Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AKHIR PKN

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan


Seksual (Pedofilia)
By : Andi Rezka Fadillah
ABSTRAK
Perlindungan anak merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan dalam
wujud memberikan kesejahteraan dalam konteks kesejahteraan social secara
keseluruhan. Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga,
masyarakat, dan Negara. Namun, jika kita tidak benar-benar merawat dan menjaga
anak di bawah umur, akan membawa dampak yang sangat buruk seperti menjadi
korban kekerasan dan kejahatan seksual. Pedofilia adalah perbuatan seks yang
tidak wajar dimana terdapat dorongan yang kuat berulang-ulang berupa hubungan
kelamin dengan anak prapubertas atau kesukaan abnormal terhadap anak, aktifitas
seks terhadap anak-anak. Para korban pedofilia akan mengalami kurang rasa
percaya diri dan memilki pandangan negative terhadap seks. Dampak yang dialami
oleh korban pedofilia yang dikemukakan oleh Moh. Asmawi dapat berupa depresi,
trauma berat, menarik diri dari lingkungan sosial, dan bahkan timbulnya penyakit
yang berbahaya. Berdasarkan kenyataan kejahatan terhadap anak (pedofilia) harus
ditanggulangi dengan hukum pidana. Kebijakan hukum pidana dalam rangka untuk
melindungi obyek kejahatan sudah diterapkan dalam KUHP. Undang-Undang No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih
didalam kandungan.
Kata Kunci : Perlindungan Anak, Pedofilia.
I.

PENDAHULUAN
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa harus kita rawat dan menjaganya karena dalam dirinya melekat
harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
Hak asasi anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) secara
universal yang tertuang dalam hak-hak anak.
Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa, anak merupakan asset
utama. Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga,
masyarakat, dan Negara. Namun dalam proses tumbuh kembang anak banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik biologis, psikis, sosial, ekonomi, maupun
cultural yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak.
Perlindungan anak merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan
dalam wujud memberikan kesejahteraan dalam konteks kesejahteraan social
secara keseluruhan. Indonesia telah mengembangkan suatu kerangka kerja
hukum yang relative progresif untuk memajukaan hak-hak anak. Namun,
kerangka kerja hukum untuk upaya pencegahan dan respon terhadap

kekerasan, perlakuan salah, penelantaran eksploitasi dan pengabaian anak


tetap kurang berkembang.
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak adalah rujukan hukum
utama untuk perlindungan anak dan berisi suatu maklumat tentang hak-hak
anak yang sesuai dengan Konvensi hak-Hak Anak (KHA), serta bagian
tersendiri yang mencakup anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, istilah Perlindungan Anak
dipahami sebagai perlindungan dan pemenuhan hak semua, bukan
perlindungan anak dari kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, dan
eksploitasi saja. Undang-Undang tersebut menangani perlindungan hak anak
dalam kebebasan beragama, kesehatan, pendidikan, dan perkembangan sosial
serta juga mengatur persoalan perwalian, pengangkatan anak, dan
perlindungan khusus.
II.

PEMBAHASAN
Anak adalah titipan Tuhan yang harus kita rawat dan dilindungi agar
tercapai Setiap anak memiliki hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan
meningkatkan taraf kehidupannya.
Pedofilia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata paisI (anakanak) dan philia (cinta yang bersahabat atau sahabat). Pedofilia didefinisikan
sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai
dewasa (pribadi dengan usia 16 tahun atau lebih tua) biasanya ditandai dengan
suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber
(umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubersitas dapat
bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia
remaja (16 tahun atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia.
Menurut Moh. Farihin dan Yulinda W (2012) dalam tulisannya "Konsep
Asuhan Keperawatan Anak Pedofilia", Pedofilia adalah perbuatan seks yang
tidak wajar dimana terdapat dorongan yang kuat berulang-ulang berupa
hubungan kelamin dengan anak prapubertas atau kesukaan abnormal terhadap
anak, aktifitas seks terhadap anak-anak. Asosiasi Psikiatri Amerika (APA) dalam
buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disoders 4th Edition
menyebutkan, diagnosis pedofilia kriterianya adalah sebagai berikut:
1. sedikitnya enam bulan terjadi rangsangan, dorongan yang berulang-ulang
untuk melakukan seks dengan anak-anak (umumnya berusia 13 tahun atau
lebih muda)

2. Seseorang berbuat atas dorongan seksual ini atau dorongan ini


menimbulkan tekanan atau gangguan kepribadian interpersonal
3. Berusia sedikitnya 16 tahun atau setidaknya lima tahun lebih tua daripada
anak pada kriteria pertama.
Pedofilia digolongkan sebagai kejahatan terhadap anak karena
mengakibatkan dampak buruk bagi korban. Menurut ahli kejiwaan anak Seto
Mulyadi, para korban pedofilia akan mengalami kurang rasa percaya diri dan
memilki pandangan negative terhadap seks. Para pedofilis memiliki
kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual dengan anak-anak. Baik
anak laki-laki di bawah umur (pedofilia homoseksual) dan ataupun dengan anak
perempuan di bawah umur (pedofilia heteroseksual) (Sawitri Supardi, 2005).
Pedofilia merupakan bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau
remaja yang lebih tua menggunakan anak sebagai rangsangan seksual.
Faktor-faktor risiko terhadap kejadian Child Abuse ataupun pedofilia dapat
dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor Eksternal
1. Lingkungan Keluarga
Pada saat ini di kota besar terkadang dapat dikatakan bahwa
keluarga kita pada umumnyatidak sempat lagi memperhatikan
kebutuhan remaja akan penerapan moral dan pendidikanagama pada
putra-putrinya, selain itu diakibatkan tidak harmonisnya hubungan
antara anak remaja dengan orang tua. Misalnya, akibat broken home
atau orang tua mereka tinggal berjauhan padahal pada saat tertentu
remaja sangat membutuhkan orang tua tetapi mereka tidak disisinya.
2. Lingkungan Sosial
Terjadi perubahan sosial dapat menyebabkan pergeseran nilai-nilai
pada remaja. Perkenalan remaja dengan seks sesungguhnya bukan
sepenuhnya kesalahan mereka. Perkenalan tersebutakibat dari
lingkungan yang mendorong mereka tidak hanya mengenal seks tetapi
sekaligus mempraktekkan hubungan seks diluar nikah. Para remaja
mungkin bisa memalingkan muka atau mematikan tv, dvd yang
menayangkan film dengan adegan kissing atau berkumpul di tepi
pantai. Adegan-adegan itu mereka saksikan hampir setiap hari pada
saat mereka seharusnya belajar dan beribadah.
3. Lingkungan Sekolah
Masalah seksual pada remaja mungkin terjadi karena kegagalannya
sekolah formal untukmensosialisasikan nilai moral dan agama yang
akan membentuk disiplin para remaja. Padasaat ini lembaga-lembaga

pendidikan sepertinya lebih banyak memusatkan muatan


pengajaran pada masalah iptek dan kurang memaksimalkan masalahmasalah moralitas.
4. Penundaan Usia Perkawinan
Taraf pendidikan yang semakin tinggi di masyarakat, maka semakin
tertunda kebutuhanuntuk melaksanakan perkawinan misalnya belum
menyelesaikan studi karena tuntunan orangtua, belum mendapatkan
pekerjaan yang jelas, hal ini dapat berakibat buruk jika seseorang yang
sudah waktunya menikah belum menikah. Di lain pihak terdapat norma
sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang
semakin tinggi untuk perkawinan,misalnya pendidikan, pekerjaan dan
batas usia minimum dalam menikah.
5. Tabu- Larangan
Pada kalangan remaja, mereka cenderung mempunyai rasa ingin
tahu yang lebih. Sehingga meskipun ada hal yang dilarang, mereka
akan mencoba untuk mengetahui kenapa hal itu dilarang.
6. Pergualan Bebas
Adanya kecendrungan pergaulan yang semakin bebas antara pria
dan wanita dalam masyarakat dengan tidak mematuhi aturan norma
yang berlaku. Dengan mudah kita dapat melihat perilaku
penyimpangan seksual. Terlebih ada mitos beredar di masyarakat
bahwa seorang pria akan awet mudaa jika melakukan hubungan
seksual dengan orang yang lebih muda. Oleh karena itu, mereka akan
cenderung mencoba kepada anak kecil.

Faktor Internal
Menurut Sarwono (1990:149) penyebab remaja melakukan
penyimpangan perilaku seksual antara lain :
1. Meningkatnya Libido Seksual
Kematangan organ kelamin mengakibatkan munculnya dorongandorongan seksual yang menyebabkan menegangnya alat kelamin,
sehingga untuk melepaskan ketegangan itu remaja melakukan
hubungan seksual. Dalam tubuh remaja diproduksi zat hormon kelamin
yang mempunyai pengaruh pada alat-alat kelamin sehingga timbul
dorongan seksual pada remaja. Perubahan-perubahan hormonal yang
terjadi membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual
tertentu.
2. Kurangnya Informasi Tentang Seks

Dengan adanya teknologi yang canggih melalui media massa yang


tidak terbendung akan mengakibatkan pengaruh buruk bagi remaja
seperti buku-buku cabul, film porno, melihat praktek seksual dan lainlain. Remaja dalam melihat teknologi yang canggih itu, ingin tahu dan
mencoba atau meniru apa yang dilihat dan didengarnya. Hal ini
dikarenakan belum mengetahui masalah seksual dari orang tuanya
yang mempunyai pandangan bahwa seks itu tabu, sehingga mereka
mencari informasi seks secara sembunyi-sembunyi dan belum jelas
kebenarannya.
3. Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari
susunan kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan
mendapatkan satu kromosom X dari ibu dan satu kromosm X dari
ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu kromosom X dari ibu
dan satu kromosom Y dari ayah. Kromosom Y adalah penentu seks
pria. Jika terdapat kromosom Y, sebanyak apapun kromosom X, dia
tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom
Klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu XXY. Dan hal ini
dapat terjadi pada 1 diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria
yang mempunyai kromosom 48 XXY. Orang tersebut tetap berjenis
kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat
4.

kelaminnya.
Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai
hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron.
Namun kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Tetapi apabila seorang
pria mempunyai kadar hormon esterogen dan progesteron yang cukup
tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan

perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.


5. Struktur Otak
Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay
females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan
kanan dari straight males sangat jelas Straight females terpisah
dengan membran yang cukup tebal dan tegas., otak antara bagian kiri
dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur
otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females

struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini
biasa disebut lesbian.
6. Kelainan susunan syaraf
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan
susunan syaraf otak dapat mempengaruhi prilaku seks heteroseksual
maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan
oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.
Adapun dampak terhadap anak/korban pedofilia sebagaimana pendapat
yang dikemukakan oleh Moh. Asmawi (2005) dalam Liku-liku Seks
Menyimpang, Bagaimana Solusinya adalah sebagai berikut:
1. Tanda-Tanda Perilaku:
a. Perubahan-perubahan mendadak pada perilaku dari bahagia ke
depresi atau permusuhan, dari bersahabat ke isolasi, atau dari
komunikatif ke penuh rahasia
b. Gangguan tidur, takut pergi ke tempat tidur, sulit tidur atau terjaga
dalam waktu yang lama, mimpi buruk
c. Perilaku menghindar, takut akan atau menghindar dari orang tertentu
(orang tua, kakak, saudara lain, tetangga/pengasuh), lari dari rumah,
nakal atau membolos sekolah.
2. Tanda-Tanda Kognisi:
a. Tidak dapat berkonsentrasi, sering melamun dan menghayal, focus
perhatian singkat/terpecah)
b. Minat sekolah memudar, menurunnya perhatian terhadap pekerjaan
sekolah dibandingkan dengan sebelumnya
c. Respons reaksi berlebihan, khususnya terhadap gerakan tiba-tiba
dan orang lain dalam jarak dekat
3. Tanda-Tanda Sosial Dan Emosional:
a. Rendahnya kepercayaan diri, perasaan tidak berharga
b. Menarik diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khalayan atau
ke bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan
c. Ketakutan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap
orang lain
4. Tanda-Tanda Fisik:
a. Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kelamin
b. Perasaan sakit yang tidak jelas, sakit kepala, sakit perut, berat badan
turun dan sering muntah-muntah
c. Hamil (bagi perempuan).
Pemerintah sudah selayaknya memberikan perhatian terhadap
perlindungan anak karena amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 B (2)
menyatakan bahwa Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh

kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi


kemudian Undang-undang Hak Asasi Manusia UU No. 39 tahun 1999 pasal 33
(1) menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan,
penghukuman atau perlakuan kejam tidak manusiawi, merendahkan derajat
dan martabat kemanusian, sedangkan pasal 29 (1) menyatakan bahwa Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat
dan hak miliknya.
Undang-undang Perlindungan Anak UU No. 23 tahun 2002 pasal 13 (1)
menyatakan Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak
lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun
seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan,
ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
Berdasarkan kenyataan kejahatan terhadap anak (pedofilia) harus
ditanggulangi dengan hukum pidana. Kebijakan hukum pidana dalam rangka
untuk melindungi obyek kejahatan sudah diterapkan dalam KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana). Dalam KUHP adanya ketentuan tentang
larangan melakukan persetubuhan dengan wanita di luar perkawinan dan
belum berusia 15 tahun (Pasal 287); larangan perbuatan cabul bagi orang
dewasa dengan orang lain sesama jenis dan belum dewasa (Pasal 292);
larangan berbuat cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkat, atau anak
dibawah perwalian yang belum dewasa (Pasal 294); larangan menelantarkan
anak dibawah tujuh tahun dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawab
(Pasal 305 Jo. Pasal 306 dan Pasal 307); larangan merampas nyawa seorang
anak segera setelah dilahirkan oleh ibu (Pasal 341 Jo.Pasal 342) (Leden
Marpaung, 1996).
Ternyata ketentuan-ketentuan tersebut belum cukup memadai untuk
mencegah dan mengatasi bentuk perlakuan atas anak sebagai obyek kejahatan
(Moch. Faisal Salam, 2005). Kemudian ketentuan tentang perlindungan anak
dari obyek kejahatan tersebut dilengkapi dan ditambah dengan lahirnya UU No.
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang termuat dalam Bab XII yaitu
mulai Pasal 77 sampai dengan Pasal 90 serta UU No. 39 tahun 1999 tentang
HAM. Pasal 65 mengatur adanya hak anak untuk mendapatkan perlindungan
dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak
serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat

adiktif lainnya. UU No. 23 tahun 2002 Pasal 88 mengatur adanya ketentuan


pidana bagi setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi ataupun seksual anak
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaran perlindungan
anak dengan UU No. 23 tahun 2002 ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) yang bersifat independen. Keanggotaan KPAI terdiri dari
unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dunia usaha dan kelompok
masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak sebagaimana diatur Pasal
74 ayat (2).

III.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak adalah titipan Tuhan yang harus kita rawat dan dilindungi agar
tercapai Setiap anak memiliki hak untuk hidup, mempertahankan hidup,
dan meningkatkan taraf kehidupannya. Pemerintah sudah selayaknya
memberikan perhatian terhadap perlindungan anak karena amanat
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 B (2) tentang hak anak untuk
bebas dan mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
kemudian UU No. 39 Tahun 1999 pasal 33 (1) menyatakan bahwa setiap
orang berhak bebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Dan Undang-undang
Perlindungan Anak UU No. 23 tahun 2002 pasal 13 (1) menyatakan
bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak
lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik
ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
B. Saran
Adanya peranan orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah
dalam melindungi dan menjaga hak dan kewajiban setiap anak agar
menjadi penerus bangsa yang sukses. Dan penegakan hukum pidana
untuk menanggulangi pedofila sebagai perilaku yang menyimpang harus
terus dilakukan.

REFERENSI
Anes.A, Houston. DA, 1990. Ilegal, Social, and Biological Definitions of Pedophilia
Actives of Sexual Behaviour.
Barda Nawawi Arief, 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Kartini Kartono, 2005. Patologi Sosial, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Leden Marpaung, 1996. Kejahatan Terhadap Delik Kesusilaan dan Masalah
Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta.
Moh.Asmawi (Edt), 2005. Lika Liku Seks Menyimpang Bagaimana Solusinya, Darus
Salam, Yogyakarta.
Moh. Faisal Salam, 2005. Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju,
Bandung.
Saparinah Sadli, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998. Teori-teori dan
Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung.
Sawitri Supadi Sadar Joen, 2005. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual,
Refika Aditama, Bandung.
Hartono Harimurti dalam harian Suara Merdeka, Kebiri atau Hukum Mati, tanggal
14 / 05 / 2014.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU No. 23 tahun 2003 tentan Perlindungan Anak
https://id.wikipedia.org/wiki/Anak diakses pada tanggal 5 Desember 2015.

Anda mungkin juga menyukai