Anda di halaman 1dari 14

DAMPAK NEGATIF PERNIKAHAN

DINI

 OLEH : MUHAMMAD AMIN


 

Disampaikan dalam rangka


meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang dampak
perkawinan usia dini
di Kantor Desa Bagik Payung
LANJUTAN
Masa remaja merupakan masa yang
harus dilalui seorang remaja pada usia 12
tahun sampai 19 tahun. Masa peralihan
dari masa kanak-kanak menuju remaja
kemudian menuju dewasa. Disaat
perkembangan kognitifnya lebih
berkembang dengan pesat juga dengan
dibarengi  dengan matangnya alat
reproduksi.
LANJUTAN
Sekaligus juga masa dimana seorang anak sedang
asik dalam menjalin pertemanan yang menjurus
kepada kebutuhan afiliasi yang menjalin
hubungan dengan lawan jenis mereka. Tetapi
apabila seorang anak melebihi batas dari
perkembangan mereka, juga karena lengahnya
orang tua dalam mengawasi pertumbuhan dan
perkembangan si anak maka akan terjadi hal
tidak diinginkan.
LANJUTAN
Seperti banyak kejadian yang mungkin telah menjadi
begitu banyak kontrofersi. Pernikahan dini di
indonesia Menurut Tri, hak-hak anak yang dilanggar,
yaitu:
Pertama, hak untuk mendapatkan pendidikan. "Dengan
kasus pernikahan dini itu, anak tidak melanjutkan
sekolah," katanya. 
Kedua, hak untuk berpikir dan berekspresi. Sesuai UU
No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan
setiap anak berhak untuk berpikir dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan
orangtuanya.
LANJUTAN
Ketiga, hak untuk menyatakan pendapat dan didengar
pendapatnya. "Perlu dipertanyakan apakah dalam kasus
pernikahan dini anak telah dimintai pendapatnya dan
didengar pendapatnya. Sebab, pada kenyataannya orang
dewasa cenderung memandang anak belum mampu
menentukan keputusan sendiri.
Keempat, hak untuk beristirahat dan memanfaatkan
waktu luang, bergaul dengan teman sebaya, bermain,
berekspresi, dan berkreasi.
Kelima, hak perlindungan. Anak seharusnya dilindungi
dari pernikahan dini yang berdampak pada
perkembangan anak, baik secara fisik maupun psikis.
LANJUTAN
1.Pernikahan Dini dalam Perspektif  Psikologi
Ternyata, setelah diteliti, pernikahan dini yang
rentan perceraian itu adalah pernikahan yang
diakibatkan “kecelakaan” (yang disengaja). Hal
ini bisa dimaklumi, sebab pernikahan karena
kecelakaan lebih karena keterpaksaan, bukan
kesadaran dan kesiapan serta orientasi nikah
yang kuat.
LANJUTAN
2.Dampak terhadap hukum
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang
di negara kita yaitu:
a. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak
pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan
seorang yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapat izin kedua orang tua.
LANJUTAN
b. Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk:
mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
1.) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan
kemampuan, bakat dan minatnya
2.) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-
anak.
c. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO
Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan
antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan
imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
LANJUTAN
Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam
proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk
melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya,
apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika
dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang
luas dan infeksi yang akan membahayakan organ
reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut
dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian
atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri
dan suami atau adanya kekerasan seksual dan
pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
LANJUTAN
3. Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti
tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan
trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang
sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali
hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia
sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain
itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak
untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak
bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak
lainnya yang melekat dalam diri anak.
4. Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial
budaya dalam masyarakat patriarki yang bias
gender, yang menempatkan perempuan pada posisi
yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks
laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan
dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam
yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil
Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan
budaya patriarki yang bias gender yang akan
melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
LANJUTAN
Dari uraian tersebut jelas bahwa pernikahan dini
atau perkawinan dibawah umur (anak) lebih
banyak mudharat daripada manfaatnya. Oleh
karena itu patut ditentang. Orang tua harus
disadarkan untuk tidak mengizinkan
menikahkan/mengawinkan anaknya dalam usia
dini atau anak dan harus memahami peraturan
perundang-undangan untuk melindungi anak.
LANJUTAN
Masyarakat yang peduli terhadap perlindungan
anak dapat mengajukan class-action kepada
pelaku, melaporkan kepada Komisi Perlindungan
Anak Indonesai (KPAI), LSM peduli anak lainnya
dan para penegak hukum harus melakukan
penyelidikan dan penyidikan untuk melihak
adanya pelanggaran terhadap perundangan yang
ada dan bertindak terhadap pelaku untuk dikenai
pasal pidana dari peraturan perundangan yang
ada. (UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, UU Perkawinan, UU PTPPO).
LANJUTAN

Adapun urgensi pernikahan terhadap upaya


menanggulangi kenakalan remaja barangkali tidak bias
dibantah. Takut rasanya ketika kita mendengar hasil
sebuah penelitian bahwa 90% mahasiswi di salah satu
kota besar di negara muslim ini sudah tidak perawan
lagi. Pergaulan bebas atau free sex sama sekali bukan
nama yang asing di telinga kaum remaja, saat ini. Kita
akan menyaksikan kehancuran yang berlangsung
pelan-pelan, tapi sangat mengerikan para gadis (yang
sudah tidak gadis lagi) hamil di luar nikah. Untuk
menanggulangi musibah kaum remaja ini hanya satu
jawabnya: nikah.

Anda mungkin juga menyukai