Anda di halaman 1dari 23

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PERNIKAHAN DINI DAN

DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DAN KEMATANGAN


EMOSI DI SMK MUHAMMADIYAH 1 BANJARMASIN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan yang sehat memenuhi kriteria umur calon pasangan suami
istri adalah memenuhi umur kurun waktu reproduksi sehat yaitu umur 2035 tahun karena berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita. Secara
biologis organ reproduksi lebih matang apabila terjadi proses reproduksi,
secara psikososial kisaran umur tersebut wanita mempunyai kematangan
mental yang cukup memadai, secara sosial demografi wanita telah
menyelesaikan proses pendidikan.(Wahyuningsih dkk, 2009)
Perkawinan yang sehat memenuhi kaidah kesiapan pasangan suami istri
dalam aspek biopsikososial, ekonomi dan spiritual (Wahyuningsih dkk,
2009). Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru
dunia dengan berbagai latar belakang. Telah menjadi perhatian
komunitas internasional mengingat risiko yang timbul akibat pernikahan
yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan pada usia
muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan bukanlah satusatunya faktor penting yang berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain
yang perlu diperhatikan yaitu risiko komplikasi yang terjadi di saat
kehamilan dan saat persalinan pada usia muda, sehingga berperan
meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan diusia
dini juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian dan
menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap kejadian kekerasan
dan keterlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini merupakan kegagalan
dalam perlindungan hak anak (Eddy dan Shinta, 2009). Menurut Rafidah
dkk (2009) fenomena kawin usia dini masih sering dijumpai pada
masyarakat Timur Tengah dan Asia Selatan dan pada beberapa
kelompok Sub Sahara Afrika. Asia Selatan terdapat 9,7 juta anak

perempuan 48% menikah umur dibawah 18 tahun, Afrika sebesar 42%


dan Amerika Latin sebesar 29%. Penelitian di Banghladesh terhadap
3.362 remaja putri terdapat 25,9% menikah usia muda dan faktor yang
menyebabkan pernikahan usia muda adalah pendidikan. Penelitian di
Jeddah Saudi Arabia tentang menikah usia muda dan konsekuensi
kehamilan menunjukkan 27,2% remaja yang menikah sebelum usia 16
tahun adalah buta huruf (57,1%) atau pekerja rumah tangga (92,4%)
yang beresiko 2 kali untuk mengalami keguguran dan 4 kali resiko
mengalami kematian janin dan kematian bayi.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Indiarti (2012) bahwa kehamilan
dibawah usia 18 tahun mempunyai resiko yang tinggi seperti bayi yang
lahir dengan berat badan rendah atau gangguan kesehatan lainnya.
Biasanya hal itu terjadi karena ibu muda kurang memperhatikan
suplemen gizi selama hamil khususnya zat besi, kalsium dan vitamin A.
Bukan itu saja tetapi bayi setelah lahir sering terjadi kekurangan atau
salah gizi pada bayinya.
Di Indonesia terutama di daerah-daerah pedesaan masih terdapat banyak
perkawinan dibawah usia. Pengasuhan dan pendidikan yang salah ini
digambarkan sebagai lingkungan yang khas untuk anak-anak yang
memberi pengaruh khusus pula. Lingkungan yang khas ini dikenal
dengan isltilah World of Abnormal Rearing (WAR), dimana salah satu
cirinya adalah anak disalahgunakan secara seksual misalnya dipaksakan
kawin pada usia masih kana-kanak. Keadaan di Indonesia sendiri tentu
tidak bisa disamakan dengan di Amerika Serikat, akan tetapi beberapa
kecendrungan memang terjadi juga di Indonesia misalnya factor sosial
ekonomi dan faktor pendidikan, baik karena terdesak oleh kebutuha
ekonomi maupun karena ketidaktahuan orang tua yang bersangkutan
(Sarlito,2011).
Menikah pada usia muda, merupakan salah satu masalah keluarga yang
belum terpecahkan dan sampai saat ini angkanya cukup mengejutkan
karena secara nasional ada 47 persen penduduk Indonesia yang

menikah di bawah umur. Data menunjukkan dari angka rata-rata nasional


ada 4,8 persen penduduk yang menikah pada usia 10-15 tahun.
Sedangkan penduduk yang menikah pada usia 15-20 tahun tercatat 42
persen. Padahal Undang-Undang Perkawinan menetapkan 16 tahun
sebagai usia dewasa seorang perempuan dan 19 tahun bagi seorang
lelaki, untuk menikah. Pada kenyataannya, kematangan seseorang
banyak juga tergantung pada perkembangan emosi, latar belakang
pendidikan, sosial, dan lain sebagainya (Kartila, 2007).
Sementara menurut Rukmomini (2009) sebanyak 34,5 persen dari sekitar
120.000 pernikahan di Indonesia dilakukan oleh remaja usia dini.
Mayoritas dari mereka berada dalam rentang usia 12-18 tahun.
Sedangkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN), Sugiri Syarief (2012) menyatakan angka usia menikah pertama
penduduk Indonesia yang berusia dibawah 20 tahun masih tinggi, yakni
mencapai 20 persen. Kondisi ini menghambat pencapaian program
keluarga berencana (KB), sebab usia menikah yang rendah berbanding
terbalik dengan angka fertilisasi. Populasi penduduk usia remaja (16-24)
mencapai 27,6 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau 64 juta jiwa.
Jumlah tersebut merupakan sasaran potensial untuk mendorong
kesuksesan program KB. Salah satu instrumen untuk mendorong
generasi muda menunda usia pernikahan adalah pendidikan. Sebab
semakin tinggi usia menikah, fertilitasnya akan turun.
Umur

perkawinan

pertama

merupakan

salah

satu

indikator

kependudukan terkait dengan fertilitas. Umur perkawinan pertama adalah


indikator dimulainya seorang perempuan berpeluang untuk hamil dan
melahirkan. Dengan demikian perkawinan pada usia muda akan
mempunyai rentang waktu untuk hamil dan melahirkan dalam waktu yang
lebih panjang. Angka statistik pernikahan dengan pengantin wanita
berusia di bawah 16 tahun secara keseluruhan mencapai lebih dari
seperempat dari total pernikahan di Indonesia. Bahkan di beberapa
tempat, angkanya jauh lebih besar, misalnya di Jawa Timur 39,43%,

Kalimantan Selatan 35,48%, Jambi 30,63%, Jawa Barat 36% dan Jawa
Tengah 27,84% (Taufik, 2008).
Resiko kesehatan yang harus dihadapi perempuan saat persalinan antara
lain dapat terjadi Disproporsi Sefalo Pelvikyang akan berdampak pada
ibu, yaitu: Persalinan lebih lama, ketuban pecah dini, serta kepala tidak
mau turun padahal ketuban sudah pecah maka bisa terjadi tali pusat
menumbung, sedangkan dampak yang terjadi pada bayi, yaitu :
persalinan lama dapat meningkatkan kematian bayi, fraktur pada tulang
kepala oleh tekanan yang hebat (Mochtar, 2008).
Resiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi perempuan pada
perkawinan

dini

antara

lain

aborsi,

anemia,

intrauterifetaldeath,

premature, kekerasan seksual, atoniauteri, cancerservik, selain itu juga


dapat beresiko pada ibu melahirkan, kurang siapnya mental dan psikologi
juga dapat menimbulkan masalah peningkatan angka perceraian dan
berdampak juga pada sosial ekonomi (Manuaba, 2008).
Usia remaja menimbulkan berbagai persoalan dari berbagai sisi seperti
masa

remaja

yang

selalu

ingin

coba-coba,

pendidikan

rendah,

pengetahuan yang minim, pekerjaan semakin sulit didapat yang


berpengaruh pada pendapatan ekonomi keluarga. Terlebih jika mereka
menikah di usia muda karena keterlanjuran berhubungan seksual yang
menyebabkan suatu kehamilan. Adanya penolakan keluarga yang terjadi
akibat malu, hal ini dapat menimbulkan stres berat. Ibu hamil usia muda
memiliki resiko bunuh diri lebih tinggi (Manuaba, 2008).
Berdasarkan fenomena diatas kelompok tertarik meneliti tentang
Gambaran

Pengetahuan

Remaja

Tentang

Pernikahan

Dini

dan

Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi dan Kematangan Emosi di


SMK Muhammadiyah 1 Banjarmasin.

B. Tujuan Penelitian

1.

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang


pernikahan dini dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi

2.

Untuk mengetahui hal-hal yang mendorong terjadinya pernikahan dini


dikalangan remaja putri

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Peneliti
Untuk melatih kemampuan peneliti dalam membuat karya tulis ilmiah
dan sebagai wahana guna melatih keterampilan berfikir secara kritis
dan analisis.
2. Bagi Profesi
Profesi keperawatan dituntut untuk melakukan tindakan aktif protektif
dengan cara memberi penyuluhan pada remaja, sehingga dapat
mencegah dan mengurangi presentase kehamilan dan pernikahan di
usia muda.
3. Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut tentang pernikahan dini

BAB II
TELAAH PUSTAKA
1. Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja (Adolenscence) yang berarti tumbuh kearah
kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan
hanya kematangan fisik, tetapi juga kematangan social

dan psikologis. Masa remaja adalah masa transisi yang


ditandai oleh adanya perubahan fisik emosi dan psikis.
Masa remaja yakni Antara usia 0 19 tahun adalah suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan
sering disebut masa pubertas (Widyastuti dkk, 2009).
Masa remaja dibedakan dalam :
1) Masa remaja awal

: 10-13 tahun

2) Masa remaja tengah

: 14-16 tahun

3) Masa remaja akhir

: 17-19 tahun

(Depkes RI, 2007).


Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam
hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses
awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut
sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata
pubercere yang berarti menjadi matang sedangkan remaja
atau adolescence berasal dari kata adolenscere yang
berarti dewasa (Depkes RI, 2007).
Masa remaja juga merupakan masa peralihan dari anakanak menuju dewasa. Pada masa ini banyak terjadi
perubahan baik dalam hal fisik maupun psikis. Perubahanperubahan tersebut dapat menggunakan batin remaja.
Kondisi ini menyebabkan remaja dalam kondisi rawan
dalam

menjalani

proses

pertumbuhan

dan

perkembangannya. Kondisi ini juga diperberat dengan


adanya globalisasi yang ditandai dengan derasnya arus
informasi (Imelda, 2006).

b. Perubahan Fisik pada Remaja


Bila pubertas terjadi sebelum usia 9 tahun atau belum juga
terjadi sampai usia 13-15 tahun, dikonsultasikan ke dokter
untuk memastikan ada tidaknya kelainan (Manuaba,
2008).

Pada saat pubertas terjadi perubahan fisik yang bermakna


sampai pubertas terakhir dan berhenti pada saat dewasa,
keadaan ini terjadi pada semua remaja normal. Yang
berbeda adalah awal mulainya. Mungkin ada remaja lakilaki yang sudah tumbuh kumis tipis, sementara yang
lainnya belum. Seringkali perkembangan yang berbeda
dengan sebayanya membuat remaja risau, akan tetapi bila
tidak terlalu jauh dengan temannya masih bisa dianggap
normal dan akan mengejar ketingalan pertumbuhan
tersebut. Harus diingat bahwa seorang anak berkembang
pada saat yang berbeda dan sangat kecepatan yang
berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda pula
(Manuaba, 2008).
Perubahan fisik remaja putri :
1) pinggul melebar
2) pertumbuhan rahim dan vagina
3) menstruasi awal
4) pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak
5) payudara membesar
6) pertumbuhan lemak dan keringat (jerawat)
7) pertambahan berat badan dan tinggi badan
Pada pertumbuhan fisik pada remaja baik laki-laki maupun
perempuan adalah kecepatan tumbuhnya (growth spurt).
Pada saat ini pertumbuhan tinggi badan (linier) terjadi
amat cepat. Perbadaan pertumbuhan fisik laki-laki dan
perempuan

adalah

pada

pertumbuhan

organ

reproduksinya, dimana akan diproduksi hormon yang


berbeda, penampilan yang berbeda akibat berkembangnya
tanda seks sekunder (Depkes RI, 2007).
Anak perempuan mulai tumbuh pesat fisiknya pada usia
10 tahun dan paling cepat terjadi pada usia 12 tahun.
Sedangkan pada laki-laki, 2 tahun lebih lambat mulainya,
namun setelah itu bertambah tinggi 12-15 cm dalam tempo

1 tahun pada usia 13 tahun sampai menjelang 14 tahun.


Pertumbuhan fisik perempuan dan laki-laki tidak sejalan
dengan perkembangan emosionalnya. Seorang remaja
yang badannya tinggi besar belum tentu mempunyai emosi
yang matang, sebaliknya yang bertubuh biasa saja
mempunyai emosi yang lebih matang (Depkes RI, 2007).
Pertumbuhan tinggi remaja dipengaruhi tiga faktor yaitu :
genetik (faktor keturunan), gizi dan variasi individu. Secara
genetik orang tua yang tubuhnya tinggi, punya anak
remaja

yang

juga

tinggi.

Faktor

gizi

juga

sangat

berpengaruh, remaja dengan status gizi yang baik akan


tumbuh lebih tinggi dibanding dengan remaja yang dengan
status gizi kurang. (Depkes RI, 2007).
Pertumbuhan pesat umumnya pada usia 10-11 tahun.
Perkembangan payudara merupakan tanda awal dari
pubertas, di mana daerah puting susu dan sekitarnya
mulai membesar, kemudian rambut pubis muncul. Pada
sepertiga anak remaja, pertumbuhan rambut pubis terjadi
sebelum tumbuhnya payudara, rambut ketiak dan badan
mulai tumbuh pada usia (12 13) tahun. Tumbuhnya
rambut badan bervariasi luas. Pengeluaran sekret vagina
terjadi pada usia 10 13 tahun. Keringat ketiak mulai
diproduksi

pada

usia

12

13

tahun,

karena

berkembangnya kelenjar apokrin yang juga menyebabkan


keringat ketiak mempunyai bau yang khas. Menstruasi
terjadi pada usia 11 14 tahun. Pematangan seksual
penuh remaja perempuan terjadi pada usia 16 tahun,
sedang pada laki-laki pematangan seksual penuh terjadi
pada usia 17 18 tahun (Manuaba, 2008).
c. Perkembangan Jiwa Pada Remaja
Pada usia 12-15 tahun, pencarian identitas diri masih
berada pada tahap permulaan. Dimulai pada pengukuhan
kemampuan yang sering diungkapkan dalam bentuk

kemauan yang tidak dapat dikompromikan sehingga


mungkin berlawanan dengan kemauan orang lain. Bila
kemauan itu ditentang, mereka akan memaksa agar
kemauannya dipenuhi.
Psikososial merupakan manifestasi perubahan faktorfaktor emosi, sosial dan intelektual. Depkes RI (2007)
menyatakan, bahwa akibat perubahan tersebut, maka
karakteristik psikososial remaja dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu :
1) Remaja Awal (10-13 tahun)
a) Cemas

terhadap

penampilan

badannya

yang

berdampak pada meningkatnya kesadaran diri (self


consciousness)
b) Perubahan hormonal berdampak sebagai individu
yang

mudah

berubah-ubah

emosinya

seperti

mudah marah, mudah tersinggung atau menjadi


agresif
c) Menyatakan kebebasan berdampak bereksperimen
dalam berpakaian, berdandan trendi dan lain-lain.
d) Perilaku memberontak membuat remaja sering
konflik dengan lingkungannya.
e) Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha
menyesuaikan dengan mode teman sebayanya.
f)

Perasaan

memiliki

terhadap

teman

sebaya

berdampak punya gang/kelompok sahabat, remaja


tidak mau berbeda denganteman sebayanya.
g) Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangnya
sendiri dengan membandingkan segala sesuatunya
sebagai buruk/hitam atau baik/putih berdampak
sulit bertoleransi dan sulit berkompromi.
2) Remaja Pertengahan (14 16 tahun)

a) Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak


tenang, sabar dan lebih toleran untuk menerima
pendapat orang lain.
b) Belajar

berfikir

independen

dan

memutuskan

sendiri berdampak menolak mencampur tangan


orang lain termasuk orang tua.
c) Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang
dirasa nyaman berdampak baju, gaya rambut,
sikap dan pendapat berubah-ubah.
d) Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru
walaupun

beresiko

berdampak

mulai

bereksperimen dengan merokok, alkohol, seks


bebas dan mungkin NAPZA.
e) Tidak lagi terfokus pada diri sendiri berdampak
lebih bersosialisasi dan tidak lagi pemalu.
f)

Membangun nilai, norma dan moralitas berdampak


mempertanyakan kebenaran ide, norma yang
dianut keluarga.

g) Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan


solidaritas berdampak ingin banyak menghabiskan
waktu untuk berkumpul dengan teman-teman.
h) Mulai membina hubungan dengan lawan jenis
berdampak

berpacaran

tetapi

tidak

menjurus

serius.
i)

Mampu berfikir secara abstrak mulai berhipotesa


berdampak mulai peduli yang sebelumnya tidak
terkesan dan ingin mendiskusikan atau berdebat.

3) Remaja Akhir (17 19 tahun)


a) Ideal berdampak cenderung menggeluti masalah
sosial politik termasuk agama
b) Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan
di luar stress yang keluarga berdampak mulai

belajar

mengatasi

dihadapi

dan

sulit

diajak

berkumpul dengan keluarga.


c) Belajar mencapai kemandirian secara finansial
maupun emosional berdampak kecemasan dan
ketidak pastian masa depan yang dapat merusak
keyakinan diri.
d) Lebih mampu membuat hubungan yang stabil
dengan

lawan

jenis

berdampak

mempunyai

pasangan yang lebih serius dan banyak menyita


waktu.
e) Merasa

sebagai

cenderung

orang

dewasa

mengemukakan

berdampak

pengalaman

yang

berbeda dengan orang tuanya.


f)

Hampir siap menjadi orang dewasa yang mandiri


berdampak mulai nampak ingin meninggalkan
rumah atau hidup sendiri. Pergaulan dengan lawan
jenisnya

juga

mengesankan

dapat
bagi

menjadi
remaja.

sesuatu
Bila

yang

mengalami

hambatan, maka remaja akan menarik diri dari


lingkungan
kelenjar

sosialnya.

kelamin

Akibat

remaja,

perkembangan

maka

mulai

timbul

perhatian pada remaja terhadap lawan jenisnya,


bahkan hal ini merupakan tanda yang khas bahwa
masa remaja sudah dimulai. Depkes RI (2007)
menyatakan, bahwa proses percintaan remaja
dimulai dari :
(1) Crush
Ditandai dengan adanya saling membenci
antara

anak

laki

laki

dan

perempuan.

Penyaluran cinta pada saat ini adalah memuja


orang yang lebih tua dan sejenis. Bentuknya
misalnya memuja pahlawan dalam cerita film.
(2) Hero-worshping

Mempunyai persamaan dengan crush, yaitu


pemujaan terhadap orang yang lebih tua tetapi
yang berlawanan. Kadang yang dikagumi tidak
juga dikenal.
(3) Boy Crazy dan Girl Crazy
Pada masa ini kasih sayang remaja ditujukan
kepada teman-teman sebaya, kadang saling
perhatian antara anak laki-laki dengan anak
perempuan.
(4) Puppy Love (Cinta Monyet)
Cinta remaja sudah mulai tertuju pada satu
orang, tetapi sifatnya belum stabil sehingga
kadang-kadang masih ganti-ganti pasangan.
(5) Romantic Love
Cinta remaja menemukan sasarannya dan
percintaannya sudah stabil dan tidak jarang
berakhir dengan perkawinan.
2. Pernikahan
a. Pengertian
Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria
dan wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman,
pertemuan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan
hasrat seksual dan menjadi lebih matang. Pernikahan
merupakan awal dari terbentuknya keluarga dengan
penyatuan dua individu yang berlainan jenis serta lahirnya
anak-anak (Nastiti, 2006).
Pernikahan menurut Dariyo (2008) adalah ikatan kudus
antara pasangan dari seseorang laki-laki dan seorang
perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah
memiliki umur cukup dewasa.
Pernikahan

dianggap

sebagai

ikatan

kudus

(holy

relationship) karena hubungan pasangan antara laki-laki

dan perempuan telah diakui secara sah dalam Negara


atau agama.
Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan
keturunan. Keturunan diperoleh dari kehamilan dalam
masa reproduksi yang sehat yaitu umur istri 20-30 tahun
usia tersebut merupakan usia terbaik karena organ-organ
reproduksi

dalam

tubuh

perempuan

telah

tumbuh

sempurna.
Pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 adalah Ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Pernikahan Dini
Pernikahan dini adalah pernikahan yang telah terjadi pada
seseorang wanita dengan status umur dibawah 20 tahun.
Pada tipe orang usia dibawah 20 tahun keadaan organ
reproduksi belum sepenuhnya matang dan masih dalam
tahap pertumbuahan.
Masa ini disebut dengan istilah masa reproduksi muda
artinya meskipun dapat hamil dan melahirkan akan tetapi
sebenarnya tubuh belum siap untuk hamil (Manuaba,
2008)

3. Kesehatan Reproduksi
a. Pengertian
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental
dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi (WHO, 2010).
Suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan social secara
utuh,

tidak

semata-mata

bebas

dari

penyakit

atau

kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem


reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes RI, 2007).
b. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus
Kehidupan
Secara luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi :
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran
Reproduksi (ISR) termasuk PMS, HIV/AIDS
3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi.
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Pencegahan dan penanganan infertilitas
6. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis
7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya
kanker serviks, mutilasi, fistula, dll. (Depkes RI, 2007)

4. Dampak Pernikahan Dini Dilihat dari Kesehatan Reproduksi


Perubahan perilaku remaja yang makin dapat menerima
hubungan seksual pranikah sebagai cerminan fungsi rekreasi,
ketika hubungan seksual telah menghasilkan janin dapat
mempengaruhi psikologis dan fisik (Manuaba, 2008)
a. Dampak Psikologis
Pada usia pernikahan dini yang terjadi dibawah usia 20
tahun dalam keadaan belum matangnya mental remaja
akan mempengaruhi penerimaan kehamilan, merasa
tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu
membawa diri, terkadang perasaan tertekan karena
mendapat cercaan dari keluarga, teman atau lingkungan
masyarakat (Sarwono, 2006)
Sejatinya, anak berusia di bawah umur belum paham
benar mengenai hubungan seks dan apa tujuannya.
Mereka hanya melakukan apa yang melatarbelakanginya

melakukan itu. Jika sudah demikian, anak akan merasakan


penyesalan mendalam dalam hidupnya (Sarwono, 2006).
Akibatnya, remaja sering murung dan tidak bersemangat.
Bahkan remaja akan merasa minder untuk bergaul dengan
anak-anak seusianya mengingat statusnya sebagai istri.
Hal ini biasa disebut depresi berat atau neuritis depresi
akibat pernikahan dini. Dimana terdapat dua jenis depresi
kepribadian

yaitu

pribadi

introvert

dan

ekstrovert

(Manuaba, 2008).
Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja
menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak
mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizophrenia
atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila.
Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka)
sejak kecil, remaja terdorong melakukan hal-hal aneh
untuk melampiaskan amarahnya, seperti perang piring,
anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara
psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya
khususnya

dalam

kasus

pernikahan

dini

tersebut

(Manuaba, 2008).
Pada sisi lain, pernikahan dini juga berdampak negative
pada keharmonisan keluarga. Hal ini disebabkan oleh
kondisi

psikologis

yang

belum

matang,

sehingga

cenderung labil dan emosional. Pada usia yang belum


matang ini biasanya remaja masih kurang mampu untuk
bersosialisasi dan adaptasi, dikarenakan ego remaja yang
masih tinggi serta belum matangnya sisi kedewasaan
untuk berkeluarga sehingga banyak ditemukannya kasus
perceraian yang merupakan dampak dari mudanya usia
untuk menikah (Sarwono, 2006).
b. Dampak Fisik
Fisik atau dalam bahasa Inggris Body adalah sebuah
kata yang berarti badan/benda dan dapat terlihat oleh

mata juga terdefinisi oleh pikiran. Kata fisik biasanya


digunakan untuk suatu benda/badan yang terlihat oleh
mata.
Dampak fisik dalam pernikahan dini memang sangatlah
besar baik dalam melakukan hubungan seksual ataupun
dalam persalinan. Perkawinan Dini yang berlanjut menjadi
kehamilan sangat

berdampak negative pada

status

kesehatan reproduksinya. Proses kehamilan yang dapat


terjadi anemi yang berdampak berat badan bayi lahir
rendah,

intra

uteri

fetal

death,

premature,

abortus

berualng, perdarahan, untuk proses bersalin terkadang


belum matangnya alat reproduksi membuat keadaan
panggul masih sempit dan sebagainya untuk itu perlu
pemantauan dan pemeriksaan ekstra yang lebih lengkap
(Manuaba, 2008)
Pada remaja putra dampak dari pernikahan dini dipandang
dari

kesehatan

reproduksi

akan

berpotensi

terjadi

impotensi, ejakulasi dini dan disfungsi ereksi, efek yang


ditimbulkan dari
kesehatan

pernikahan dini yang

reproduksi

paling

banyak

mengganggu
terjadi

pada

perempuan (Iwan, 2006).


Selain itu dampak pernikahan dini apabila diliahat dari sisi
fisik dan biologis, juga ditemukan berbagai efek negatif
yang bisa dikatakan berbahaya seperti banyaknya seorang
ibu yang menderita anemia selagi hamil dan melahirkan,
sehingga menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan
bayi akibat pernikahan dini. (Manuaba, 2008).
Secara medis usia bagus untuk hamil yaitu pada usia 2135 tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik telah
menstruasi dan bias dibuahi, namun bukan berarti siap
untuk hamil dan melahirkan serta memiliki kematangan
mental, yakni berpikir dan dapat menanggulangi resikoresiko yang akan terjadi pada saat kehamilan dan
persalinan.

Seperti

misalnya

terlambat

memutuskan

mencari pertolongan jika terjadi kegawatdaruratan pada


saat persalinan karena minimnya informasi sehingga
terlambat mendapat perawatan semestinya (Manuaba,
2008).
5. JUDUL, NAMA PENELITI, TAHUN. METODE PENELITIAN, TEHNIK
PENGAMBILAN SAMPEL, HASIL PENELITIAN. BENTUK NARASI
PENELITIAN DAHULU
PENELITIAN 1.

PENELITIAN SEKARANG
PENELITIAN .

PENELITAIN 2.
PENELITIAN 3.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian

ini

penulis

menggunakan

metode

penelitian

deskriptif

kuantitatif, yaitu metode yang dilakukan dengan satu tujuan membuat


gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dalam
bentuk angka-angka mulai dari pengumpulan data serta penampilan dari
hasilnya (Arikunto, 2006).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Lokasi adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data
selama kasus berlangsung (Notoadmojo, 2010). Penelitian ini
dilakukan di kelas XI SMK Muhammadiyah 1 Banjarmasin.
2. Waktu penelitian

Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis untuk


memperoleh data studi kasus yang dilaksanakan (Budiarto, 2006).
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3-4 April 2014.
3. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti dan dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Hidayat, 2007). Populasi yang akan diambil
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMK
Muhammadiyah 1 Banjarmasin yang berjumlah 193 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau yang mewakili dari populasi yang
diteliti (Arikunto, 2006). Apabila subjeknya besar, maka dapat
diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung pada
kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana,
sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, dan besar
kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Pada penelitian ini
penulis akan mengambil sampel sebanyak 20 orang yang terdiri
dari 10 perempuan dan 10 laki-laki. Alasan pengambilan sampel
kelas XI karena umumnya siswa kelas XI berada dalam kategori
remaja pertengahan yang libidonya masih tinggi sehingga
dianggap masih labil dalam menjalin hubungan dengan lawan
jenis.
4. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
Simple Random Sampling yaitu menentukan sampel secara acak
sederhana adalah bahwa setiap anggota atau jumlah populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.
Cara yang digunakan dengan cara mengundi anggota populasi
(Notoatmodjo, 2006). Sampel diambil dengan membuat daftar
anggota populasi secara acak semua kelas XI (XI TKJ A, XI TKJ B, XI
Akutansi A, XI Akutansi B, XI Manajemen Pemasaran A, XI Maajemen

Pemasaran B). Teknik ini dipilih dikarenakan populasi mempunyai


kesempatan yang sama untuk menjadi responden. Pengambilan
sampel sebanyak 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan dari
seluruh siswa kelas XI yang berjumlah 6 kelas.
5. Instrumen Penelitian
Pengukuran pengetahuan adalah pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang
isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden ke
dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau kita ketahui dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya (Arikunto, 2006). Alat yang
dipergunakan

dalam

pengumpulan

data

penelitian

ini

adalah

kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik,


matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan
memberikan tanda tanda tertentu (Nototmodjo, 2006).
Untuk mengetahui pengetahuan remaja kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner tertutup dimana sudah terdapat jawabannya,
sehingga mereka tinggal memilih jawaban. Jawaban benar untuk
pernyataan positif mendapat skor 1 sedangkan untuk jawaban salah
mendapat skor 0. Demikian juga untuk penyataan negatif, jawaban
benar mendapat skor 0 sedangkan jawaban salah mendapat skor 1.
Untuk Pengisian kuesioner tersebut dengan memberi tanda centang
() pada jawaban yang dianggap benar.
6. Teknik Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan
kuesioner atau angket siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 1
Banjarmasin, kemudian menjelaskan tentang cara pengisiannya.
Responden diminta mengisi kuesioner dengan selesai dan kuesioner
diambil pada saat itu juga oleh peneliti. Data yang diperoleh terdiri
dari jawaban atas pertanyaan yang disediakan melalui pengisian
kuesioner oleh responden tentang gambaran pengetahuan responden
tentang pernikahan dini dan dampaknya terhadap kesehatan
reproduksi dan kematangan emosi.

7. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini hanya menggunakan variabel
ganda, yaitu gambaran pengetahuan remaja tentang pernikahan dini
dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi dan kematangan
emosi.

BAB IV
ANALISIS MASALAH

Penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja tentang pernikahan


dini dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi dan kematangan
emosi siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 1 Banjarmasin ini dilakukan
terhadap 20 responden. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini
menunjukkan gambaran pengetahuan remaja putri tentang dampak
pernikahan dini pada kesehatan reproduksi dan kematangan emosi siswi
kelas XI di SMK Muhammadiyah 1 Banjarmasin sebanyak 6 responden
(30%) berpengetahuan baik, 10 responden (50%) berpengetahuan cukup,
serta 4 responden (20%) berpengetahuan kurang.
Responden dengan pengetahuan baik memiliki pengetahuan yang luas
tentang dampak pernikahan dini, hal ini bisa dikarenakan akses yang
mudah dalam memperoleh informasi tersebut baik yang berasal dari
media cetak, televisi, internet, dan lain sebagainya. Sedangkan
responden dengan pengetahuan cukup bisa dikarenakan remaja putri
belum sepenuhnya mengerti tentang pernikahan dini, demikian juga
dengan responden dengan pengetahuan kurang, hal ini bisa dikarenakan

kurangnya informasi mengenai pernikahan dini, kurangnya pendidikan


seksual yang diperoleh dari keluarga, teman maupun sekolah, serta
keacuhan mereka terhadap pendidikan seksual.
Menurut Bobak (2006), umur mempengaruhi pengetahuan di mana umur
16 tahun merupakan tahap remaja madya di mana belajar menerima
informasi tetapi belum mampu menerapkan informasi tersebut secara
maksimal dan sering kali mencoba-coba tanpa memperhitungkan
konsekuensiya, sedangkan umur 17-18 tahun merupakan remaja akhir di
mana mulaimemahami dirinya dan lebih mudah menerima informasi
sehingga

mempengaruhi

pengetahuan

mereka

terutama

tentang

pernikahan dini.
Selain berpengaruh pada umur, pengetahuan seseorang dipengaruhi juga
oleh :
1. Pengalaman,

yaitu

suatu cara untuk memperoleh

kebenaran

pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain.


Hal

tersebut

dilakukan

dengan

cara

pengulangan

kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang


dihadapi. Bila berhasil maka orang akan menggunakan cara tersebut
dan bila gagal tidak akan mengulangi cara itu.
2. Pendidikan, yaitu makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru
yang diperkenalkan (Notoatmodjo 2005).
Usia remaja sering kali menimbulkan berbagai persoalan dari berbagai
sisi, karena pada masa ini remaja selalu ingin mencoba-coba apa yang
diketahuinya. Salah satu diantaranya adalah seperti menikah di usia
muda karena keterlanjuran berhubungan seks yang menyebabkan suatu
kehamilan. Padahal, dampak pernikahan dini sangatlah berbahaya bagi
remaja itu sendiri baik secara psikis ataupun secara fisik. Pada usia di
bawah 20 tahun keadaan organ reproduksi belum sepenuhnya matang
dan masih dalam tahap pertumbuhan. Masa ini disebut dengan istilah

masa reproduksi muda artinya meskipun dapat hamil dan melahirkan


akan tetapi sebenarnya tubuh belum siap untuk hamil (Manuaba, 2008).
Resiko kesehatan yang harus dihadapi perempuan saat persalinan antara
lain dapat terjadi Disproporsi Sefalo Pelvik yang akan berdampak pada
ibu, yaitu: Persalinan lebih lama, ketuban pecah dini, serta kepala tidak
mau turun padahal ketuban sudah pecah maka bisa terjadi tali pusat
menumbung, sedangkan dampak yang terjadi pada bayi, yaitu :
persalinan lama dapat meningkatkan kematian bayi, fraktur pada tulang
kepalaoleh tekanan yang hebat. (Mochtar 2008). Selain itu resiko
kesehatan yang harus dihadapi perempuan adalah aborsi, anemia, Intra
Uteri Fetal Death, premature, kekerasan seksual, atonia uteri, cancer
servik (Manuaba 2008). Selain ketidaksiapan fisik seperti di atas, remaja
juga belum siap secara psikis untuk menikah, karena pada usia remaja
emosi masih labil, remaja masih kurang mampu untuk bersosialisasi dan
adaptasi, dikarenakan ego remaja yang masih tinggi serta belum
matangnya sisi kedewasaan untuk berkeluarga sehingga banyak
ditemukanya kasus perceraian yang merupakan dampak dari mudanya
usia untuk menikah. Hal inilah yang menyebabkan berbagai dampak
negatif akibat adanya pernikahan dini.
Berbagai dampak pernikahan dini baik secara fisik ataupun secara psikis,
masyarakat

pada

umumnya

tidak

menghendaki

remaja

mereka

melakukan kegiatan seksual sebelum menikah. Oleh sebab itu, mereka


sering menganggap tabu jika berbicara masalah seks dengan para
remaja. Sedangkan dari segi psikologisnya pembicaraan mengenai seks
dalam keluargaitu tabu karena pembicaraan itu dianggap sebagai
dorongan naluri seksual yang bertentangan dengan dorongan moral
yang ada dalam super ego sehingga harus ditekan, tidak boleh
dimunculkan pada orang lain dalam bentuk tingkah laku terbuka
(Sarwono, 2006).

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 29-31 Mei 2012, maka
penulis menyimpulkan bahwa gambaran pengetahuan remaja putri
tentang dampak pernikahan dini pada kesehatan reproduksi siswi kelas
XI di SMK Batik 2 Surakarta yaitu sebanyak 16 responden (26,67%)
berpengetahuan baik, 35 responden (58, 33%) berpengetahuan cukup,
serta 9 responden (15%) berpengetahuan kurang.
B. Rekomendasi
1. Bagi institusi terkait
Diharapkan Guru Bimbingan Konseling memberikan bimbingan yang
intensif, khususnya mengenai sex education yang bekerja sama
dengan petugas kesehatan, sehingga dari bimbingan tersebut para
siswa diharapkan mampu mengerti mengenai berbagai pengetahuan
tentang dampak pernikahan dini pada kesehatan reproduksi.
2. Bagi Responden
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, para siswi mampu
memahami tentang dampak pernikahan dini pada kesehatan
reproduksi serta mencari informasi tentang dampak pernikahan dini
pada kesehatan reproduksi dan diharapkan para siswa mampu
merencanakan pernikahannya kelak dengan baik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan lagi lebih
lanjut mengenai topik ini.

Anda mungkin juga menyukai