebebasan yang lebih: Dengan berada jauh dari rumah maka
menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya
untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional.
d. Belajar memikul tanggung jawab di usia dini: Banyak pemuda
yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil
dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereka harus dapat
mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.
e. Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain.

2.3.2 Dampak Negative


Berbagai dampak positif pernikahan dini atau perkawinan
dibawah umur dapat dikemukakan sebagai berikut.:
a. Dampak biologis  
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam
proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan
hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil
kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ
reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut
dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar
kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau
adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap
seorang anak.
b. Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang
hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak
akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada
perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan
hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak
anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain

13
dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang
melekat dalam diri anak.
c. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya
dalam masyarakat patriarki, yang menempatkan perempuan pada
posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki
saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun
termasuk agama Islam (Rahmatan lil Alamin) yang sangat
menghormati perempuan. Kondisi ini hanya akan melestarikan
budaya patriarki yang akan melahirkan kekerasan terhadap
perempuan.
d. Dampak perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang
gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan
istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal
(menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan
seakan-akan menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan
UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya
pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun,
minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan
minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum
terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara ilegal
akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan
menjadi contoh bagi yang lain.
e. Dampak terhadap suami
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istri yang
telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa
memnuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya
fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki
sifat keegoisan yang tinggi.
f. Dampak terhadap anak-anaknya

14
Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada usia
muda atau di bawah umur akan membawa dampak. Selain
berdampak pada pasangan yang melangsungkan perkawinan pada
usia muda, perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-
anaknya. Karena bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di
bawah umur 20 tahun, bila hamil akan mengalami gangguan pada
kandungannya dan banyak juga dari mereka yang melahirkan
anak yang prematur.
g. Dampak terhadap masing-masing keluarga
Selain berdampak pada pasagan suami-istri dan anak-
anaknya perkawinan di usia muda juga akan membawa dampak
terhadap masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan di
antarta anak-anak mereka lancar, sudah barang tentu akan
menguntungkan orang tuanya masing-masing. Namun apabila
sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan
akhirnya akan terjadi perceraian. Hal ini akan mengkibatkan
bertambahnya biaya hidup mereka dan yang palinng parah lagi
akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua belah pihak.

2.2 Resiko Kesehatan Pernikahan Dini


Resiko kesehatan terutama terjadi pada pasangan wanita pada saat
mengalami kehamilan dan persalinan. Kehamilan mempunyai dampak
negative terhadap kesejahteraan seorang remaja. Sebenarnya ia belum siap
mental untuk hamil, namun karena keadaan ia terpaksa, menerima
kehamilan resiko tinggi.
Berikut ini beberepa resiko tinggi kehamilan dan persalinan yang
dapat di alami oleh remaja (usia kurang dari 20 tahun):
1. Kurang darah (Anemi) pada masa kehamilan dangan akibat yang
buruk bagi janin yang di kandungnya seperti pertumbuhan janin yang
terlambat, kelahiran premature(tidak cukup bulan).

15
2. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan
perkembangan biologois dan kecerdasan janin terhambat. Bayi lahir
dengan berat badan rendah.
3. Penyulit pada saat melahirkan seperti perdarahan dan persalinan lama.
4. Keracunan kehamilan, yang di tandai bengkak teruta,ma di kaki dan
tangan serta tekanan darah tinggi. Bila ini tidak mendapat pengobatan
yang baik dan benar, maka keadaan ini dapat menimbulkan kejang-
kejang yang pada gilirannya dapat membawa maut baik pada bayi
maupun ibunya.
5. Ketidakseimbangan besar bayi dengan lebar panggul. Biasanya ini
akan menyebabkan macetnya persalinan. Bila tidak diakhiri dengan
operasi Caesar maka keadaan ini akan menyebabkan kematian ibu
maupun janinya.
6. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cenderung
untuk mencoba melakukan pengguguran kandungan (Aborsi) yang
dapat berakibat kematian bagi wanita.
7. Karena kurang pengetahuan dan perawatan kesehatan reproduksi,
pernikahan dini beresiko tinggi untuk tertular penyakit menular
seksual, seperti keputihan yang tidak normal, kencing sakit dll.
8. Kemungkinan terjadinya kanker serviks (kanker dari leher Rahim
wanita) pada perkawinan usia muda lebih besar dari pada mereka yang
kawin pada usia kira-kira dua kali lipat untuk mendapatkan kanker di
bandingkan dengan wanita yang menikah pada umur yang lebih tua.
9. Resiko kematian ibu dan janin pada saat persalinan 2-4 kali lebih
tinggi dari persalinan wanita usia 20 sampai 35 tahun.
10. Anak-anak yang di lahirkan oleh ibu remaja mengalami beberapa
masalah antara lain: Perkembangan yang terhambat, premature (berat
badan lahir rendah). Hal ini selanjutnya akan sangat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental anak.

2.3 Penanganan Pernikahan Dini


Penanganan Pernikahan Usia Muda

16
a. Pendewasaan usia kehamilan dengan penggunaan kontrasepsi sehingga
kehamilan pada waktu usia reproduksi sehat.
b. Bimbingan psikologis. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pasangan
dalam menghadapi persoalan-persoalan agar mempunyai cara pandang
dengan pertimbangan kedewasaan, tidak mengedepankan emosi.
c. Dukungan keluarga. Peran keluarga sangat banyak membantu keluarga
muda baik dukungan berupa material maupun non material untuk
kelanggengan keluarga, sehingga lebih tahan terhadap hambatan-
hambatan yang ada.
d. Peningkatan kesehatan dengan peningkatan pengetahuan kesehatan,
perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kurang gizi.
e. Ikut dalam ekskul
f. Menyibukkan diri dengan belajar
g. Memilih teman sepermainan yang baik
h. Membatasi waktu anak keluar rumah
i. Lingkungan
j. Orangtua lebih akrab dengan anak

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ada berbagai penyebab pernikahan dini contohnya adalah karena
hamil diluar nikah (kecelakaan), ingin menghindari dosa (seks bebas), dan
ada juga paksaan dari orangtua. Pernikahan dini diperbolehkan dalam
agama hal itu karena apabila si remaja tidak bisa menahan nafsu, jadi lebih
baik dia menikah.
Ada berbagai dampak yang disebabkan oleh pernikahan dini. Dampak
biologis, Dampak psikologis, Dampak sosial, Dampak perilaku seksual
menyimpang, Dampak terhadap suami, Dampak terhadap anak-anaknya,
Dampak terhadap masing-masing keluarga.
Pada dasarnya, Rumah tangga dibangun oleh komitmen bersama dan
merupakan pertemuan dua pribadi berbeda namun hal ini sulit dilakukan
pada usia remaja. Hal tersebut memacu konflik yang bias berakibat pisah
rumah atau perceraian itu semua karena emosi remaja masih labil
terkadang masalah-masalah rumah tangga juga bisa menyebabkan neoritis
depresi sehingga remaja mengalami kebingungan dalam memikirkan
kehidupan keluarga. Remaja tidak bisa membagi waktu antara sekolah dan
keluarga, sehingga menjadi depresi berat.

18
3.2 Saran
Pernikahan dini bisa menyebabkan kanker leher Rahim. Untuk itu
perempuan yang aktif secara seksual di anjurkan untuk melakukan tes pap
smear dua sampai tiga tahun sekali.
Sebelum melakukan pernikahan dini, hendaknya kita dapat
memikirkan resiko yang akan terjadi. Dan juga melakukan persiapan yang
akan dibutuhkan dalam pernikahan tersebut.
Apabila ada masalah dalam keluarga pernikahan dini, hendaknya
diselesaikan baik-baik atau minta tolong dan saran pada orang yang lebih
tau dan berpengalaman.
DAFTAR PUSTAKA

_______, _______. 2013. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Mushaf Aminah). Jakarta:


Alfatih
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 1997. Tarjamah Bulughul Maram. Bandung: Cv.
Diponegoro Bandung.
Al-Ghazali, Imam. 2013. Ihya’ Ulumuddin. Gresik: Al-Furqon.
Al-Halwani, Abu Firdaus. 2013. Kajian Kitab Syarah ‘Uqudullujain. Surabaya:
Mutiara Ilmu.
Amrullah, Muhammad Fairuz Nadhir. ____. Terjemah Qurrotul ‘Uyuun.
Surabaya: Pustaka Media.
As-saedy, Saed. 2013. Dosa-Dosa Pacaran yang dianggap biasa. Klaten: Wafa
Press.
Indra, Hasbi, dkk. 2004. Potret Wanita Shalehah. Jakarta: Penamadani.
Kurniawan, Irwan. 2013. Fiqih Empat Mazhab (Terjemah Rahmah al-Ummah fi
Ikhtilaf al-A’immah). Bandung: Hasyimi.
Narulita, Sari. 2014. Membentuk Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah.
Cibubur: PT. Variapop Group.
Rasjid, H. Sulaiman. 2013. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru
Algensindo Bandung.
Thaifuri, Muhammadun. 2012. Terjemah Attarghib wat Tarhib. Surabaya: Menara
Suci.

Zakaria, Aceng. 2003. Tarbiyah An-Nisa. Garut: Ibn Azka Press.

19

Anda mungkin juga menyukai