Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku
pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikankuran.Remaja
desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas.Anggapan remaja desa lebih
memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disanaada anggapan atau mitos bahwa
perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan
mendasar dari seorang anak perempuan yaituketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang
tua menginginkan anaknya untuk tidakmenjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi
kebanyakan masyarakat dianggapsebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan.
Untuk itu, dalam bayanganketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan
anaknya pada usiamuda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa
akan lebihdulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul
karenakurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi
remaja.Pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga,
keharmonisankeluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih
tinggi.Dilihat dariaspek pendidikan, remaja Di Dusun Nglamuk mayoritas lulusan Sekolah
MenengahPertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebanyakan dari mereka
tidakmelanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang di maksud dengan pernikaha dini dan pernikahan usia tua ?
b. Apa paktor penyebab seseorang melakukan pernikahan dini dan pernikahan tua ?
c. Apa dampak positif dan negative dari pernikahan dini dan pernikahan tua ?
d. Mengetahui kasus tentang pernikahan dini dan pernikahan tua.

1
1.3 Tujuan Penulisan

a. agar lebih mengetahui penyebab seseorang melakukan pernikahan dini dan pernikhan tua
b. agar lebih mengetahui dampak positif dan negative dari pernikahan dini dan pernikahan
tua

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi penulis


Dengan ditugaskannya makalah ini penulis lebih memahami dan mengetahuitentang
pembuatan makalah yang baik dan benar, dan menambah wawasantentang pernikahan dini
dan dampak yang di timbulkannya

2. manfaat bagi pembaca

a. Remaja
Dengan lebih mengetahui dan memahami tentang dampak yang ditimbulkanoleh
pernikahan dini, diharapkan juga dapat menekan angka pernikahan dini dikalangan
remaja.
b.Masyarakat
Dengan adanya makalah ini, masyarakat bisa lebih memahami, mengetahuidan sadar atas
dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan dini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh
dua orang dengan meksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara,
dan hukum adapat. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi antar bangsa, suku
satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas social. Penggunaan adapt
atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hokum agama tertentu pula
(Alfiyah, 2010).

Pernikahan adalah Lambang disepakatinya suatu perjanjian (akad) antara seorang laki-laki
dan perempuan (dalam masyarakat tradisional hal itu juga merupakan perjanjian antar keluarga)
atas dasar hak dan kewajiban yang setara antara kedua belah pihak. Penyerahan diri total
seorang perempuan kepada laki-laki.Peristiwa saat seorang ayah secara resmi menyerahkan
anak perempuannya kepada laki-laki untuk “dipakai” sesuka hati laki-laki itu.

Tujuan Pernikahan adalah :

 Untuk secara hukum mengesahkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan
 Untuk secara hukum mengatur hak dan kewajiban masing-masing termasuk di dalamnya
pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami. Untuk pendataan dan kepentingan
demografi.

3
A. Pernikahan Usia Muda
1. PENGERTIAN

Pernikahan dini diartikan merupakan instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis
yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Ada beberapa factor penyebab terjadinya
pernikahan dini, yaitu factor pribadi dan factor keluarga. Dari factor pribadi remaja adalah
karena ingin menghindari dosa (seks bebas), dan ada juga yang karena “kecelakaan”.
Sedangkan dari factor keluarga adalh karena paksaan dari orang tua (Dian Luthfiyati, 2008).
Di Indonesia pernikahan dini sekitar 12-20% yang dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya,
pernikahan dini dilakukan oleh pasangan usia muda yang rata-rata umurnya antara 16-20 tahun.
Secara nasional pernikahan dini dengan pasangan usia di bawah 16 tahun sebanyak 26,95%.
Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28
tahun. Karena diusia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang
dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang.
Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu
menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan
sosial. Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi
dapat mengindikasi sikap tidak appresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa
merupakan pelecehan terhadap kesakralan dalam pernikahan.

Pernikahan awal adalah fenomena yang berlangsung di orang-orang Indonesia akhir-akhir


ini. Ini telah seperti sisi dari budaya orang-orangnya sendiri. Jadi sedikit susah untuk dilepaskan
karenanya telah jadi sejenis sisi dari rutinitas orang-orang Indonesia, terutama mereka yang
punya kebiasaan dengan hal itu. Seperti akan masuk tahap pendidikan spesifik, seorang
mempunyai batas umur minimum untuk menyelenggarakan suatu pernikahan. Untuk anak
wanita, batas minimum diijinkan menikah yaitu saat mencapai umur 16 tahun, terkecuali
beberapa orang zaman dulu yang rata-rata menikah pada umur 12 tahun. Walau telah masak
serta diijinkan untuk menikah, tetapi rasanya menikah diusia 16 tahun masih tetap rawan pada
kemungkinan yang bakal berlangsung pada fisik serta psikisnya. Disamping itu, untuk lelaki,
batas minimum umur menikah yaitu 19 tahun. Diluar batas minimum itu, seorang dilarang
untuk menikah, terlebih di mata hukum negara. Bila seorang bakal menyelenggarakan
pernikahan dibawah umur itu, surat izin dari ke-2 orangtua mutlak dibutuhkan, agar pernikahan
awal dapat diminimalkan.

4
2. Faktor Penyebab Pernikahan Dini
Selama ini perkawinan di bawah umur terjadi dari dua aspek:
1. Sebab dari Anak.

a. Faktor Pendidikan.

Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak
putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat
ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk
menghidupi diri sendiri. Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut
menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya
melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan
dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.

c. Faktor telah melakukan hubungan biologis.

Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan


hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak
perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis
ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib. Tanpa
mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, saya menganggap ini sebuah
solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak
kita sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan
tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap
masalah. Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan
dipenuhi konflik.

d. Hamil sebelum menikah

jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua
cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada
dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena
kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis
tersebut.

5
Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon
suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan
permohonan dispensasi kawin. Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik
bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan.

Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan
bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama.
Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak.
Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian
hari bias goyah,apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan .

2 . Sebab dari luar Anak

a. Faktor Pemahaman Agama.

Saya menyebutkan ini sebagai pemahaman agama, karena ini bukanlah sebagai
doktrin. Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin
hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua
wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.

Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin
hubungan dengan lawan jenis merupakan satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai
orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelishakim
menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada
dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa
bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan harus segera
dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling sms dengan anak laki-laki adalah
merupakan “zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak
tetap berzina

b. Faktor ekonomi.

Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit hutang yang
sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi
mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat

6
pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah
hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.

c. Faktor adat dan budaya.

Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman


tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya.
Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi.
Padahal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat
dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia
minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU.

Dari kedua penyebab pernikahan dini, maka pernikahan dini yang terjadi bukan karena n
si anak, yang menjadi korban adalah anak-anak perempuan. Budaya ini harus kita kikis, demi
terwujudnya kesaaan hak antara anak laki-laki dan anambangan Remaja dk perempuan. Dan
wajib kita syukuri juga, budaya ini terjadi di daerah, bukan di daerah yang sudah maju.

Perkembangan Remaja dan Tugasnya sesuai dengan tumbuh dan berkembangnya suatu
individu , dari masa anak-anak sampai dewasa , individu memiliki tugas masing-masing pada
setiap tahap perkembangannya . Yang dimaksud tugas pada setiap tahap perkembangan adalah
bahwa setiap tahapan usia , individu tersebut mempunyai tujuan untuk mencapai suatu
kepandaian .

Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan usia mudaadalah:a.

 Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga


 Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi
mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
 Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat.Kebanyakan
orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya
karena mengikuti adat kebiasaan saja.

7
Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh:

 Masalah ekonomi keluarga


 .Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabilamau
mengawinkan anak gadisnya.
 Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluargagadis akan
berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab(makanan, pakaian,
pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992 : 65).

Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan
usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu :

a. Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak danmasyarakat,


menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknyayang masih dibawah umur.
b. Faktor orang tua,Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran
dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya
c. Media massa, Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern
kianPermisif terhadap seks.

3. Dampak positif

1. Dukungan emosional: Dengan dukungan emosional maka dapat melatihkecerdasan


emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).
2. Dukungan keuangan: Dengan menikah di usia dini dapat meringankan bebanekonomi
menjadi lebih menghemat.
3. Kebebasan yang lebih: Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan
mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secarafina
nsial dan emosional.
4. Belajar memikul tanggung jawab di usia dini: Banyak pemuda yang waktu masasebelum
nikah tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua mereka,disini mereka
harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.
5. Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain

8
4. Dampak negatif

1. Dari segi pendidikan:

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa seseorangyang melakukan pernikahan


terutama pada usia yang masih muda, tentu akan membawa berbagai dampak, terutama
dalam dunia pendidikan.
Contoh, jika sesorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP atau SMA
,tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan
yanglebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi
belajaryang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas
yangharus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini
dapatmenghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Selain itu belum lagi
masalah ketenaga kerjaan, seperti realita yang ada didalammasyarakat, seseorang yang
mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerjasebagai buruh saja, dengan demikian
dia tidak dapat mengeksplor kemampuan yangdimilikinya.

2. Dari segi kesehatan:


Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah SakitBalikpapan Husada
(RSBH) dr Ahmad Yasa, SPOG mengatakan, perempuan yangmenikah di usia dini
kurang dari 15 tahun memiliki banyak risiko, sekalipun ia sudahmengalami menstruasi
atau haid. Ada dua dampak medis yang ditimbulkan oleh pernikahan usia dini ini, yakni
dampak pada kandungan dan kebidanannya. penyakitkandungan yang banyak diderita
wanita yang menikah usia dini, antara lain infeksi. Perempuan terlalu mudah untuk
menikah di bawah umur 20Tahun beresiko terkena kangker rahim. Sebab pada usia
remaja, sel-sel leher rahim belum matang (Dian Lutyfiyati, 2008).
pada kandungan dan kanker mulut rahim. Hal ini terjadi karena terjadinya masa peraliha
n sel anak-anak ke sel dewasa yang terlalu cepat. Padahal, pada umumnya pertumbuhan
sel yang tumbuh pada anak-anak baru akan berakhir pada usia 19 tahun. Berdasarkan
beberapa penelitian yang pernah dilakukan, rata-rata penderitainfeksi kandungan dan
kanker mulut rahim adalah wanita yang menikah di usia diniatau dibawah usia 19 atau
16 tahun. Untuk risiko kebidanan, wanita yang hamil di bawah usia 19 tahun dapat
berisiko pada kematian, selain kehamilan di usia 35 tahunke atas. Risiko lain, lanjutnya,

9
hamil di usia muda juga rentan terjadinya pendarahan,keguguran, hamil anggur dan
hamil prematur di masa kehamilan. Selain itu, risikomeninggal dunia akibat keracunan
kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yangmelahirkan di usia dini. Salah satunya
penyebab keracunan kehamilan ini adalahtekanan darah tinggi atau hipertensi. Dengan
demikian, dilihat dari segi medis, pernikahan dini akan membawa banyakkerugian.
Maka itu, orangtua wajib berpikir masak-masak jika ingin menikahkananaknya yang
masih di bawah umur. Bahkan pernikahan dini bisa dikategorikansebagai
bentuk kekerasan psikis dan seks bagi anak, yang kemudian dapat mengalamitrauma.

3. Dari segi psikologi:


Menurut para psosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahandini dapat mengurangi
harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yangmasih labil, gejolak darah
muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai
aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif.Oleh karenanya, pemerintah
hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk
wanita. Dari Segi Psikologis Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang
hubungan seks, sehingga akan menimbulkan truma psikis berkepanjangan dalam jiwa
anak yang sulit dissebuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir
pada perkawinan yang dia sedari tidak mengeti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan
perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan ( Wajib
belajar 9Tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya
yang melekat dala diri anak (Deputi, 2008).

Dampak Psikologis

a. Neoritis deperesi

Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada
kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si
remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan
menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah
gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja
terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang

10
piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk
depresi sama-sama berbahaya.

“Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja
perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas
labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik
diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya
orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah
100 persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya
berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja
dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan.

Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin
mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi
Married By Accident (MBA) atau menikah karena “kecelakaan”, kehidupan pernikahan
pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut
jangan dilepas begitu saja.

B. Konflik yang berujung perceraian

Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia
belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil
perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini
sering berbuntut perceraian. Mampukah remaja itu bertahan?

Ada apa dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa
berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja? Pernikahan dini atau menikah dalam usia
muda, memiliki dua dampak cukup berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang
panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh
karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20 – 30 tahun.
Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil. emosi umumnya terjadi pada usia 24
tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh di
bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 – 24 tahun dalam psikologi,
dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya mulai
timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau

11
pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang
menemukan jati dirinya.

Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan
suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap
masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi
perceraian, dan pisah rumah

4. Dari Segi Sosial

Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor social budaya dalam masyarakat yang
menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya diangggap pelengkap seks
laki-laki saja (Deputi, 2008).

5. Dampak terhadap hukum

Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:

1. UUNo.1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai


umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

2. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
b. Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, dan bakat
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

3. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO

Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua
anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut. Amanat Undang-
undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya

12
untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi.

Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang
tersebut.Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi
anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan 12 area kritis
dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak perempuan.

6. Dampak terhadap anak-anaknya

Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada usia muda atau di bawah umur
akan membawa dampak. Selain berdampak pada pasangan yang melangsungkan
perkawinan pada usia muda, perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-anaknya.
Karena bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di bawah umur 20 tahun, bila hamil
akan mengalami gangguan pada kandungannya dan banyak juga dari mereka yang
melahirkan anak yang premature.

6. Kelebihan kawin muda


 Terhindar dari perilaku sex bebas
 Menginjak usia tua tidak lagi mempunyai anak kecil

7. Masalah perkawinan muda

1) Ketidakmatangan secara fisik dan mental


2) Resiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi semakin besar
3) Kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri
4) Resiko untuk melakukan aborsi yang tidak aman
5) Infeksi organ reproduksi, anemia, mandul dan kematian karena perdarahan.
6) Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, merasa berdosa dan kehilangan harapan masa
depan)

8. Upaya Pencegahan terjadinya Pernikahan Muda


 Undang-undang perkawinan
 Bimbingan kepada remaja dan kejelasan tentang sex education
 Memberikan penyuluhan kepada orang tua dan masyarakat
 Bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat

13
 Model desa percontahan kedewasaan usia perkawinan
 Pendewasaan usia kehamilan dengan penggunaan kontrasepsi
 Bimbingan psikologis
 Dukungan keluarga
 Peningkatan kesehatan

1. PERKAWINAN USIA TUA

Telah didapatkan banyak bukti yang mengungkapkan bahwa semakin tua seseorang pria,
semakin besar pula resiko memiliki anak yang tidak normal. Berbagai hasil studi menemukan
adanya berbagai resiko, termasuk autisme dan schizophrenia pada anak yang lahir pada pria
yang berusia 40 tahun. Sejumlah studi juga mengemukakan bahwa kesuburan pria akan
menurun dengan bertambahnya usia.

Terdapat perbedaan antara pria dan wanita ; tidak bisa memiliki anak pada setelah usia
tertentu (menoupause) kata dr. Harry Fisch, direktur Male Reproductive Centre di New york-
Presbyterian Hospital, Columbia University Medical Centre. ”Tetapi tidak semua pria dijamin
akan baik-baik saja”, tambahnya. ”Kesuburan akan menurun pada pria tertentu, namun pada
pria lain, kesuburan akan tetap bertahan tetapi terdapat kemungkinan berisiko penurunan
ketidak normalan genetis.

A. Faktor yang Menyebabkan Pernikahan Tua

1. Belum bekerja
Ini masalah utama yang sering menghinggapi pemuda sehingga sekalipun telah
merasa cocok dengan seorang wanita, dan jika ditunda akan menimbulkan fitnah, akan
tetapi tenyata sang pemuda belum memiliki pekerjaan tetap untuk menghidupi
keluarganya kelak, maka niat baik tersebut terpaksa harus tertunda.

2. Belum lulus
Untuk alasan ini, berbeda dengan yang pertama. Masalah ini menghinggapi pemuda
dan pemudi. Terkadang seorang pemuda sudah memiliki pekerjaan, dan sambil bekerja
ia sekolah, akan tetapi studinya belum selesai maka pernikahan terpaksa tertunda,
sampai selasainya di wisuda dan mendapatkan gelar, agar tampak ”terhormat” di

14
undangan kalau kedua pasangan memiliki gelar didepan dan dibelakang namanya.
Begitu pun pemudi, sekalipun dia telah sarjana, namun karena yang datang melamarnya
adalah pemuda yang belum selesai kuliahnya, maka niat untuk menikah dicegah oleh
keluarganya, ditunda sampai selesainya pendidikan calon pasangannya.

3. Belum cocok

Mungkin sudah lulus, sudah bekerja, bahkan telah memiliki rumah sendiri, dan
berusaha mencari calon pasangannya. Akan tetapi karena merasa belum ada yang
cocok, sekalianpun keinginan untuk menikah sangat tinggi, tetapi karena tidak cocok
baik dari segi harta, pendidikan, dan latar keturunan, ataupun lainnya sehingga niat baik
untuk menikahpun menjadi tertunda.

4. Belum mantap
Alasan belum mantap , biasanya didasarkan karena persiapan dirinya kurang, baik
ilmu tentang pernikahan, keluarga, dan orang-orang yang ada disekitarnya. Termasuk
didalam merasa belum mantap betul dengan calon pasangannya karena belum dikenal
dengan baik ”luar” dan ”dalam”.

5. Belum terlambat
Ada pemuda, begitu pun pemudi membuat standar usia dalam menuju gerbang
pernikahan. Biasanya menjadikan standar usia tertentu, atau suatu target tertentu,
misalnya usia remaja bagi laki-laki adalah 27 tahun, sehingga ketika belum mencapai
usia yang bernaksud atau target yang dituju (S-2) atau belum tercapai cita-citanya, maka
sebelum itu semua terpenuhi, dianggap belum terlambat untuk menikah.

B. Dampak Pernikahan Tua


1. Dampak negativ
 Masa tua merupakan perpanjangan dari masa sekarang, bedanya adalah kekuatan sudah
jauh berkurang sehingga beban terasa lebih berat.
 Masa tua memperjelas ketidak harmonisan di antara pasangan menikah.
 Masa tua juga dapat melahirkan kebiasaan baru yang tidak dapat ditoleransi pasangan.
 Masa tua penuh kelemahan fisik yang menambah kerepotan, dulu repot mengurus anak
sekarang repot mengurus pasangan sendiri. Bedanya adalah kerap kali lebih mudah

15
mengurus anak daripada mengurus pasangan sendiri. Juga kelemahan fisik sering kali
memperburuk frustrasi sehingga kita mudah jengkel dengan diri sendiri dan pasangan.
 Hormon-hormon reproduksi mulai berkurang sehingga kesehatan juga akan menurun.
 Meningkatkan angka kesakitan / kematian ibu dan bayi : susah melahirkan, resiko
kanker payudara dll
 Meningkatkan resiko kehamilan dengan anak kelainan bawaan
 Lebih merasa mudah capek pada saat hamil
 Emosi tidak stabil
 Susah hamil

2. Dampak positif
 Di masa tua cenderung tidak tergesa-gesa dan lebih sabar menunggu karena lebih dapat
berbicara dengan lebih berlahan.
 Di masa tua cenderung lebih berhikmat dan memahami prioritas hidup dengan lebih
tepat. Lebih menyadari hal-hal apa yang penting dan tidak penting dan apa itu yang
merupakan kesia-sian hidup.
 Di masa tua seharusnya lebih takut akan tuhan dan lebih memntingkan hal rohani. Ini
dapat menjadi kekuatan dan motivasi kita untuk membereskan masalah.

3. Penanganan kawin usia tua:


 Pengawasan kesehatan: ANC teratur pada tenaga kesehatan
 Peningkatan kesehatan dengan meningkatkan pengetahuan kesehatan

4. Pencegahan kawin usia tua:


 Penyuluhan kesehatan untuk menikah usia reproduksi sehat
 Merubah cara pandang budaya dan cara pandang diri yang tidak mendukung
 Meningkatkan kegiatan sosialisasi

16
STUDY KASUS PERNIKAHAN DINI

Wajahnya murung, seperti tak bersemangat melanjutkan aktivitas. Mereka kerap dipukuli
dan dianiaya setiap kali menolak berperan sebagai seorang istri. Hal itu yang dialami sebagian
besar bocah perempuan di Pakistan yang dipaksa nikah oleh keluarganya.

Zainub (13) dan Aisha (18) -- bukan nama sebenarnya -- menjadi 2 dari banyak
perempuan yang menjadi korban. Keduanya menceritakan keluh kesah menjadi istri pada usia
dini, 10 tahun. "Aku menikah pada usia 10 tahun. Saat itu, suamiku berusia 14 tahun. Ayah
memaksaku untuk menikah. Padahal aku masih sangat kecil. Namun karena kami orang yang
sangat miskin dan ayah membutuhkan uang, sebagai anak tertua, saya seperti dijual," ungkap
Zainub, dalam wawancara eksklusif dengan News.com.au yang Liputan6.com lansir pada
Rabu (6/11/2013).

Dia mengaku, saat itu dirinya masih sangat lugu. Tak tahu apa-apa. Tapi malah disuruh
menikah. Perempuan itu mengaku tak bahagia menjalani bahtera rumah tangga pada usia dini.
"Aku tak bahagia. Alasan mengapa ia menikahkanku karena ia membutuhkan seorang pelayan.
Sayang, aku bukan orang berpendidikan seperti gadis muda lainnya. Jadinya aku seperti ini,"
tutur Zainub.

Penderitaan makin bertambah saat Zainub berada di kamar bersama suaminya. Sang
suami meminta untuk melayaninya. Namun Zainub mengaku tak mengerti apa-apa.
"Tapi pada akhirnya aku menurutinya, karena dipaksa. Aku juga dipukul. Sempat melarikan diri
dan menelepon orangtua agar membawaku kembali ke rumah. Tapi mertuaku menolak. Tak
akan ada perceraian sampai mas kawin yang pernah diberikan diganti," jelas Zainub.
Sebagai orang yang pernah mengalami pernikahan paksa, Zainub berharap para gadis lainnya
untuk tidak bernasib sepertinya. Para perempuan muda harus menyelesaikan dulu pendidikan
mereka agar tak dibodoh-bodohi.

"Pernikahan ini memberikan efek sangat buruk pada kondisi fisik dan mentalku," ujar
Zainub.

17
Dipaksa Nikah Karena Ibu Tiri

Aisha punya cerita yang hampir sama seperti Zainub. Ia dipaksa nikah pada usia 10 tahun,
dengan alasan sang ayah ingin fokus menyelesaikan masalah dengan ibu tirinya atau istri kedua.
Sehingga sang ayah memilih untuk menyerahkan Aisha pada orang lain.

"Ini sebenarnya bukan kawin paksa. Tapi aku menikah pada usia yang masih sangat dini.
Aku benar-benar tidak mengerti pernikahan saat itu," tutur Aisha.

Suami Aisha adalah seorang mahasiswa, usianya 16 tahun. Sang suami kerap memukul
Aisha karena menolak berhubungan intim. Akibatnya tangan Aisha retak dan matanya lebam
kena pukulan.

"Aku padahal sama sekali tidak mengerti. Tapi dia memaksaku. Aku pun pernah hamil 2
kali. Tapi setelah melahirkan, kedua anakku meninggal," jelas Aisha.

Tapi beberapa tahun kemudian, Aisha hamil lagi. Dua kali wanita itu hamil. Dan lahirlah
2 anak. Aisha membesarkan kedua anaknya dibayang-bayangi tindak kekerasan dari sang
suami.

"Tak ada yang bisa menolongku. Ini seperti tradisi untuk seorang perempuan muda.
Semua mengalami hal yang sama. Karena masalah keuangan," kata Aisha.

Atas derita yang dialaminya, Aisha meminta pemerintah untuk memperhatikan para
penduduknya agar tidak terjerat dari kemiskinan. Dan merehabilitasi para perempuan yang
menjadi korban nikah paksa.

"Kita butuh perhatian dari lembaga kesehatan untuk merehabilitasi mental kita," kata
Aisha.

18
Sudah Jadi Hal Lumrah

Badan Pemerhati Perempuan Pakistan Khwendo Kor, Yasmin Gull menyatakan, praktik
pernikahan paksa sudah menjadi hal yang umum di Pakistan, terutama di Provinsi Bannu dan
Provinsi KPK.

Dia menjelaskan, 3 dari 4 pernikahan yang terjadi adalah pernikahan dini. Sebagian besar
melibatkan gadis di bawah usia 18 tahun. Dan sayangnya, menurut dia, pemerintah Pakistan
menutup mata atas kasus ini.

"Pernikahan ini dianggap tidak ilegal dan sudah menjadi hal yang umum. Kita bisa
melihatnya langsung di mana-mana (sejumlah wilayah Pakistan)," ujar Yasmin.

"Dari sudut pandang Islam, hal ini jelas dilarang dan harus dihentikan. Orangtua harus
memikirkan mental anak mereka," imbuh dia. Yasmin pun menguak, kebanyakan keluarga di
Pakistan akan merasa beruntung saat melahirkan bayi perempuan. Sebab anak perempuan
dinilai akan menghasilkan uang.

"Mereka akan menjualnya demi mencukupi kebutuhan ekonomi," ungkapnya.

Kasus pernikahan dini pada Zainub dan Aisha juga pernah menimpa Nada Al-Ahdals,
bocah perempuan 11 tahun di Yaman. Dalam sebuah video yang diunggah ke YouTube, pada
Juli 2013, Nada mengaku dipaksa nikah oleh orangtuanya demi harta.

Sebulan kemudian, Agustus 2013, seorang bocah perempuan usia 8 tahun dikabarkan
meninggal saat malam pertama pernikahannya dengan pria yang usianya 5 kali lebih tua
darinya.

19
CONTOH KASUS PERNIKAHAN DINI DAN TUA

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan bertambahnya isu yang beredar di media, baik Koran
hingga berita di berbagai stasiun televisi, khususnya program acara berita, yang beberapa
kalibahkan sering menampilkan berita kasus pernikahan seorang Syekh dari Solo yang bernama
Syekh Puji yang menikah dengan Ulfa, seorang gadis usia 12 tahun. Betapa terkejutnya
berbagai kalangan di seantero negeri yang menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat
tentang fenomena sosial tersebut. Berbagai pro kontra tersebut muncul ke permukaan dari
berbagi sudut pandang masyarakat, entah itu dari sudut pandang agama, kesehatan, sosial,
budaya, hukum perundang-undangan hingga sudut pandang lainnya, bahkan rasa iba pun turut
mewarnai berbagai pendapat masyarakat.

Sebelum Syekh Puji menikahi Ulfa, ia terlebih dahulu telah memiliki dua orang istri, dan
menurut ia, seorang muslim wajar saja jika berpoligami. Dalam ajaran yang dianutnya tersebut
pun ia yakin bahwa menikahi seorang gadis usia 12 tahun pun tidak menjadi masalah, karena
tidak adanya larangan dari agama dan kitab sucinya. Bahkan ia pun masih berencana untuk
berpoligami, menikahi gadis lainnya yang usianya mungkin akan lebih muda dari Ulfa, sekitar 7
tahun. Syekh Puji adalah seorang pengusaha kerajinan kuningan yang kaya raya (seorang
miliarder) dan juga memiliki pondok pesantren serta termasuk orang terpandang di daerahnya.
Ia dikenal seorang yang dermawan yang sering bersedekah kepada orang –orang kurang
mampu, bahkan pernah bersedekah Rp. 1 Miliar. Banyak kalangan yang mendukung tindakan
Syekh Puji ini, terutama dari kalangan Syekh lainnya, beberapa Ulama dan tokoh-tokoh
masyarakat setempat, bahkan seorang yang berpoligami hingga sepuluh orang istri pun turut
mendukung.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pernikahan dini tentunya bersifat individualrelatif. Artinya ukuran kemaslahatan dikembai


kan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah usia muda mampu menyelamatkan
diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah aternatif terbaik.
Sebaliknya, jika dengan menunda pernikahan sampai pada usia”matang” mengandung nilai
positif, maka hal itu adalah yang lebih utama. Wallahu A’lam Kebijakan pemerintah maupun
hukum agama sama-sama mengandung unsurmaslahat. Pemerintah melarang pernikahan usia
dini adalah dengan pelbagai pertimbangan di atas. Begitu pula agama tidak
membatasi usia pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif. Sebuah permasalahan yang
cukup dilematis.

Perkawinan usia tua adalah perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki dan perempuan
yang dengan umur yang sudah matang atau sudah dewasa. Faktor yang menyebabkan
pernikahan tua yaitu belum bekerja, belum lulus, belum cocok, belum mantap, dan belum
terlambat. Dampak dari pernikahan usia tua ada dampak negatif dan positif.

B. Saran

Agar Pernikahan dini yang terjadi di masyarakat tidak semakin meningkat,sebagai orang
tua perlu terus menerus melakukan pendampingan pada anak agardapattumbuh dan berkembang
sesuai dengan usianya. Selain itu juga para orang tua tidakmembiarkan anak-anak
perempuannya yang masih belia, dipinangpria pujaan walaudiiming-imingi“anginsurga,”yang
kemudian ternyata menghancurkan masa depan anak perempuan itu

21
DAFTAR PUSTAKA

Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Drs.E.B.Surbakti,M.A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.Digi Famalia. 2010.

http://www.academia.edu/6546241/Makalah-pernikahan-dini

http://www.kompasiana.com/ekanovias/melihat-dampak-negative-dan-positive-pernikahan-dini

www.rumahnikah.com/pengaruh-fisik-dan-psikis-akibat-pernikahan-dini

22

Anda mungkin juga menyukai