Anda di halaman 1dari 9

NAMA : HAFIDZ RAHMAT

NIM : 2113010018
KELAS : 4HKC
MATA KULIAH : METODOLOGI PENELITIAN
DOSEN PEMBINA : MHD. YAZID, SH.I., MH

KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK PERNIKAHAN DINI PADA PASANGAN


YANG MENGALAMI KEHAMILAN PRANIKAH DI KECAMATAN KOTO XI
TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

A. Latar Belakang
Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang
masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, 2008:56). Pola pikir zaman primitif dengan
zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini dibuktikan dengan sebuah
paradoks perkawinan antara pilihan orang tua dengan kemauan sendiri, pernikahan
dini dipaksakan atau pernikahan dini karena kecelakaan. Namun prinsip orang tua pada
zaman genepo atau zaman primitif sangat menghendaki jika anak perempuan sudah
baligh maka tidak ada kata lain kecuali untuk secepatnya menikah. Kasus pernikahan
usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar belakang.
Telah menjadi perhatian komunitas internasional mengingat risiko yang timbul akibat
pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan pada usia
muda, dan infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan bukanlah satusatunya faktor
penting yang berperan dalam pernikahan usia dini.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu risiko komplikasi yang terjadi di saat kehamilan
dan saat persalinan pada usia muda, sehingga berperan meningkatkan angka kematian
ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan di usia dini juga dapat menyebabkan gangguan
perkembangan kepribadian dan menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap
kejadian kekerasan dan keterlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini merupakan
kegagalan dalam perlindungan hak anak. Dengan demikian diharapkan semua pihak 2
termasuk dokter anak, akan meningkatkan kepedulian dalam menghentikan praktek
pernikahan usia dini. (Sari Pediatri, 2009:136-41).
Kondisi demikian, dilatar belakangi oleh keberadaan zaman yang masih tertinggal,
maka konsep pemikirannyapun tidak begitu mengarah pada jenjang kehidupan masa
depan yang lebih baik. Tradisi pernikahan zaman nenek moyang lebih teracu dengan
prospek budaya nikah dini, yakni berkisar umur 15 tahun para wanita dan pria berkisar
umur 20 tahun atau kurang(Dlori, 2005:68).
Menurut WHO (Worrld Health Organization) batasan usia muda adalah 11-20 tahun,
dimana tahun 1994 memberikan definisi tentang usia muda yang bersifat lebih
konseptual. Di Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin, wanita tanpa pendidikan dasar
memiliki tiga kali lebih besar untuk menikah pada sebelum usia 18 tahun. Perbedaan ini
juga tampak di Negara-negara maju seperti AS, 30% dari wanita yang menempuh
pendidikan kurang dari 10 tahun akan menikah sebelum usia 18 tahun. Hal ini berbeda
dengan wanita yang menempuh pendidikan lebih dari 10 tahun, dengan perkawinan
dini terjadi kurang dari 10%(Glasier, 2006:105).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 menunjukkan bahwa sebanyak
16 juta kelahiran terjadi pada ibu yang berusia 15-19 tahun atau 11% dari seluruh
kelahiran di dunia yang mayoritas (95%) terjadi di negara sedang berkembang. Di
Amerika Latin dan Karibia, 29% wanita muda menikah saat mereka berusia 18 tahun.
Prevalensi tertinggi kasus pernikahan usia dini tercatat di Nigeria (79%), Kongo (74%),
Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO, 2012). Berdasarkan Survei Data
Kependudukan Indonesia (SDKI) 2007, di beberapa daerah didapatkan bahwa sepertiga
3 dari jumlah pernikahan terdata dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun.
Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata
usia perkawinan 19,1 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Jawa
Barat, angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6%, dan 36%.
Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak
perempuan mendapat haid pertama (Eddy Fadlyana dkk, 2009: 134). Angka tersebut
sesuai dengan data dari BKKBN yang menunjukkan tingginya pernikahan di bawah
usia 16 tahun di Indonesia, yaitu mencapai 25% dari jumlah pernikahan yang ada.
Bahkan di beberapa daerah persentase lebih besar, seperti Jawa Timur (39,43%), dan
Jawa Tengah (27,84%).8 Demikian juga temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) dikawasan pantura, perkawinan anan mencapai 35,20% di antaranya dilakukan
pada usia 9-11 tahun (BKKBN,2005). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti di kelas XI jurusan kecantikan SMKN 2 Ponorogo pada tanggal
25 januari 2016 dengan menggunakan wawancara sebanyak 10 rsponden didapatkan 6
responden bersikap negatif tentang pernikahan dini dan 4 responden bersikap positif.
Perkawinan yang sehat memenuhi kriteria umur calon pasangan suami istri adalah
memenuhi umur. Kurun waktu reproduksi sehat yaittu umur 20-35 tahun, karena
berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita.
Secara biologis organ reproduksi lebih matang apabila terjadi proses
reproduksi secara psikososial. Kisaran umur tersebut wanita mempunyai kematangan
mental yang cukup memadai. Secara sosial demografi wanita 4 telah. menyelesaikan
proses pendidikan. Perkawinan yang sehat memenuhi kaidah kesiapan pasangan suami
istri dalam aspek biopsikososial, ekonomi dan spiritual (Wahyuningsih dkk, 2009:213).
Akibat pernikahan dini, para remaja saat hamil dan melahirkan akan sangat mudah
menderita anemia. Dan ketidaksiapan fisik juga terjadi pada remaja yang melakuakn
pernikahan dini akan tetapi juga terjadi pada anak yang dilahirkan. Dampak buruk
tersebut berupa bayi lahir dengan berat rendah, hal ini akan menjadikan bayi tersebut
tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat tentunya ini juga akan berpengaruh pada
kecerdasan buatan si anak dari segi mental (Manuaba, 2007:194). Badan Koordinsi
Keluarga Berencan Nasional (BKKBN) Pusat, menyarankan kaum muda untuk
menghindari pernikahan di usia dini guna menghindari kemungkinan terjadinya resiko
kanker leher rahim ( kanker serviks) pada pasangan istri, serta berdsarkan pasal 6 ayat 2
UU No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan
seseorang yang belum mencapai umur 20 tahun harus mendapat izin dari kedua
orang tua (Burhani, 2009:91). Upaya pencegahan pernikahan anak dibawah umur dirasa
akan semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam
pencegahan pernikahan anak dibawah umur yang ada disekitar mereka. Sinergi antara
pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh sementara ini untuk mencegah
terjadinya pernikahan anak bibawah umur sehingga kedepannya diharapkan tidak ada
lagi anak yang menjadi korban akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa
lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak, (Alfiyah, 2010:67). Berdasarkan
fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti “KEMAMPUAN MENGELOLA
KONFLIK PERNIKAHAN DINI PADA PASANGAN YANG MENGALAMI
KEHAMILAN PRANIKAH DI KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN
PESISIR SELATAN “.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikemukakan dalam makalah ini adalah :
1. Apa itu pernikahan dini ?
2. Bagaimana hukum pernikahan dini
3. Bagaimana mengelola konflik pada pernikahan dini ?
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu pernikahan dini
2. Untuk menegtahui hukum pernikahan dini
3. Untuk mengetahui cara mengelola knflik pada pernikahan dini.

D. Literature Review
Berdasarkan hasil observasi di lapangan terhadap pasagan yang mengalami
kehamilan pranikah pada tanggal 20 maret 2023 adalah pertengkaran yang sering
terjadi disebabkan oleh hal yang ringan, seperti anaknya yang menangis dan ibunya
yang memasak di dapur sedangkan suaminya sedang memperbaiki motor, akhirnya
terjadi pertengkaran di antara mereka pasangan ini dan saling menyalahkan karena
tidak ada yang mau menolong tangisan anak.
Berdasarkan fakta di lapangan bahwa ada satu pasang suami istri yang
mengalami kehamilan pranikah dan pernikahan dini di kec. Koto XI Tarusan di
ketahui konflik yang sering terjadi adalah dalam rumah tangga pasangan yang
mengalami kehamilan pranikah adalah pasangan yang masih belum mampu menerima
akan hadirnya anak dan juga permasalahan pekerjaan adanya campur tagan mertua,
istri yang selalu cemburuan, sikap suami yang terlalu kasar,dan suami istri yang selalu
berfoya-foya dengan teman sebayanya. Hal ini disebabkan karena pernikahan mereka
yang tanpa persiapan dan usia yang masih muda, sehongga menimbulkan
ketidakfahaman dan sikap acuh suam istri tentang tanggung jawab pernikahan. Pada
akhirnya pasangan suami istri tersebut binggung menentukan cara menyelesaikan
konflik perkawinan mereka tersebut.
Cara pasangan mengelola konflik adalah dengan cara saling memahami,
barbicara satu sama lain, tidak bersikeras mempertahankan pendapat, mencari
kesamaan dalam perbedaan, serta mendahulukan kepentingan bersama dari pada
kepentingan pribadi perkawinan merupakan salah satu cara legal untuk berbagi
kedekatan emosional, fisik, berbagi tugas, dan sumber ekonomi dengan lawan jenis.
Menurut penulis bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi manajemen konfilik atau
mengelola konflik adalah faktor situasional dan faktor pribadi. Faktor situasional
meliputi persoalan hubungan pribadi sedangkan faktor pribadi adalah meliputi jenis
kelamin, tipe kepribadian daa kecerdasan emosi. Kemampuan manajemen konflik
sangat tergantung pada banyaknya faktor , strategis manejemen konflik sangat
mempengaruhi oleh berbagai pertimbangan, kemampuan seseorang berkomunikasi
terhadap individu akan mempengaruhi proses dan hasil menyelesaikan konflik.
Butuh banyak kesiapan untuk dapat melangsungkan perkawinan, antara lain
kesiaapan mentap dan fisik , selain itu ada pula ketentuan batasan usia dalam
menikah, pasal 7 ayat 22 UU No 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk
melangsungkan suatu pernikahan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapatkan izin dari kedua orang tua. Namun pada kenyataan masih banyak
ditemukan yang menikah di usia muda yaitu usia kurang dari 18 tahun. Tujuan
pembahasan usia perkawinan tersebut agar sumi dsn istri dapat mewujudkan
perkawinan dengan baik, yaitu dengan membentuk keluarg yang samara serta untuk
memenuhi kebutuhan biologis, untuk memperoleh keturunan, untuk menjaga
kehormatan, dan ibadah kepada tuhan, Serta mengikuti sunnah rasulullah saw. Dan
perkawinan yang dilakukan individu dengan usia dibawah batasan usia yang telah
ditentukan disebut perkawinan usia dini.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa remaja putri dengan
pengetahuan kurang tentang pernikahan dini, hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian rahmat (2023) yang menyatakan responden yang memiliki pengetahuan
rendah mengenai pernikahan usia dini dan memiliki resiko besar, serta berdasarkan
hasil analisa (taufik hidayat, 2023) diketahui bahwa nilai volume pernikahan dini di
angka yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian pernikahan usia dini pada
remaja utri di kecamatan koto XI Tarusan, pernikahan dini banyak responden
memiliki kecendrungan berpengetahuan kurang pada pernikahan usia dini 17-19 tahun
berjumlah berjumlah 14 persen responden
Dalam realitasnya pernikahan dini akan menimbulkan dampak bagi pelakunya
baik dapat negatif, dan akan mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial
pelakunya. Sehingga jika hal ini tidak tiantispasi tidak menutup kemungkinan
pernikahan dini tidak mendatangkan kebahagiaan bagi keluarganya sebagaimana
tujuan pernikahan dini itu sendiri justru mendatangkan kemudratan, hasil penilitian di
kecamatan tersebut menunjukkan bahwa faktor pernikahan dini adalah kehamilan
diluar nikah, faktor lingkungan, faktor orang tua, faktor pendidikan, faktor ekonomi,
faktor individu, media massa.
Hasil penelitian juga memaparkan bahwa faktor pernikahan dini salah satu
pemicunya sosial ekonomi, dari keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah
karena anak yang putus sekolah karna ketiakmampuan orangtua membiayai sehigga
mereka menganggur sehingga orangtua menikahkan anaknya walaupun belum cukup
umur untuk mengurangi beban keluarga, dikarenakan secara fisik belum mampu
belum siap bekerja dan membiayai menafkahi keluarganya secara fisik terdapat
depresi karena belum siapnya menghadapi pernikahan,faktor ekonomi, pendidikan,
budaya yang menjadi faktor mempengaruhi remaja memilih pernikhan dini agar
megurangi angka pernikahan dini bagi remaja faktor pendorong yaitu agar
mengembangkan budaya terlebih dahulu supaya bisa lebih baik, lebih mengutamakan
pendidikan, lebih mematangkan perekonomian terlebih dahulu.
Selain itu pengaruh lingkungan juga menjadi faktor pernikahan dini, serta jika tidak
mmelakukan pernikahan-pernikahan dini maka terbebas dari penyakit menular serta
mengenali alat organ tubuh dan kegunaanya melindungi dari dampak buruk
pernikahan dini itu sendiri, hal itu pemerintah harus memberikan sanksi yang
melaksanakannya dan wajib memberikan sosialisasi dampak pernikahan dini dan
penyuluhan kesehatan reproduksi lebih sering lagi agarlebih mempersiapkan diri
sebelum menikah termasuk usia yang sehat di anjurkan untuk berreproduksi, apalagi
perempuan yang hamil muda membuat pertumbuhan perkembangan terganggu
sehingga menimbulkan tekanan darah tinggi mengakibatkan peeklamsia dan rusaknya
fungsi organ, dalam literature (afriani & mudillah 2016) dampak yang ditimbulkan
dari pernikahan dini masalah yangmtimbul saat melahirkan dan hamil kerap kali
mengalami mual, muntah dan pusing dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa
bayi yang lahir mengalami BBLR serta tidak menangis saat lahir.
E. Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan
sejak tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang
lebih 2 (dua) bulan, 1 bulan pengumpulan data dan 1 bulan pengolahan
data yang meliputi penyajian dalam bentuk skripsi dan proses bimbingan
berlangsung.
2. Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Lingkungan
Masyarakat pesisir selatan tepat di Jalan cerocok anau ampang pulai

B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu suatu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka, dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan untuk
memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan atau memo,
dan dokumen resmi lainnya. 35 Dengan memilih pendekatan ini diperoleh data

F. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini memakai penelitian adalah memakai jenis penelitian kualitatif,
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur
merupakan campuran antara wawancara tersetruktur dengan wawancara tidak
terstruktur yang dilakukan secara terbuka, subjek bebas mengumpulkan jaawaban,
namun tetap dibatasi oleh tema dan alur pembicaraan agar tidak melebar ke arah yang
tidak di perlukandalam penelitian ini mewawancari pasangan yang menikah di usia
dini
G. Pengumpulan Data
1. Wawancara
Adalah langsung kontak fisik dengan masyarakat yang lebih tahu dan pengalaman
para informal sebagai objek dari penelitian ini untuk mendapatkan data secara
jelas dan terperinci
2. Observasi (pengamatan)
Merupakan teknik pengumpulan melalui pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala yang di telitimengawati terhadap pristiwa yang di
lakukan dengan cara melihat, mendengarkan, kemudian di catat oleh subyek
penelitian, pengamatan dilakukan agar membuat catatan tentang lingkungan atau
hal yang bersinggungan dengan para informan yang di amati langsung oleh
penulis dan tarjun langsung ke lokasi
3. Dokumentasi
Adalah catatn peristiwa yang sudah berlalu dokumentasi bisa berbentuk
tulisan,gambar, atau karya monumental seseorang. Dalam hal ini memproleh data-
data dari hasil penelitian yang didapat dengan berupa gambar atau documen yang
berhubungan dengan realitas di lapangan.

H. Analisis Data
Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan analisis deskriptif yaitu suatu analisis yang
bertujuan untuk menggambarkan fakta yang ada di lapangan. Selanjutnya penulis
menggunakan pola pikir induktif, yakni berangkat dari satuan analisis yang sempit
(seperti pernyataan-pernyataan penting dari para informan) menuju satuan yang lebih
luas, kemudian menuju deskripsi yang detail yang merangkum dua unsur, apa yang
dialami oleh para informan, dan bagaimana mereka mengalaminya. Dengan langkah-
langkah sebagai berikut : a. Inventarisasi data, yaitu penggabungan seluruh data, baik
yang di peroleh dari lapangan atau kepustakaan, yang berhubungan dengan
keharmonisan pernikahan pemuda dewasa dini. Berdasarkan pada data dari
pertanyaan riset. Menyoroti “penyataan penting” dari setiap informan yang
mengalami fenomenna tersebut. Hal tersebut menurut Moustakas merupakan langkah
Horizonalisasi Klasifikasi data, data yang di dapat dari hasil wawancara berupa
pernyataan penting ini kemudian digunakan untuk menulis deskripsi tentang hal yang
dialami oleh para informan. Hal tersebut digunakan untuk menulis deskripsi tentang
hal yang mempengaruhi pengalaman informan dalam fenomena tersebut Dari
deskripsi tersebut, akan dapat ditemui “esensi” dari fenomena tersebut, mengenai
keharmonisan pernikahan pemuda dewasa dini. Karena ciri dari pendekatan
fenomenologi adalah esensi dari sebuah fenomena.c. Display data (penyajian data),
yaitu runtutan data yang telah dikumpulkan dan di klasifikasikan untuk
mempermudah penarikan kesimpulan, dari datadata yang berupa tabel, lampiran dan
lain-lain mengenai keharmonisan pernikahan pemuda dewasa dini.
Pengecekan Keabsahan DataSugiyono menyatakan bahwa validitas merupakan
derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang
dapat dilaporkan oleh peneliti. Suatu data di sebut valid apabila data yang dilaporkan
oleh peneliti memiliki kesesuaian dengan data yang terjadi pada objek penelitian.
Peneliti dengan yakin melaporkan interpretasi dengan bersumber pada data yang
benar-benar diperoleh dari lapangan.Ketika peneliti berusaha mengkode atau
menentukan tema dari beragam sumber data yang didapat di lapangan, disitulah
proses triangulasi informasi dalam menyediakan validitas dari temuan penelitian
dilakukan, Dalam triangulasi, peneliti akan menggunakan beragam sumber yang
berbeda untuk dapat menyediakan bukti penguat dalam menerangkan tema dan
perspektif. Triangulasi ini disebut dengan triangulasi sumber data, yakni untuk
menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data beragam yang
sudah diperoleh. Data dari berbagai sumber tersebut kemudian dideskripsikan,
dikategorisasikan, mana yang merupakan pandangan yang sama dan mana yang
berbeda. Setelah di analisis, dapat menghasilkan suatu kesimpulan dan kemudian
dapat membuat daftar validasi hasil dari semua sumber data
.
I. Referensi
1. Indonesian reserch journal on education, vol.2,(2), (2002) institut agama islam
negeri bukitinggi
2. Yekti satriyandari, S.ST., M. KES. Pernikahan dini usia remaja, yunisa, 2001
3. Mohammad fauzil adhim, indahnya pernikahan dini, Gema insani Press, 2002
4. Catur yunianto, SH. MH., Pernikahan dini dalam presfektif hukum perkawinan,
Nusa Media, 2018
5. Tina Tiana, pernikahan dini, Goe pedia, 2020
6. Jamal Ma’mur asmani dan umdatul baroroh, fiqh studi pernikahan usia dini
dalam pandangan ulama, 2019
7. Fibrianti, SST, M. KES. Pernikahan dini dan kekerasan dalam rumah tangga, 9
januari 2021.

Anda mungkin juga menyukai