Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PSIKOLOGI KESEHATAN

“PERKAWINAN USIA MUDA”

DISUSUN OLEH:

1. Alvina Salsabila Ardia Kirana (2200036066)


2. Annisa Maharani (2200036067)
3. Mutia Mailana Abdillah (2200036068)
4. Eka Septi Ismiatun (2200036069)
5. Zahra Prista Nabilah (2200036070)

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................................................... 3

BAB II ....................................................................................................................................... 4

A. Pengertian perkawinan usia muda .............................................................................. 4

B. Faktor Penyebab perkawinan usia muda ................................................................... 4

C. Masalah Kesehatan perkawinan usia muda ............................................................... 5

D. Dampak perkawinan usia muda .................................................................................. 6

E. Upaya Mengatasi perkawinan usia muda................................................................... 6

BAB III...................................................................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN

Dua individu yang meakukan upacara pengikatan janji untuk meresmikan ikatan
perkawinan secara agama, hukum dan sosial dapat disebut bahwa dua individu tersebut telah
melaksanakan pernikahan. Upacara pernikahan memiliki banyak varian dan variasi menurut
tradisi suku, agama, budaya dan sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu juga terkadang
dikaitkan dengan aturan atau hukum agama tertentu.

Perkawinan anak merupakan masalah sosial dan ekonomi yang diperumit oleh tradisi
dan budaya masyarakat. Stigma yang melekat pada perkawinan pasca pubertas yang dianggap
memalukan oleh sebagian kalangan juga meningkatkan terjadinya perkawinan anak. Motif
finansial, harapan untuk mencapai keamanan sosial dan finansial setelah menikah membuat
banyak orang tua setuju untuk menikah dini. Maka hal ini juga tidak menutup kemungkinan
bahwa pernikahan dini tidak membawa kebahagiaan keluarga, sebagaimana tujuan dari
pernikahan itu sendiri, tetapi justru membawa kerugian dan bahkan mungkin kesengsaraan bagi
mereka yang tinggal di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian perkawinan usia muda


United Nations Children's Fund UNICEF memiliki pendapat tentang
pernikahan dini yaitu. perkawinan resmi atau tidak resmi berakhir sebelum usia 18
tahun (UNICEF, 2014). Menurut sumber lain, pernikahan dini adalah pernikahan
pasangan yang berusia di bawah 17 tahun (Dini & Nurhelita, 2020). UU No 16 Tahun
2019, perubahan atas UU No 1 Tahun 1974, dimana usia menikah bagi laki-laki dan
perempuan harus 19 tahun. Sementara itu, Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN) menyatakan bahwa perkawinan yang sehat adalah perkawinan
antara laki-laki berusia 25 tahun dengan perempuan berusia 20 tahun. Hal itu dinilai
berdasarkan kesiapan menikah dan pentingnya sistem reproduksi (BKKBN, 2010).
Dengan demikian, pernikahan dini banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia yaitu
wanita yang berusia antara 16 sampai 20 tahun (Intan & Ira, 2017).

B. Faktor Penyebab perkawinan usia muda


Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pernikahan dini yang dominan
adalah (Yanti, et al., 2018)

1) Kehamilan di luar nikah


Pernikahan diusia dini sering terjdi pasa masa-masa pubertas karena pada masa
tersebut, remaja sangat rentan pada perilaku seksual mereka sehingga dapat terjadi
aktivitas berhubungan bada pada usia remaja. Pergaulan antar lawan jenis pada
masa remaja yang bebas juga dapat menjadi pengaruh terjadinya hamil diluar nikah
yang kemudian solusi yang diambil pihak keluarga adalah dengan menikahkan
mereka (Tampubolon, 2021).
2) faktor lingkungan
Perkawinan dianggap sebagai “kewajiban sosial” yang merupakan bagian dari
warisan adat dan dianggap sakral. Pandangan tradisional tentang pernikahan
sebagai kewajiban sosial nampaknya menjadi bagian penting dari fenomena
pernikahan dini di Indonesia. Pernikahan dini di kalangan remaja cenderung
berdampak negatif pada sosial ekonomi, mental/psikologis dan fisik, khususnya
kesehatan reproduksi remaja (Tampubolon, 2021).
3) faktor orang tua
Keluarga merupakan salah satu faktor terjadinya perkawinan usia muda, dimana
keluarga dan orang tua menikahkan anaknya segera setelah mereka mencapai usia
dewasa. Inilah yang dirasakan oleh orang tua dari pasangan muda. Dia menikah
dengan anaknya karena sudah lama menjalin cinta (3 tahun), sehingga dia takut
anaknya akan menjalin hubungan yang buruk dengan pacarnya (Yanti, et al., 2018).
4) faktor Pendidikan
Dalam pemikiran logis, tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam
menentukan perilaku pernikahan di usia muda, wanita dengan tingkat pendidikan
rendah biasanya menikah dan memiliki anak di usia muda. Pendidikan orang tua
juga berperan dalam pengambilan keputusan anak, karena dalam lingkungan
keluarga, pendidikan anak di atas segalanya (Tampubolon, 2021).
5) faktor finansial
Motif finansial harapan untuk mencapai keamanan sosial dan finansial setelah
menikah membuat banyak orang tua setuju untuk menikah dini (Tampubolon,
2021).
6) faktor individu
Faktor ini sangat sulit dihindari karena pria dan wanita berpikir bahwa mereka
saling mencintai tanpa memandang usia, terlepas dari masalah apa yang mereka
hadapi dan apakah mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut. Muncul perasaan
saling cinta dan perasaan itu sudah baik. Dalam kondisinya, dia sudah memiliki
pasangan hidup dan pasangannya memiliki keinginan yang sama yaitu menikah
muda tanpa memikirkan masalah apa yang akan dia hadapi kedepannya, jika dia
menikah muda hanya karena sudah saling mencintai, maka dia menikah muda
(Tampubolon, 2021).

C. Masalah Kesehatan perkawinan usia muda


Di Indonesia menurut undang-undang perkawinan menyatakan bahwa wanita
diperbolehkan menikah pada saat usia sudah 16 tahun, tetapi menurut undang-undang
kesehatan diperbolehkan pada saat usia sudah 20 tahun, dikarenakan usia dibawah 20
tahun beresiko terjadi kanker serviks dan penyakit menular seksual. adapun pada
kehamilan saat usia muda dapat terjadi komplikasi kehamilan, misal terjadi
preeclampsia, resiko persalinan macet, robekan yang meluas, bayi memiliki berat badan
rendah atau bahkan besar, dan masih banyak lagi resiko yang akan terjadi hingga yang
beresiko kematian pada ibu (Hanum & Tukiman, 2015).
D. Dampak perkawinan usia muda
Menurut (Hanum & Tukiman, 2015) pernikahan yang dilakukan pada usia dini
dapat berdampak pada anak. Dampak-dampak tersebut seperti:
a. Dampak biologi
Anak-anak alat biologi pembiakannya masih dalam proses begitu
dewasa hingga belum siap berhubungan seks dengan lawan jenis, terutama jika
anda sedang hamil lalu melahirkan. Di samping itu, ikatan pernikahan akan
melenyapkan hak anak atas pendidikan (wajar 9 tahun), hak persaingan dan
menikmati waktu luang dan haknya yang lain yang melekat pada anak.
b. Dampak psikologis
Secara mental anak belum siap memahami, dapat menimbulkan trauma
psikologis lama hidup dalam jiwa seorang anak yang sulit sembuh.
c. Dampak sosial
Fenomena sosial ini saling terkait dengan faktor sosial dan budaya yang
mendalam masyarakat patriarki yang bias gender menempatkan wanita pada
posisinya yang rendah dan hanya dianggap pria saja. Situasi ini sangat
bertentangan dengan ajaran agama apapun, termasuk islam yang ditakuti
wanita. Situasi ini hanya budaya patriarki yang akan menjaga bias kekerasan
gender terhadap perempuan.
d. Terhadap perilaku seksual
Berhubungan seks penyimpangan adalah tindakan menyukai
berhubungan seks dengan anak disebut pedofilia. Jika tidak ada tindakan yang
dilakukan hukum terhadap mereka yang menggunakan seks anak adalah illegal
tidak ada efek jera pelaku bahkan bisa menjadi panutan lainnya.

E. Upaya Mengatasi perkawinan usia muda


Upaya yang dapat dilakukan unruk mencegah terjadinya usia pernikahan dini
menurut sebagai berikut (Kristiwant, 2022):
1) Memberikan informasi manfaat dan skema jaminan sosial yang akurat kepada siswa
miskin berupa jaminan kesehatan dan subsidi pendidikan untuk mencegah
pernikahan dini.
2) Sosialisasi Perkawinan UU No 16 Tahun 2019, perubahan atas UU No 1 Tahun
1974, dimana usia menikah bagi laki-laki dan perempuan harus 19 tahun, dan
dampak perkawinan anak usia dini. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta tentang penurunan angka perceraian akibat pernikahan
dini dan menekankan agar orang tua memprioritaskan pendidikan anaknya minimal
melalui Sekolah Menengah Pertama (SMA).
3) memberikan pelatihan, informasi dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi
anak dan remaja serta hak atas kesehatan reproduksi.
4) Membentuk kelompok dukungan sebaya untuk mencegah perkawinan anak di
sekolah dan di masyarakat
5) Orang tua/wali bertanggung jawab dalam pembinaan, pendidikan, pembinaan,
pengawasan dan perlindungan anak agar tidak memasuki pernikahan dini. Aturan
mengenai peraturan pencegahan perkawinan dini juga dapat ditemui di pasal 26
ayat (1) yang mengatur bahwa Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk :
a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya; dan
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak - anak.
6) Memperkuat dukungan kelembagaan dan teknis Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk mencegah dan
menghapuskan pernikahan dini.
BAB III
KESIMPULAN

Pernikahan di usia muda adalah pernikahan pasangan yang berusia di bawah 17 tahun.
UU No 16 Tahun 2019, perubahan atas UU No 1 Tahun 1974, dimana usia menikah bagi laki-
laki dan perempuan harus 19 tahun. Sedangkan pernikahan di usia muda dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti kehamilan di luar nikah, faktor lingkungan, faktor orang tua, faktor
Pendidikan, faktor finansial, faktor individu. Selain itu pernikahan di usia juga dapat
menyebabkan masalah Kesehatan seperti terjadi kanker serviks dan penyakit menular seksual.
adapun pada kehamilan saat usia muda dapat terjadi komplikasi kehamilan, misal terjadi
preeclampsia, resiko persalinan macet, robekan yang meluas, bayi memiliki berat badan rendah
atau bahkan besar, dan masih banyak lagi resiko yang akan terjadi hingga yang beresiko
kematian pada ibu. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pernikahan di usia muda dapat
mencakup Dampak biologi, Dampak psikologis, Dampak sosial, Terhadap perilaku seksual.
Berbagai kegiatan dapat dilakukan demi upaya untuk menekan angka pernikahan dini seperti
melakukan sosialisasi, melakukan edukasi, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Dini, A. Y. R. & Nurhelita, V. F., 2020. HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG
PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN TERHADAP RISIKO PERNIKAHAN USIA DINI. JURNAL
KESEHATAN, 11(1), pp. 50-59.

Hanum, Y. & Tukiman, 2015. DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN ALAT REPRODUKSI
WANITA. DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN ALAT REPRODUKSI WANITA,
13(26), pp. 36-43.

Intan, A. & Ira, N., 2017. ANALISIS PENGETAHUAN PEREMPUAN TERHADAP PERILAKU MELAKUKAN.
The Indonesian Journal of Public Health, 12(2), p. 249–262.

Kristiwant, N. k., 2022. Upaya Pencegahan Perkawinan Dibawah Umur (Studi Kasus Di Kecamatan
Tegowanu). [Online]
Available at: https://repository.uksw.edu/handle/123456789/25531
[Accessed 03 mei 2023].

Tampubolon, E. P. L., 2021. Permasalahan Perkawinan Dini di Indonesia. Jurnal Indonesia Sosial Sains,
2(5), pp. 738-745.

Yanti, Hamidah & Wiwita, 2018. ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI
KECAMATAN KANDIS KABUPATEN SIAK. Yanti Hamidah Wiwita, 6(2), pp. 96-103.

Anda mungkin juga menyukai