Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUBUNGAN KEHAMILAN IBU DI USIA MUDA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI


ANAK
Disusun untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia
Dosen pengampu: Shinta Rosiana S.Pd.,M.Pd

Disusun oleh :
Mina pebraian 0200220022
Puput putriani 0200220010
Elzen novarina 0200220018

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


STIKes RESPATI TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang mana telah memberi kita taufiq dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah karya tulis ilmiah yang berjudul
“HUBUNGAN KEHAMILAN IBU DI USIA MUDA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSI
ANAK”. Solawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan
terang benderang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami khususnya,
dan segenap pembaca umumnya. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada ibu Shinta Rosiana S.Pd.,M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah bahasa
Indonesia.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, dan kami juga sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk bahan pertimbangan perbaikan makalah

Tasikmalaya,12 Desember 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Prevalensi gangguan emosional dan perilaku pada anak usia prasekolah


cukup tinggi yaitu 34,10%. Salah satu faktor masalah perkembangan emosi
anak yaitu usia ibu ketika hamil. Hasil dan Metode: Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan kehamilan di usia muda dengan perkembangan
emosi anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini menggunakan desain historical cohort.
Subyek penelitian yaitu semua ibu hamil yang hamil tahun 2012-2014 di
wilayah kerja Puskesmas Sewon II Bantul Indonesia.
Sampel penelitian ini berjumlah 74 repsonden. Variabel Independen yaitu
perkembangan emosi anak diukur menggunkan kuesioner SDQ. Variabel
dependen yaitu usia ibu diukur menggunakan kuesioner. Variabel luar yaitu
jumlah anak, jenis kelamin, pendidikan ibu ayah, pola asuh, dan pendapatan
diukur menggunakan kuesioner.
Analisis yang digunakan yaitu chi square dan multipel regresi logistik. Hasil
menunjukan bahwa terdapat hubungan kehamilan di usia muda dengan
perkembangan emosi anak usia 3-5 tahun. Anak usia 3-5 tahun yang lahir dari
ibu yang hamil di usiamu dan mempunyai peluang 80 % mengalami gangguan
perkembangan emosi disbanding ibu usia dewasa. Saran agar remaja, keluarga,
dan tenaga kesehatan memperhatikan usia ketika hamil supaya dapat
menghindari gangguan emosi anak usia 3-5 tahun dengan membuat program
hamil di usai 20- 35 tahun.

1.1. Rumusan Masalah

A. Apa dampak kehamilan di usia muda?


B. Bagaimana cara memahami perkembangan emosi pada anak usia dini?
1.2. Tujuan
A. Berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayinya, juga dapat
berdampak sosial dan ekonomi.
B. Membantu anak memahami emosi pada anak usia dini dan
Mengajarkannya.
1.3. Manfaat
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah
2. Bagi kampus stikes respati pada program study D3 kebidanan sebagai salah
satu sumber daya manusia dibidang kesehatan, bidan merupakan orang yang
berhubungan langsung dengan kehamilan ibu di usia muda dan
perkembangan emosi pada anak
3. Membantu memahami emosi pada anak usia dini dan Mengajarkan nya
BAB II
PEMBAHASAN
2. KAJIAN TEORITIS
2.1.1 Kehamilan Ibu di usia muda
Perkawinan usia dini saat ini memang dipicu oleh berbagai hal dan merupakan
sebuah bukti kurangnya kesadaran masyarakat dan pengetahuan akan hal ini.
Tentunya, perkawinan dini menyebabkan angka kehamilan usia dini meningkat.
Terdapat beberapa faktor penyebab kehamilan usia dini diantaranya minimnya
pengetahuan biologis tentang resiko hamil usia dini baik anak ataupun orang tua,
akibat seks bebas, dan lain sebagainya. Kehamilan usia dini akan berdampak pada
perubahan tubuh seorang wanita seperti panggul dan rahim yang tentu secara medis
belum siap untuk dibuahi.

2.1.2 Faktor-faktor Penyebab Kehamilan Usia dini

ada beberapa hal yang mendukung suatu masalah tersebut terjadi


baik faktor eksternal maupun faktor eksternal. Begitupula dengan faktor
penyebab kehamilan usia dini. Faktor-faktor tersebut sangat
memungkinkan sebagai penyebab kehamilan usia dini. Beberapa faktor
berikut ini dapat dikatakan sebagai faktor yang berkontribusi terjadinya
kehamilan usia dini:
1) Faktor Kemiskinan
Faktor kemiskinan di negara berkembang sangat
memungkinkan untuk mendukung kehamilan usia dini. Pada
keluarga miskin tentunya memiliki kesempatan untuk menikah
pada usia muda karena kurangnya pendapatan dan biaya hidup
sehari-hari. Kondisi ini mengharuskan seorang anak remaja
untuk menikah dalam usianya yang masih muda agar beban
orangtua menjadi lebih ringan.
2) Pergaulan dan seks bebas
Selain faktor kemiskinan, faktor ini sangat memicu terjadinya
kehamilan usia dini diluar pernikahan. Kebiasaan bergaul
yang tidak ada batasan sama sekali sangat memungkinkan
remaja melakukan hubungan seks bebas. Terlebih jika
dibawah pengaruh alkohol dan obat-obatan terlarang. Usia
remaja memang sangat rentan akan pengaruh buruk dari luar
apalagi kurangnya pendidikan moral dan prinsip agama yang
kuat.
3) Faktor Sosial Budaya
Pada umumnya, usia normal untuk menikah yang adalah 18
tahun. Pada usia ini rahim dan tubuh seorang wanita sudah
siap untuk melakukan reproduksi. Faktanya di Indonesia, usia
yang dilegalkan untuk menikah sesuai dengan undang-undang
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 adalah 16
tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki. Jika melihat
pada rentang usia tersebut, tentunya usia 16 tahun dapat
dikatakan terlalu dini untuk menikah.
4) Pendidikan
Baik pendidikan formal maupun pendidikan informal sangat
berpengaruh pada penyebab kehamilan usia dini. Kurangnya
pendidikan moral dan agama dari orangtua menjadi faktor
terjadinya pernikahan usia dini. Faktor ini juga dikarenakan
dari kurangnya pendidikan disekolah mengenai informasi
tentang masalah reproduksi dan akibat pergaulan bebas.
5) Pelecehan Seksual
Faktor ini terbilang kasar, namun ini menjadi salah satu
penyebab dari kehamilan usia dini. Pelecehan seksual seperti
pemerkosaan selain membuat trauma bagi korban, namun juga
meninggalkan bekas bagi korban yaitu kehamilan. Bagi
korban pelecehan seksual hal ini mungkin terbilang menjadi
hal yang sangat menyedihkan untuk menerima kenyataan itu.

2.1.3 Resiko kehamilan Usia Dini


Kehamilan usia dini mempunyai resiko yang sangat berat bagi si
ibu. Karena, emosional ibu hamil usia dini belum stabil dan mudah
tegang. kecacatan kelahiran bisa saja terjadi saat dalam kandungan,
karena timbulnya rasa penolakan saat si ibu mengandung janinnya.
Resiko yang timbul baik faktor sosial  ataupun kesehatan sangat
berdampak pada resiko kehamilan usia dini. Berikut beberapa resiko
dan dampak kehamilan usia dini menurut faktor Kesehatan:
1) Kematiaan ibu dan bayi, Resiko pertama yang terbilang sangat
tinggi adalah kematian ibu hamil usia dini. Resiko ini
umumnya disebabkan oleh banyaknya infeksi dan pendarahan
saat proses melahirkan. Selain itu, kehamilan usia dini sangat
rentan tenjadinya keguguran.
2) Mudah Terinfeksi, kehamilan usia dini tentunya sangat mudah
terinfeksi berbagai virus yang disebabkan oleh keadaan gizi
yang buruk, stress yang berlebihan dan tingkat ekonomi yang
rendah. Virus penyakit dapat mudah menginfeksi ibu hamil
usia dini karena keadaan imun tubuh yang belum kuat saat
hamil. Sehingga ibu hamil usia dini sering mengalami sakit-
sakitan.
3) Keracuna Kehamilan (Gestosis), Keadaan alat reproduksi yang
belum siap serta rahim yang belum siap untuk dibuahi menjadi
faktor terjadinya keracunan kehamilan (gestosis). Keracunan
pada ibu hamil usia muda berbentuk pre-eklampsia atau
eklampsia. Kedua jenis racun tersebut harus benar-benar
diperhatikan dengan serius karena akan menyebabkan resiko
kematian pada ibu hamil usia dini.
4) Anemia Kehamilan, Resiko pada ibu hamil usia dini berikut ini
dapat dibilang faktor internal. Anemia pada ibu hamil usia dini
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang cukup masalah
nutrisi dan gizi yang diperlukan oleh tubuh. Tentunya, saat
hamil, tubuh seorang wanita memerlukan gizi yang cukup
karena sisa makanan yang dimakan oleh ibu hamil akan
diteruskan kepada janinnya untuk mendukung pertumbuhan.
Jika kekurangan zat besi, maka cepat atau lambat tubuh akan
sering lemas dan faktor ini menjadi pemicu ibu hamil
kehilangan sel darah merah. Tentunya, keaadaan tersebut akan
berakibat fatal pada ibu dan janin.
5) Persalinan prematur atau kelainan bawaan pada bayi, Resiko
persalinan prematur atau penyakit kelainan bawaan menjadi hal-
hal yang sangat tidak diinginkan bagi ibu hamil. Pasalnya, bayi
lahir prematur akan memiliki kelainan bawaan baik pada
perkembangan dan pertumbuhan bayi. Kelainan pada bayi yang
dilahirkan prematur pada umumnya memiliki berat badan lahit
rendah (BBLR), cacat bawaan dan telatnya pertumbuhan dan
perkembangan. Ibu dengan usia dini biasanya minim
pengetahuan akan gizi dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
Bahkan ada yang minum obat-obatan yang tidak sesuai dengan
resep bidan atau dokter.
6) Pendarahan yang hebat, Kehamilan usia dini rentang
mengalami pendarahan yang dissebabkan oleh otot rahim yang
terlalu lemam ketika proses evolusi. Pendarahan juga dapat
disebabkan oleh bekuan darah yang tertinggal didalam rahim
(selaput ketubah stosel). Proses pembekuan darah dan dipe
ngaruhi oleh sobekan pada jalan lahir menjadi faktor terjadinya
pendarahan pada ibu hamil usia dini.
7) Proses persalinan yang lama dan sulit, kehamilan usia dini tentu
berpengaruh pada lama dan sulitnya proses melahirkan.
Hal ini umumnya disebabkan oleh kelainan letak janin,
kekuatan mengejan dan kelainan panggul yang belum siap
mengalami proses persalinan. 
8) Pengasingan dalam lingkungan masyarakat, Biasanya seorang
ibu remaja yang hamil pada usia dini diluar nikah akan
mengalami pengasingan dari masyarakat. Maka hal ini akan
menimbulkan rasa trauma dan merasa dikucilkan dari keluarga
dan masyarakat. Hal ini akan menjadi sulit untuk melakukan
hubungan sosial di masyarakat.

2.1.4 Pencegahan Kehamilan Usia dini


Mencegah kehamilan dini agar tidak terjadi merupakan tugas
setiap lapisan masyarakat. Baik faktor internal maupun faktor eksternal
pada lapisan masyarakat. Faktor internal bermula dari lingkungan
keluarga yang menjadi awal pembentukan karakter seorang anak.
Tentunya faktor internal sangat mempengaruhi pada pergaulan seorang
anak. Kurangnya pendidikan moral dan agama dikeluarga ikut serta
dalam proses pembentukan karakter pada anak. Prinsip agama yang
diterapkan oleh orang tua kepada anaknya menjadi faktor penentu
pergaulan anak diluar sana. Pendidikan moral dan prinsip agama yang
kuat akan menghasilkan seorang anak yang jika menginjak remaja akan
memiliki prinsip yang kuat.

Kedua, faktor eksternal yang sangat rentan membentuk prilaku


pada anak. Keadaan lingkungan yang baik akan membentuk kepribadian
seseorang yang baik pula, sebaliknya lingkungan yang tidak baik sangat
berpengaruh juga pada pembentukan kepribadian yang tidak baik pula
terkecuali jika seseoranng itu mempunyai prinsip moran dan agama yang
sangat kuat. Pergaulan bebas yang marak terjadi di masyarakat ini
tentunya berandil besar pada penyebab kehamilan usia dini. Tentunya,
ini menjadi tugas kita semua untuk memerangi dan menjegah terjadinya
pernikahan usia dini bahkan kehamilan usia dini. berbagai cara bisa kita
lakukan untuk mencegah terjadinya kehamilan usia dini. Namun, tidak
adanya kerja sama dalam masyarakat dan dukungan dari pemerintah
menjadi hal yang menyulitkan untuk mencegah kehamilan usia dini.
Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah kehamilan
usia dini, diantaranya:

1) Penanaman pendidikan moral, Pendidikan moral ini dapat


ditanamkan baik dikeluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakat. Pendidikan ini menyangkut pada pendidikan
karakter dan agama yang berjalan beriringan dalam
pembentukan karakter anak. Mengajarkan moral pada anak
untuk tidak bergaul sebebas mungkin yang dapat memicu
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Peran orangtua dalam
memperhatikan pergaulan anak menjadi faktor utama untuk
mencegah kehamilan usia dini.
2) Mengubah tradisi masyarakat, Pada poin ini, kehamilan usia
dini dapat disebabkan oleh tradisi masyarakat yang sudah
berjamur turun temurun yaitu menikah muda. Pasalnya, tradisi
ini membolehkan remaja untuk menikah pada usia masih muda
sekalipun. Karena memandang bahwa wanita hanya akan
mengurus rumah dan anak-anak tanpa peran yang lain sama
sekali. Tradisi ini mengharuskan anak remaja yang mungkin
terbilang masih harus menempuh pendidikan, harus menikah
muda lebih dulu. Mengubah tradisi ini adalah sebuah keharusan
bagi kita semua.
3) Pengunaan Kontrasepsi, Jika Anda sudah menikah pada usia
dini serta belum dikaruniai seorang anak. Maka penggunaan
kontrasepsi sangatlah berguna. Menunda kehamilan sampai
waktu yang sudah matang menjadi cara yang sangat baik untuk
mencegah kehamilan usia dini.

2.2. Perkembangan Emosi Anak

2.2.1 Bayi (Sejak Lahir hingga Usia 2 Tahun)

Bayi yang telah lahir hingga usia 24 bulan dapat mengekspresikan


berbagai emosi dasar, seperti ketidaknyamanan, kesenangan,
kemarahan, ketakutan, kesedihan dan kegembiraan. Di usia
tersebut, bayi sudah dapat mengembangkan keterikatan dengan
orang yang mengasuhnya, seperti orang tua dan juga telah bisa
menunjukkan kecemasan ketika dipisahkan dari orang-orang
penting yang berada dalam hidup mereka.

2.2.2 Balita (Usia 3-5 Tahun)

Dari usia 3 hingga 5 tahun, anak-anak sudah dapat belajar


mengenai kemandirian. Mereka sudah bisa mulai berpakaian,
makan dan menggunakan toilet sendiri, serta juga mulai
mengembangkan keterampilan sosial dengan berteman dengan
orang sekitarnya. Di usia ini, anak akan berbicara terus-menerus
dan mengajukan banyak pertanyaan karena secara kognitif,
rentang perhatian mereka meningkat dan pemahaman mereka
tentang cerita, dan hubungan antara angka dan objek juga
tumbuh.
Dilansir dari First Five Years, secara emosional, anak-anak
dengan usia ini telah mengalami perkemabangan, seperti:
 Mulai mengerti ketika seseorang terluka dan mungkin
mencoba menghiburnya.
 Telah menunjukkan preferensi yang lebih kuat untuk teman
dan bermain hal-hal tertentu.
 Menjadi mandiri dan tegas
 Suka memberi dan menerima kasih sayang.
 Sudah bisa memuji diri sendiri dan membanggakan diri.

2.2.3 Kelas 1 SD (6-7 Tahun)

Kita awali dari tahapan perkembangan emosi anak SD. Rasa


kemandirian anak semakin meningkat di awal sekolah, tapi
semakin membutuhkan perhatian dan persetujuan dari orang tua.
Si Kecil juga mulai memahami kalau hubungan
pertemanan sebenarnya bisa dipengaruhi oleh berbagai hal di luar
kendalinya.
"Di saat ini kala anak mulai mengetahui kapan harus mengontrol
ekspresi emosi sebagaimana juga mereka menguasai keterampilan
regulasi perilaku," jelas dr. Anggia Hapsari, Sp.KJ (K), Dokter
Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Anak & Remaja,
RS Pondok Indah, Tangerang Selatan.
Di akhir kelas 1 SD, berbagai tonggak perkembangan sosial
emosional anak yang umumnya sudah dicapai adalah:
 Mudah bertengkar dan baikan dengan teman, juga mulai
sering berkomentar tentang temannya.
 Mudah tersinggung perasaannya, tapi juga mulai bisa
mengerti perasaan orang lain.
 Selalu ingin menyenangkan orang lain dan selalu ingin jadi
nomor satu.
 Bisa membedakan salah dan benar, dan mulai mencari celah
dalam aturan supaya bisa mendapatkan keinginannya.
 Tumbuh kesadaran akan pandangan orang lain terhadap
dirinya.
 Mulai memahami perasaan malu .
 Bahkan, tahapan perkembangan emosi anak saat ini,
membuatnya mempunyai kemampuan untuk menjadi anak
yang penuh kasih sayang.

2.2.4 Kelas 2 dan 3 SD (7-9 Tahun)

Di usia ini, perkembangan emosi anak mulai terlihat.Mereka punya


beberapa teman baik, tapi hubungan pertemanannya masih mudah
berubah akibat pengaruh berbagai faktor. Si Kecil juga sangat ingin
diterima oleh teman sebayanya dan banyak mencoba berbagai
kepribadian baru untuk tahu mana yang paling cocok untuknya.

Di akhir kelas tiga, sebagian besar anak akan menunjukkan


perkembangan sosial emosional seperti:

 Mulai suka menjadi bagian dari suatu kelompok.


 Bisa membedakan fakta, fiksi, dan fantasi.
 Menunjukkan perubahan emosi ekstrem, tapi cepat kembali
lagi seperti sedia kala.
 Mulai melihat dunia kesehariannya dari berbagai sudut
pandang berbeda.
 Semakin menyadari pandangan orang lain tentang dirinya.
 Mulai berbagi rahasia dan candaan dengan temannya.
 Ingin bersikap baik, tapi belum cermat dalam mengikuti
perintah.
2.2.5 Kelas 4 dan 5 SD ( 9-11 Tahun )

Di kelas empat dan lima, anak mulai menyesuaikan diri dengan


perubahan fisik dan sebagian di antaranya juga ada yang mulai
memasuki masa puber. Dilansir dari Developmental Stages of
Social Emotional Development In Children, pada rentang usia ini
kebutuhan anak untuk diterima sebagai bagian kelompok semakin
besar, sehingga fokusnya lebih besar untuk teman dan
komunitasnya.

Berikut adalah perkembangan sosial emosional lain yang


ditunjukkan anak di akhir kelas 5 SD.
 Lebih bisa mengendalikan emosi , tapi masih sering
mengalami mood swing dan rasa tidak percaya diri.
 Mulai pandai mengatasi konflik dan bernegosiasi.
 Mulai mengetes sejauh mana mereka bisa mengubah
batasan dan aturan yang sudah ada.
 Mulai banyak mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
 Memiliki hubungan pertemanan yang lebih kompleks dan
kuat.
 Lebih banyak aktif di kegiatan dengan teman ketimbang
keluarga.
 Memahami bahwa hubungan pertemanan bukan sekadar
tentang persamaan minat.
 Mulai tertarik pada teman lawan jenis  atau pura-pura
tertarik pada teman lawan jenis agar diterima oleh teman
sebaya.

2.2.6 Kelas 6 SD (11-12 Tahun )

Di tahun terakhir sekolah dasar, bisa dibilang anak berada dalam masa
transisi menjadi seorang remaja. Kemandiriannya semakin matang dan
pengaruh teman pun semakin kuat, sehingga perlu terus didampingi
dan dipantau kondisi sosial emosionalnya.

Beberapa tonggak perkembangan yang ditunjukkan anak kelas 6 SD


di antaranya adalah:
 Sangat peduli dengan pandangan orang lain tentang dirinya,
tapi juga meyakini kalau pengalaman dan emosinya tidak
dialami oleh orang lain.
 Mulai bisa membaca perspektif dan emosi orang lain.
 Mampu menentukan sudut pandang dalam melihat suatu
masalah.
 Mulai bisa mengendalikan reaksinya terhadap suatu hal.
 Mulai bisa menempatkan diri di berbagai situasi dan
lingkungan berbeda.

2.2.7 Perkembangan Emosi Usia anakRremaja (SMP-SMA)

"Ketika anak berusia 12 tahun ke atas, mereka sudah mampu


menganalisis dan mengevaluasi cara mereka merasakan atau
memikirkan sesuatu," tambah dr. Anggia. Begitu juga terhadap orang
lain, anak yang hampir memasuki masa remaja ini, sudah dapat
merasakan bentuk empati yang lebih dalam, Perbedaan dalam
perkembangan emosi membutuhkan perhatian khusus agar anak
memiliki kemampuan meregulasi emosi mereka dengan tepat.
Melansir Raising Children, tahapan perkembangan emosi anak di
usia remaja, seperti:
 Lebih baik dalam perencanaan tujuan.
 Dapat mengerjakan tugas-tugas sekolah yang sulit.
 Berperilaku dengan cara yang sesuai secara normal sosial.
 Memikirkan perilaku diri sendiri terhadap orang lain.
 Menjadi lebih mandiri.
Anak-anak memiliki beragam perasaan selayaknya orang dewasa.
Setiap anak juga memiliki karakteristik yang khas dan khusus yang
dapat membedakan mereka dengan teman seusianya.

2.2.8 Cara Membantu Anak Mengendalikan Emosinya


Memiliki anak dengan kecerdasan emosional memang
memerlukan tahapan dan waktu yang tidak sebentar.

Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan melatih


anak untuk bisa mengatur emosinya.

Berikut ini beberapa langkah untuk membantu anak supaya


bisa mengendalikan emosinya:

 Ajarkan ia mengenali emosi atau perasaan diri (name the


feeling).
 Ajarkan ia mengenali emosi atau perasaan orang lain.
 Hadir dan dengarkan perasaan anak.
 Menanggapi dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan
anak.
 Tidak bereaksi negatif saat anak rewel atau marah.
 Menjadi role model.
 Menunjukkan emosi positif dan ketertarikan saat bermain
dengan anak.
 Ajarkan anak teknik-teknik relaksasi (emotional toolbox).

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kehamilan yang terjadi di bawah usia 20 tahun tergolong sebagai hamil
di usia muda. Semakin muda usia perempuan saat hamil, semakin tinggi
pula risikonya untuk mengalami berbagai masalah dalam kehamilan.
Risiko ini tidak hanya berbahaya bagi kesehatan dirinya, tetapi juga janin
dalam kandungan.
Perkembangan emosi pada anak biasanya akan mengikuti perkembangan
dari usia kronologisnya. Itu berarti menandakan bahwa perkembangan
emosi anak akan selalu berkembang sesuai dengan pertambahan usianya,
dari mulai bayi, remaja, hingga beranjak dewasa. 

B. Saran
1. Pembaca khususnya anak muda untuk tidak terburu-buru menikah
supaya tidak terjadi kehamilan di usia muda.
2. Pembaca khususnya para ibu untuk selalu membimbing
perkembangan dan pertumbuhan anaknya.

DAFTAR PUSTAKA
Kehamilan usia dini, factor, resiko, dan cara mengatasi (2017 agustus 08). Bidanku
https://www.bing.com/ck/a?!
&&p=2b1f250756f1f023JmltdHM9MTY3Mzc0MDgwMCZpZ3VpZD0yNzVjMT
Y0NC1jYWI5LTYzMTEtMWVlZC0wNzU4Y2JlZjYyNTImaW5zaWQ9NTE2M
w&ptn=3&hsh=3&fclid=275c1644-cab9-6311-1eed-
0758cbef6252&psq=kehamilan+ibu+di+usia+dini&u=a1aHR0cHM6Ly9iaWRhb
mt1LmNvbS9rZWhhbWlsYW4tdXNpYS1kaW5pLWZha3Rvci1yZXNpa28tY2Fy
YS1tZW5nYXRhc2k&ntb=1
Tahap perkembangan emosi anak dari bayi hingga remaja (2022 juli 23) Orami
https://www.bing.com/ck/a?!
&&p=5f2915eb2014a1ecJmltdHM9MTY3Mzc0MDgwMCZpZ3VpZD0yNzVjMT
Y0NC1jYWI5LTYzMTEtMWVlZC0wNzU4Y2JlZjYyNTImaW5zaWQ9NTIyOQ
&ptn=3&hsh=3&fclid=275c1644-cab9-6311-1eed-
0758cbef6252&psq=perkembangan+emosi+anak&u=a1aHR0cHM6Ly93d3cub3Jh
bWkuY28uaWQvbWFnYXppbmUvcGVya2VtYmFuZ2FuLWVtb3NpLWFuYWs
&ntb=1

Anda mungkin juga menyukai