Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan

lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,2008). Pola pikir

zaman primitif dengan zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini

dibuktikan dengan sebuah paradoks perkawinan antara pilihan orang tua

dengan kemauan sendiri, pernikhan dini dipaksakan atau pernikahan dini

karena kecelakaan. Namun prinsip orang tua pada zaman genepo atau zaman

primitif sangat menghendaki jika anak perempuan sudah baligh maka tidak

ada kata lain kecuali untuk secepatnya menikah.

Kondisi demikian, dilatar belakangi oleh keberadaan zaman yang

masih tertinggal, maka konsep pemikirannyapun tidak begitu mengarah pada

jenjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Tradisi pernikahan zaman

nenek moyang lebih teracu dengan prospek budaya nikah dini, yakni berkisar

umur 15 tahun para wanita dan pria berkisar umur 20 tahun atau kurang

(Dlori, 2005).

Remaja merupakan bibit awal suatu bangsa untuk menjadi bangsa

yang lebih baik, bermartabat dan kuat. Oleh karena itulah, masa depan suatu

bangsa terletak di tangan para remaja. Saat ini problematika yang terjadi pada

para remaja adalah banyaknya remaja yang ingin membina rumah tangga

dengan melakukan pernikahan dini.

1
2

Bila ditelusuri, banyak faktor menyebabkan remaja melakukan

pernikahan dini, bisa karena pergaulan bebas akibat terjadi perkawinan diluar

pernikahan. Faktanya di magelang tercatat ada sekitar 1456 kasus kehamilan

diluar nikah dalam setahun. Hal lain adalah informasi yang menyimpang

yang mengubah gaya pandang remaja atau bisa juga disebabkan oleh faktor

ekonomi.

Walaupun banyaknya faktor yang melatar belakangi pernikahan dini,

akan tetapi dampak buruk yang terjadi ketika melakukan pernikahan dini

lebih banyak pula. Dampak tersebut terdiri dari dampak fisik dan mental.

Secara fisik, misalnya Remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih

terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Untuk Nanggroe

Aceh Darussalam, pada periode januari sampai September 2006, dari 112.667

ibu hamil ditemukan 84 orang meninggal di sebabkan oleh pernikahan dini

(Burhani, 2009).

Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena

kanker leher rahim, pada usia remaja sel-sel leher rahim belum tumbuh

dengan matang. Kalau terpapar oleh Human Papiloma Virus (HPV) maka

pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. dr Nugroho Kampono,

Sp.OG menyebutkan kanker leher rahim menduduki peringkat pertama

kanker yang menyerang perempuan Indonesia, angaka kejadiannya saat ini

23% diantara kanker lainnya (Burhani,2009).


3

Remaja akan mengalami masa reproduksi lebih panjang, sehingga

memungkinkan banyak peluang besar untuk melahirkan dan mempunyai

anak. Secara Nasional, tingkat laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,6%

pertahun atau sekitar 3-4 juta bayi lahir setahunnya. Ini menjadi angka yang

sangat fantastis dan membahayakan. Bila tingkat kelahiran di Aceh juga

meningkat maka kemungkinan besar akan menyebabkan polemik baru di

Aceh. Aceh dengan provinsi yang masih berbenah baik dari segi kesehatan,

lapangan kerja, pemerintah juga ekonomi pasca konflik dan tsunami maka

akan tercapainya permasalahan yang krusial yang harus dihadapi oleh

pemerintah Aceh (Disdukpencapil.RI.2005).

Akibat pernikahan dini, para remaja saat hamil dan melahirkan akan

sangat mudah menderita anemia. Dan ketidaksiapan fisik juga terjadi pada

remaja yang melakuakn pernikahan dini akan tetapi juga terjadi pada anak

yang dilahirkan. Dampak buruk tersebut berupa bayi lahir dengan berat

rendah, hal ini akan menjadikan bayi tersebut tumbuh menjadi remaja yang

tidak sehat, tentunya ini juga akan berpengaruh pada kecerdasan buatan si

anak dari segi mental (Manuaba,2001).

Dalam ilmu kesehatan kandungan usia yang baik untuk hamil 25-35

tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik dia telah menstruasi dan bisa

dibuahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan mempunyai

kemtangan mental untuk melakukan reproduksi yakni berpikir dan dapat

menanggulangi resiko-resiko yang akan terjadi pada masa reproduksinya,

seperti misalnya terlambat memutuskan mencari pertolongan karena


4

minimnya informasi sehingga terlambat mendapat perawatan yang

semestinya. Pernikahan dini juga menghentikan kesempatan seorang remaja

meraih pendidikan yang lebih tinggi, berinteraksi dengan lingkungan teman

sebaya, sehingga dia tidak memperoleh kesempatan pengetahuan dan

wawasan yang lebih luas, hal ini juga berimplikasi terhadap kurangnya

informasi dan sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja, otomatis lebih

mengekalkan kemiskinan.

Dari sisi sosial pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab

tindakan kekerasan terhadap istri, ini timbul karena tingkat berfikir yang

belum matang bagi pasangan muda tersebut. Data statistik lengkap mengenai

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT atau domistik violence) Mitra

Perempuan Women’s Crisis Center di Yogyakarta menyebutkan selama

periode 1994 sampai 2004, menerima pengaduan 994 kasus kekerasan yang

terdata, selanjutnya Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan menyabutkan

11,4% dari 217 juta penduduk Indonesia atau setara dengan 24 juta

perempuan mengaku pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga

(Dlori,2005).

Tingginya angka pernikahan usia dini, menunjukkan bahwa

pemberdayaan law enforcement dalam hukum perkawinan masih rendah.

Apapun alasannya, masa muda adalah masa yang sangat indah untuk

dilewatikan, dengan hal-hal yang positif. Masa muda adalah waktu untuk

membangun emosi, kecerdasan dan fisik. Ketiganya merupakan syarat dalam

menjalani kehidupan yang lebih layakpada masa depan.


5

Badan Koordinsi Keluarga Berencan Nasional (BKKBN) Pusat,

menyarankan kaum muda untuk menghindari pernikahan di usia dini guna

menghindari kemungkinan terjadinya resiko kanker leher rahim ( kanker

serviks) pada pasangan istri, serta berdsarkan pasal 6 ayat 2 UU No.1 Tahun

1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang

yang belum mencapai umur 20 tahun harus mendapat izin dari kedua orang

tua (Burhani, 2009).

Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menengakkan hukum

yang berlaku terkait pernikahan anak dibawah umur sehingga pihak-pihak

yang ingin melakukan pernikahan dengan anak dibawah umur berfikir dua

kali terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah harus

semakin giat mensosialisasikan undang-undang terkait pernikahan anak

dibawah umur beserta sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan

resiko terburuk yang bisa terjadi pernikahan anak dibawah umur kepada

masyarakat, diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar

bahwa pernikahan anak dibawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus

dihindari.

Upaya pencengahan pernikahan anak dibawah umur dirasa akan

semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam

pencengahan pernikahan anak dibawah umur yang ada disekitar mereka.

Sinergi antara pemeri ntah dan masyarakat merupakan jurus terampuh

sementara ini untuk mencengah terjadinya pernikahan anak bibawah umur

sehingga kedepannya diharapkan tidak ada lagi anak yang menjadi korban
6

akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis dalam

menatap masa depannya kelak, (Alfiyah,2010).

Paling sedikit setengah perempuan muda di negara Afrika Sub-

Sahara, mulai hidup bersama pertama kali sebelum usia 18 tahun. Di Amerika

Latin dan Karibia, 20-40% dan wanita muda memauki hidup bersama, dan di

Afrika Utara dan Timur Tengah, provinsinya 30% atau kurang. Di Asia,

kemungkinan perkawinan awal berbeda sekali, 73% perempuan di

Bangladesh memasuki kehidupan bersama sebelum usia 18 tahun,

dibandingkan dengan 14% di Filipina dan Sri Langka, dan hanya 5% di cina.

Para wanita di negara maju tidak mungkin kawin sebelum usia 18 tahun,

walaupun di Prancis, Inggris dan Amerika Serikat sebanyak 10-11%

melakukannya, tetapi di Jerman dan di polandia hanya 3-4% wanita semuda

ini melakukannya (anonymous, 2013).

Masalah kematian dan morbilitas ibu juga dikontribusikan oleh

kelompok remaja. Lebih dari seperlima penduduk Indonesia yang berjumlah

206 juta adalah para remaja berusia 10-18 tahun. Data SDKI 1997

megindikasikan bahwa banyak wanita muda (10% berusia 15-19 tahun ) yang

memiliki anak sebelum mencapai usia 20 tahun ( terlalu muda). Data Susena

1998 mengidentifikasikan bahwa di 8 dan 27 provinsi, terdapat sekitar 10%

wanita ( 25-34 tahun) yang melaporkan menikah sebelum berusia 16 tahun (

Depkes RI, 2003)


7

Menurut survey tahun 2005 terdapat 21,5% wanita di indonesia yang

perkawinan pertamanya dilakukan ketika berusia 17 tahun. Di daerah

pedesaan dan perkotaan wanita melakukan perkawinan dibawah umur tercatat

masing-masing 24,4% dan 16,1%. Persentase tersebar kawin muda terdapat

diprovinsi Jawa Timur 90,3%, Jawa Barat 39,6% dan Kalimantan Selatan

37,5%. Serta pernikanan dini berkisar 12-20% yang dilakukan oleh pasangan

baru. Biasanya, pernikahan dini dilakukan pada pasangan usia muda rata-rata

umumnya antara 16-20 tahun. Secara Nasional pernikahan dini dengan usia

pengantin dibawah usia 16 tahun sebanyak 26,95% (Disdukpencapil.RI

,2005).

Beberapa daerah di Indonesia berdasarkan laporan pencapaian

Millenium Development Goal’s (MDG’s) Indonesia 2007 yang diterbitkan

oleh Bappenas (Badan Pengawasan Nasional) menyebutkan, bahwa penelitian

Monitoring pendidikan oleh Education Network For Justice pada enam

desa/kelurahan di Kabupaten Serdang Badagai (sumatera utara), kota Bogor

(jawa barat), dan kabupaten pasuran ( jawa timur) menemukan 28,10%

informasi menikah pada usia dibawah 18 tahun. Mayoritas dari mereka adalah

perempuan yakni sebanyak 76,03% dan terkonsentrasi di dua desa penelitian

di jawa timur (58,31%).

Angka tersebut sesuai dengan data dari BKKBN yang menunjukkan

tingginya pernikahan di bawah usia 16 tahun di Indonesia, yaitu mencapai

25% dari jumlah pernikahan yang ada. Bahkan di beberapa daerah persentase

lebih besar, seperti jawa timur (39,43%), dan jawa tengah (27,84%).
8

Demikian juga temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di

kawasan pantura, perkawinan anan mencapai 35,20% di antaranya dilakukan

pada usia 9-11 tahun (BKKBN,2005).

Disamping itu, laporan Into A New World : Young Women’s Sexual

and Reproductive Lives yang didukung oleh The William H Gates

Foundation tahun 1998 telah melansirkan, usia pertama kali melahirkan di

Indonesia antara usia 13-18 tahun mencapai 18 % dan pernikahan dibawah

usia 18 tahun mencapai 49 % pada tahun 1998. Kondisi saat ini tidak jauh

berbeda, berdasarkan hasil penelitian PKPA tahun 2008 di Provinsi Aceh.

Angka pernikahan antara 16-20 tahun berjumlah 9,4 % dari 218

perempuan yang telah menikah dan akan menikah. Angka pernikahan pada

usia muda bagi anak perempuan 3 kali lebih besar dibandingkan dengan anak

laki-laki. Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

dari 2 juta perkawinan sebanyak 34,5 % kategori pernikahan dini. Data

pernikahan dini tertinggi berada di Jawa Timur. Bahkan lebih tinggi dari

angka rata-rata nasional yakni mencapai 39 %, (Bappenas, 2005).

Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 sampai 30 tahun, lebih atau

kurang dari usia tersebut adalah beresiko. Kesiapan seseorang perempuan

untuk dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam

tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologis dan kesiapan

sosial/ekonomi. Secara umu, seseorang perempuan dikatakan siap secara fisik


9

jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya (ketika tubuhnya berhenti

tumbuh), yaitu sekitar usia 20 tahun. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan

pedoman kesiapan fisik (BKKBN,2005).

Provinsi Aceh mengemukakan pernikahan dini yang terjadi di Aceh

pada tahun 2010 sampai 2011 sekitar 1532 (27,98 %) dari 5475 orang yang

menikah.

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

didapat peningkatan pernikahan usia dini sebesar 25 % di Kabupaten Pidie,

hal ini disebabkan karena faktor penyuluhan kesehatan dan tingkat

pendidikan orang tua yang rendah serta rumah tangga yang bermasalah

(Disdukcapil.Pidie, 2010).

Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan

Delima pada tahun 2010-2012 diperoleh sebanyak 48 pasangan (75 %) suami

istri yang menikah di usia dini.

Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Ceurih Kupula Kecamatan

Delima Kabupaten Pidie didapatkan semua pasangan suami istri yaitu 50

pasangan dan yang menikah dibawah umur 20 tahun pada tahun 2011 samapi

tahun 2013 adalah 29 pasangan (58%).

Berdasarka studi pendahuluan di atas peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “ faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan di usia dini

pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie ”.


10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka penulis

dapat merumuskan masalah yang ada yaitu : ” Apa saja faktor-faktor yang

berhubungan dengan perkawinan di usia dini pada wanita di Desa

Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie ”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan usia

dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten

Pidie tahun 2013

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perkawinan di

usia dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima

Kabupaten Pidie tahun 2013.

b. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan perkawinan di usia

dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima

Kabupaten Pidietahun 2013.

c. Untuk mengetahui hubungan penghasilan orang tua dengan

perkawinan di usia dini pada wanita di Desa Ceurih Kupula

Kecamatan Delima Kabupaten Pidie tahun 2013.


11

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penelitian

Hasil penelitian ini dapat mengaplikasikan ilmu yang dapat saat kuliah dan

menambah pengalaman dalam penulisan skripsi, serta sebagai masukan

pengetahuan tentang pernikahan usia dini.

2. Bagi masyarakat

Untuk memberikan informasi tentang faktor pernikahan usia dini

3. Bagi instansi kesehatan

Dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan pelayanan dalam bidang

kesehatan.

4. Bagi akademik

Sebagai bahan kajian terhadap teori yang telah diperoleh mahasiswa

selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di STIKES U’Budiyah Banda

Aceh sekaligus sebagai bahan di perpustakaan instusi pendidikan.

E. Keaslian Penelitian

Irene astri (2011) dengan judul fakror – faktor yang berhubungan dengan

perkawinan di usia muda pada wanita Bogor. “hasil penelitian ini mayoritas

sebanyak 53,27 % responden berusia 17 tahun dengan tingkat pendidikan

yang diperoleh terakhir adalah Sekolah Dasar sebanyak 40,34 %.

Pengetahuan wanita di bogor secara umum 73,3 % responden

berpengetahuan cukup.
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pernikahan Usia Dini

1. Pengertian Pernikahan Usia Dini

Perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 1,

perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa, (Jamali. A, 2006).

Menurut Puspitasari dalam Jamali. A (2006) perkawinan adalah

suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita, hidup

bersama dalam rumah tangga, melanjutkan keturunan menurut ketentuan

hukum syariat islam.

Ada banyak pengertian pernikahan dini, Disini penulis akan

menyebutkan dua diantaranya. Yang pertama yaitu menurut Prof. Dr.

Sarlito Wirawan. Beliau mengatakan pernikahan dini adalah sebuah nama

yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai

sebuah solusi alternative. Sedangkan Al-Qur’an mengistilahkan ikatan

pernikahan dengan “ mistaqan ghalizhan ”, artinya perjanjian kokoh atau

agung yang diikat dengan sumpah, (Luthfiyah, 2008).


13

Sedangkan menurut Dlori (2005) mengemukakan bahwa : “

pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target

persiapannya belum dikatakan maksimal-persiapan fisik, persiapan

mental, juga persiapan materi. Karena demikian inilah maka pernikahan

dini bisa dikatakan sebagai pernikahan yang terburu-buru, sebab

segalanya belum dipersiapkan secara matang.

Jika dilihat dari sudut pandang Islam bahwa dalam Islam telah

diberi keluasan bagi siapa saja yang sudah memiliki kemampuan untuk

segera menikah dan tidak mundur untuk melakukan pernikahan bagi

mereka yang sudah mampu bagaimana yang akan dapat

menghantarkannya kepada perbuatan haram (dosa) karena selain itu

Rasulullah telah memberikan panduan bagi laki-laki kapan saja untuk

mencari pasangan yang memiliki potensi kesuburan untuk memiliki

keturunan ,(shaheed,2007).

2. Faktor yang Mendorong Terjadinya Pernikahan Dini

Menurut Alfiyah (2010), ada beberapa faktor yang mendorong

terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai dilingkungan

masyarakat kita yaitu :

a. Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena adanya keluarga yang hidup

digaris kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak

wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.


14

b. Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak

dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan

anaknya yang masih dibawah umur.

c. Faktor Orang Tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran

dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan

anaknya.

d. Media Massa

Gencarnya expose seks dimedia massa menyebabkan remaja modern

kian permisif terhadap seks.

e. Faktor Adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya

dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.

f. Keluarga Cerai ( Broken Home )

Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa menikah secara dini

karena berbagai alasan, misalnya: tekanan ekonomi, untuk

meringankan beban orang tua tunggal, membantu orang tua,

mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup.

3. Akibat Pernikahan Usia Dini

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Ahmad, 1996) resiko diartikan

sebagai bahaya/kerugian/kerusakan. Sedangkan pernikahan diartikan

sebagai suatu perkawinan, sementara “dini” yaitu awal/muda. Jadi


15

perkawinan dini merupakan perkawinan yang dilakukan pada usia yang

masih muda yang dapt merugikan (Anonymous, 2013).

Dlori (2005) mengemukakan bahwa “pernikahan dini merupakan

sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya belum

dikatakan maksimal-persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan

materi. Karena demikian inilah maka pernikahan dini dapat dikatakan

sebagai pernikahan yang terburu-buru, sebab segalanya belum

dipersiapkan secara matang.

Nikah usia dini pada wanita tidak hanya menimbulkan persoalan

hukum, melanggar undang-undang tentang pernikahan, perlindungan anak

dan Hak Asasi Manusia, tapi juga menimbulkan persoalan bisa menjadi

peristiwa traumatik yang akan menghantui seumur hidup dan timbulnya

persoalan resiko terjadinya penyakit pada wanita serta resiko tinggi

berbahaya saat melahirkan, baik pada si ibu maupun pada anak yang

dilahirkan. Resiko penyakit akibat nukah usia dini beresiko tinggi

terjadinya panyakit kanker leher rahim, neoritis depesi, dan konflik yang

berujung perceraian ,(kawakib, 2009).

Menurut Lenteraim (2010) pernikahan dini memiliki beberapa

dampak sebagai berikut :

a. Kesehatan Perempuan

1) Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri

2) Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi

3) Beresiko pada kematian usia dini


16

4) Meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI), ingat 4T

5) Study epidemiologi kanker serviks: resiko meningkat lebih dari

10x bila jumlah mitra seks 6/lebih atau bila berhubungan seks

pertama dibawah usia 15 tahun

6) Semakin muda wanita memiliki anak pertama, semakin rentang

terkena kanker serviks

7) Resiko terkena penyakit menular seksual

b. Kualitas Anak

1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi, adanya kebutuhan

nutrisi yang harus lebih banyak untuk kehamilannya dan

kebutuhan pertumbuhan ibu sendiri

2) Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia dibawah 18 tahun

rata-rata lebih kecil dan bayi dengan BBR memiliki kemungkinan

5-30x lebih tinggi untuk meninggal

c. Keharmonisan Keluarga dan Perceraian

1) Banyaknya pernikahan usia muda berbanding lurus dengan

tingginya angka perceraian

2) Ego remaja yang masih tinggi

3) Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya

usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah

4) Perselingkuhan

5) Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua


17

6) Psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan

emosional

7) Kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi

Tanpa kita sadari menurut (Hidayat,2010) banyak dampak dari

pernikahan dini. Ada yang berdampak bagi kesehatan, ada pula yang

berdampak bagi psikis dan kehidupan remaja yaitu seperti :

a. Kanker leher rahim

Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko

terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim

belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV

pertumbuhan sel akan menyimpang akan menjadi kanker. Leher

rahim adadua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner.

Pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif,

terutama pada usia muda.

Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa.

Perubahannya disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel,

perubahan menyimpang menjadi dysplasia yang merupakan awak

dari kanker. pada usia lebih tua, diatas 20 tahun, sel-sel sudah

matang, sehingga resiko makin kecil.

Gejala awal perlu diwaspadai, keputihan yang berbau,

gatal, serta pendarahan setelah senggama. Jika diketahui pada

stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher rahim bisa diatasi
18

secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual

dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali.

b. Neuritis depresi

Depresi berat atau neuritis depresi akibat pernikahan dini

ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada

pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri

dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan

menjadi seorang yang schizophrenia atau dalam bahasa awam

yang dikenal orang adalah gila.

Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak

kecil,si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk

melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik

dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk

depresi sama-sama berbahaya.

“Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja

laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah

mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit

kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah

lebih baik deberi prevensi dari pada mereka diberi arahan setelah

menemukan masalah.

Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya

anak. Begitu punya anak, berubah 100 % persen. Kalau berdua

tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya


19

berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa

menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat

dalam tali pernikahan.

Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil

berdasar emosi atau mungkin mengatasnamakan cinta yang

membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi

Married By Accident (MBA) atau menikah karena “kecelakaan”,

kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh

karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas

begitu saja.

c. Konflik yang berujung perceraian

Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya

sangat baru dan sebenarnya dia belum siap menerima perubahan

ini. Positifnya, dia mencoba bertanggung jawab atas hasil

perubahan yang dilakukan bersama pacaranya.

Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering

berbuntut perceraian. Mampukah remaja itu bertahan? Ada apa

dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa

cinta bisa berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja?

Pernikahan dini atau menikah dalam usia muda, memiliki dua

dampak cukup berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang

punggungnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan

proses persalinan.
20

Oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil

sebaiknya dilakukan pada usia 20-30 tahun. Dari segi mental pun,

emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi

pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki

usia dewasa. Masa remaja, boleh dibilang baru berhenti pada usia

19 tahun.

Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologis, dikatakan

sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini

biasanya mulai timbul tradisi dari gejolak remaja ke masa dewasa

yang lebih stabil.

Maka, kalau pernikahan dilakukan dibawah umur 20 tahun

secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati

dirinya. Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si

istri hatus melaynai suami dan suami tidak bisa kemana-mana

karena harus bekerja untuk belajar bertanggung jawab terhadap

masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah

tangga sehingga terjadi perceraian dan pisah rumah.

d. Resiko kehamilan usia dini

Menurut Bdan Koordinasi Kkeluarga Berencana Nasional

(BKKBN) tahun 2005 usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20

sampai 30 tahun atau kurang dari usia tersebut adalh beresiko.

Kesiapan seorang perempuan untuk hamil dan melahirkan atau

mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu


21

kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologi dan kesiapan

soial/ekonomi. Secara umum, seorang perempuan dikatakan siap

secara fisik jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya

(ketika tubuhnya berhenti tumbuh), yaitu sekitar usia 20 tahun.

Sehingga usia 20 tahun bisa di jadikan pedoman kesiapan fisik.

Penyulit pada kehamilan pada remaja, lebih tinggi

dibandingkan “ kurun waktu reproduksi sehat” antara umur 20

sampai 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat

reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehantan ibu

mampu perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut

akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress)

psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya

keguguran, persalinan prematur, Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) dan kelainan bawaan dan mudah terjadi infeksi

(Manuaba,1998)

e. Resiko Persalinan Usia Dini

Melahirkan terutama kelahiran bayi pertama mengandung

resiko kesehatan bagi semua wanita. Bagi seorang wanita yang

kurang dari usia 17 tahun yang belum mencapai kematangan fisik,

resikonya semakin tinggi. Remaja usia muda, terutama mereka

yang belum 15 tahun lebih besar kemungkinannya mengalami

kelahiran secara prematur (prematur labor), keguguran dan

kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan


22

kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat

dari wanita yang lebih tua berusia 20 tahun ke atas. Lagi pula bayi

mereka lebih besar kemungkinan lahir dengan berat yang kurang

normal dan meninggal sebelum usia satu tahun dari pada bayi-bayi

yang dilahirkan oleh para wanita dewasa ,(Manuaba,1998).

4. Upaya Mencegah Pernikahan Dini

Pemeritah harus berkomitmen seriu dalam menengakkan hukum

yang berlaku terkait pernikahan dibawah umur sehingga pihak-pihak yang

ingin melakukan pernikahan dengan anak yang dibawah umur berpikir

dua kali terlebih dahulu melakukannya.

Selain itu pemerintah harus semakin giat mensoialisasikan undang-

undang terkait pernikahan anak dibawah umur beserta sanksi-sanksi bila

melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko-resiko terburuk yang bisa

terjadi akibat pernikahan anak dibawah umur kepada masyarakat tahu dan

sadar bahwa pernikahan anak dibawah umur adalah sesuatu yang salah

dan harus dihindari ,(Puspitasari,2006).

Upaya pencengahan pernikahan anak dibawah umur dirasa akan

semakin makimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif

dalam pencengahan pernikahan anak dibawah umur yang ada sekitar

mereka. Strategi antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus

terampuh sementara ini untuk mencengah terjadinya pernikahan anak

dibawah umur sehingga kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak
23

yang menjadi korban akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia

bisa lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak, (Alfiyah,2010).

Hal yang harus dilakukan menurut Lenteraim (2010), dalam

mencegah pernikahan usia dini yaitu :

a. Undang-undang perkawinan

b. Bimbingan kepada remaja dan menjelaskan tentang seks education

c. Memberikan penyuluhan kepada orang tua dan masyarakat

d. Bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat

e. Model desa percontohan pendewasaan usia perkawinan

Sedangkan menurut Ahmad (2011) ada beberapa alternative yang

dapat dilakukan untuk mencegah pernikahan usia dini, yaitu :

a. Penyuluhan hukum

Penyuluhan hukum utamanya ditujukan kepada orang tua dan

anak-anak. Dan kepada anak-anak bentuknya bukan seperti seminar

yang membosankan, tetapi melalui permainan yang lebih kreatif dan

kominikatif, sehingga pesan dari penyuluhan hukum ini bisa sampai.

Dalam penyuluhan hukum, juga menggabungkan dengan aspek-

aspek kesehatan dan psikologis jika terjadi pernikahan dini. Dengan

penyuluhan maka, akan tumbuh kesadaran masyarakat untuk menikah

di usia matang.
24

b. Pemanfaatan lembaga-lembaga kemasyarakatan

Berkembangnya lembaga kemasyarakat sebagai kader dan

corong pembangunan, tentu bisa juga turut mengembangkan

kesadaran hukum khusunya kesadaran masyarakat untuk menikah di

usia matang.

Lembaga-lembaga yang selama ini telah berhasil menggiatkan

masyarakat dalam berbagai sektor, juga bisa kita minta peran sertanya

untuk membangun kesadaran akan pentingnya menikah di usia

matang.

Model peran serta lembaga kemasyakatan tentu harus

disiapkan secara matang, lagi-lagi bukan semacam pelajaran dikelas,

yang kurang bisa berdampak. Tetapi mungkin berbentuk “simulasi”

sehingga memudahkan masyarakat memahami dari program tersebut

5. Faktor Penyebab Pernikahan Dini

1. Menurut Puspitasari dalam Jaya dinigrat A (2006) sebab-sebab utama

dari perkawinan usia dini adalah :

a. Keinginan untuk segera mendaptkan tambahan anggota keluarga.

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan

terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun

keturunannya.

c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari

keturunan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa


25

mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena

mengikuti adat kebiasaan saja.

2. Terjadinya perkawinan usia muda menurut Puspitasari dalam suryono

(1992) disebabkan oleh :

a. Masalah ekonomi keluarga.

b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-

laki apabila mau mengawinkan anak gadinya.

c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak terebut, maka dalam

keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang

menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan

sebagainya).

Adapun menurut shappiro, 2000 hal-hal yang mempengaruhi

perkawinan usia muda antara lain:

1. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan

makna sebuah perkawinan

2. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang

tinggal di pedesaan.

3. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat

timbulnya rasa frustasi, sehingga pelariannya adalah kawin.

1. Pengetahuan

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (Ahmad dan Santoso,

1996) Edisi Ketiga, terbitan balai pustaka, Jakarta (2001)ilmu artinya

adalah pengetahuan atau kepandaian tersebut tidak saja berkenan dengan


26

masalah keadaan alam, tapi juga termasuk kebatinan dan persoalan-

persoalan lainnya.

Kata ilmu sudah digunakan masyarakat sejak ratusan tahun yang

lalu. Di Indonesia bahkan sebelum ada kata ilmu sudah dikenal kata-kata

lain yang maksudnya sama, misalnya sama, misalnya kepandaiaan,

kecakapan, pengetahuan dan ajaran.

Ada yang mencoba membedakan antara pengetahuan (knowledge)

dengan ilmu (science). Pengetahuan diartikan hanyalah sekedar tahu yaitu

hasil dari suatu usaha manusia untuk menjawab pertanyaan “what”.

Misalnya apa batu, apa gunumg, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu

bukan hanya sekedar daapt menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab

“mengapa” dan “bagaimana” “why and how” ,(Notoatmojdo, 2007).

Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu

apabila memenuhi tiga criteria, yaitu objek kajian, metode pendekatan dan

berifat universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alami ini dapat

dijawab dengan ilmu, atau setidaknya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal

tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminilogi disini

masyarakat adanya fakta-fakta, (Notoatmojdo,2007).

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”. Dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera

penglihatan, penciuman, raba, dan rasa. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojdo, 2007).


27

Pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai kesan didaalm pikiran

manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan bertujuan

untuk mendapatkan kepastian dan menghilangkan praangka sebagai

ketidakpastian itu. Pengetahuan sangat mempengaruhi dalam prospek

kehidupan, terlebih terhadap kaum wanita, kurangnya pengatahuan dapat

mengakibatkan terjadinya pernikahan dini ,(Adi. R,2004).

2. Pendidikan

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

mewujudkan suasana belajar dan proes pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kegerdasan, akhlak

mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya ,(Notoadmodjo, 2007).

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan

kesehatan dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan,

pendidikan kesehatan adalah suatu pendidikan praktis dan praktek

pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada

bidang kesehatan (Notoadmodjo, 2003).

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai

dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan umum

bentuknya Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),

Sekolah Menengah Atas (SMA). Namum menurut UU nomor 9 tahun


28

2009, jenjang pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, (Notoadmodjo, 2003).

Menurut survey Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan pusat statistik

(2004) bahwa tingkat pendidikan terdiri dari :

a. Pendidikan Dasar seperti SD, SLB, MI dan sekolah tingkat pertama

(SLTP) Umum / kejuruan.

b. Pendidikan menengah SMU, MA, sekolah menengah kejuruan dan

yang serta termasuk sekolah kejuruan yang dikelola oleh departemen

selain Depdiknas.

c. Pendidikan tinggi

1. Program gelar tekanan pada pembentukan keahlian akademi seperti

sarjana muda SI, S2 dan S3

2. Program non gelar tekanan pada pembentukan keahlian profesional

seperti DI, DII, DIII, dan DIV dan pendidikan spesialis 1 serta

pendidikan spesialis II.

Seiring dengan membaiknya tingkat pendidikan, para

remaja putri menjadi memiliki kekuasaan dalam membuat

keputusan mengenai perkawinan dan melahirkan, wanita yang

minimal mengenyam pendidikan dasar kemungkinannya lebih kecil

menikah pada masa remaja di bandingkan dengan mereka yang

tidak mengenyam pendidikan ,(Glasier, 2006).

Tingkat pendidikan mempengaruhi faktor yang terkait

dengan faktor ekonomi dan sosial lainnya (pendapatan, gaya hidup,


29

pola reproduksi pengguna alat kontrasepsi / keluarga berencana,

status kesehatan anak dan kondisi tempat tinggal). Pendidikan

merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat

sehingga mereka dapat menerima ide-ide baru. Pendidikan

merupakan media yang baik untuk remaja putri/ wanita yang dapat

menyebabkan perubahan dalam status sosial dan ekonomi,

disamping meningkatkan control terhadap kehidupan, status

kesehatan dan fertilisasi ,(Depkes RI, 2009).

Tingkat pendidikan akan memberikan pemahaman secara

matang kepada individu untuk memilih memutuskan suatu hal.

Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang

telah diambil olehnya. Jadi tidak heran jika sekarang masih banyak

orang yang berpedidikan tinggi yang sudah cukup usia namun

belum memiliki pendamping hidup ,(maria, 2008).

3. Penghasilan

Pemerintah Aceh menetapkan upah minimum provinsi (UMP)

tahun 2013 yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada buruh/pekerja

yakni sebesar Rp.1.550.000/ bulan. Untuk mengetahui pendapatan

berdasarkan upah minimum propinsi Aceh peraturan Gubernur No. 65

tahun 2012 tentang upah minimum propinsi Aceh tahun 2013 yaitu

Rp.1.550.000, tinggi apabila penghasilan > Rp. 1.550.000, -perbulan dan

rendah apabila penghasilan ≤ Rp. 1.550.000,- perbulan.


30

Penghasilan adalah pendapatan yang didapat oleh seseorang

dalam sebulan yang kemudian dibandingkan berdasarkan jumlah anggota

keluarga seoarang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan berdasarkan

jumlah penghasilan yang didapat olehnya (Badan Pusat Statistik, 2008).

Menurut Sarwono (1994), pernikahan muda banyak terjadi pada

masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan perilaku sexsual.

Pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berpikir secara

emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berpikir telah saling

mencintai dan siap untuk menikah.


31

B. KERANGKA KONSEP

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Teori menurut Sappiro (2000)

Pernikahan dini disebabkan oleh faktor Pengetahuan, pendidikan, dan

penghasilan orang tua.

Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada kerangka konsep

sebagai berikut :

Variabel Independent Variabel Dependen

Pengetahuan

Perkawinan di
Pendidikan
Usia dini
Penghasilan
orang tua

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan

data ,(Nursalam,2003).

Adapun desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan

Cross Sectional. Yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan,

pendidikan, dan penghasilan dengan perkawinan usia muda di Desa Ceurih

Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie tahun 2013.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima

Kabupaten Pidie tahun 2013.

2. Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan September.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua istri dari pasangan suami

istri yang menikah tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, sebanyak 50

pasangan di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie

.
33

2. Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan metode

total populasi yaitu pengambilan seluruh anggota populasi menjadi

sampel penelitian yang akan diteliti yaitu 50 istri.

D. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan isntrumen pengumpulan data

berupa kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti kuesioner yang

digunakan terdiri dari pertanyaan yaitu :

a. Bagian A terdiri dari pertanyaan No. 1 untuk mengetahui faktor

pernikahan dini.

b. Bagian B terdiri dari pertanyaan No. 2 s/d 11 untuk mengetahui

pengetahuan wanita yang menikah dini.

c. Bagian C terdiri dari pertanyaan No. 12 untuk mengetahui pendidikan

wanita yang menikah dini.

d. Bagian D terdiri dari pertanyaan No. 13 untuk mengetahui penghasilan

orang tua wanita yang menikah dini.

2. Tahap Persiapan Pengumpulan Data

a. Data sekunder adalah di peroleh dengan adanya data jumlah

responden dari beberapa rumah di Desa Ceurih Kupula Kecamatan

Delima Kabupaten Pidie.

b. Data primer adalah dengan penyebaran kuesioner kepada wanita yang

menikah di usia dini.


34

E. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil


Penelitian Operasional Ukur Ukur
DEPENDEN

1 Pernikahan Pernikahan Penyebaran Kuesioner Ordinal Ya


Dini yang kuesioner sebanyak Tidak
dilakukan di 1 soal dalam bentuk
usia 15 silang (x).
sampai 20 Ya, jika menikah di
tahun usia 15-20 tahun.
Tidak, jika menikah
di usia >20 tahun .

INDEPENDEN

1 Pengetahuan Segala Penyebaran Kuesioner Ordinal Baik


sesuatu yang kuesioner sebanyak Cukup
diketahui 10 soal dalam Kurang
wanita yang bentuk checklist
berkaitan Baik 76-100%,
dengan cukup 56-75%,
pernikahan kurang bila <56%.
dini

2 Pendidikan Jenjang Penyebaran Kuesioner Ordinal Tinggi


pendidikan kuesioner sebanyak Menengah
yang sudah 1 soal tinggi bila : Dasar
diselesaikan DIII/PT Menengah
wanita bila : SMA/sederajat
Dasar bila:SD/SMP
sederajat.

3 Penghasilan Jumlah Penyebaran Kuesioner Ordinal Tinggi


orang tua keseluruhan kuesioner sebanyak Rendah
penghasilan 1 soal Tinggi
orangtua bila:Rp.≥1.550.000
wanita dari Rendah
Pekerjaan bila:Rp.<1.550.000
Utama dan
Sampingan
35

3. Hipotesa

Ha : ada hubungan antara pengetahuan dengan perkawinan usia dini.

Ha : ada hubungan antara pendidikan dengan perkawinan usia dini.

Ha : ada hubungan antara penghasilan dengan perkawinan usia dini

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam

penelitian. Oleh karena itu, harus dilakukan baik dan benar ,(Budiarto,

2001).

Kegiatan dalam proses pengolahan data adalah :

a. Pemeriksaan Data (Editing)

Yaitu melakukan pengecekan kembali apakah semua item pertanyaan

telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang mungkin dapat

menganggu pengolahan data selanjutnya.

b. Pemberian Kode (Coding)

Yaitu mengklarifikasikan jawaban menurut macamnya dengan membei

kode cheklist dan tanda silang

c. Transferring

Yaitu menyusun nilai dari variabel dan sub variabel penelitian untuk

keseluruhan responden dan menentukan nilai rata-rata.


36

d. Tabulating ( data dalam bentuk tabel)

Yaitu pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-tiap

variabel yang di ukur dan selanjutnya dimaksukkan kedalam tabel

distribusi frekuensi dan tabel frekuensi perbedaan.

1. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Data yang diperoleh dari kuesioner dimasukkan dalam distribusi

frekuensi, kemudian ditentukan persentase untuk tiap-tiap kategori.

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi dari masing-

masing variabel yang telah diteliti dengan menggunakan tabel distribusi

frekuensi. Untuk perhitungan persentase dari masing-masing variabel

digunakan rumus (Machfoedz, 2009) :

f1
p x100
n

Keterangan:

P = persentase

F1 = frekuensi

n = sampel

100% = bilangan tetap


37

1. Pengetahuan

Karakteristik penilaian pengetahuan seseorang dapat dibagi menjadi

beberapa tahap, yaitu :

1) Tinggi, bila responden dapat menjawab dengan benar 76%-100%

dari total soal yang diberikan.

2) Cukup, bila responden dapat menjawab dengan benar 56%-75%

dari total soal yang diberikan.

3) Kurang, bila responden dapat menjawab dengan benar <56% dari

total soal yang diberikan (Arikunto, 2006).

2. Pendidikan (SUSENAS)

1) Tinggi bila DIII/Perguruan Tinggi

2) Menengah bila SMA / Sederajat

3) Dasar bila SD / SMP sederajat

3. Penghasilan orang tua (UMP tahun 2013)

1) Tinggi apabila penghasilan > Rp. 1.550.000

2) Rendah apabila penghasilan ≤ Rp. 1.550.000

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa hasil variabel-variabel bebas yang

diduga mempunyai hubungan atau berkolerasi dengan variabel terkait.

Untuk menguji hipotesa tersebut dilakukan analisa statistik dengan

menggunakan uji dari kategori Chi-Squaere (x2) pada tingkat


38

kemaknaannya adalah 95% (p= 0,05), dengan statistik menggunakan

komputer ,(Notoadmodjo, 2005).

1. Bila pada tabel contingency 2x2 dijumpai e (harapan) kurang

dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah fisher exact test.

2. Bila pada tabel contingency 2x2 tidak dijumpai e (harapan)

kurang dari 5, maka hasil yang diuji yang digunakan adalah

fisher exact test.

3. Bila pada tabel contingency yang lebih dari 2x2, misalnya

3x2,3x3, dll maka hasil yang diuji digunakan pearson chi

squaere.

4. Bila pada tabel contingency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi

harapan (e) kurang dari 5 maka akan di lakukan merger

sehingga tabel contingency 2x2.

Mengetahui perhitungan uji chi squaere selanjutnya ditarik suatu

kesimpulan bila nilai p lebih kecil dari (p<0,05) maka Ha diterima, yang

menunjukkan ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel

independent, dan nilai p lebih besar dari (p>0,05) maka Ha ditolak ini

menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan

variabel independent.
39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Desa Ceurih Kupula adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan

Delima Kabupaten Pidie yang mempunyai luas wilayah lebih kurang 350 Ha.

Adapun batas – batas desa tersebut adalah :

1. Sebelah utara berbatasan dengan desa ceurih cot

2. Sebelah selatan berbatasan dengan desa pulo tunong

3. Sebelah timur berbatasan dengan desa ceurih blang mee

4. Sebelah barat berbatasan dengan blang reubee

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 16 – 18

agustus 2013 di Desa Ceurih Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie,

hasil penelitian yang di peroleh dari masing – masing responden di

distribusikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel

dependen (terikat) dan variabel independen (bebas) yang meliputi

pengetahuan, pendidikan, dan penghasilan orang tua terhadap perkawinan

di usia dini.
40

a. Pernikahan dini.

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi pernikahan dini di desa
Ceurih kupula kecamatan delima
Kabupaten pidie tahun 2013

No. Kategori Frekuensi Persentase


1. Ya 29 58
2. Tidak 21 42
Jumlah 50 100
Sumber dari data primer 2013

Berdasarkan tabel 4.1 dari 50 responden menunjukkan bahwa

frekuensi pernikahan dini berada pada kategori ya sebanyak 29 ( 58 % ).

b. Pengetahuan

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi pengetahuan responden
Di desa ceurih kupula kecamatan delima
kabupaten pidie tahun 2013

No. Kategori Frekuensi Persentase


1. Baik 21 42
2. Cukup 11 22
3. Kurang 18 36
Jumlah 50 100
Sumber dari data primer 2013

Berdasarkan tabel 4.2 dari 50 responden menunjukkan bahwa

frekuensi pengetahuan pada wanita terhadap pernikahan dini berada pada

kategori baik sebanyak 21 ( 42 % ).


41

c. Pendidikan

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi pendidikan responden di
desa ceurih kupula kecamatan delima
Kabupaten pidie tahun 2013

No. Kategori Frekuensi Persentasi


1. Tinggi 9 18
2. Menengah 11 22
3. Dasar 30 60
Jumlah 50 100
Sumber dari data primer 2013

Berdasarkan tabel 4.3 dari 50 responden menunjukkan bahwa

frekuensi pendidikan pada wanita terhadap pernikahan dini berada pada

kategori dasar sebanyak 30 ( 60 % ).

d. Penghasilan orang tua

Tabel 4.4
Distribusi frekuensi penghasilan orang tua
Responden di desa ceurih kupula
kecamatan delima kabupaten
Pidie tahun 2013

No. Kategori Frekuensi Persentase

1. Tinggi 22 44

2. Rendah 28 56

Jumlah 50 100

Sumber dari dat primer 2013


42

Berdasarkan tabel 4.4 dari 50 responden menunjukkan bahwa

frekuensi penghasilan oarang tua pada wanita terhadap pernikahan dini

berada pada kategori dasar sebanyak 28 ( 56 % )

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan pengetahuan dengan pernikahan dini.

Tabel 4.5
Hubungan pengetahuan dengan pernikahan usia
Dini di desa ceurih kupula kecamatan delima
Kabupaten pidie tahun 2013

Pernikahan Dini P.Valu


No Pengetahuan F %
Ya % Tidak % e
1. Baik 6 28,6 15 71,4 21 100 0,002
2. Cukup 9 81,8 2 18,2 11 100
3. Kurang 14 77,8 4 22,2 18 100
Jumlah 29 21 50
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari 21 yang berpengetahuan

baik di dapat yang tidak menikah di usia dini sebanyak 15 responden ( 71,4

%) dan dari 18 responden berpengetahuan kurang yang menikah di usia

dini sebanyak 14 responden ( 77,8 %) dan dari 11 responden

berpengetahuan cukup yang menikah di usia dini sebanyak 9 responden (

81,8 % ), maka dari hasil di atas di dapat variabel pengetahuan dengan

pernikahan di usia dini memiliki nilai p sebesar 0,002 ( p<0,005 ), sehingga

dapat di simpulkan bahwa pengetahuan ada hubungan secara signifikan

dengan pernikahan di usia dini.


43

b. Hubungan pendidikan dengan pernikahan dini.

Tabel 4.6
Hubungan pendidikan dengan pernikahan usia dini
Di desa ceurih kupula kecamatan delima
Kabupaten pidie tahun 2013

Pernikahan Dini
No Pendidikan F % P.Value
Ya % Tidak %

1. Tinggi 0 0 9 100 9 100

2. Menengah 6 54,5 5 45,5 11 100

3. Dasar 23 76,7 7 23,3 30 100 0,000

Jumlah 29 21 50

Berdasarkan tabel 4.6 di ketahui bahwa dari 30 yang berpendidikan

dasar di dapat yang menikah di usia dini sebanyak 23 responden ( 76,7 % )

dan dari 11 responden yang berpendidikan menengah yang menikah di usia

dini sebanyak 6 responden ( 54,5 % ) dan dari 9 responden berpendidikan

tinggi yang menikah di usia dini sebanyak 0 responden ( 0 % ), maka dari

hasil di atas di dapat variabel pendidikan dengan pernikahan di usia dini

memiliki nilai p sebesar 0,000 ( p < 0,005 ), sehingga dapat disimpulkan

pendidikan berhubungan dengan pernikahan di usia dini.


44

c. Hubungan penghasilan orang tua dengan pernikahan dini.

Tabel 4.7
Hubungan penghasilan orang tua dengan Pernikahan usia dini di desa ceurih
Kupula kecamatan delimaKabupaten pidie
Tahun 2013

Penghasilan Pernikahan Dini P.


No F %
Orang Tua Ya % Tidak % Value

1. Tinggi 14 63,6 8 36,4 22 100 0,669

2. Rendah 15 53,6 13 46,4 28 100

Jumlah 29 21 50

Berdasarkan tabel 4.7 di ketahui bahwa dari 28 berpenghasilan orang


tua rendah yang menikah di usia dini sebanyak 15 responden ( 53,6 % ) dan
dari 22 responden berpenghasilan orang tua tinggi yang menikah di usia dini
sebanyak 14 responden ( 63,6 % ), maka dari hasil di atas di dapat variabel
penghasilan orang tua dengan pernikahan dini memiliki nilai p sebesar 0,669
(p > 0,005), sehingga dapat disimpulkan penghasilan orang tua tidak
berhubungan dengan pernikahan di usia dini.

C. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan Dengan Pernikahan di Usia Dini

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan

responden dengan pernikahan di usia dini. Setelah dilakukan tabulasi silang

dan uji chi square antara variabel dependen dan variabel independen, di

peroleh hasil nilai chi square antara pengetahuan dengan pernikahan dini

(p=0,001) sehingga dapat di simpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan pernikahan dini.


45

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”. Dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, penciuman,

raba, dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga (Notoadmojdo, 2007).

Menurut Adi. R (2004), pengetahuan ( knowledge ) di artikan sebagai

kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera.

Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian dan menghilangkan

prangka sebagai ketidakpastian itu. Pengetahuan sangat mempengaruhi

dalam prospek kehidupan, terlebih terhadap kaum wanita, kurangnya

pengetahuan dapat mengakibatkan terjadinya pernikahan di usia dini.

Menurut asumsi peneliti bahwa dengan kurangnya pengetahuan

tentang pernikahan dini dengan demikian wanita kurang mengerti tentang

resiko yng akan terjadi akibat dari pernikahan dini dan apabila

berpengatahuan baik maka sedikit tidaknya wanita mengerti tentang resiko

yang akan timbul apabila menikah di usia dini. Oleh karena itu pengetahuan

sangat berpengaruh terhadap pernikahan di usia dini.

2. Hubungan pendidikan dengan pernikahan di usia dini

Setelah dilakukan tabulasi silang dan uji chi square antara variabel

dependen dan variabel independen, diperoleh hasil chi square antar

pendidikan dengan pernikahan di usia dini ( p= 0,000 ) sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan

pernikahan di usia dini.


46

Menurut Notoadmodjo (2003), jenjang pendidikan adalah tahapan

pendidikan yang ditetapakan berdasarkan tingkat perkembangan peserta

didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan.

Jenjang pendidikan umum bentuknya Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun

menurut UU nomor 9 tahun 2009, jenjang pendidikan di indonesia terdiri

atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Menurut penelitian Maria (2008), tingkat pendidikan akan

memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih dan

memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang

buruk yang telah dia mbil olehnya. Jadi tidak heran jika sekarang masih

banyak oarang yang berpendidikan tinggi yang sudah cukup usia namun

belum memiliki pendamping hidup.

Menurut asumsi peneliti bahwa, pendidikan berhubungan dengan

pernikahan dini karena dengan dasarnya pendidikan yang ditempuh para

wanita maka akan berfikir untuk menikah di usia dini. Dan di desa Ceurih

Kupula Kecamatan Delima Kabupaten Pidie, kebanyakan yang

berpendidikan dasar yang melakukan pernikahan dini.

3. Hubungan penghasilan orang tua dengan pernikahan dini

Setelah dilakukan tabulasi silang dan uji chi square antara variabel

dependen dengan variabel independen, diperoleh hasil nilai chi square

antara penghasilan oarng tua dengan pernikahan dini (p=0,569) sehingga


47

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara yang signifikan antara

penghasilan orang tua dengan pernikahan dini.

Penghasilan adalah pendapatan yang didapat oleh seseorang dalam

sebulan yang kemudian dibandingkan berdasarkan jumlah anggota keluarga

seorang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan berdasarkan jumlah

penghasilan yang didapat olehnya (Badan Pusat Statistik,2008).

Menurut Sarwono (1994), pernikahan muda banyak terjadi pada

masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku

sexsual. Pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berfikir secara

emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berpikir telah saling

mencintai dan siap menikah.

Menurut asumsi peneliti bahwa penghasilan tidak ada hubungan

dengan pernikahan dini karena remaja melakukan pernikahan dini

dikarnakan tata cara dalam pergaulan yang mengharuskan mereka

melakukan pernikahan dini.


48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

maka peneliti mendapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pernikahan dini (p=0,001)

2. Ada hubungan antara pendidikan dengan pernikahan dini (p=0,000)

3. Tidak ada hubungan antara penghasilan orang tua dengan pernikahan dini

(p=0,569)

B. SARAN

1. Diharapkan kepada wanita untuk meningkatkan pengetahuan dan

menambahkan informasi tentang pernikahan usia dini.

2. Diharapkan kepada instansi pendidikan agar dapat menjadi bahan acuan

untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang variabel-variabel yang

belum di teliti.

3. Diharapkan kepada tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan sektor-sektor

terkait sangat diharapkan berperan lebih aktif dalam memberikan

penyuluhan kesehatan kepada wanita yang dapat dilakukan memberitahu

tentang dampak yang timbul dari pernikahan dini

4. Bagi peneliti agar dapat mengembangkan pengetahuan dan menerapkan

ilmu yang telah didapat dan membagi pengalaman yang didapat oleh

peneliti kepada peneliti lain.


49

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dan Santoso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1996.

Ahmad, Pencegahan Pernikahan Usia Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.)


2010 di akses pada tanggal 20 Maret 2013.

Adi R, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, 2004.

Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2009

Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2010

Alfiyah, Pernikahan Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.) 2010 di akses pada


tanggal 20 Maret 2013.

Arikunto S, Prosedur Penelitian, Jakarta, EGC, 2000

Badan Pusat Statistik, Penghasilan dan Pendapatan, Jakarta, 2008

Badan Pusat Statistik, Ekonomi Pendidikan, Jakarta, 2004

BKKBN, Kesiapan Kehamilan, (http://www.BKKBN.co.id), Hindari Kawin


Muda Agar Hidup Bahagia, 2005, di akses pada tanggal 20 Maret 2013.

Budiarto E, Biostatistik Untuk Kedokteran, Jakarta, EGC, 2002.

Burhani,R,BKKBN : Nikah Usia Muda Penyebab Kanker Serviks.


(http://www.antaranews.com), 2009, di akses pada tanggal 20 Maret
2013.
50

Depkes RI, Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia, Jakarta, 2009

Depkes RI, Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduki, Jakarta, 2009

Depkes RI, Resiko Pada Kehamilan Usia Dini, Dirjen Bina Kepustakaan
Masyarakat, 2005

Dlori, Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan, Media Abadi, 2005

Glasier A, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial, Jakarta, EGC, 2006

Jamali A, Undang-undang Pernikahan, Jakarta, 2008

Kawakib, Kesehatan Reproduksi Remaja, Jogjakarta, EGC. 2009

Lenteraim, Pernikahan Usia Muda. (http://lenteraim.com), 2010 di akses pada


tanggal 20 Maret 2013

Luthfiyah, D. Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 Tahun), 2008


(http://nyna0626.com) di akses pada tanggal 20 Maret 2013

Maria. S. http://Pengaruh Pendidikan Terhadap Terjadinya Pernikahan Dini.com


(dikutip tanggal 05 Maret 2013).

Manuaba, Resiko Kehamilan Pada Usia Dini, Jakarta, 1998

Manuaba, Ida Bagus Gde, Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin. Obstetri Ginekologi
dan Keluarga Berencana, Editor. Lia Astika Sari, EGC, Jakarta, 2001

Meliono, Sumber Pengetahuan (http://Blogspotid.com), 2010 di akses pada


tanggal 20 Maret 2013.

Mohammad. M. Dlori, Jeratan Nikah Dini Wabah Pergaulan, Yogyakarta, Media


Abadi. 2005

Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Selemba Medika, Jakarta, 2003
51

Puspitasari, Reproduksi Sehat, Jakarta, EGC, 2006

Shaheed, Sudut Pandang Islam tentang Pernikahan Dini. (http://shaheed.com),


2007 di akses pada tanggal 20 Maret 2013

Shappiro, Frank. Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia. Cetakan Ke1.


Jakarta. Restu Agung. 2000.

Ubaydillah. Kehamilan Remaja. (http://ubaygmail.com), 2000, di akses pada


tanggal 20 Maret 2013

Widyastuti. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Fitramaya, 2009

Anda mungkin juga menyukai