Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 2

HUKUM PERDATA

NAMA : HABBIB WIBOWO SAPUTRO

NIM : 045113123

PRODI : S1 ILMU HUKUM

SOAL

1. Jelaskan mengapa dalam masyarakat masih marak terjadinya perkawinan di


bawah umur,padahal UU tentang Perkawinan telah mengatur mengenai syarat
perkawinan!
JAWABAN
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sebagai
salah satuunsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang
diatur oleh aturan hukum, baik hukum Islâm maupun hukum positif (negara).
Dalam Undang- Undang perkawinan telah di tetapkan mengenai batas usia
untuk dapat melakukan perkawinan (syarat materiil) salah satunya
Ketentuan mengenai batas umur minimal tersebut terdapat di dalam Pasal 7
ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada
kenyataannya banyak terjadi perkawinan yang dilakukan di bawah ketetuan
undangundang perkawinan, ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak
pelak, tidak hanya di kota besar tetapi tidak didaerah-daerah terpencil.
Sebabnya-pun bervariasi, karena masalah ekonomi, rendahnya pendidikan,
pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan zaman perkawinan di bawah umur semakin
marak terjadi dan kejadian tersebut di sebabkan berbagai macam faktor
bermuculan dalam masyarakat baik dalam masyarakat desa maupun
masyarakat kota, walaupun undangundang telah melarang melaksanakan
perkawinan di bawah umur namun dispensasi terhadap perkawinan tersebut
masih di berikan terhadap anak oleh lembaga pengadilan yang diajukan
oleh orang tua anak. Faktor terjadinya perkawinan dibawah umur di
sebabkan oleh dua faktor yaitu:
1. Faktor internal (Keinginan dari diri sendiri)
Faktor yang mempengaruhi perkawinan usia muda dapat berasal dari
internal yakni faktor yang berasal dari dalam individu. Keinginan dari anak
yang memilih menikah atas keinginan sendiri karena telah siap mental
dalam menghadapi kehidupan berumah tangga. Pasangan ini menikah
dikarenakan adanya perasaan saling cinta dan sudah merasa cocok.
Kondisi ini yang akhirnya membuat keputusan untuk melangsungkan
perkawinan di usia muda tanpa memikirkan masalah apa yang akan
dihadapi kedepannya. Selain, anak melakukan perkawinan di usia muda
dikarenakan konsep diri anak tersebut. Mereka menganggap bahwa setelah
melakukan perkawinan di usia muda sama sekali tidak membuat mereka
minder atau tidak percaya diri baik di lingkungan masyarakat maupun
pergaulan mereka. Hanya sedikit dari anak yang membatasi pergaulannya
setelah kawin dikarena sudah memiliki tanggung jawab untuk mengurus
rumah tangga. Selain keinginan dari diri sendiri, faktor lain yang mendorong
anak melakukan perkawinan di usia muda berasal dari keinginan dari orang
tua. Orang tua memiliki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan yang
lainnya harus dihormati, ditaati, dan dipatuhi. Orang tua menginginkan
anaknya untuk segera menikah karena adanya rasa takut dari dalam diri
orang tua jika anaknya suatu saat melakukan perbuatan yang membuat
malu nama baik orang tua. Selain itu, ada juga yang menikahkan anaknya
agar dapat terbantu dalam segi pekerjaan. Dukungan dari orang tua yang
mempengaruhi perkawinan usia muda dimana Orang tua merasa khawatir
terkena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang
sangat lengket sehingga mengawinkan anaknya.
2. Faktor eksternal
Berdasarkan hasil pengamatan dalam masyarakat juga
mengungkapkan faktor eksternal juga menyebabkan anak melakukan
perkawinan usia muda diantaranya disebabkan oleh:
a. Faktor ekonomi,
Minimnya ekonomi menyebabkan orang tua menikahkan
anaknya di usia muda, daripada menyekolahkan anaknya ke jenjang
yang lebih tinggi. Orang tua yang memiliki anak banyak akan
cenderung lebih banyak mengalami kesulitan dalam hal keuangan jika
dibandingkan dengan mereka yang memiliki sedikit anak. Dan
perkawinan usia muda ini sering terjadi pada masyarakat yang tinggal
di desa Biasanya anak berasal dari keluarga kurang mampu. Hal ini
tentu akan berdampak baik anak anak maupun orang tuanya. Si anak
bisa mendapatkan kehidupan yang layak serta beban orang tuanya
bisa berkurang.
b. faktor hamil diluar nikah, faktor sosial, yaitu banyak anak-anak yang
hamil di luar nikah dan diakibatkan karena pergaulan budaya bebas
yang mereka dapatkan melalui vitur-vitur internet sehingga membuat
mereka ingin mencobanya. Pengaruh internet yang seringkali memuat
situs porno atau menampilkan pornografi.
Mereka hanya mengunggulkan keinginan untuk meniru apa yang
dilihat tanpa melakukan penyaringan. faktor hamil diluar nikah yang
biasa disebut sebagai kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan
yang tidak diinginkan merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak
menghendaki adanya proses kelahiran dari suatu kehamilan. Dan ini
terjadi akibat pergaulan bebas yang dikenal dengan bermula dari
hubungan seks pranikah atau seks bebas.
c. Faktor putus sekolah yang disebabkan rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat. Sebagian besar putus sekolah disebabkan karena
ekonomi keluarga yang kurang baik dan juga pengaruh dari
lingkungan, serta keinginan dari anak tersebut untuk tidak sekolah.
Bahkan mereka mengatakan lebih baik bekerja yang dapat
menghasilkan uang daripada sekolah yang belum tentu berhasil dan
malah menghabiskan uang orang tua.
d. Faktor Biologis,
Faktor biologis ini muncul salah satunya karena Faktor Media
Massa dan Internet diatas, dengan mudahnya akses informasi tadi,
anak-anak jadi mengetahui hal yang belum seharusnya mereka tahu di
usianya. Maka, terjadilah hubungan di luar nikah yang bisa menjadi
hamil di luar nikah. Maka, mau tidak mau, orang tua harus menikahkan
anak gadisnya.
2. Jelaskan akibat hukum pengangkatan anak
Praktik pengangkatan anak telah berlangsung sejak dahulu, saat ini dan akan terus
berlangsung pada masa yang akan datang. Pengangkatan anak dilaksanakan
dengan motif dan cara yang berbeda-beda pada suatu masyarakat diantaranya
dilaksanakan sesuai dengan hukum adat masyarakat dan juga pengangkatan anak
yang dilakukan sesuai dengan hukum positif. Penelitian hukum ini bertujuan
untuk mengetahui motif dan akibat hukum pelaksanaan pengangkatan anak dalam
Hukum Adat dan Hukum Positif Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian
yang bersifat yuridis-normatif dengan cara mengumpulkan data sekunder, analisis
data menggunakan logika deduksi. Hasil penelitian ini adalah motif dan akibat
hukum pengangkatan anak dalam hukum adat dan hukum positif memiliki
perbedaan yang cukup besar karena adanya perbedaan prinsip yang digunakan.
Sehingga perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar pengangkatan anak sesuai
dengan tujuan untuk kepentingan perlindungan anak.
Pengangkatan anak dapat menimbulkan akibat hukum antara anak angkat dan orang
tua angkat. Dalam hukum adat terdapat perbedaan akibat hukum dari
pengangkatan anak seperti terkait warisan, penggunaan nama, kedudukan dalam
keluarga dan lainnya. Seorang anak angkat mempunyai hak-hak yuridis dalam
rangka hukum waris, yaitu menerima hak-hak dan kewajiban sebagai ahli waris
baik material (rumah, sawah, kebun, dan lainlain) maupun immaterial seperti gelar
adat, kedudukan adat, dan martabat keturunan. Hak-hak sosial seperti menghadiri
upacara adat, cara berpakaian tertentu ditempat tertentu yang diselipi
penghormatan (Samosir 2013:275– 76). Dilihat dari aspek akibat hukum
pengangkatan anak menurut sebagian wilayah hukum adat, memiliki segi
persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum Barat, yaitu
masuknya anak angkat ke dalam keluarga orang tua yang mengangkatnya dan
terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orang tua kandung anak
angkat. Sedangkan dilihat dari motivasi pengangkatan anak, berbeda dengan
motivasi pengangkatan anak yang terdapat dalam Undang-Undang No. 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak yang menekankan bahwa perbuatan hukum
pengangkatan anak harus didorong oleh motivasi semata-mata untuk kepentingan
yang terbaik untuk anak yang diangkat. Dalam hukum adat lebih ditekankan pada
kekhawatiran (calon orang tua angkat) akan kepunahan, maka calon orang tua
angkat mengambil anak dari lingkungan kekerabataannya yang dilakukan secara
kekerabatan, maka anak yang diangkat itu kemudian menduduki seluruh kdudukan
anak kandung ibu dan bapak yang mengangkatnya dan ia terlepas dari golongan
sanak saudaranya semula (Rais n.d.). Menurut Ahmad Kamil dalam (Pratiwi n.d.)
Dilihat dari aspek akibat hukum dari pengangakatan anak dalam hukum adat
adalah dengan masuknya anak angkat kedalam suatu keluarga yang
mengangkatnya maka putuslah hubungan keluarga kandung dengan anak angkat
tersebut. Hanya saja terdapat perbedaan dengan adopsi menurut hukum barat,
perbedaannya adalah dalam hukum adat pengangkatan anak disyaratkan dengan
suatu imbalan sebagai pengganti kepada orangtua kandung si anak angkat,
biasanya merupakan benda-benda yang dikramatkan atau dipandang memiliki
kekuatan magis. Dilihat dari segi motivasi dalam melakukan pengangkatan anak,
pengangkatan anak dalam hukum adat lebih menekankan pada kekhawatiran pada
calon orangtua angkat akan kepunahan, maka calon orangtua angkat (keluarga
yang tidak memiliki anak) akan mengambil anak dari lingkungan kekuasaan
kekerabatannya yang dilakukan secara kekerabatan, maka anak itu akan
menduduki seluruh kedudukan anak kandung ibu dan bapak yang mengangkatnya
dan ia akan terlepas dari golongan sanak saudaranya semula. Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak telah mengatur dalam Pasal 39 terkait hal-hal
pokok dalam pengangkatan anak diantaranya yaitu tidak boleh memutuskan
hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya, wajib
dicatatkan dalam akta kelahiran dengan tidak menghilangkan identitas awal anak
dan kesamaan agama calon orang tua angkat dan calon anak angkat. Ketentuan
pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat
dan orang tua kandungnya memiliki akibat hukum yang sangat besar diantaranya
adalah penggunaan nama, proses pewarisan, kedudukan anak angkat dan lainnya.
Hal pokok ini sangat berbeda dengan pengangkatan anak yang dilakukan menurut
hukum adat yang sebagiannya adalah memutuskan hubungan darah anak angkat
dengan orang tua kandungnya. Terlebih lagi dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 ditentukan bahwa pengangkatan anak wajib dicatatkan dalam akta
kelahiran dengan tidak menghilangkan identitas awal anak dan kesamaan agama
antara calon anak angkat dengan orang tua angkat. Jadi Kesimpulannya adalah
Pengangkatan anak dalam hukum adat dan hukum positif memiliki motif yang
berbeda. Dalam hukum adat motif yang paling umum adalah karena tidak
memiliki keturunan dan berbagai alasan yang lainnya. Dalam hukum positif motif
utama pengangkatan anak adalah untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dalam
upaya perlindungan anak. Pengangkatan anak dalam hukum adat memiliki akibat
hukum yang berbeda-beda, sebagian anak angkat mendapatkan hakhak yuridis
yang bersifat materiil dan immaterial karena anak angkat masuk dalam keluarga
orang tua angkat dan terputus dari keluarga asalnya. Sedangkan dalam hukum
positif, pengangkatan anak tidak boleh memutuskan hubungan darah antara anak
angkat dan orang tua kandungnya, wajib dicatatkan dan anak angkat dan orang tua
angkat harus seagama. Hal ini mengakibatkan akibat hukum yang sangat berbeda
jika dibandingkan dengan hukum adat seperti dalam hal penggunaan nama dan
pewarisan.

3. Jelaskan arti pentingnya pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak
!

Pembedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak memiliki arti penting
dalam ilmu fisika. Benda bergerak memiliki energi kinetik dan dapat melakukan
kerja, sementara benda tidak bergerak tidak memiliki energi kinetik dan tidak dapat
melakukan kerja. Pembedaan ini memudahkan kita untuk mempelajari dan
memahami gerakan benda, hukum-hukum gerak, serta menerapkan prinsip-prinsip
fisika dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam pembangunan jembatan,
bangunan, dan alat transportasi.

Anda mungkin juga menyukai