Anda di halaman 1dari 16

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG DAMPAK

BIOLOGIS PADA PERNIKAHAN DINI

PROPOSAL SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Oleh :
Nama : Ai Widya Septiani
NIM : 220831032

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PROGRAM


PENDIDIKAN PROFESI STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA KEBIDANAN
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kasus pernikahan usia dini bukan hal yang baru di Indonesia. Pernikahan dini
merupakan permasalahan sosial yang terjadi pada remaja, korban paling banyak dari
pernikahan dini adalah remaja perempuan. Secara umum kasus penikahan usia dini
banyak terjadi di pedesaan daripada daerah perkotaan, dan sering terjadi pada
keluarga miskin, berpendidikan rendah dan dropout dari sekolah (Arivia et al., 2016).
Mulai dekade 1990an menurut united nations children fund (UNICEF) kejadian
pernikahan usia dini mulai bergeser ke daerah perkotaan , hal ini ditandai dengan
peningkatan kasus pernikahan usia dini diperkotaan dari 2% pada tahun 2015 menjadi
37% pada tahun 2016(Arivia et al., 2016). Jadi artinya kasus pernikahan usia dini
dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, untuk itu orang tua dan lingkungan harus
membantu anak menikah pada usia yang tepat.
Perkawinan yang sehat memenuhi kriteria umur calon pasangan suami istri adalah
memenuhi umur. Kurun waktu reproduksi sehat yaittu umur 20-35 tahun, karena
berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita. Secara biologis organ reproduksi lebih
matang apabila terjadi proses reproduksi secara psikososial. Kisaran umur tersebut
wanita mempunyai kematangan mental yang cukup memadai. Secara sosial demografi
wanitatelah. menyelesaikan proses pendidikan. Perkawinan yang sehat memenuhi
kaidah kesiapan pasangan suami istri dalam aspek biopsikososial, ekonomi dan
spiritual (Wahyuningsih dkk, 2009:213).Akibat pernikahan dini, para remaja saat
hamil dan melahirkan akan sangat mudah menderita anemia. Dan ketidaksiapan fisik
juga terjadi pada remaja yang melakuakn pernikahan dini akan tetapi juga terjadi pada
anak yang dilahirkan. Dampak buruk tersebut berupa bayi lahir dengan berat rendah,
hal ini akan menjadikan bayi tersebut tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat
tentunya ini juga akan berpengaruh pada kecerdasan buatan si anak dari segi mental
(Manuaba, 2007:194).
Banyak kerugian disebabkan oleh pernikahan dini, Menurut Mufdillah dan
Afriani (2015), pernikahan dini mengakibatkan dampak negatif dari segi sosial,
kesehatan dan psikologis . Dampak sosial seperti : hubungan dengan keluarga,
masyarakat dan tetangga kurang harmonis. Dampak kesehatan seperti melahirkan
anak dengan berat badan lahir rendah, perdarahan bahkan resiko kematian. Selain itu
menurut Montazeri (2016) pernikahan usia dini mempengaruhi psikologis seperti
depresi, kegelisahan, gangguan mood lainnya, pada remaja wanita bisa mengalami
kekerasan fisik dan seksual dalam pernikahan, depresi kehamilan, emosi yang tidak
stabil dalam menjalankan peran ibu, dan stressor yang muncul dalam kehidupan
berumah tangga sehingga berpotensi mengalami gangguan jiwa.Menurut UNICEF
(2014) gangguan jiwa yang di sebabkan karena pernikahan usia dini berupa depresi,
kecemasan, gangguan disosiatif (kepribadian ganda), dan trauma psikologis. Dampak
pernikahan dini yang komplek ini akan membuatgenerasi muda Indonesia berkualitas
rendah oleh karena itu perlu diidentifikasi faktor-faktor yang membuat remaja
melakukan pernikahan dini, sehingga kasus pernikahan dini ini dapat dicegah.
Pernikahan usia dini di sebabkan oleh banyak faktor. Menurut Maryanti &
Septikasri(2009) adalah enam faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia dini
yaitu: 1) paksaan orang tua, 2) pergaulan bebas , 3) kehamilan luar nikah, 4) faktor
ekonomi, 5) faktor lingkungan , dan 6) pendidikan yang rendah. Sedangkan menurut
BKKBN (2015) dan Khumalasari (2012) ada 5 faktor penyebab pernikahan usia dini
yang berbeda dari konsep Maryati dan Septikasari yaitu: 1)faktor sosial budaya, 2)
pola asuh orang tua, 3) sulit mendapat pekerjaan , 4) pengaruh media massa, 5)
pengetahuan 6)pandangan dan kepercayaan. Selain itu UNICEF (2014) menambahkan
ada dua faktor lagi penyebab pernikahan usia dini terjadi yaitu 1) faktor kemiskinan
2) protecting girl. Jadi disimpulakan penyebab timbulnya pernikahan dini ada 5 faktor
utama yaitu : 1) faktor individu, 2) faktor orang tua, 3) faktor kemiskinan, 4) faktor
lingkungan dan 5). faktor sosial budaya. Kelima faktor ini akan diuraikan pada
paragraf berikutnya.
Faktor individu merupakan faktor yang berpengaruh kuat bagi remaja dalam
memutuskan melakukan pernikahan dini . Menurut Noorkasiani (2009) yang termasuk
kedalam bagian dari faktor individu diantaranya pergaulan bebas, pendidikan,
pengetahuan, kehamilan di luar nikah. Faktor tersebut juga didukung hasil penelitian
Zuraida (2016) dan Desiyanti(2015)pada penelitian tersebut di dapatkan hasil adan
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pernikahan usia dini .
Selanjutnya hasil penelitian didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara
pendidikan responden dengan kejadian pernikahan Semakin rendah pendidikan yang
dimilki oleh remaja maka semakinkuat mendorong remaja untuk melakukan
pernikahan usia dini. Selanjutnya untuk kehamilan di luar nikah dari hasil penelitian
Stang (2015) diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara kehamilan di luar
nikah dengan pernikahan usia dini.
Faktorselanjutnya yang menyebabkanpernikahanusiadiniadalahfaktor orang tua,
dimana menurut Nurhayati (2013) ada 2 komponenyaituperanorang tuadanpolaasuh
orang tua. Peran orang tua sangat penting bagi anak dalam mengambil keputusan
untuk melangsungkan pernikahan usia dini. Peran orang tua sangat menentukan
remaja untuk melakukan pernikahan usia muda juga mengatakan bahwa orang tua
yang memiliki keterbatasan pemahaman khususnya tentang keterbatasan reproduksi,
hak anak maka hal sering terjadi adalah menikahkan anaknya. Hal ini di dukung oleh
penelitian yang dilakukanPohan(2017) adanya hubungan antara peran orang tua
sebagai komponen dalam sistem komunikasi dengan kejadian pernikahan usia dini di
Kecamatan Mapanget Kota Manado. Sedangkan pola asuh orang tua juga menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini. Pola asuh orang
tua merupakan interaksi anatara anak dan orang tua selama melibatkan kegiatan
pengasuhan. Pola asuh ini berarti orang tua mendidik, membimbing dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk kedewasaan sesuai dengan norma-norma
yang ada dalam masyarakat. Terdapat 3 pola dalam memeberikan pengasuhan kepada
anak yaitu otoriter, demokratis dan permisif Hurlock (2007). Penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida(2016) adanya hubungan pola asuh
dengan kejadian pernikahan usia dini di desa jambu kidul dimana terdapat 70%
responden dengan pola asuh demokratis, 17,5% dengan pola asuh permisif dan 12,5%
dengan pola asuh otoriter.
Faktor yang ketiga yang banyak mempengaruhi remaja melakukan pernikahan
usia dini adalah faktor status kemiskinan. Menurut Noorkasiani Faktor Status
kemiskinan dilihat dari dua aspek yaitu status pekerjaan dan ekonomi seseorang.
Pekerjaan seseorang yang melakukan pernikahan usia dini adalah pekerjaan yang
dilakukan saat baru dan akan menikah. Seseorang yang memiliki kesibukan dalam
bekerja cederung akan memperlambat usia menikahnya. Ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kalianda(2012) bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
pekerjaan dengan pernikahan usia dini dimana terdapat 57% tidak bekerja yang
melakukan pernikahan usia dini. Sedangkan dari segi ekonomi diperoleh 61,7%
responden dengan ekonomi rendah melakukan pernikahan usia dini.
Faktor ke empat yang sering menyebabkan remaja melakukan perikahan usia dini
adalah faktor lingkungan. Menurut Noorkasiani (2009) yang termasuk ke dalam
komponen faktor lingkungan adalah pergaulan bebas, pengaruh media masa. Menurut
Hurlock (2007) orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya jarang mengontrol
pegaulan serta tingkah laku remaja sehari-hari, sehingga membuat remaja mersa
bebas untuk melakukan apa yang dikehendakinya. Penyebab inilah yang
menyebabkan remaja terjerumus dalam pergaulan bebas dan menyebabkan kehamilan
diluarnikah. Teori ini sejalan dengan penelitian (Rinda, 2015) terdapat 27,3 %
responden melakukan pergaulan bebas sebelum melakukan pernikahan usia dini.
Untuk media massa juga memliki pengaruh yang besar dalam remaja memutuskan
untuk melakukan pernikahan usia dini.ini sejalan dengan penelitian Kalianda(2012)
didapatkan remaja putri yang terpapar media massa mempunyai resiko 2,254 kali
menikah di usia dini.
Faktor yang kelima yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pernikahan
usia dini adalah dalah faktor budaya. Pernikahan usia muda terjadi karena orang
tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan. Dimana
anak gadisnya sejak usia kecil telah dijodohkan oleh orang tuanya. Dan segera
dinikahkan sesaat setalah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Pada umumnya
anak-anak perempuan menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak
tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh dibawah batas minimum sebuah
pernikahan di amanatkan UU Ahmad (2009). Faktor budaya di beberapa daerah di
Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Pernikahan usia
muda juga karena fakor budaya atau adat tradisi yang di suatu komunitas masyarakat,
dimana penefsiran terhadap ajaran agama yang salah. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Agustina, Syahrial, & Andayani, 2014) adanya
hubungan sosial budaya dengan kejadian pernikahan usia dini di kelurahan Martabung
Kecamatan Medan Labuhan ada 32% memiliki soaial budaya yang kurang baik.
Pernikahan usia dini juga dilihat dari kesiapan tumbah kembang remaja untuk hidup
berumah tangga.
Menurut Stuart (2016). Perilaku aktivitas seksual dapat menjadi penyebab
timbulnya berbagai masalah pada remaja seperti : kehamilan usia dini yang banyak
berujung pada pengambilan kepetusan untuk melakukan pernikahan di usia dini.
Kehamilan pada remaja merupakan isu yang sangat kompleks. Beberapa remaja
melihat kehamilan sebagai salah satu cara untuk memaksa ornag tua agar menyetujui
pernikahan yang mungkin tidak tepat dilakukan untuk usia remaja. Banyak hal yang
dilakukan berbagai pihak termasuk perawat utuk menekan angka kejadian perikahan
usia dini.
Peran serta perawat untuk remaja dan anak-anak yang akan melangsungkan
pernikahan dini dengan cara pencegahan dan penanganan. Struat (2016) menyatakan
peran perawat adalah memberikan asuhan baik kepada klien, keluarga dan komunitas,
dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Promotif dan preventif
akan dilihat dalam bentuk penyuluhan dan deteksi dini. Kuratif dan rehabilitatif
dengan cara perawat mampu memberikan terapi atau asuhan keperawatan yang sesuai
dengan kebutuhan.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana tingkat pengetahuan remaja tentang dampak biologis pada pernikahan
dini?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja tentang dampak
biologis pada pernikahan dini.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang dampak biologis dari
dampak pernikahan dini.
b. Mengidentifikasi apa saja dampak biologis yang di timbulkan dari pernikahan
dini.

D. MANFAAT PENELITIAN Re
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat yaitu:
a. Memberikan pengetahuan bagi para remaja untuk meningkatkan wawasan
mengenai dampak biologis dari pernikahan dini
b. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan peningkatan pengetahuan tentang dampak biologis
pernikahan dini
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :maja Tentang
DampakBiologisRemajaTentangDampakBiologisPadaPer
a. Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk
peneliti selanjutnya terutama berhubungan dengan tingkat pengetahuanremaja
tentang dampak biologis dari dampak pernikahan dini.
b. Bagi Profesi Bidan
Menambah informasi dan referensi yang berguna bagi mahasiswa Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Guna Bangsa Yogyakarta tentang gambaran tingkat
pengetahuanremaja tentang dampak biologis dari dampak pernikahan dini.
c. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu
pelayanan tenaga bidan dalam mencegah tejadinya dampak biologis dari
dampak pernikahan dini.
d. Bagi Responden
e. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan responden
tentang dampak biologis dari pernikahan dini.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Beberapa penelitian yang mengambil tofik yang hampir sama dengan ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini
Nama Penulis, Desain
Populasi Intervensi
Judul Tahun Terbit, Tujuan Penelitian, Hasil
No dan dan
Jurnal Tempat Penelitian Lama Penelitian
Sampel Perbandingan
Penelitian penelitian
1 Gambaran May minarni,ari Tujuan Desain Populasi : , Intervensi : Hasil
dampak andayani,siti penelitian Penelitian menggunakan Pemberian ASI penelitian
biologis haryani,2014,desa ini untuk deskriptif 90 populasi secara eksklusif menunjukan
dan munding mengetahui dengan dan 47 adalah bayi yang bahwa
psikologis kecamatan bergas gambaran pendekatan sampel diberi ASI saja pemberian ASI
remaja kabuaten dampak cross tanpa makanan eksklusif di
yang semarang biologis dan sectional tambahan Kelurahan
menikah fsikologis apapun selama 6 Palebon masih
dini di dari Sampel : bulan. rendah yaitu 47
desa pernikahan melibatkan responden
munding dini. 47 sampel ibu hanya 21
menyusui Perbandingan :
kecamatan Ada Hubungan (44,7%) yang
bergas yang memberikan
memiliki bayi Status Pekerjaan
kabupaten Dengan ASI eksklusif
semarang usia 6-12 dikarenakan
bulan. Pemberian ASI
Eksklusif banyak ibu
Proses yang bekerja,
pengambilan selain itu
sampel adapula ibu
dilakukan yang beralasan
secara acak karena tidak
(Probability tau dan
sampling) suruhan dari
dengan teknik orang tua
proportional untuk
random mmberikan
sampling bayinya
makanan
tambahan di
bawah umur 6
bulan.
Pemberian
makanan
tambahan
banyak
diberikan pada
bayi ketika
berumur 3
bulan dan
makanan
tambahan yang
diberikan
adalah bubur
siap saji dan
pisang. Dari
hasil penelitian
sebagian besar
ibu menyusui
yang memiliki
bayi usia 6- 12
bulan memiliki
status
pekerjaan
adalah bekerja
yaitu sebanyak
24 orang
(51,1%) dan
sebagian besar
ibu bekerja
tidak
memberikan
ASI eksklusif
yaitu 20
(83,3%).
Berdasarkan
hasil uji
statistik
dengan
menggunakan
Continuity
Correction
dengan nilai p
sebesar 0,000
(p < 0,05),
sehingga dapat
dinyatakan ada
hubungan
antara status
pekerjaan
dengan
pemberian ASI
eksklusif pada
ibu menyusui
di kelurahan
Palebon. Hasil
diatas
menunjukan
bahwa apabila
status
pekerjaan ibu
bekerja maka
besar
kemungkinan
ibu tidak
memberikan
ASI eksklusif
pada bayinya,
dan apabila
status
pekerjaan ibu
tidak bekerja
maka besar
kemungkinan
ibu dapat
memberikan
ASI
eksklusifnya.
Karena
kebanyakan
ibu bekerja,
waktu merawat
bayinya lebih
sedikit,
sehingga
memungkinkan
ibu tidak
memberikan
ASI eksklusif
pada bayinya.
Sebenarnya
apabila ibu
bekerja masih
bisa
memberikan
ASI eksklusif
pada bayinya
dengan cara
memompa atau
dengan
memerah ASI,
lalu kemudian
disimpan dan
diberikan pada
bayinya nanti.
Kebanyakan
ibu yang
bekerja tidak
memberikan
ASI esklusif
pada bayinya,
tapi ada pula
ibu yang
bekerja dapat
memberikan
ASI ekslusif
pada bayinya
sebanyak 4
orang. Hasil
penelitian ini
sesuai dengan
teori yang
menyatakan
bahwa banyak
ibu tidak
menyusui
secara
eksklusif
dikarenakan
ASI tidak
cukup, ibu
bekerja dengan
cuti hamil tiga
bulan, jam
kerja, dan takut
ditinggal
suami. (Roesli,
2000, pp.46).
hasil ini juga
diperkuat oleh
penelitian
Unzila Rahma
(2008) dengan
judul
“Hubungan
Dukungan
Keluarga pada
Ibu Bekerja
Terhadap
Pemberian ASI
Eksklusif”
dengan hasil
ada hubungan
antara
dukungan
keluarga pada
ibu bekerja
terhadap
pemberian ASI
eksklusif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan teori
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).12 Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Secara garis besar
dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu objek tersebut, tidak sekedar dapat
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara
benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengetahui tentang pengetahuan remaja
usia 16-19 tahun pada tingkat “tahu” artinya responden hanya mengingat sesuatu
yang pernah ia ketahui. Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian.13
Green (2000) menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan.
Perilaku terbentuk dari tiga faktor, yakni:
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya
a. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-
sarana kesehatan, misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi,
jamban, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2. Pernikahan Dini
1. Pengertian Pernikahan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Soekanto (2006), perkawinan (marriage) adalah ikatan yang sah
dan resmi antara seorang pria dengan seorang wanita, yang menimbulkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara mereka maupun keturunannya.
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat
dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Berdasarkan
pasal 7 UU No.1/1974
a. Perkawinan hanya diizinkan bila pria mencapai usia 19 (sembilan belas)
tahun dan wanita mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
b. Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan agama atau pejabat lain yang diminta oleh
kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.
2. Pengertian Pernikahan Dini
Menurut UU Negara/UU perkawinan bab 11 pasal 7 ayat 1
menyatakan bahwa: perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dapat
mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16
tahun. Jadi, jika masih dibawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan
dini.
Menurut BKKBN (2010), usia minimal menikah adalah 20 tahun untuk
perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014), Pernikahan adalah
akad/janji nikah yang diucapkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa yang
merupakan awal dari kesepakatan bagi calon pengantin untuk saling memberi
ketenangan (sakinah) dengan mengembangkan hubungan atas dasar saling
cinta dan kasih (mawaddah wa rahmah). Pernikahan adalah awal terbentuknya
sebuah keluarga.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pernikahan Dini


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini menurut Subakti
(2009) adalah:
a. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhaap perilaku. Tingkat
pengetahuan bisa dipengaruhu oleh beberapa faktor yaitu pendidikan,
pengalaman dan usia. Semakin ringgi tingkat pendidikan seseorang semakin
tinggi pula tingkat pengetahuannya.
b. Sosial ekonomi
Hampir semua aktifitas manusia terkait dengan ekonomi, karena pada
umumnya semua aktifitas manusia berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
(needs) dan keinginan (wants) dalam kehidupannya. Di sisi lain juga terlihat
bahwa apapun profesi dan pekerjaan yang dilakukan seseorang tujuannya
tidak terlepas dari pemenuhan keperluan hidup baik sekarang maupun masa
depan, baik untuk keperluan sendiri atau generasi berikutnya. Orang tua
menikahkan anaknya untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Anak
perempuan dinikahkan bahkan dengan laki-laki yang usianya jauh diatasnya
yang memiliki status ekonomi cukup, sehingga bisa membiayai keluarga
perempuan.
c. Budaya
Budaya berasal dari bahasa sansekerta (buddhayah) yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”, semua hal-hal yang berkaitan
dengan akal. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota msasyarakat.
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan
perawan tua sehingga segera dikawinkan. Orang tua menganggap bahwa
perkawinwn dalam usia muda mempunyai suatu faktor pematangan. Dibalik
motivasi orang tua yang ingin sekali untuk segera mengawinkan anak-anaknya
ialah demi melepaskan mereka dari tanggung jawab atas perilaku kejahatan
dan kenakalan anaknya. Faktor budaya yang sudah melekat di masyarakat
bahwa jika punya anak perempuan harus segera dinikahkan agar tidak menjadi
perawan tua.
d. Faktor kemauan sendiri
Remaja merupakan tahapan sesorang dimana ia berada di antara fase
anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik,perilaku, kognitif,
biologis, dan emosi. Sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan
atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di usia muda denga
alasan sudah cocok dan saling mencintai.
e. Faktor Media massa atau Informasi
Informasi yang semakin cepat dalam berbagai bentuk telah
menyebabkan dunia semakin menjadi milik remaja. Demikian informasi
tentang kebudayaan hubungan seksual telah memengaruhi kaum remaja
termasuk di Indonesia, sehingga telah terjadi suatu revolusi yang menjurus
makin bebasnya hubungan seksual pranikah.
f. Pergaulan Bebas
Perkawinan usia muda terjadi karena akibat kurangnya pemantauan
dari orang tua yang mana mengakibatkan kedua anak tersebut melakukan
tindakan seks tanpa sepengetahuan orang tua. Masa-masa remaja adalah masa
ketika pertumbuhan seksualnya meningkat dan psikis berkembang menuju
kedewasaan. Jadi, bisa saja dalam hubungannya mereka memiliki daya nafsu
seksual yang tinggi dan tak tertahan atau terkendali lagi sehingga mereka
berani melakukan hubungan seksual hanya demi penunjukkan rasa cinta.
4. Dampak Pernikahan Dini
Dampak Pernikahan Usia Muda (Masnawi, 2013):
1. Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses
pertumbuhan menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan
hubungan seksual, apalagi sampai terjadi hamil dan melahirkan, jika
dipaksakan justru akan terjadi trauma, robekan jalan lahir yang luas dan
infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya dan membahayakan
jiwa.
Pernikahan ideal dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki saling
menghormat dan menghargai satu sama lain. Akan tetapi, apabila hal diatas
tidak terjadi, maka hal-hal yang harus dihindari dalam pernikahan adalah
melakukan :
a. Kekerasan secara fisik (misal : memukul, menendang, menampar,
menjambak rambut, menyundut dengan rokok, melukai)
b. Kekerasan secara psikis (misal : menghina, mengeluarkan komentar-
komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara atau
teman-temannya, mengancam)
c. Kekerasan seksual (misal: memaksa dan menuntut berhubungan seksual)
d. Penelantaran (misal : tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja)
e. Eksploitasi (misal : memanfaatkan, memperdagangkan, dan
memperbudakkan orang).
Apabila hal tersebut terjadi, maka langkah-langkah yang dapat dilakukan
adalah
a. Mendatangi fasilitas kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit) umtuk
mengobati luka-luka yang dialami dan mendapatkan visum dari dokter
atas permintaan polisi penyidik
b. Menceritakan kejadian kepada keluarga, teman dekat atau kerabat
c. Melapor ke polisi (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak/UPPA
d. Mendapatkan pendampingan dari tokoh agama, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), psikolog atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
2. Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan
seksual, sehingga akan menimbulkan trauma yang berkepanjangn dalam jiwa
anak dan sulit disembuhkan, anak akan murung dan menyesali hidupnya yang
berakhir dengan perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan
hidupnya, sehingga keluarga mengalami kesulitan untuk menjadi keluarga
yang berkualitas.
3. Dampak Sosial
Perkawinan mengurangi kebebasan pengembangan diri, masyarakat akan
merasa kehilangan sebagian aset remaja yang seharusnya ikut bersama-sama
mengabdi dan berkiprah di masyarakat. Tapi karena alasan sudah berkeluarga
maka keaktifan mereka di masyarakat menjadi berkurang.
4. Dampak Ekonomi
Menyebabkan sulitnya peningkatan pendapatan keluarga, sehingga
kegagalan keluarga dalam melewati berbagai macam permasalahan terutama
masalah ekonomi meningkatkan resiko perceraian.
5. Dampak Pernikahan Dini pada Kehamilan
Perempuan yang hamil pada usia remaja cenderug memiliki resiko kehamilan
dikarenakan kurang pengetahuan dan ketidaksiapan dalam menghadapi
kehamilannya. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan usia
dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian yang terjadi
pada usia 20-29 tahun.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014), masalah-masalah yang mungkin
terjadi selama kehamilan adalah:
a. Perdarahan waktu hamil walaupun hanya sedikit
b. Bengkak di kaki, tangan, atau wajah disertai sakit kepala dan atau kejang
c. Demam atau panas tinggi lebih dari 2 hari
d. Keluar cairan ketuban sebelum tiba saat melahirkan
e. Muntah terus dan tidak mau makan
f. Berat badan yang tidak naik pada trimester 2-3
g. Bayi di kandungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak sama
sekali.
h. Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin pada darah, kekurangan zat
besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan dan
perkembangn sel otak janin dalam kandungan. Remaja putri yang hamil
ketika kondisi gizinya buruk beresiko melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah sebesar 2-5 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang
dilahirkan oleh wanita berusia 25-34 tahun.
i. Keguguran (abortus), yaitu berakhirnya suatu kehamilan (oleh sebab-
sebab tertentu) sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu (Saifudin,
2010). Secara fisik, remaja masih terus tumbuh. Jika kondisi mereka
hamil, kalori serta zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan harus
dihitung dan ditambahkan kedalam kebutuhan kalori selama hamil. Bila
ibu hamil mengalami kurang gizi maka akibat yang ditimbulkan antara lain:
keguguran, bayi lahir mati, dan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah.
j. Kanker Serviks, yaitu tumor ganas yang terbentuk di organ leher rahim
reproduksi wanita yang menghubungkan rahim dan vagina. Perkawinan usia
muda meningkatkan angka kematian ibu dan bayi, selain itu bagi
perempuan meningkatkan resiko kanker serviks. Karena hubungan seksual
dilakukan pada saat anatomi sel-sel serviks belum matur.

6. Dampak Pernikahan Dini pada Proses Persalinan


Melahirkan mempunyai resiko bagai setiap perempuan. Bagi seorang perempuan
melahirkan di bawah usia 20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi. 2 Resiko yang
mungkin terjadi adalah:
a. Prematur, yaitu kalahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Kekurangan berbagai zat yag diperlukan saat pertumbuhan dapat
mengakibatkan makin tingginya kelahiran premature.
b. BBLR (berat badan lahir rendah), yaitu berat badan bayi lahir kurang dari
2500 gram, remaja putri yang mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk
beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah sebesar 2-3 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berstatus gizi baik.

7. Pencegahan
Menurut Noorkasiani, dkk, (2009) upaya untuk menanggulangi perkawinan
usia muda antara lain sebagai berikut :
a) Remaja yang belum berkeluarga dapat diberikan pengarahan melalui
kegiatan pendidikan dalam arti meningkatkan pengetahuan remaja tentang
arti dan peran perkawinan serta akibat negatif yang ditimbulkan
perkawinan pada usia yang sangat muda dengan melakukan kegiatan yang
positif.
b) Remaja yang telah berkeluarga yaitu mencegah remaja berkeluarga agar
tidak segera hamil, salah satunya dengan kegiatan pendidikan keluarga
untuk meningkatkan pengetahuan keluarga muda.
c) Penyuluhan kepada keluarga agar menghilangkan kebiasaan keluarga
untuk mengawinkan anak dalam usia muda dan meningkatkan status
ekonomi sehingga dapat menghindari terjadinya perkawinan usia muda
dengan alasan ekonomi.
d) Melakukan sosialisasi untuk menghilangkan budaya menikah muda,
memperbanyak kesempatan kerja dan berperilaku tegas dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan,
yaitu memberi sanksi bagi yang melanggarnya, meningkatkan status
kesehatan masyarakat, dan menyukseskan program keluarga berencana.

B. Kerangka teori

Faktor predisposisi
Pengetahuan
Sikap
Kepercayaan
Keyakinan
Nilai-nilai

Faktor pendukung
Lingkungan
Sarana dan Perilaku kesehatan
prasarana

Faktor pendorong
Sikap dan perilaku
petugas kesehatan

Gambar 1. Kerangka Teori (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2010)


C. Kerangka konsep

Variabel independen Variabel dependen

Tingkat Pengetahuan Kejadian Pernikahan Dini

Baik Ya
Cukup Tidak
Kurang

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis penelitian
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang pernikahan dini
dengan kejadian pernikahan dini di Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
B. Tempat dan waktu penelitian
C. Populasi,sampel,dan teknik sampling
D. Variabel penelitian
1.variabel bebas atu variabel independent
2 variabel terikat atau variabel dependent
E. Definisi operasional

Anda mungkin juga menyukai