Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 1

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

DISUSUN OLEH

NAMA : A.SYAKHARULLAH
NIM : 043121243
SEMESTER : IV ( EMPAT )

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL, DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU HUKUM
OKTOBER 2022
1. Jelaskan konsep dan kedudukan hukum pernikahan dini dalam
Peraturan Perundang-undangan Indonesia?
Jawab :
Perkawinan membawa dampak terhadap hampir semua sendi sosial
kemasyarakatan. Atas dasar ini, sebagaimana agama, negara juga menetapkan standar-
standar baku pernikahan yang harus dipatuhi oleh masyarakat, seperti batas minimal
usia, persetujuan kedua belah pihak, pencatatan sipil dan sebagainya. Dalam hukum
positif Indonesia, aturan-aturan ini terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974. Mengenai batas minimal usia pernikahan, pada pasal 7 ayat
pertama dijelaskan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas)
tahun.

Usia Minimum untuk Menikah


Pada dasarnya, Pasal 2 UU Perkawinan mengatur bahwa perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Kemudian, setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Patut diperhatikan, mengenai batas usia minimal seseorang boleh menikah, Pasal
7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 16/2019”) mengatur bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19
tahun.
Berdasarkan ketentuan tersebut, yang dimaksud dengan pernikahan dini atau
perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan sebelum laki-laki dan
perempuan calon mempelai mencapai usia 19 tahun.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini, yaitu yang calon
suami/istrinya di bawah 19 tahun, pada dasarnya tidak dibolehkan oleh undang-
undang. Selain itu, bila calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, ia harus
mendapatkan izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan.

Dispensasi Umur Kawin


Meski pada dasarnya tidak dibolehkan, berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019
masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur 19 tahun
tersebut, yaitu dengan cara orang tua pihak pria dan/atau wanita meminta dispensasi
kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung
yang cukup.
Yang dimaksud dengan alasan sangat mendesak adalah keadaan tidak ada
pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan.
Permohonan disepensasi tersebut diajukan ke Pengadilan Agama bagi yang
beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang beragama selain Islam. Pemberian
dispensasi oleh pengadilan wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon
mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, secara hukum pernikahan
dini masih dimungkinkan. Namun, pernikahan tersebut tidak dapat dilakukan
sembarangan dan harus memenuhi persyaratan tertentu, sebagaimana yang telah saya
sebutkan sebelumnya.

Pernikahan Dini dari Sudut Pandang Psikologi


Meskipun pernikahan dini masih dimungkinkan secara hukum, untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya dan calon mempelai dan orang
tuanya memahami terlebih dahulu bagaimana pandangan psikologi terhadap
pernikahan dini.
Dari sisi psikologis, salah satu psikolog berpendapat bahwa menganjurkan atau
membiarkan pernikahan dini adalah bentuk kekerasan terhadap anak. Kalau ada orang
tua yang mengizinkan anaknya menikah di usia dini, maka dapat dikatakan ia
melakukan tindak kekerasan terhadap anak.
Anak yang berumur di bawah 21 tahun sebetulnya masih belum siap untuk
menikah. Ketidaksiapan anak menikah dapat dilihat dari 5 aspek tumbuh kembang
anak yaitu:
a. Fisik
Fisik seorang anak pada usia remaja masih dalam proses berkembang. Kalau
berhubungan seksual akan rentan terhadap berbagai penyakit, khususnya untuk
perempuan.
b. Kognitif
Di usia anak dan remaja, wawasan belum terlalu luas, kemampuan problem
solving dan decision making juga belum berkembang matang. Apabila ada
masalah dalam pernikahan, mereka cenderung kesulitan menyelesaikannya.
c. Bahasa
Anak dan remaja tidak selalu bisa mengomunikasikan pikirannya dengan jelas.
Hal ini dapat menjadi masalah besar dalam pernikahan.
d. Sosial
Jika menikah di usia remaja, kehidupan sosial anak akan cenderung terbatas dan
kurang mendapatkan support dalam lingkungannya.
e. Emosional
Emosi remaja biasanya labil. Kalau mendapatkan masalah akan lebih mudah
untuk depresi dan hal ini berisiko terhadap dirinya sebagai remaja, dan anak yang
dilahirkan dalam pernikahan. Selain itu, dengan emosi yang labil, anak/remaja
yang menikah lebih sering bertengkar, sehingga pernikahannya tidak bahagia.

Dasar Hukum dan refrensi :


- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
- BMP HKUM4208 Modul1 Hukum dan HAM

2. Jelaskan akibat dilakukannya pernikahan dini dari aspek biologis,


psikologis, dan ekonomi terhadap perkawinan?
Jawab :
Dalam berbagai studi dinyatakan bahwa dalam perkawinan yang dilakukan
oleh suami atau istri yang belum memiliki kematangan fisik dam psikis mempunyai
potensi besar untuk terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Beberapa
dampak negatif dari pernikahan dini misalnya:

 Aspek Biologis
Akibat negatif bagi kesehatan reproduksi anak atau remaja perempuan antara lain:
1) Banyaknya kematian ibu hamil dan angka melahirkan yang relatif tinggi
karena minimnya pengetahuan dan informasi kesehatan reproduksi
terutama para ibu-ibu muda. Karena bentuk akibat dari minimnya
pengetahuan dan informasi berakibat pada perdarahan yang banyak apda
saat melahirkan, gangguan kesehatan ibu dan usia ibu yang masih belia (di
bawah 20 tahun) atau terlalu tua (di atas 34 tahun) pada saat hamil dan
melahirkan."
2) Alat reproduksi perempuan di bawah usia 20 tahun belum matang benar,
sehingga kehamilan di usia muda tidak baik bagi kesehatan reproduksi."
3) Perkawinan anak-anak juga ditengarai beresiko terkena kanker serviks yang
dikarenakan oleh human papiloma virus (HPV). Hal ini disebabkan masih
rapuhnya leher rahim remaja putri karena pembentukan sel-sel rahim yang
belum sempurna. Kondisi itulah yang membuat leher Rahim tidak kuat
membendung serangan HPV.

 Aspek Psikologis
secara psikologi, perkawinan usia anak bisa menyebabkan trauma dan krisis
percaya diri, kemudian emosi nggak berkembang dengan matang.
Kepribadiannya cenderung tertutup, mudah marah, putus asa, dan
mengasihani diri sendiri. Hal ini karena si anak belum siap untuk menjadi istri,
pasangan seksual, dan menjadi Ibu atau orang tua. Selain itu, perkawinan usia
anak juga menyebabkan gangguan kognitif, seperti nggak berani mengambil
keputusan, kesulitan memecahkan masalah, dan terganggunya memori.
Dominasi pasangan rentan menyebabkan terjadinya ketidakadilan,
kekerasan rumah tangga serta terjadi perceraian. Di sisi lain, tuntutan
bersosialisasi dalam masyarakat atau menghadapi pandangan masyarakat akan
membuat si anak merasa tertekan dan cenderung menutup diri dari aktivitas
sosial. Hal ini dapat menyebabkan produktivitas menurun dan sedikit peluang
untuk melanjutkan pendidikan.
Selain itu, perkawinan usia anak, remaja perempuan yang hamil dan
melahirkan rawan mengalami gangguan mental pasca melahirkan, seperti
depresi setelah melahirkan (baby blue syndrome) yang terjadi karena perubahan
hormon, kelelahan, tekanan mental, dan merasa kurangnya bantuan ketika
melahirkan.

 Aspek Ekonomi
Dampak pernikahan dini dalam hal ekonomi, yaitu :
1) Tanggung Jawab Memikul Beban Ekonomi
Perkawinan akan memberikan motivasi atau dorongan kepada seseorang
untuk bertanggung jawab, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain
(istrinya ataupun suaminya).
2) Mengurangi beban ekonomi orangtua
Masyarakat yang ekonominya lemah sering menikahkan anaknya di usia
yang masih muda dengan harapan dapat membantu mengurangi beban
ekonomi orangtuanya, karena anak yang sudah menikah sudah menjadi
tanggung jawab suaminya semua kebutuhan hidupnya akan dipenuhi oleh
suaminya, dan orangtua juga berharap menantunya dapat membantu
mengurangi beban hidupnya.
3) Belum Siapnya Secara Ekonomi
Dampaknya bagi keluarga muda dari segi kebutuhan ekonomi akan
mengakibatkan stress, akibat belum siapnya secara ekonomi disatu sisi
dorongan konsumsi dan kebutuhan baru akibat perubahan jaman yang cepat.
kebutuhan konsumsi keluarga yang makin tinggi mendorong keinginan
keluarga untuk meningkatkan daya beli dan mengurangi beban tekanan
ekonomi. Dampak secara langsung dijumpai pada keluarga perdesaan begitu
banyak dorongan kebutuhan konsumsi dan kebutuhan baru yang direspon
segera, belum lagi tuntutan anggota keluarga yang tinggi akibat perubahan
jaman dan arus informasi yang cepat sebagai ilustrasi pertumbuhan
kendaraan roda dua di perdesaan sangat pesat.
4) Menimbulkan Tenaga Kerja Tidak Produktif
Munculnya Pekerja Anak Para kaum muda yang menikah dan putus sekolah
sebelum menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP), Pada umumnya cenderung berpenghasilan rendah. Selain
itu mereka juga rentan terhadap pengangguran, atau bekerja di bidang
pekerjaan yang kurang aman dan pasti (tanpa kontrak). Kondisi
ketenagakerjaan anak muda, semakin muda usia putus sekolah semakin
tinggi persentase terjebak dalam pengangguran dan kemungkinan berhasil
dalam dunia kerjanya rendah karena tidak berpendidikan, berketrampilan
rendah, serta tidak memiliki kecakapan kerja. Anak-anak pada usia tersebut
harus tetap berada di sekolah untuk menuntut ilmu karena anak yang putus
sekolah dan masuk dalam dunia kerja walaupun dapat membantu
perekonomian keluarga, namun hanya untuk sementara saja.

Refrensi :
- BMP HKUM4208 Modul1 Hukum dan HAM
3. Jelaskan bagaimana prosedur pengajuan dispensasi perkawinan ke
Pengadilan?
Jawab :
Meski dalam undang-undang sudah ditentukan usia minimal kedua mempelai,
tapi pada praktiknya masih banyak pernikahan yang terjadi meski di bawah usia
tersebut. Memang pada kondisi tertentu, pernikahan semacam ini bisa dilaksanakan.
Kondisi tertentu yang dimaksud adalah alasan yang sangat mendesak dan tidak
ada pilihan lain selain menikah. Alasan tersebut harus kuat dan tidak boleh atas dasar
kebohongan semata.
Secara aturan hukum dispensasi nikah salah satunya adalah diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung RI No 5 Tahun 2019. Selama memenuhi syarat di
dalamnya, maka dispensasi dapat dilakukan. Adapun cara mengajukannya adalah
sebagai berikut:
1) Diajukan Oleh Orang tua Mempelai
Dispensasi nikah hanya boleh diajukan oleh orang tua atau wali
mempelai. Jika pihak mempelai wanita yang masih dibawah umur nikah, maka
pengajuan ini dilakukan oleh orang tua mempelai wanita.
Tapi, jika keduanya masih sama-sama di bawah umur nikah, maka yang
kedua orang tua mempelai harus mengajukan dispensasi. Jika orang tua sudah
bercerai, maka bisa diwakilkan oleh salah satunya atau boleh keduanya.
Pada kasus orang tua sudah bercerai, jika hanya diwakilkan oleh salah
satunya maka yang berhak adalah pemilik hak asuh. Tentunya yang sudah
diputuskan oleh pengadilan.
2) Mempersiapkan Persyaratan yang Diminta
Cara selanjutnya adalah harus mempersiapkan persyaratan yang diminta
untuk melakukan dispensasi nikah. Syarat dispensasi nikah ini sudah ditentukan
pada Pasal 5(1) Perma No 5 Tahun 2019 mengenai Pedoman Mengadili
Dispensasi Kawin.
Pada perma tersebut sudah disebutkan syarat-syarat administrasi yang
sudah ditentukan. Berikut ini dokumen yang menjadi syarat tersebut:
 Surat pengajuan
 Fotocopy KTP orang tua
 Fotocopy KTP atau akta lahir anak
 Fotocopy ijazah pendidikan anak atau keterangan masih sekolah
Tapi, jika syarat di atas tidak dapat terpenuhi, maka bisa diganti
menggunakan dokumen lain yang menjelaskan identitas dan status pendidikan
anak.
3) Mengajukan Kepada Pengadilan yang Berwenang
Pengajuan untuk melakukan dispensasi menikah bisa dilakukan melalui
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Untuk mempelai beragama islam, maka
bisa diajukan melalui Pengadilan Agama setempat.
Tapi bagi penganut agama non-islam, maka bisa mengajukan dispensasi di
Pengadilan umum. Jika mempelai dan orang tua memiliki agama yang berbeda,
maka pengajuan dilakukan di pengadilan sesuai agama mempelai.
Pada saat pengajuan, usahakan surat permohonan dibuat dalam format yang
sesuai. Contoh surat dispensasi nikah dapat dilihat dari berbagai sumber di internet.
Pengajuan selanjutnya akan diperiksa oleh Panitera.
Jika memenuhi syarat maka pengajuan akan diproses pada tahap berikutnya.
Jika tidak, maka Panitera akan menolak dan mengembalikan permohonan
dispensasi kawin tersebut.
4) Membayar Panjar Perkara
Jika berkas sudah diterima, maka proses selanjutnya Anda akan diminta untuk
membayar panjar perkara. Panjar perkara merupakan biaya yang digunakan untuk
mengurus perkara administrasi dan proses persidangan.
Biaya dispensasi nikah tersebut sesuai dengan lokasi radius Anda dengan
pengadilan terkait. Semakin jauh, maka akan semakin mahal. Jika biaya tersebut
lebih.
Maka kelebihannya akan diberikan kepada Anda. Tapi, jika dalam waktu 6
bulan atau 180 hari tidak diklaim, maka akan dimasukkan ke kas negara.
5) Menjalani Persidangan
Proses terakhir yang harus dijalani adalah persidangan. Tapi, tidak seperti
persidangan pada umumnya, hakim dan panitera akan menggunakan prosedur
sederhana dan mudah dipahami.
Biasanya, hakim akan memberi nasihat kepada kedua mempelai. Termasuk
tentang kehidupan setelah menikah dan risiko yang akan mereka hadapi nantinya.
Pernikahan bisa dilakukan oleh anak dibawah usia minimal, tapi harus
memenuhi syarat tertentu yang disebut dengan dispensasi. Cara mengajukan
dispensasi nikah sudah diatur secara detail di pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai