Anda di halaman 1dari 8

REMAJA MILENIAL CEGAH PERNIKAHAN DINI

Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

pendaftaran Duta GenRe Kabupaten Trenggalek Tahun

2022

OLEH:

MARDIANTO DIMAS SAPUTRO

PIK-R LARAS MUDA

SMAN 1 KARANGAN
ABSTRAK

Pernikahan dini berarti menikah sebelum usia 20 tahun. Pernikahan dini adalah
masalah global. Menurut UNICEF (2016), sekitar 250 juta anak menikah sebelum usia 15
tahun. Indonesia merupakan negara ke-37 dengan angka pernikahan muda tertinggi dan
tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja (Kementerian Kesehatan, 2015). Usia ideal
seorang wanita untuk menikah adalah 20 tahun. Secara psikologis, ia stabil dalam
menghadapi banyak hal. Pernikahan dini berdampak pada kesehatan, psikologi, pendidikan,
ekonomi dan demografi

Pernikahan dini merupakan tradisi masyarakat yang sulit diberantas. Pernikahan dini
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor internal adalah pendidikan, pengetahuan responden,
dan agama. Faktor eksternal dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua, status sosial
ekonomi keluarga, wilayah/tempat tinggal, budaya, pengambilan keputusan, akses informasi,
dan pergaulan bebas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan, pengetahuan, perilaku seksual


pranikah, pendidikan orang tua, sosial ekonomi, pendidikan agama orang tua, dan budaya
keluarga berhubungan dengan pernikahan dini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkawinan dini adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang pelakunya
belum cukup umur untuk menikah, yang pada hakikatnya disebut remaja atau anak.
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, perkawinan yang dilakukan
sebelum usia reproduktif adalah di bawah 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk
laki-laki. Pernikahan dini rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi, seperti
peningkatan morbiditas dan mortalitas anak dan pasca melahirkan, kelahiran prematur,
berat badan bayi rendah, dan tingkat stres yang rendah.
Sementara masalah pada beberapa wilayah pada Indonesia, Pernikahan dini tak jarang
didasari oleh budaya yang berkembang dalam masyarakat. Budaya yg berkembang
dimasyarakat misalnya asumsi negatif mengenai perempuan yg akan diklaim perawan tua
bila belum menikah melebihi usia 17 tahun atau norma rakyat setempat yg menikah pada
usia 14-16 tahun. Hal – hal tersebutlah yg mendorong meningkatnya jumlah pernikahan
pada usia muda. Selain itu, para orang tua akan berharap menerima bantuan apabila anak
telah menikah lantaran rendahnya ekonomi dalam keluarga.
Di sisi lain, pernikahan dini menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, baik
secara biologis maupun psikologis. Pernikahan dini berdampak pada tercabutnya hak
anak-anak karena dipaksa untuk memasuki dunia dewasa secara instan. Berdasarkan
berbagai persoalan diatas, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor, dampak, serta
solusi atau langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menghadapi pernikahan di usia
muda yang marak terjadi di Indonesia khususnya Kabupaten Trenggalek.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor dan dampak pernikahan dini?
2. Apa upaya atau solusi untuk mencegah pernikahan dini?

1.3. Tujuan
1. Mengidentifikasi penyebab dan akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya pernikahan
dini.
2. Menemukan Prosedur atau Inovasi yang Tepat untuk Keberhasilan Program
Pencegahan Pernikahan Dini.
BAB II
ISI

2.1. Pembahasan
Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu adalah institusi agung untuk
mengikat dua insan lawan jenis yg masih remaja pada satu ikatan keluarga. Remaja itu
sendiri merupakan anak yg terdapat dalam masa peralihan antara masa anak-anak ke
dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat disegala bidang.
Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap,& cara berfikir dan
bertindak,tetapi bukan juga orang dewasa yg sudah matang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, salah satunya
adalah faktor ekonomi. Orang tua sering menikahkan anak mereka lebih awal karena
beban keuangan keluarga. Mereka menganggap bahwa anak perempuan yang sudah
menikah adalah tanggung jawab suami, sehingga keluarga aman secara finansial.
Akibat dari pernikahan dini adalah konflik yang berujung pada perceraian. Hal ini
terjadi karena dunia nyata remaja masih sibuk mengatur kehidupan mereka dan diri
sendiri, belum benar-benar mempersiapkan mereka untuk perubahan pernikahan. , juga
akan ada tekanan sosial karena mereka harus mengatur anggaran rumah tangga dan
mencari nafkah untuk keluarga mereka. .

2.2. Faktor yang mempengaruhi


1. Faktor Individu
A. Perkembangan fisik, mental dan sosial yang dialami seseorang. Semakin dini
perkembangan ini terjadi, semakin cepat pula pernikahan terjadi, sehingga
mendorong pernikahan dini.
B. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan,
makin mendorong berlangsungnya pernikahan usia muda.
C. Sikap dan hubungan dengan orang tua. Perkawinan pada usia muda dapat terjadi
karena ketidaktaatan dan/atau sikap memberontak pada remaja terhadap perintah
orang tua. Hubungan dengan orang tua menentukan munculnya pernikahan usia
muda. Dalam kehidupan sehari-hari, pernikahan remaja seringkali berakhir karena
ingin lepas dari cengkeraman lingkungan orang tua.
D. Sebagai pelarian dari berbagai kesulitan yang harus dihadapi , termasuk kesulitan
ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang terjadi pada usia yang sangat
muda, diantaranya disebabkan oleh remaja yang menginginkan status ekonomi
yang lebih tinggi.
2. Faktor Keluarga
A. Sosial Ekonomi Keluarga
Karena beban ekonomi, orang tua memiliki keinginan untuk menikahi putri
mereka. Perkawinan akan memiliki dua manfaat, yaitu tanggung jawab anak
perempuan menjadi tanggung jawab suami atau keluarga suami dan ada lebih
banyak pekerja di keluarga, yaitu menantu dengan sukarela membantu keluarga
istrinya.
B. Tingkat Pendidikan Keluarga
Semakin rendah tingkat pendidikan keluarga, semakin sering pernikahan
dicatat di usia muda. Peran tingkat pendidikan dikaitkan dengan pemahaman
keluarga tentang kehidupan keluarga.
C. Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga.
Keyakinan dan adat istiadat yang lazim dalam keluarga juga menentukan
munculnya pernikahan di usia muda. Sering terlihat orang tua menikahkan
anaknya pada usia yang sangat muda yaitu tahun karena keinginan untuk
meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga
dan/atau mempertahankan garis keturunan.
3. Faktor Masyarakat
A. Adat Istiadat
Ada anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak perempuan yang
dibesarkan di luar nikah akan dipandang sebagai "aib" bagi keluarga mereka.
Upaya orang tua untuk mengatasi masalah ini adalah menikahi putri sesegera
mungkin, sehingga mendorong untuk menikah di usia muda.
B. Tingkat Pendidikan Masyarakat
Menikah di usia muda dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seluruh
masyarakat. Orang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah cenderung
menikahkan anak di usia muda.

2.3. Dampak yang ditimbulkan


1. Kehamilan di usia yang sangat dini membawa banyak risiko berbagai
komplikasi yang berbahaya bagi ibu dan janin. Pada janin, risiko yang
mungkin timbul adalah kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan, atau berat
badan lahir rendah (BBLR). Pada ibu, melahirkan di usia muda membawa
risiko preeklamsia dan anemia. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat
menyebabkan komplikasi serius seperti eklampsia yang dapat berakibat fatal,
bahkan mengancam jiwa, baik bagi ibu maupun bayinya.
2. Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang dipaksa menikah di usia dini
berisiko lebih tinggi mengalami gangguan mental, entah itu kecemasan, stres,
atau depresi. Situasi ini sering terjadi karena kurangnya persiapan dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diterima sebagai pasangan.
3. Tidak hanya masalah kesehatan, pernikahan muda juga dapat menyebabkan
masalah ekonomi atau keuangan. Ini sering terjadi pada pria yang belum siap
secara psikologis untuk hidup dan menjadi suami dan ayah. Hasilnya telah
menciptakan lingkaran kemiskinan baru dalam kehidupan sosial.
4. Kekerasan dalam rumah tangga menimbulkan risiko tinggi bagi pasangan
muda, mulai dari intimidasi hingga pelecehan. Memang, emosi mereka tidak
sepenuhnya terbentuk secara emosional seperti mereka yang berusia 25 tahun
ke atas, yang cenderung stabil secara emosional. Selain itu, penelitian
menunjukkan bahwa wanita yang menikah muda, terutama sebelum usia 18
tahun, lebih mungkin mengalami kekerasan dari pasangan.
5. Satu studi menemukan bahwa tingkat perceraian pasangan yang menikah di
bawah usia 20 tahun adalah 50% lebih tinggi daripada pasangan yang berusia
25 tahun atau lebih. Studi lain menemukan fakta serupa, bahwa pasangan
yang menikah muda memiliki peluang 38% untuk bercerai setelah 5 tahun
menikah. Risiko ini sering muncul pada pasangan muda yang tidak mampu
menghadapi berbagai masalah dan beban hidup, terutama masalah keuangan.
Tidak ada standar yang lebih baik untuk pernikahan. Namun, BKKBN
menganggap bahwa usia ideal untuk menikah bagi perempuan Indonesia
adalah 21 tahun, sedangkan bagi laki-laki adalah 25 tahun. Usia ini dianggap
baik untuk menikah karena sudah matang secara biologis dan psikologis,
mampu berpikir dan bertindak dewasa dalam urusan keluarga.
2.4. Peran GenRe untuk mencegah pernikahan dini
1. SENJA (SEMANGAT MENGEDUKASI REMAJA)
Merupakan progam yang dibuat dengan tujuan agar remaja bisa merencanakan
kehidupan mereka dimasa mendatang. Progam ini ditujukan pada remaja, terutama
remaja di Kabupaten Trenggalek. Dengan adanya inovasi ini diharapkan dapat
menurunkan kasus pernikahan dini, kehamilan yang tidak di inginkan (KTD) pada
remaja perempuan, banyaknya jumlah remaja yang bisa di edukasi antara lain
(kesehatan reproduksi, persiapan pranikah dan buku KIA atau kesehatan ibu dan
anak), serta menciptakan remaja yang mampu menjadi generasi penerus bangsa yang
membawa nama baik Negara Indonesia.
2. MEDSOS AKTIF, REMAJA KONDUSIF
Media sosial bukanlah hal asing lagi bagi kaum muda saat ini. Sehingga
progam ini dibuat untuk mendukung progam – progam yang dibuat untuk mencegah
pernikahan di usia muda serta berbagai masalah remaja lainnya. Diharapkan remaja
dapat ter edukasi setelah melihat konten yang kreatif dan dapat dipahami sehingga
seluruh remaja bisa menyikapi masalah yang mereka hadapi dengan tenang dan
mudah.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai persoalan diatas, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor,
dampak, serta inovasi atau langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencegah pernikahan
di usia muda yang marak terjadi di Indonesia khususnya Kabupaten Trenggalek.

Tidak jarang ditemukan pernikahan yang terjadi pada usia yang sangat muda,
diantaranya disebabkan oleh remaja yang menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.

Dengan adanya inovasi ini diharapkan dapat menurunkan kasus pernikahan dini,
kehamilan yang tidak di inginkan (KTD) pada remaja perempuan, banyaknya jumlah remaja
yang bisa di edukasi antara lain (kesehatan reproduksi, persiapan pranikah dan buku KIA atau
kesehatan ibu dan anak), serta menciptakan remaja yang mampu menjadi generasi penerus
bangsa yang membawa nama baik Negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Septiana, Tyas, 13 Februari 2021. “Begini Dampak Buruk Dari Pernikahan Dini,
Jangan Terpengaruh”, https://lifestyle.kontan.co.id/news/begini-dampak-buruk-dari-
pernikahan-dini-jangan-gampang-terpengaruh-1 , diakses pada tanggal 10 November
2022 pukul 15.13.

Tamin, Rizki Pradana, 15 April 2021 “Risiko Nikah Muda yang Perlu
Dipertimbangkan”, https://www.alodokter.com/risiko-nikah-muda-yang-perlu-
dipertimbangkan, diakses pada tanggal 11November 2022 pukul 07.13.

Anda mungkin juga menyukai