Anda di halaman 1dari 11

PENGABAIAN HAK-HAK

HAK HAK ANAK DALAM


PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR

Di susun oleh:
CUT RIKA ANANDA

Nim : 210101051
Program studi : Hukum

UNIVERSITAS SAMUDRA
FAKULTAS HUKUM
2023
ABSTRAK

Undang-undang perkawinan mengatur tentang perkawinan di bawah


umur. Pengaturan perkawinan tersebut termasuk salah satu syarat yang harus
dipenuhi oleh calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan. yaitu dalam
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 16 Tahun 2019. Undang-undang ini menyebutkan bahwa perkawinan
hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Selain
itu, seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapat izin kedua
orang tuanya untuk melangsungkan perkawinan. Mengacu pada ketentuan ini,
artinya, hukum perkawinan di Indonesia pada dasarnya tidak membolehkan
pernikahan di bawah umur. Praktek perkawinan anak di bawah umur masih sering
terjadi apalagi di desa atau perkampungan. Pengabaian hak-hak anak dalam kasus
perkawinan anak lebih disebabkan oleh tidak adanya perlindungan hukum yang
menjamin terpenuhinya hak asasi anak dan aspek legitimasi adat, budaya, dan
tradisi mengenai status sosial dalam masyarakat.

Kata kunci :Pernikahan Anak, Hak Anak, Perlindungan Hukum

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................I
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar belakang..........................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................2
C. Tujuan
penelitian....................................................................................................3
D. Manfaat penelitian......................................................................................3
E. Tinjauan Pustaka........................................................................................
F. Metode penelitiaan.....................................................................................4
1. Jenis peneltian .....................................................................................4
2. Pendekatan ilmiah.................................................................................4
3. Metode pengumpulan data....................................................................5
BAB II HASIL DAN
PEMBAHASAN................................................................................................6
A. Bentuk Pengabaian Hak Anak dalam Kasus Perkawinan Anak..................................6
B. Implikasi Pengabaian Hak Anak dalam Kasus Perkawinan Anak...........................6

BAB III PENUTUP..........................................................................................8


A. Kesimpulan...............................................................................................8
B. Saran .........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................9

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pernikahan anak di usia dini masih banyak terjadi. ini merupakan fenomena nyata
yang terjadi di masyarakat. lemahnya pengetahuan, baik dari segi pendidikan dan pola asuh
sosial, menyebabkan terjadinya perkawinan anak. Pernikahan merupakan suatu hal yang
bersifat jasmani dan rohani yang mengikat emosional antara seorang wanita dan seorang
pria.sejak dahulu kala sampai sekarang Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974, tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan rumah tangga yang bahagia. Pernikahan
adalah sebuah proses yang membutuhkan fisik dan persiapan mental. Pernikahan
menghasilkan seorang anak. Praktik perkawinan anak cukup tinggi dan Menurut UNICEF,
anak yang melakukan pernikahan dini mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan
karena anak-anak telah kehilangan hak-haknya dan hal ini berimplikasi pada kehidupan anak-
anak. Diantaranya adalah anak-anak yang mengalami kondisi buruk secara sosial dan
indikator ekonomi, di-bully, menjadi bahan perbincangan di lingkungannya dan di tengah
masyarakat, rendahnya pendidikan, meningkatnya angka kemiskinan, dan kekerasan dalam
rumah tangga(Kekerasan dalam rumah tangga) sehingga berdampak pada perceraian dan
anak-anak pun mengalami kondisi buruk secara sosial dan mental.

Undang-undang perkawinan mengatur tentang perkawinan di bawah


umur. Pengaturan perkawinan tersebut termasuk salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan. yaitu dalam UU Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019.
Undang-undang ini menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita
sudah mencapai umur 19 tahun. Selain itu, seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun
harus mendapat izin kedua orang tuanya untuk melangsungkan perkawinan. Mengacu pada
ketentuan ini, artinya, hukum perkawinan di Indonesia pada dasarnya tidak membolehkan
pernikahan di bawah umur. Praktek perkawinan anak di bawah umur masih sering terjadi
apalagi di desa atau di perkampungan. Pengabaian hak-hak anak dalam kasus perkawinan
anak lebih disebabkan oleh tidak adanya perlindungan hukum yang menjamin terpenuhinya
hak asasi anak dan aspek legitimasi adat, budaya, dan tradisi mengenai status sosial dalam
masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah di uraikan pada latar belakang masalah tersebut yang
berkenaan `dengan pernikahan di usia muda , maka rumusuan masalah sebagai berikut :

1. apa yang menyebabkan perkawinan anak di bawah umur masih ada?


2. Apakah pengabaian hak terhadap anak merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi
Manusia ?
3. Bagaimana perlindungan hukum mengenai perkawinan anak saat ini ?

2
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan i ini, adalah sebagai berikut :

1. untuk mengetahui penyebab mengapa perkawinan anak di bawah umur masih


dilakukan .
2. Untuk mengetahui dampak-dampak dari perkawinan dibawah umur terhadap anak-
anak.

D. Manfaat Penelitian
Selain mempunyai tujuan yang telah di paparkan di atas, dalam penelitian ini juga
mempunyai manfaat . Kegunaan pada penelitian ini ialah :
1. Kegunaan Teoritis yaitu Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat membawa
manfaat berupa pengetahuan tentang hukum khusus nya di ranah perkawinan, dan
memberikan pengetahuan tentang perkawinan di usia muda serta pengaruhnya
terhadap anak .
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, ilmu
pengetahuan serta informasi kepada masyarakat tentang dampak dampak yang
timbul akibat di lakukannya pernikahan dini atau pernikahan muda serta
pengaruhnya terhadap anak .
b. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bermanfaat agar bisa
meningkatkan ilmu, wawasan, serta juga pengetahuan mahasiswa tentang
pernikahan di usia muda dan pengaruhnya terhadap anak.

E. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pernikahan Dini
Pernikahan merupakan hak asasi yang dimiliki setiap manusia. Pada umumnya
pernikahan dilakukan oleh orang dewasa, namun saat ini sudah tidak jarang anak – anak yang
belum dewasa sudah melangsungkan pernikahan yang disebabkan oleh berbagai faktor. Yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang masih belum cakap secara hukum dan masih
memerlukan adanya bimbingan dari orang tua. Anak merupakan sumber daya manusia
penerus masa depan yang setiap haknya telah diatur oleh Negara. Pernikahan usia muda
adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada
pria usia kurang dari19 tahun (Romauli,2009). Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang
dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan remaja (Kumalasari, 2012).
2. Hak Anak
Berdasarkan uraian dalam pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,

3
definisi anak adalah seseorang yang umurnya belum 18 Tahun, dan termasuk bayi yang
belum lahir atau masih berada di kandungan. Kemudian dalam Undang – Undang Nomor 35
tahun 2014 juga disebutkan mengenai hak anak yang terdapat dalam pasal 1 angka 12, yakni
suatu bagian dari hak asasi milik anak yang wajib di jamin, di lindungi dan di penuhi oleh
seluruh keluarga, masyarakat dan Negara. Dampak paksaan untuk melakukan pernikahan dini
pada anak ada banyak hal, contohnya nya depresi, gangguan psikologi, minder, dan lain
sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan depresi bagi sang anak yang belum menganggap
dirinya cakap sebagai orang dewasa, hal ini dikarenakan pada saat perpindahan usia dari
remaja menuju usia dewasa seorang anak khususnya perempuan akan memiliki banyak
masalah yang timbul dari hal-hal baru yang memang sebelumnya mereka belum pernah
menghadapi hal-hal yang seperti itu
3. Perlindungan Hukum
Perlindungan hak anak dalam pernikahan dini tidak diatur secara terperinci dalam
Konvensi Hak Anak (convention on the right of the child 1990 yang telah diratifikasi melalui
Keppres Nomor 36 Tahun 1990). Dalam konvensi hanya menyebutkan bahwa usia anak
adalah di bawah 18 Tahun Tiap-tiap negara yang berpartisipasi dalam konvensi hak anak
memiliki kewajiban untuk melindungi dan menetapkan legislasi atau yang sering disebut
dengan peraturan teknis pelaksanaan yang terbuka bagi anak yang didalamnya meliputi
tentang pernikahan. Kepentingan yang diberikan kepada anak harus sebaik mungkin yang
meliputi pemenuhan pada anak maupun juga faktor kesejahteraan pada anak. Konvensi
mengenai kesepakatan untuk melakukan perkawinan, memiliki batas minimal umur untuk
melakukannya ( convention on consent to marriage) tahun 1964 disebutkan bahwa negara
yang berpartisipasi dalam konferensi hak anak akan mengusahakan terbentuknya legislasi
yang mengatur permasalahan batas usia minimal untuk melaksanakan perkawinan,
perkawinan yang dilaksanakan di bawah batas usia minimal yang sudah ditetapkan
merupakan suatu tindakan melawan hukum, kecuali otoritas atau pemerintahan yang
berwenang menetapkan dispensasi tertentu dengan mempertimbangkan beberapa alasan yang
dianggap tidak keluar nalar dan mengedepankan kepentingan pasangan yang akan
melaksanakan pernikahan.

F. METODE PENELITIAN
1) Jenis Penelitian
Berdasar latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka jenis
penelitian ini masuk dalam kategori penelitian hukum normatif, karena dalam penelitian
normatif terutama menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data
penelitian.atau disebut juga dengan (Library research), metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dari berbagai literature . Penelitian ini bersifat deskriptif analisis artinya
bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah,
menjelaskan secara tepat serta menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan penelitian ini.

2) Pendekatan ilmiah
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pada penelitian kualitatif ini analisis
terhadap dinamika hubungan fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.

4
Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang tidak dituangkan ke
dalam variabel atau hipotesis.Penelitian kualitatif karena data-data yang dibutuhkan dan
digunakan berupa informasi yang tidak perlu dikuantifikasi. Metode penelitian ini bersifat
penelitian hukum normatif atau penulisan kepustakaan dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan
3) Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data pada peneltian ini adalah dengan data sekunder
a) Data Sekunder Metode atau cara pengumpulan data dengan cara mencari dan
membaca literatur yang diperoleh melalui media perantara atau secara tidak
langsung berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, arsip baik yang dipublikasikan
maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Dengan kata lain, peneliti
membutuhkan pengumpulan data dengan cara berkunjung ke perpustakaan, pusat
kajian, pusat arsip atau membaca banyak buku yang berhubungan dengan
penelitianya. Data sekunder ini terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan penelitian yang berupa peraturan perundang
undangan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang sedang diteliti agar
memperoleh landasan teori guna menyusun penelitian ini. Peraturan perundang –
undangan yang digunakan antara lain :
a. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
c. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
d. Kompilasi Hukum Islam
2. Bahan Hukum Sekunder Merupakan bahan penelitian yang dijadikan sebagai
penunjang untuk membantu dalam memahami bahan hukum primer, antara lain yaitu :
buku – buku, jurnal, artikel, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan pokok
permasalahan.
3. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder.

5
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Bentuk Pengabaian Hak Anak dalam Kasus Perkawinan Anak


Pernikahan anak di bawah umur belum diatur atau dilarang secara hukum karena
merupakan salah satu jenis perkawinan pengabaian hak-hak anak dalam kasus perkawinan
anak. Secara khusus, hukum di Indonesia belum mengatur pernikahan anak di bawah
umur.Namun, dalam praktiknya, pernikahanmasih terjadi akibat praktik perjodohan antar
keluarga. Hal ini berakar padaadat istiadat dan budaya yang mengakar dalam masyarakat.

akar permasalahan perkawinan anak turut dipengaruhi oleh berbagai sektor, salah satunya
adalah keberadaan adat istiadat yang melekat pada masyarakatPengetahuan yang mendorong
orang tua untuk mendorong anak menikah di usia muda.

“...Sejak perubahan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menjadi UU No. 16 Tahun 2019,
dimana laki-lakidan perempuan diperbolehkan menikah jika telah mencapai usia 19 tahun ke
atas, data dipernikahan anak sebenarnya meningkat. Niat awalnya adalah untuk mengurangi
jumlah anakpernikahan, namun yang terjadi justru meningkat kasusnya di seluruh Indonesia.

Selain itu, faktor lain penyebab perkawinan anak di Indonesia ialah rendahnya pendidikan,
kemiskinan (ekonomi), pergaulan bebas yang berisiko, kehamilan di luar nikah, dan
kekuranganpemahaman tentang kesehatan reproduksi. Beragamnya persepsi masyarakat
terhadap praktik pernikahan anak cukup beragam. Ada yang memberikan keduanya
tanggapan positif dan

2. Implikasi Pengabaian Hak Anak dalam Kasus Perkawinan Anak

Beratnya pengabaian terhadap hak-hak anak yang tidak dilindungi membawa


implikasi bagi kehidupan anak-anak. Misalnya mengalami kondisi buruk pada seluruh sosial
dan ekonomi indikatornya, ditindas, menjadi bahan perbincangan di lingkungannya dan di
lingkungannya tengah-tengah masyarakat. Dampak lain yang ditimbulkan dari perkawinan
anak adalah putus sekolah, hamil di a usia anak dan melahirkan di usia belum dewasa,
sehingga meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), konflik
yang berujung pada perceraian dan berujung pada pemiskinan struktural perempuan. Dia
Dampak buruk ini dikhawatirkan akan dialami dan terus berlanjut hingga generasi
mendatang. Untuk itu, praktik perkawinan anak harus segera dihentikan. Kondisi ini sangat
memprihatinkan. Berdasarkan temuan penelitian, hak-hak anak telah terpenuhi dilanggar
dalam perkawinan anak di bawah umur. Undang-undang yang seharusnya melindungi anak
sudah ada tidak cukup melindungi hak-hak anak. Hak-hak anak telah dilanggar dalam
berbagai cara, termasuk hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk
berpartisipasi dalam segala aktivitas, dan hak untuk bebas dari segala aktivitas bentuk
kekerasan dan diskriminasi. Pengabaian terhadap hak asasi anak disebabkan oleh Tradisi
masyarakat yang menganggap perkawinan anak sebagai peristiwa yang wajar dan sah sangat
banyak para orang tua masih memilih untuk menjodohkan dan memaksa anaknya menikah
karena rasa yang tinggi Kekhawatiran dan ketakutan berlebihan dirasakan pada anak-anak,

6
khususnya pada anak perempuan. Terlantarnya hak-hak anak juga disebabkan oleh faktor
ekonomi (kemiskinan) sehingga sebagian besar orang tuatemukan cara untuk melepaskan
tanggung jawab pengasuhan mereka kepada orang lain sehingga mereka dapat menemukan
pendamping (suami) untuk anak-anaknya. Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa orang tua
tidak terdidik dengan baik, rumah tangganya tidak harmonis, dan mereka bukanlah orang tua
yang baik terhadap anak-anaknya. Pengabaian terhadap hak-hak anak juga terjadi karena
legitimasi budaya dan adat pemahaman status sosial dalam masyarakat jika menolak lamaran
pernikahan, mengakibatkan stereotipe atau stigma seperti: “menjadi perempuan yang tidak
laku”, “masa depan yang akan datang””, “strata sosial”, dan penerus garis keturunan yang
turut serta melanggengkan praktik perkawinan anak sebagai suatu hal yang wajar.

Pandangan ini bahkan melanggar peraturan hukum mengenai syarat-syarat perkawinan


sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019. Apalagi didukung dengan
Pasal 7 ayat 2 UU Perkawinan yang memberikan kelonggaran bagi perkawinan usia anak.
Jika terjadi penyimpangandari pengaturan batas usia, Anda dapat mengajukan dispensasi ke
pengadilan atau lainnyapejabat yang ditunjuk. Selain itu, kurangnya sosialisasi mengenai
dampak terhadap anakperkawinan, serta tidak adanya sanksi tegas yang diberikan kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam anakpernikahan.

Pengabaian terhadap hak asasi anak dalam perkawinan anak yang ditandai dengan
pengabaian aspek perlindungan hukum, menegaskan bahwa negara belum serius dalam
melindungi,memenuhi, dan menghormati hak asasi manusia warga negaranya, termasuk hak
anak.Padahal negara, melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan Undang-undangnyaperaturan perundang-undangan yang diturunkan, wajib mengakui dan
melindungi hak-hak dasar anak.Di sisi lain, menurut hukum internasional, praktik pernikahan
anak adalah hal yang dilarang berbahaya dan dilarang. Anak di bawah umur yang menikah
dengan anak di bawah umur melanggar hukum internasional yaitu UN-CRC (United Nations
Convention on the Rights of the Child) yang disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor
36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak, CEDAW (Konvensi
PenghapusanSegala Bentuk Diskriminasi). Keberadaan instrumen hukum internasional
membentukdasar hukum pelarangan masyarakat internasional terhadap pernikahan di bawah
umur. Itu melanggar hak asasi manusia merupakan salah satu bentuk kekerasan psikis dan
fisik terhadap anak.

Dari temuan di atas menunjukkan bahwa perkawinan anak sangat merugikan anak
tidak siap secara mental dan emosional untuk itu.Berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh
perkawinan anak terhadap kehidupan anak yang telah terjadi diuraikan pada hasil di atas,
maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan pemberantasan terjadinya perkawinan. Dan
mengembangkan kapasitas tentang dampak dan pencegahan perkawinan anak melalui
sosialisasi dan penyuluhan hukum, serta mendorong kebijakan daerah terkait pencegahan
anak pernikahan. Agar terwujudnya satu kecamatan atau minimal satu desa yang menjadi
percontohan ramah anak, yang nantinya akan diduplikasi menjadi desa percontohan bagi desa
lainnya.

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penelitian ini menemukan bahwa pengabaian hak-hak anak dalam kasus perkawinan
anak lebih banyak disebabkan oleh belum tersedianya perlindungan hukum yang menjamin
terpenuhinya hak asasi manusia anak aspek hak dan legitimasi pemahaman adat, budaya, dan
dan tradisi mengenai status sosial dalam masyarakat. Analisis Pengabaian Hak Asasi Manusia
Anak di Kasus perkawinan anak telah memungkinkan ditemukannya dua hal penting.
Pertama, kelalaian Hak-hak anak merupakan suatu dinamika yang memerlukan perhatian
khusus dari pemerintah dan Pengabaian yang terjadi tidak hanya menunjukkan paradigma
berpikir masyarakat yang biasa status sosial perkawinan anak, namun perlindungan hukum
juga akan menjamin terpenuhinya hak asasi anak dalam kasus perkawinan anak. Kedua,
penelitian ini juga memberikan sebuah perspektif baru dalam melihat hak-hak anak yang
terabaikan dalam praktik perkawinan dari sudut pandang hak anak yang selama ini hanya
dilihat dari segi hak anak perspektif dampak dan korelasi meningkatnya perceraian, bukan
dari aspek hukum perlindungan.

B. SARAN

Makna dinamisnya memungkinkan ditemukannya arah penelitian baru ke dalam


pernikahan anak. Dengan cara ini, lebih banyak lagi kebijakan atau peraturan yang tepat
dapat dirumuskan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Bahriyah, Fitriyani, Sri Handayani, and Andari Astuti Wuri.


“Pengalaman Pernikahan Dini Di Negara Berkembang: Scoping Review.”
Journal of Midwifery and Reproduction 4, no. 2 (2021): 94–105. Batyra,
Ewa, and Luca Maria Pesando.

Afifah, Wiwik, ‘KAMPANYE PENCEGAHAN PERKAWINAN


DINI MENGGUNAKAN PUBLIK SPACE DI TAMAN BUNGKUL KOTA
SURABAYA’, JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 2018

Dr. Muhaimin, S.H., M.Hum, Metode Penelitian Hukum, 2020 Dra.


Sri Satuti, MM, ‘MENGENAL-HAK-ANAK-DAN-PERLINDUNGAN-
ANAK_DP3A’ Eddyono, Supriyadi W., ‘Pengantar Konvensi Hak Anak’,

Elsam, 31, 2014, 8 Fachria Octavia dan Nunung Nurwati, ‘Dampak


Pernikahan Dini Terhadap Perceraian Di Indonesia’, 2020, 37

Imron, Ali, ‘Perlindungan Dan Kesejahteraan Anak Dalam


Perkawinan Di Bawah Umur’, AlTahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 13.2 (2013),
253

Anda mungkin juga menyukai