Anda di halaman 1dari 18

PAPER

“SOSIAL BUDAYA KEHAMILAN REMAJA DI INDRAMAYU”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Ibu dan Anak

Disusu Oleh:
I1A019028
Libna Aththohiroh

Nur Indah Wulandari I1A019037

I1A019056
Syifa Nadya Salsabila

Faiz Rizal Baasir I1A019076

I1A019112
Fahira Audina Putri

KELAS B / kelompok 7

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2020
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan dari pubertas ke masa dewasa, yaitu pada
umur 11-20 tahun. WHO menyatakan hampir 1,2 miliar atau 20% populasi dunia
adalah remaja berusia 10−19 tahun, 85% diantara merupakan penduduk negara
berkembang. Populasi remaja di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Pada masa ini seseorang akan mulai menjadi matang dengan
menunjukkan ciri- ciri seks sekunder. Sehingga mulai muncul adanya ketertarikan
kepada lawan jenis, dan terjadilan pernikahan. Dalam usia remaja, di Indonesia
banyak dijumpai pernikahan dan memiliki prevalensi yang tinggi. Pernikahan
pada usia remaja sampai saat ini masih banyak ditemukan baik itu di kalangan
masyarakat adat, maupun pelajar sekolah. Pada 2018, dari total 627 juta penduduk
Indonesia, 11,2 persen perempuan menikah di usia 20-24 tahun. Sedangkan
pernikahan perempuan yang berusia kurang dari 17 tahun sebesar 4,8 persen.
Pernikahan anak di bawah usia 16 tahun sekitar 1,8 persen dan persentase
pernikahan anak berusia kurang dari 15 tahun sejumlah 0,6 persen. Secara
akumulasi, satu dari sembilan anak perempuan usia kurang dari 18 tahun menikah
muda.
Dengan tingginya angka pernikahan remaja, tentunya tinggi pula angka
kehamilan remaja. Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada
perempuan dibawah usia 20 tahun pada waktu kehamilannya berakhir. Angka
kejadian kehamilan remaja di Indonesia adalah 48 per 1000 perempuan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, yang mendata perempuan
uasia 10-54 tahun yang sedang hamil, masih didapatkan kehamilan pada usia
sangat muda yaitu kutang dari 15 tahun. Meskipun dengan proporsi yang sangat
kecil (0,02%), terutama di perdesaan (0,03%). Sedangkan, proporsi kehamilan
pada usia 15-19 tahun adalah 1,97%, di perdesaan lebih tinggi dibanding
perkotaan.
Kehamilan remaja di Jawa Barat, tercatat 126 per 1000 remaja telah hamil
dan melahirkan. Kehamilan remaja ini berdampak pada morbiditas dan mortalitas
baik pada ibu maupun bayinya. Berbagai penelitian tentang dampak dari
kehamilan remaja adalah meningkatnya kejadian morbiditas dan mortalitas pada
ibu dua sampai empat kali lipat, persalinan Sectio Caesarea (SC), episiotomi,
vakum, persalinan dengan forceps, Chepalo Pelvic Disproportion (CPD),
eklampsi, abortus, infeksi, fistula urogenital, persalinan prematur, anemia, BBLR
(Bayi Berat Lahir Rendah), kecacatan bayi, dan asfiksia. Selain dampak tersebut
terdapat juga dampak kekerasan dari pasangan, perceraian dan putus sekolah.
Berdasarkan laporan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Dinas Kesehatan
Kabupaten Indramayu tahun 2012 didapatkan data sebanyak 65 remaja melakukan
seks pranikah, sebanyak 48 remaja putri hamil di luar nikah (kehamilan tidak
diinginkan), 172 remaja melahirkan usia <20 tahun, 14 remaja melakukan aborsi,
41 remaja mengalami infeksi menular seksual.
Kabupaten Indramayu mempunyai tradisi yang berkaitan dengan kehidupan
remaja perempuan yaitu budaya menikah muda saat remaja. Pernikahan remaja di
Indramayu yang diikuti dengan terjadinya kehamilan remaja kuat hubungannya
dengan sosial budaya. Masih banyak hal yang perlu dikaji secara mendalam
terkait faktor sosial budaya ini yang diharapkan dapat mengungkap hal baru, baik
dari faktor sosial maupun faktor budaya yang menjadi suatu ciri khas fenomena
kehamilan remaja di Kabupaten Indramayu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka
rumusan masalahnya ialah :
1. Apa pengertian dari remaja, kehamilan remaja, dan dampak dari
kehamilan remaja?
2. Apa faktor sosial yang berhubunagan dengan kehamilan remaja di
Kabupaten Indramayu?
3. Apa faktor budaya yang berhubungan dengan kehamilan remaja di
Kabupaten Indramayu?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari remaja, kehamilan remaja, dan dampak
dari kehamilan remaja.
2. Untuk mengetahui faktor sosial yang berhubungan dengan kehamilan
remaja di Kabupaten Indramayu.
3. Untuk mengetahui faktor budaya yang berhubungan dengan kehamilan
remaja di Kabupaten Indramayu.
1.4 Manfaat
1. Dapat menambah khasanah keilmuan tentang kesehatan reproduksi
remaja, khususnya kehamilan pada kehamilan remaja.
2. Dapat memberikan informasi mengenai faktor sosial yang berhubungan
dengan kejadian kehamilan remaja di Kabupaten Indramayu.
3. Dapat memberikan informasi mengenai faktor budaya yang berhubungan
dengan kejadian kehamilan remaja di Kabupaten Indramayu.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Remaja


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja
adalah seseorang dalam rentang usia 10-18 tahun. Sedangkan menurut WHO,
remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-20 tahun. WHO membagi kurun
usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun, serta remaja akhir
15-20 tahun. Pada masa tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan
kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan remaja
awal (early adolescent) mulai 11-13 tahun, remaja madya (middle adolescent) dari
14-16 tahun, dan remaja akhir (late adolescent) 17-21 tahun (Soetjaningsih, 2004).
Masa remaja adalah masa peralihan dari pubertas ke dewasa, yaitu pada
umur 11-20 tahun. Pada masa ini, mulai terbentuk perasaan identitas individu,
pencapaian emansipasi dalam keluarga dan usahanya untuk mendapatkan
kepercayaan dari ayah dan ibu. Perkembangan fisik merupakan tahapan yang
akan dilalui remaja, perkembangan fisik salah satunya yaitu terjadi ketika alat
kelamin manusia telah mencapai kematangannya atau secara ilmu faal alat-alat
kelamin pria dan wanita sudah berfungsi secara sempurna, bisa membuahi untuk
alat kelamin laki-laki dan dapat dibuahi untuk alat kelamin perempuan, hal ini
berlaku apabila tidak ada gangguan pada alat reproduksinya (Sarwono, 2011).
2.2 Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan
dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya
bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan
atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester,
dimana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu
ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2014).
2.3 Kehamilan Remaja
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada usia remaja (kurang
dari 20 tahun) (Depkes RI, 2007). Wanita yang hamil pada usia 15-19 tahun
mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi kehamilan dan
persalinan (UNICEF, 2001). Wanita kurang dari 20 tahun organ-organ
reproduksinya belum berfungsi dengan sempurna sehingga bila terjadi kehamilan
dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi (Faser dalam
Kusumawati, 2006).
2.4 Dampak Kehamilan Remaja
2.4.1 Pada kehamilan yang dipertahankan
a. Kehamilan pada usia remaja bisa menimbulkan kesulitan dalam
persalinan seperti perdarahan bahkan bisa sampai kematian.
b. Risiko Psikis dan Psikologis
Terdapat kemungkinan seorang remaja dengan kehamilan tidak
direncanakan akan menjadi ibu tunggal karena ditinggalkan oleh
pasangan. Apabila terjadi pernikahan, dampak yang akan ditanggung
adalah konflik dalam rumah tanggal karena belum siap mental untuk
memikul tanggung jawab sebagai orang tua. Selain itu, pasangan
muda terutama pihak perempuan akan dibebani oleh berbagai
perasaan yang tidak nyaman seperti dihantui rasa malu yang terus
menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa, depresi atau tertekan,
pesimis, dan lain-lain. Bila tidak ditangani dengan baik, maka
perasaan-perasaan tersebut dapat menjadi gangguan kejiwaan yang
lebih berat.
c. Risiko Sosial
Salah satu risiko sosial adalah berhenti atau putus sekolah atas
kemauan sendiri karena rasa malu atau cuti melahirkan. Kemungkinan
lain dikeluarkan dari sekolah. Hingga saat ini, masih banyak sekolah
yang tidak memberi toleransi kepada siswi yang hamil. Risiko sosial
lain yaitu menjadi objek pembicaraan, kehilangan masa remaja yang
seharusnya dinikmati, dan terkena cap buruk karena hamil di usia
remaja. Kenyataan di Indonesia, kehamilan remaja masih menjadi
beban orang tua.
d. Risiko Ekonomi
Merawat kehamilan, melahirkan, dan membesarkan bayi atau anak
membutuhkan biaya yang besar.
2.4.2 Pada kehamilan yang diakhiri (aborsi)
Banyak remaja memilih untuk mengakhiri kehamilan (aborsi).
Aborsi bisa dilakukan secara aman, apabila dilakukan oleh dokter.
Sebaliknya, aborsi tidak aman apabila dilakukan oleh dukun atau cara-
cara yang tidak benar atau tidak lazim. Aborsi dapat mengakibatkan
dampak negatif secara fisik, psikis, dan sosial terutama bila dilakukan
secara tidak aman.
a. Risiko Fisik
Perdarahan dan komplikasi merupakan salah satu risiko aborsi.
Aborsi yang berulang selain bisa mengakibatkan komplikasi juga
dapat mengakibatkan kemandulan. Aborsi yang dilakukan secara tidak
aman dapat berakibat fatal yaitu kematian.
b. Risiko Psikis
Pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan takut,
panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses aborsi dan
kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah, atau dosa akibat aborsi
bisa berlangsung lama. Selain itu, pelaku aborsi juga sering
kehilangan rasa percaya diri.
c. Risiko Sosial
Ketergantungan pada pasangan seringkali menjadi lebih besar
karena perempuan merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami
kehamilan dan aborsi. Selanjutnya remaja perempuan lebih sukar
menolak ajakan seksual pasangannya. Risiko lain adalah putus
pendidikan sehingga masa depan terganggu.
d. Risiko Ekonomi
Dalam melakukan aborsi diperlukan biaya yang tidak sedikit, dan
seperti yang kita tahu aborsi sangat berpotensi dengan komplikasi
yang tentu akan memerlukan biaya tambahan untuk menanganinya.

2.5 Faktor Sosial kehamilan remaja


Kehamilan pada remaja menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian
baik, dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, tokoh
masyarakat, tenaga pengajar dan orang tua. Banyak faktor yang menyebabkan
kehamilan pada remaja lebih khusunya faktor seperti terjadinya pernikahan dini,
pergaulan serta pengaruh dari komunitas sosial yang ada dalam lingkungan
pertumbuhan remaja itu sendiri.
Faktor sosial terkadang menjadi faktor yang lebih mendominasi ketimbang
faktor yang lainnya meskipun tidak menutup kemungkinan ada faktor yang sama
kuatnya seperti faktor budaya yang pada dasarnya adalah hasil karya karsa
manusia terdahulu menjadi sebuah petokan atau panutan bagi yang hidup
dikemudian hari dan hal tersebut masih dijaga serta dilestarikan karena merasa hal
tersebut masih dinilai relevan dan membawa manfaat sehingga perlu tetap
dilaksanakan demi menjaga keberlangsungan hidup kelompok yang memiliki
budaya tersebut. Meskipun begitu faktor sosial juga membawa dampak atau
pengaruh yang cukup besar. Menurut penelitian Dian Fitriyani (2020) faktor
tersebut dianataranya adalah stigma masyarakat, cara asuh atau kontrol dari
keluarga dan beberapa faktor yang lainnya.
Faktor sosial yang pertama adalah stigma masyarakat. Kehamilan pada
remaja terkadang lekat dengan stigma. Suatu anggapan negatif yang melekat pada
seseorang yang diberikan oleh suatu kelompok yang ada disekitarnya atau yang
ada di lingkungan sosialnya karena dianggap tidak sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Menurut penelitian Dian Fitriyani (2020) stigma merupakan suatu anggapan
negatif disini yaitu adanya anggapan perawan tua yaitu apabila remaja perempuan
yang belum menikah dianggap sebagai perawan tua yang tidak laku, adapun
anggapan perawan tua menurut responden ada yang menyebutkan usia diatas 17
tahun, diatas 20 tahun dan diatas 30 tahun. Hal ini tentu memunculkan masalah
baru baik secara psikologi dari remaja maupun dari segi kesehatan reproduksi
remaja, terlebih lagi jika remaja tersebut hamil setalah dilakukannya pernikahan
yang terbilang cukup dini tersebut.
Kontrol keluarga di masyarakat sangat memengaruhi orang tua dan keluarga
dalam mengambil sikap, sosial budaya dan adat istiadat sangat kental di
masyarakat desa, dan seluruh lapisan masyarakat desa di tuntut untuk mematuhi
aturan atau norma tak tertulis tersebut, yang sudah menjadi kebiasaan turun
temurun, dan dianggap tabu apabila melanggarnya dan akan mendapat sanksi
sosial dimasyarakat, namun kontrol sosial tersebut ada yang berdampak positif
dan ada yang berdampak negatif bagi remaja, dan orang tua atau keluarga sangat
memegang peranan penting dalam mengambil suatu keputusan ( Dian dkk, 2020).
Dari kontrol keluarga dapat diambil inti, yaitu ketika hidup dimasyarakat keluarga
harus mengikuti apa yang berlaku di masyarakat dan itu berpengaruh terhadap
pola sosial dalam keluarga, bagimana cara mendidik, memberlakukan anak,
memberikan informasi terkait segala sesuatu yang ada di masyarakat melalui
komunikasi yang tentunya ditentukan oleh keluarga atau orang tua dari remaja itu
sendiri. Hal ini tentu dapat berbahaya apabila mendukung atau mengarahkan
remaja untuk melakukan pernikahan dini yang nantinya dapat berujung kepada
kehamilan dini yang tentunya berbahaya bagi remaja itu sendiri dan bagi bayi
yang dikandungnya.
Kemudian berdasarakan penelitian Sinta Nuryati (2017) menyebutkan adanya
faktor sosial seperti media sosial, tekanan dari teman sebaya dan pasangan dan
faktor pribadi seperti kontrol diri terhadap dorongan seksual yang dimiliki. Benar
saja, berdasarkan survei awal Januari 2016 Sinta Nuryanti dkk pada tiga SMA di
kota Bogor, didapati 6 dari 10 remaja kurang memahami tentang aktivitas seksual
yang dapat berisiko terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Media
sosial sekarang juga tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat tidak terkecuali
kalangan remaja. Remaja memiliki akses serta kemampuan yang lebih mempuni
daripada golongan usia yang diatasnya sehingga mereka dapat lebih leluasa untuk
mencari informasi, ilmu serta hal yang lain yang dibutuhkan di internet atau di
sosial media. Tentunya tidak terkecuali dengan hal yang dapat berpengaruh buruk
terdahapnya.
Pornografi adalah hal yang sering menjadi permasalahan dalam pengaksesan
sosial media bagi remaja. Pada jaman sekarang banyak media bebas sensor
menjadi lahan subur bagi perkembangan materi-materi seks, terutama yang berbau
porno. Kemudahan dan fasilitas seperti yang disediakan internet pun menjadikan
sajian-sajian seksual di internet sangat variatif. Internet tidak hanya menampilkan
materi seks porno dalam bentuk gambar-gambar diam saja, tetapi ada juga yang
menampilkan gambar bergerak lengkap dengan suaranya, potongan video klip
dengan durasi pendek sampai yang panjang. Terkadang hal tersebut malah
dibenarkan oleh para remaja yang menggangap hal tersebut adalah hal tabu.
Padahal pada kenyataanya hal tersebut sangatlah merusak baik, fisik, psikis dan
bahkan dapat menimbulkan salah persepsi terhadap seks. Hal ini yang perlu
menjadi perhatian tidak hanya bagi remaja namun juga orang tua. Orang tua harus
dapat melakukan kontrol terhadap anaknya namun jangan mengekang, ini adalah
sebuah tantangan bagi orang tua. Namun, disisi lain ini dapat menjadi keuntungan
bukan hanya untuk anak atau remaja dan orang tua bahkan dapat mendatangkan
keuntungan untuk negara karena dengan berhasilnya hal tesebut maka diharapkan
angka kematian ibu dapat ditekan dan juga angka kelahiran juga dapat
dikendalikan sehingga tidak menyebabkan ledakan penduduk yang dapat
menambah masalah yang sudah ada dan belum terselesaikan.
Kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada evaluasi diri dan
perilaku remaja, sehingga untuk memperoleh penerimaan kelompok, remaja
berusaha menyesuaikan diri secara total dalam berbagai hal seperti model pakaian,
gaya rambut, status orang tua, selera musik, dan tata bahasa, sering kali
mengorbankan individualitas dan tuntutan diri. Berbagi pengalaman kisah
maupun curahan hati tentang pengalaman seksual bersama pacar sering dilakukan
remaja pada kelompok teman sebayanya. Dengan demikian teman sebaya dapat
mempengaruhi perilaku seksual pada remaja. Hal ini menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah pada
remaja. Maka dari itu, diharapkan remaja dapat memilih pergaulan atau teman
sebaya yang dapat membawa manfaat bukan hanya sekedar untuk bermain. Selain
itu, orang tua juga bisa mengambil peran guna melakukan monitoring atau
pengawasan agar perilaku anak dapat diluruskan ketika ada penyimpangan yang
terjadi. Bahkan lebih baik lagi apabila dapat mencegah penyimpangan tersebut.
Pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai
hubungan berdasarkan cinta. Berpacaran merupakan suatu hubungan yang tumbuh
di antara anak laki-laki dan perempuan menuju kedewasaan. Pacaran merupakan
masa pencarian pasangan, penjajakan, dan pemahaman akan berbagai sifat yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan. Disebut pula sebagai masa penjajakan
ketika masing-masing pihak mencoba untuk saling mengerti kepribadian
pasangannya. Hal ini terjadi sebelum mereka melanjutkan hubungan lebih jauh
lagi ke jenjang pernikahan.
2.6 Faktor Budaya Kehamilan Remaja di Indramayu
Budaya adalah perilaku yang dipelajari dari sekelompok orang yang secara
umum dianggap sebagai tradisi masyarakat di tempat tersebut dan diturunkan dari
generasi ke generasi (Ki Hajar Dewantara).
2.6.1 Budaya Pernikahan Dini
Pernikahan dini merupakan adalah pernikahan di bawah umur yang
disebabkan oleh factor social, ekonomi, budaya, factor orang tua, factor diri
sendiri dan tempat tinggal. UU nomor 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat (1)
menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita
sudah mencapai umur 19 tahun”
Kabupaten Indramayu mempunyai tradisi yang berkaitan dengan
kehidupan remaja perempuan yaitu budaya menikah muda. Terdapat suatu
anggapan negatif yang melekat pada seseorang oleh suatu kelompok karena
dianggap tidak sesuai dengan norma yang ada di masyarakat sekitar.
Anggapan negatif disini yaitu adanya anggapan perawan tua yaitu apabila
remaja perempuan yang sudah berusia diatas 20 tahun yang belum menikah
dianggap sebagai perawan tua yang tidak laku. Anggapan negatif dari
masyarakat akan berdampak pada para orang tua akan menyuruh anaknya
untuk segera menikah, tanpa melihat kesiapan fisik, psikologis atau mental
dari seorang anak tersebut, dan adanya anggapan nilai janda muda lebih baik
di bandingan dengan remaja yang belum menikah, karena dianggap tidak
laku.
Terdapat pula “pasar jodoh” yaitu para remaja putra dan putri berkumpul
disuatu tempat untuk bertemu menjadi ajang pergaulan. Pasar jodoh ini
terletak di kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Tradisi ini
diperuntukkan bagi mereka yang ingin berumah tangga. Namun, seiring
perkembangan zaman, tradisi ini justru diselewengkan hingga menabrak
norma-norma masyarakat. Pemuda-pemudi yang menghadiri tradisi jaringan
niatnya hanya bersenang-senang bukan mencari pendamping hidup.
Menurut penelitian Dian Fitryani (2020) mengenai factor norma keluarga
yang mempengaruhi pernikahan remaja perempuan di Indramayu salah
satunya adanya Role Model, yaitu orang yang dihormati dan dijadikan
contoh model untuk membuat keputusan, seorang remaja lebih cenderung
untuk mengikuti dan mencontoh tindakan orang dewasa, dalam rangka
mencari jatidiri, orang yang biasanya dijadikan contoh yaitu yang orang tua
dan orang terdekat yang menjadi panutan. Nikah muda sudah menjadi budaya
masyarakat Kabupaten Indramayu, dan menjadi hal yang lumrah, remaja yang
menikah muda biasanya dilatar belakangi oleh riwayat orang tua mereka yang
menikah muda juga.
Setiap keluarga mempunyai nilai atau aturan yang dipegang dan dimiliki
oleh setiap keluarga, dan mempunyai peranan penting dalam pembentukan
sikap seorang remaja, norma keluarga bisa berdampak positif ada pula yang
negatif, berdampak positif pada saat keluarga membuat peraturan keluarga
yang baik sesuai dengan nilai-nilai dan diikuti oleh seluruh anggota
keluarganya, namun ada hal yang berdampak negative ketika remaja merasa,
dikekang, dilarang dan aggapan “orang tua yang kolot” sehingga ada
keenderungan remaja untuk melanggarnya, dan biasanya remaja yang
melanggar norma dikeluarga akan berdampak “kehamilan di luar nikah”,
karena rendahnya kontrol orang tua.
Norma keluarga pada orang tua di Kabupaten Indramayu masih kental,
dengan adanya beberapa larangan dari orang tua terhadap remajanya, bagi
remaja putri seperti tidak diperbolehkan berduaan dengan lawan jenis, tidak
diperkenankan keluar malam, di wajibkanya pendidikan sekolah agama,
namun norma keluarga sering tidak diikuti di karenakan kurangnya kontrol
dari orang tua.

2.6.2 Tradisi Luru Duit


Tradisi luru duit merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun
yang dilakukan salah satunya di Desa Bong. Luru duit di Indramayu terlihat
sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat. Dalam arti, ia sudah
dilakukan oleh hampir sebagian besar anggota masyarakat. Luru duit
bermakna bekerja untuk mencari nafkah/uang. Luru duit dilatarbelakangi oleh
motif untuk memiliki kekayaan serta meningkatkan status sosial, khususnya
oleh orang tua di sana. Dukungan, serta peran serta orang tua, merupakan
salah satu faktor yang melanggengkan kebiasaan tersebut. Bagi orang tua,
luru duit bukan sebauh aib untuk keluarga, namun mereka justru bangga
apabila anaknya berhasil dalam luru duit.
Oleh karena itu, sejak masa kanak-kanak, mereka sudah ditanamkan nilai
untuk tidak malu menjadi pekerja seks. Karena apabila berhasil, mereka akan
mampu merubah garis nasib, sekaligus menyenangkan orang tuanya. Orang
justru dikatakan ‚bodoh manakala mereka tidak mau menjual anak
perempuanya (Sulistyo Budiarto dan Koentjoro, 2017)
Salah satu ciri yang paling menonjol dalam usaha untuk mencapai
kekayaan tersebut adalah adanya pelibatan anak-anak dalam luru duit.
Aktivitas luru duit itu dilakukan ketika anak-anak masih berusia remaja,
yakni pada rentang antara usia 12– 16 tahun. Mayoritas dari perempuan yang
melakukan luru duit hanya menyelesaikan pendidikan formalnya setingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bahkan banyak di antara mereka yang
hanya mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD). Orang tua
memiliki peran yang cukup besar pada pelibatan anak dalam luru duit
tersebut. Karakteristik khas lain dalam luru duit dapat dilihat dari latar
belakang status pernikahan perempuan pelakunya. Meskipun masih berusia
belia, mayoritas dari mereka sudah bersatus cerai dari pasangannya. Dengan
demikian luru duit merupakan tradisi untuk melacurkan anak dan anak-anak
tersebut menjalani hidup di dunia prostitusi sebagai sebuah pekerjaan yang
berisko dapat menimbulkan kehamilan pada remaja tersebut.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Remaja merupakan masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa. Dalam
masa ini remaja banyak mengalami perubahan baik fisiologi, anatomi maupun
psikologi. Seiring dengan perubahan ini sebenarnya diperlukan pendampingan
agar remaja dapat melewati nya dengan baik. Selain itu banyak faktor lain yang
mempengaruhi perilaku remaja, salah satunya sosial dan budaya.
Salah satu isu permasalahan remaja di Indonesia adalah kehamilan remaja. Di
Jawa Barat sendiri tercatat 126 per 1000 remaja telah hamil dan melahirkan.
Kehamilan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk kemiskinan, sosial
ekonomi dan budaya, norma serta keyakinan, pendidikan yang rendah (remaja dan
orangtua) dan lain sebagainnya (Legawati, Nugraheni: 2019).
Faktor sosial dan faktor budaya merupakan fenomena yang ada dalam
masyarakat yang menjadi salah satu penyebab kehamilan remaja. Hal ini seperti
stigma yang mempengaruhi pola pikir masyarakat, selain itu adanya budaya
sebagai perilaku turun temurun di dalam suatu masyarakat yang menjadikannya
sebagai tradisi. Seperti yang dapat kita lihat di Kabupaten Indramayu yang
berkaitan dengan faktor sosial budaya penyebab kehamilan remaja. Adanya
anggapan negatif terkait perempuan diatas 20 tahun yang belum menikah
dianggap perawan tua yang tidak laku berpengaruh pada mindset orang tua untuk
mendorong anaknya agar segera menikah. Selain itu adanya pasar jodoh dan
tradisi luru duit yaitu pemaknaan dari bekerja mencari uang untuk meningkatkan
status sosial dengan segala cara seperti menjadi pekerja seks komersil dengan
melibatkan remaja yang tentu hal ini sangat berperan dalam terjadinya kehamilan
remaja yang memiliki resiko untuk terjadinya komplikasi serta segala dampak
fisik, psikis, sosial dan ekonomi yang akan ditimbulkannya yang tentu akan
berpengaruh terhadap status kesehatan dan kualitas sumber daya manusia
Indonesia kedepannya.

3.2 Saran
Dengan meninjau adanya faktor sosial budaya yang berperan dalam
kehamilan remaja di Indramayu perlu adanya upaya penanganan, salah satunya
dengan intervensi KIE (Komunikasi ,Informasi, Edukasi) yang dilakukan oleh
seluruh aspek yang ada dalam masyarakat daerah tersebut meliputi tokoh
masyarakat, tokoh agama, organisasi atau komunitas lokal, tenaga kesehatan,
pemerintah serta pihak lain yang dapat mendukung upaya ini. Hal ini bertujuan
untuk dapat mengurangi praktek negatif serta nilai yang tidak mendukung
kesehatan reproduksi khususnya pada remaja dengan meluruskan pemahaman-
pemahaman yang berkembang dalam masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Ahinkorah et al. 2019. Examining Pregnancy Related Socio-Cultural Factors
Among Adolescent Girls in the Komenda-Edina-Eguafo-Abrem
Municipality in the Central Region of Ghana: A Case-Control Study.
Frontiers in Public Health: Volume 7.
Aprianti, dkk. 2018. Fenomena Pernikahan Dini Membuat Orang Tua dan
Remaja Tidak Takut Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. 13(1): 61 – 73.
Fitriyani, Dian, Gaga Irawan Nugraha , Farid Husin , Johanes C Mose , Deni K
Sunjaya , Hadyana Sukandar. 2015. Kajian Kualitatif Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Pernikahan Remaja Perempuan. IJEMC. Volume 2
No. 3, September 2015.
Janah, L. U. 2016. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Pada Ny. Y Tm Iii Di Bpm Ny. L
Kecamatan Mijen Kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, Fakultas
Kedokteran UNISSULA).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Situasi Kesehatan Reproduksi
Remaja. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kiftia, M., Maulina, M., & Rizkia, M. 2020. 5. Menstrual Hygiene Practice
Among Female Adolescents In Boarding School. Jurnal Medika
Veterinaria, 14(1).
Nuryati, Sinta, Dedes Fitria. 2017. Hubungan Faktor Sosial Dan Kontrol Diri
Dengan Perilaku Aktivitas Seksual Berisiko Kehamilan Tidak Di
Inginkan Pada Remaja Sma Di Kota Bogor. Jurnal Kebidanan. Volume
3, Nomor 4, Oktober 2017 : 184-189.
Pot Henneke. 2019. INGO Behavior Change Projects: Culturalism and Tennege
Pregnancies in Malawi. University of Oslo. Medical Anhropology:
Volume 38 No. 4, 327-341.
Pramita Sari, Desi, Trisna Yuni Handayani, Kefin Yolanda. 2019. Analisis Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kehamilan Remaja Di Kota Batam Tahun
2019. Journal Of Midwifery. Volume 7 Nomor. 2 Oktober 2019.
Sari, Danita. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kehamilan Pada
Usia Remaja Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun
2014. Arkesmas 1(1).
Tovera Salvador, Jordan, PhD, RN, Ben Ryan Jucay Sauce, MN, RN, RM, Marc
Oneel Castillo Alvarez, MAN, RN, RM, Ahrjaynes Balanag Rosario,
MAN, RN. 2016. The Phenomenon of Teenage Pregnancy in the
Philippines. University of Dammam, Kingdom of Saudi Arabia.
European Scientific Journal. Vol.12, No.32 ISSN: 1857 – 7881.
November 2016.

Anda mungkin juga menyukai